Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN DISKUSI

PENERAPAN TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME

DALAM PENDIDIKAN VOKASI

HENDRY ANJAR PURWANTO (1517818002)

MULYAWATI IHSAN (1517818006)

Laporan ini Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan Kejuruan

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN VOKASI DAN KEJURUAN


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena izin
dan kehendaknya kami dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi dan studi kasus
pada tugas mata kuliah Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan Kejuruan.
Laporan diskusi ini berjudul ”Teori Konstruktivisme”. Dalam penulisan
laporan ini, kami merasa banyak kekurangan dan jauh dari sempurna baik dari
segi penulisan maupun materi. Untuk itu, kami sangat berharap adanya kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan penyusunan laporan ini.
Akhirnya, semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penyusun laporan
dan pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..1

1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………..2

1.3 Tujuan ……………………………………………………………………..2

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1 Teori Belajar…………………………………………………………….… 3


2.2 Pendidikan Vokasi……………………………………………………….…3
2.3 Pengertian Kontruktivisme……………………………………….……….. 4
2.4 Karakteristik Teori Belajar Konstruktivisme……………………….……....5
2.5 Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme lainnya……………….…….. 5
2.6 Strategi – strategi Teori Belajar Konstruktivisme………………………...10

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran………………………….12


3.2 Model Pembelajaran Konstruktivisme………………………………….....13
3.3 Implikasi – implikasi Teori Belajar Konstruktivisme……………………..14
3.4 Kelebihan dan kelemahan Teori Belajar Konstruktivisme
Kelebihan :…………………………………………………………………….16

BAB 4 KESIMPULAN…………………………………………………….... 18

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....19

LAMPIRAN HASIL DISKUSI……………………………………………….20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar


Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Sistem pendidikan Indonesia yang telah dibangun dari dulu sampai sekarang
ini, ternyata masih belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan
global untuk masa yang akan datang, program pemerataan dan peningkatan
kulitas pendidikan yang selama ini menjadi fokus pembinaan masih menjadi
masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia ini.

Masalah yang muncul dalam dunia pendidikan di Indonesia antara lain dari
kualitas guru sebagai pendidik, yang harus menguasai teknik, model dan teori
belajar yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Fenomena yang ada
dalam pendidikan di Negara Indonesia akan dapat diselesaikan jika keberhasilan
belajar pada peserta didik merata yang dapat menghasilkan peserta didik yang
berkualitas. Pada kenyataannya tenaga pendidik di Indonesia tidak melaksanakan
program belajar-mengajar yang sesungguhnya, yakni guru beserta siswa harus
aktif. Namun, saat ini Guru yang lebih aktif dari pada siswa itu sendiri, Siswa
hanya menerima apa yang diberikan oleh Guru tersebut, padahal pada prinsip
terapannya siswalah yang seharusnya lebih aktif mencari dan mengelola informasi
agar apa yang ia pelajari seolah-olah menjadi miliknya sendiri, dan dalam hal ini
siswa lebih mudah mengingatnya.

1
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami membuat makalah tentang teori
belajar konstruktivisme yang dapat berguna bagi para pendidik untuk
meningkatkan kualitas peserta didiknya.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud dengan Teori Belajar Konstruktivisme ?
2. Bagaimankah karakteristik dari Teori BelajarKonstruktivisme ?
3. Bagaimana penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran dikelas ?

1.3Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari pemahaman kontruktivisme


2. Untuk mengetahui karasteristik dari konstruktivisme
3. Untuk mengidentifikasi penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di
kelas

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Teori Belajar

Teori belajar merupakan kegiatan seseorang merubah perilaku mereka, seluruh


kegiatan belajar dilalui dan diikuti oleh perubahan yang meliputi kecakapan,
keterampilan dan sikap, pengertian dan harga diri, watak serta minat penyesuaian
diri perubahan tersebut meliputi perubahan kognitif, psiomotorik, dan afektif.

Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme,


Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh
teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh
yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan
menjadi teori tersendiridiri perubahan tersebut. Yang lebih penting untuk kita
pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan
teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting
untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

2.2 Pendidikan Vokasi

Ada banyak pengertian tentang pendidikan vokasi. Pendidikan kejuruan yang


umumnya disebut juga pendidikan vokasi mengalami puncak popularitas pada
saat Smith-Hughes (1917) mendefinisikan ―vocational education was training
less than college grade to fit for useful employment” (Thompson, 1973:107).
Pendidikan vokasi adalah training/pelatihan di bawah perguruan tinggi yang
sesuai untuk pekerjaan bermakna. Pengertian ini maknanya rancu karena
pendidikan diartikan sebagai pelatihan/training. Pendidikan vokasi dan training
vokasi adalah dua hal yang berbeda. Pendidikan vokasi lebih luas dan mencakup
berbagai hal yang lebih generik. Sedangkan pelatihan vokasi berkaitan dengan
pemberian skill yang bersifat khusus.
Berbagai definisi pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi adalah pendidikan
yang menyiapkan terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku,

3
sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri, diawasi oleh masyarakat atau
dalam kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif.

2.3 Pengertian Kontruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata kontruktiv dan isme. Kontruktiv berarti


bersifat membina, memperbaiki , membangun. Sedangkan Isme dalam kamus
bahasa Indonesia memiliki arti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan
aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Belajar
menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan
pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.

Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat


generative, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan aliran behavioriseme yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan
yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, konstruktivisme lebih memahami
belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuannya
sesuai dengan pengalamannya.

Menurut teori ini, satu prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa juga harus berperan aktif
membangun sendiri pengetahuan di dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan membri kesempatan kepada
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawasiswa ke
tingkat pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang mereka
tulis dengan bahasa dan kata – kata mereka sendiri.

4
2.4 Karakteristik Teori Belajar Konstrutivisme

Beberapa karakteristik dan juga merupakan prinsip dasar teori belajar


konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan strategi untuk mendapatkan dan menganalisis informasi.
2. Pengetahuan terbentuk bukan hanya dari satu prespektif, tapi dari
perspektif jamak (multiple perspective).
3. Peran peserta didik utama dalam proses pembelajaran, baik dalam
mengatur atau mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun untuk
ketika berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Scaffolding digunakan dalam proses pembelajaran. Scaffolding
merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada peserta
didik untuk dikembangkan sendiri.
5. Pendidik berperan sebagai fasilitator ,tutor dan mentor untuk mendukung
dan membimbing belajar peserta didiknya.
6. Pentingnya evaluasi proses dan hasil belajar yang otentik.

Dari semua prinsip diatas ada satu prinsip yang paling penting adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa
harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi
sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

2.5 Tokoh-tokoh Teori Belajar Konstruktivisme lainnya

Berkaitan dengan konstruktivisme, terdapat dua teori belajar yang lebih


mutakhir dapat dikaji dan dikembangkan oleh Jean Piaget dan Vygotsky, yang
diuraikan sebagai berikut:

5
1. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk
menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan.
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai
fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar
kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran
seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan
skemata yang dimilikinya.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai
berikut:

a. Skemata
Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan
lingkungan disebut dengan skemata.Sejak kecil anak sudah memiliki struktur
kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema).Skema terbentuk karena
pengalaman.Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang
sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap
perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki
dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak
terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua.
Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya.
Proses penyempurnaan sekema dilakukan melalui proses asimilasi dan
akomodasi.

b. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan

6
perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru
pengertian orang itu berkembang.

c. Akomodasi
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan
skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan
akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok
dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu.

d. Keseimbangan
Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara
proses asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya.

2. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky


Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan
pada dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya
bila ditinjau dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-
simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang berfikir,
berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan demikian perkembangan
kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan belajar
menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir
diri sendiri.
Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teori
Vygotsky dalam pendidikan.
Pertama, dikehendakinya setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif
antar kelompok-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga

7
siswa dapat berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam
daerah pengembangan terdekat/proksimal masing-masing.
Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan
perancahan (scaffolding). Dengan scaffolding, semakin lama siswa semakin
dapat mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.
a. Pengelolaan pembelajaran
Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mempengaruhi
perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan
jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky
dalam Slavin (2000), peserta didik melaksanakan aktivitas belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat yang mempunyai
kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru dan
memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pemberian bimbingan
Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar
menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut
masih berada dalam daerah perkembangan terdekat mereka (Wersch,1985),
yaitu tugas-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut
Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan aktivitas di dalam daerah
perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri
akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang lain.

3. Jhon Dewey
Jhon Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini bahwa dengan
mengatakan pendidikan yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan
pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara
berkesinambungan dan berkelanjutan. Beliau juga menenkankan pentingnya
keikutsertaan peserta didik di dalam setiap aktivitas proses belajar mengajar

4. Driver dan Bell


Mereka berdua berpendapat bahwa karakteristik teori belajar Konstruktivisme
adalah sebagai berkut:

8
1. Peserta didik dipandang sebagai pasif, tetapi memiliki tujuan;
2. Keterlibatan peserta didik seoptimal mungkin dalam pembelajaran;
3. Pengetahuan tidak datang dari luar tetapi dikonstruksi oleh peserta
didiknya sendiri
4. Pembelajaran bukan berupa transfer pengetahuan, tetapi melibatkan
pengendalian dan rekaya kondisi dan situasi kelas
5. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat sumber
yang harus dikembangkan.

5. Tasker
Teori belajar kontruktivisme Tasker menekankan bahwa ada tiga hal yang
harus ada dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. Peran aktif peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna.
2. Kaitan antar ide-ide baru sangat penting dalam pengkonstruksian
3. Mengaitkan antara informasi yang baru diterima dengan gagasan-gagasan
yang dikembangkan

6. Wheatley
Wheatley mendukung teori belajar kontruktivisme dengan mengajukan 2
(Dua) prinsip utama dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif tetapi secara aktif oleh
struktur kognitif peserta didik
2. Kognisi berfungsi adaptif dan membantu pengorganisasian pengalaman
nyata untuk dikembangkan dalam proses belajar.

7. Hanbury
Hanbury mengemukakan beberapa aspek berlandaskan teori belajar
kontruktivisme ini yang sebagai berikut:
1. Belajar melalui pengkonstruksian informasi dan ide yang dimiliki
2. Pembelajaran menjadi bermakna apabila peserta didik mengerti
3. Strategi peserta didik lebih bernilai;
4. Peserta didik berkesempatan untuk diskusi dengan sesamanya.

9
2.6 Strategi – strategi Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam praktik pembelajaran dalam kelas, beberapa strategi pembelajaran


Konstruktivisme antara lain :

1. Proses Top Down


Siswa memulai dengan masalah – masalah yang komplek untuk
dipecahkan dan selanjutkan memecahkan atau menemukan ( dengan bantuan
guru ) keterampilan – keterampilan dasar yang diperlukan. Sebagai contoh
siswa dapat diminta untuk menuliskan suatu susunan kalimat, dan baru
kemudian belajar tentang mengeja, tata bahasa, dan tanda baca.

2. Pembelajaran dengan bantuan ( Scaffolding )


Scaffolding merupakan strategi yang pertama – tama dikenalkan Vygotsky
dimana di dalam strategi ini guru diharapkan dapat memberikan bantuan
belajar bagi siswa pada saat – saat yang paling penting dalam pembelajaran
mereka. Scaffolding merupakan konsep pembelajaran dengan bantuan atau
dikenal juga dengan istilah Assisted Learning atau Mediated Learning.Dalam
Scaffolding guru memberikan bantuan belajar pada siswa yang lebih
terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap mengalihkan tanggung
jawab belajar kepada siswa umtuk bekerja atas arahan diri mereka sendiri.

3. Pembelajaran Kooperatif ( Cooverative Learning )


Strategi ini merupakan pembelajaran di mana siswa diharapkan dapat
menyelesaikan tugas – tugas terstruktur yang komplek dalam tim atau
kemlompok kerja yang heterogen. Dengan demikian siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep – konsep yang sulit juka mereka saling
mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

4. Generative Learning ( pembelajaran Generatif )


Pembelajaran generatif menekankan pada pengintegrasian aktif materi
baru dengan skemata yang ada dibenak siswa. Belajar itu ditemukan meskipun
apabila kita menyampaikan suatu kepada siswa, mereka harus melakukan
operasi mental dengan informasi itu untuk membuat informasi masuk ke
dalam pemahaman mereka.

10
5. Pembelajaran dengan penemuan
Siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep – konsep dan prinsip – peinsip, dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang
memungkinkan mereka menemukan prinsip – prinsip untuk diri mereka
sendiri.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Implikasi Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak


(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang dihadapi.
b. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui
belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
c. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan
teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.

Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis


hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat
melakukan konstruksi pengetahuan
2. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata
3. Pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai
4. Memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran
5. Pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social
peserta didik
6. Pembelajaran menggunakan berbagai sarana
7. Melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi
pengetahuan peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

12
3.2 Model Pembelajaran Konstruktivisme

Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut
siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan
terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak
atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam,
padahal keduanya terdiri lebih dari satu gens (bukan hanya berbeda species).
Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah
melalui ketiga tahap dalam pembelajaran konstruktivisme (ekplorasi, klarifikasi,
dan aplikasi)
1. Fase Eksplorasi
 Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang
kau ketahui tentang cacing tanah?”.
 Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
 Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya,
dan diberi kesempatan untuk merumuskan hal-hal yang tidak sesuai
dengan jawaban mereka semula.
2. Fase Klarifikasi
 Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
 Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
 Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk
dikembangbiakkan.
 Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan
penyelidikan.
 Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji
rencananya.
 Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan
sekarang.
3. Fase Aplikasi
 Secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan
penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.

13
 Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula
yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
 Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis
cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya

3.3 Implikasi – implikasi Teori Belajar Konsruktivisme


Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini
dipaparka tentang penerapannya.

1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar


Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta
mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan
identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-
pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah
mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta
menjadi pemecah masalah (problem solver)

2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan


beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar
gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan
pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong
siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan.

3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi


Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan
menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik
respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk
menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi,
justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya

14
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan
siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang
bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau
menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan
orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri
yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman
dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat
bermakna akan terjadi di kelas

5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong


terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi,
seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini.
Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka
buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata

6. Guru memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-


materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme
melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam
dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan
abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut
secara bersama-sama.

Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata
memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan
didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-
cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat
relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar

15
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih
tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.

3.4 Kelebihan dan kelemahan Teori Belajar Konstruktive

Kelebihan :

Teori belajar konstuktivisme memilikin kelebihan atau keunggulan yakni:


1. Dalam aspek berfikir yakni pada proses membina pengetahuan baru, murid
berfikir untuk menyelesaikan masalah, menggali ide dan membuat keputusan.
2. Dalam aspek kepahaman seorang murid terlibat secara langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu
mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Dalam aspek mengingat yakni murid terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan mengingat lebih lama konsep. Melalui pendekatan ini murid
dapat meningkatkan kepahaman merekadan mereka lebih yakin menghadapi
atau menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Dalam aspek Kemahiran sosial yakni Kemahiran sosial diperoleh apabila
seorang murid berinteraksi dengan teman, kelompok kerja maupun dengan
guru dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan maupun wawasan baru.
5. Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka paham, ingat, yakin
dan berinteraksi dengan lihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam
membina pengetahuan baru.

Kekurangan :
Teori belajar konstuktivisme memiliki kekurangan atau kelemahan yakni:
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi sesuai dengan kaidah
ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya
sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa
memerlukan penanganan yang berbeda-beda.

16
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas
siswa.
4. Meskipun guru hanya menjadi pemotivasi dan memediasi jalannya proses
belajar, tetapi guru disamping memiliki kompetensi dibidang itu harus
memiliki perilaku yang elegan dan arif sebagai spirit bagi anak sehingga
dibutuhkan pengajaran yang sesungguhnya mengapresiasi nilai-nilai
kemanusiaan.
5. Dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya
kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

17
BAB IV

KESIMPULAN

Pada dasarnya Teori konstruktivisme disini diartikan sebagai suatu pendekatan


di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan
informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan
merevisinya bila perlu.
Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat
membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi
baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
Peranan (Implementasi) Teori Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan
terbentuk:
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespon.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa
lainnya.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya
diskusi.
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi
interaktif.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, Psokologi pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.


Jeanne, Ormrod, Edisi Ke 6 Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh
dan Berkembang, Jakarta: Erlangga, 2008.
Rusman, Model-Model Pada Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru Edisi 2, Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Suyono, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar, PT Remaja
Rosdakarya: Bandung, 2011.
Wasty, Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998.
Winasanjaya, Pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis
kompetensi Jakarta: Kencana, 2005.

19
LAMPIRAN HASIL DISKUSI

Pertanyaan/Diskus dari Penerapan Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam


Pendidikan Vokasi

No Nama Peserta Pertanyaan/sanggahan/diskusi Jawaban


1 Maria Harahap Apakah kurikulum saat ini bisa Kurikulum saat ini belum sesuai dengan
mendukung proses pendidikan yang ada di Indonesia, karena
pembelajaran dengan baik, materi yang disusun berdasarkan kurikulum
berikan contohnya? terlalu padat dan tidk sesuai dengan usia,
sehingga peserta didik dipaksa untuk memenuhi
target dari isi kurikulum tersebut.

2 Trean Kautsar Bagaimana cara pendidik Mengetahui passion peserta didik tidak bisa
menerapkan cara belajar supaya dalam waktu singkat, karna banyak proses yang
setiap peserta didik mempunyai harus ditempuh. Dari mulai menganalisa respon
passion dengan waktu yang awal sampai membuat evaluasi peserta didik
terbatas? sesuai standar yang di tetapkan kurikulum.
Dalam hal ini perlu peran pihak ke 3 yaitu
keluarga / masyarakat di sekitar peserta didik.
Namun ada yang bisa pendidik lakukan di
dalam kelas dengan waktu yang terbatas,
dengan memberikan tugas / project yang
berkelanjutan dan setiap bagian tugas bisa
dilihat perkembangan peserta didik sejauh mana
dapat mengerjakan tugas atau project tersebut.

3 Cristiantio Apakah mungkin Teori Sangat mungkin untuk diterapkan pada zaman
Renata Pembelajaran Konstruktivisme 4.0. Karena pembelajaran Konstruktivisme
masih diterapkan di Zaman Era berisi hal2 yang menuntut peserta didik untuk
4.0? mengeksplore lebih jauh tentang materi yang
sedang dibahas dalam pembelajaran, dalam
teori ini pendidik cenderung memberikan tugas
/ kasus yang terjadi di lingkungan sekitar dan di
kaitkan dengan materi belajar. Secara tidak
langsung saat peserta didik mengeksplor

20
tugasnya, dan melakukan analisa dengan
media/sumber yang sekarang serba digital,
maka peserta didik itu telah mengaplikasikan
teori pembelajaran ini terhadap zaman 4.0 dan
hal tersebut bisa sangat membantu penerapan
teori Pembelajaran Konstruktivisme.

4 Dessy Model pembelajarn model pembelajaran Konstruksivisme sangat


Wahyuningrum Kontruktivisme cocok untuk ccocok diterapkan dalam matapelajaran praktek
pembelajaran pada karena dalam model pembelajaran ini terdapat 3
matapelajaran apa? fase yaitu : (1) fase Eksplorasi, dimana peserta
didik dalam matapelajaran praktek dapat
mengeksplor pengetahuannya langsung ketika
mereka prakter, (2) fase Klarifikasi, peserta
didik secara berkelompok mendiskusikan hasil
praktek dan siswa mencari tambahan rujukan
guna mengklarifikasi jika ada kekurangan
sumber belajar yg mereka dapat, (3) Fase
Aplikasi, dalam fase ini peserta didik dapat
mengaplikasikan langsung apa yng telah
dipelajari dimatapelajarn praktek untuk tugas
berikutnya.

21

Anda mungkin juga menyukai