Anda di halaman 1dari 25

TUGAS FISIKA RADIASI

PROTEKSI RADIASI

OLEH :

Vines Ayudhiana (15034014)

PRODI : FISIKA

Dosen Pembimbing : Drs. MASRIL, M.Si

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2018
RANGKUMAN

Proteksi radiasi adalah suatu system untuk mengendalikan bahaya radiasi


dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta
mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan. Ruang lingkup proteksi
radiasi dari segi ilmiah meliputi :

1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif


2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi
yang diterima organ/ jaringan
3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk
mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.

Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun perpaduan keduanya. Macam-
macam proteksi radiasi dibagi atas dua yaitu, proteksi radiasi eksternal dan
internal. Pada radiasi eksternal, radiasinya dapat mengenai seluruh tubuh
(penyinaran total) ataupun mengenai sebagian tubuh (penyinaran partial). Sinar-X,
sinar gamma, neutron dan sinar beta yang energinya 65 keVdapat menembus kulit
dan menyinari jaringan tubuh, sehingga berbahaya sebagai sumber radiasi
eksterna. Bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi internal merupakan persoalan
yang sangat penting dalam proteksi radiasi. Radiasi internal terjadi karena
masuknya radionuklida ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, saluran
pencernaan, luka terbuka di kulit maupun menembus kulit dan juga melalui
sirkulasi darah (suntikan).

Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi maupun
anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan
proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar. Dalam setiap kegiatan proteksi
dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Ada tiga tingkat
acuan, yaitu :
1. Tingkat Pencatatan
2. Tingkat Penyelidikan

3. Tingkat Intervensi

Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut juga prinsip-prinsip proteksi radiasi
ini terdiri atas beberapa macam yaitu:

1. Asas legislasi yang sering disebut asas justifikasi yang artinya


pembenaran,

2. Asas optimalisasi
3. Asas limitasi.
PROTEKSI RADIASI

A. Pengertian Proteksi Radiasi

Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi ini kadang-kadang dikenal juga


sebagai proteksi radiologi ini memiliki beberapa pengertian yaitu :

1. Proteksi radiasi adalah perlindungan masyarakat dan lingkungan dari efek


berbahaya dari radiasi pengion , yang meliputi radiasi partikel energi tinggi dan
radiasi elektromagnetik.

2. Proteksi radiasi adalah suatu system untuk mengendalikan bahaya radiasi


dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta
mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan.

3. Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan
dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang
ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan
kesehatan akibat paparan radiasi.

4. Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik
kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada
seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat
negatif dari radiasi pengion.

5. Menurut BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional), proteksi


radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi
yang merusak akibat paparan radiasi.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu
yang mempelajari tentang teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi
dirinya, orang disekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama
meliputi:
1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif
2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis
radiasi yang diterima organ/ jaringan
3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya
untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun
lingkungan.

B. Macam-Macam Proteksi Radiasi

Karena jelas adanya bahaya radiasi nuklir terhadap manusia atau alam
lingkungan,maka perlu adanya proteksi untuk menyelamatkannya. Seperti halnya
air, api, racun, dan lain-lain adalah berbahaya bagi organisme hidup. Tetapi
apabila dapat dikendalikan, maka mereka akan menjadi sumber yang bermanfaat
bagi kesejahteraan manusia. Misalnya racun, apabila digunakan dosis yang
tertentu maka racun dapat menjadi obat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Demikian pula air, api, gunung berapi, dan radiasi nuklir, jika dikendalikan akan
menimbulkan kesejahteraan bagi manusia. Oleh karena itu untuk menghindari
segala macam bahaya harus diusahakan penanggulangannya.
Tiap program keselamatan radiasi nuklir, selalu mengusahakan agar
penerimaan paparan radiasi itu sekecil mungkin, baik paparan dari sumber
eksternal maupun sumber internal. Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah
untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun
perpaduan keduanya. Pada hakikatnya, sebagian besar kriteria proteksi radiasi
yang dipakai dewasa ini berdasarkan kenyataan bahwa nilai dosis radiasi
ditetapkan tidak menimbulkan efek biologi yang berarti. Karena data tentang
pengaruh radiasi dengan intensitas rendah sangat terbatas, maka ketentuan dosis
maksimal diizinkan itu ditetapkan serendah-rendahnya sehingga kemungkinan
timbulnya kerusakan biologis dapat dihindarkan sejauh-jauhnya.
1. Proteksi Radiasi Eksternal
a. Sumber bahaya
Bahaya radiasi eksternal berasal dari sumber radiasi yang terdapat di luar
tubuh. Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi
internal. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat berlainan.
Partikel alfa umumnya tidak dianggap sebagai sumber berbahaya eksternal yang
potensial karena daya tembusnya sangat kecil dengan demikian mudah tertahan
pada lapisan luar dari kulit. Bahaya eksternal mungkin ditimbulkan oleh pancaran
beta, sinar-X, gamma atau neutron yang dapat menembus lebih dalam ke bagian
dalam tubuh. Bahaya eksternal dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip
dasar proteksi radiasi, yaitu memperhitungkan waktu, jarak, dan penahan radiasi.
Praktik proteksi radiasi merupakan aspek khusus dari pengendalian bahaya
kesehatan lingkungan. Penyinaran radiasi eksterna adalah penyinaran yang berasal
dari sumber di luar tubuh manusia, tidak ada kontak fisik dengan sumber radiasi,
dan penyinaran tidak ada bila seseorang meninggalkan daerah radiasi atau bila
sumber radiasi dipindahkan dari daerah radiasi. Karena itu radiasi eksterna dapat
diukur dengan relatif mudah dan teliti, sementara bahaya potensial atau bahaya
sesungguhnya dapat diperhitungkan dengan kebenaran.
Pada lingkungan industri dalam usaha menghilangkan bahaya merupakan
prosedur biasa dan yang pertama dilakukan adalah dalam penyelamatannya. Jika
unsur untuk menghilangkan bahaya ini tidak dapat dilakukan, maka usaha
dilakukan untuk mengungkung bahaya, dan berarti mengisolasi bahaya dari
manusia. Jika dari kedua tindakan pemecahan ini tidak diperoleh keselamatan itu,
maka pemaparan terhadap bahaya dapat dicegah dengan mengisolasi manusia.
Cara yang tepat untuk aplikasi tindakan proteksi radiasi tergantung pada
keadaannya.
b. Faktor Proteksi Radiasi

Tindakan pengendalian untuk radiasi eksterna pada manusia dapat dilakukan


dengan salah satu atau lebih dari tiga teknik berikut:
a. mengurangi waktu penyinaran,
b.membuat jarak sejauh mungkin dari sumber radiasi, dan
c. membuat perisai untuk sumber radiasi.
1)Faktor Waktu

Meskipun banyak dari efek bahaya radiasi bergantung pada laju dosis,
namun untuk tujuan pengawasan lingkungan dapat dianggap hubungan "laju dosis
x waktu penyinaran = dosis total" selalu berlaku. Dengan kata lain, makin lama
seseorang berada dalam medan radiasi, makin besar pemaparan dan dosis serap
yang diterima.

Dt = Do x
t..................................................................................................................... ( 1 )
(dosis = laju dosis mula-mula x waktu)

Hubungan antara pemaparan dan waktu, bila kecepatan pemaparan adalah


QR/jam dan berada dalam medan radiadi itu selama waktu t jam, maka pemaparan
yang diterima adalah sebesar : Q x t Roentgen. Faktor waktu ini memegang
peranan dalam hal terjadi kecelakaan atau keadaan darurat di dalam medan radiasi
yang kuat. Agar hal tersebut dapat tercapai, maka pekerjaan harus dilakukan
dengan cepat dan tepat serta cermat sekali.

Contoh 1:

Misalnya seorang pekerja radiasi diizinkan menerima dosis sebesar 100


mrem dalam 1 minggu. Berapa jam seminggu is boleh bekerja dalam ruangan
dengan radiasi berlaju dosis 10 mrem/jam?

Dari rumus (1):

Dt = Do x t

100 mrem = 10 mrem/jam x t

t = 10 jam.

Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang mengandung
radiasi pengion itu seringkali bergantung pada pekerjaan yang dilakukannya,
mungkin lebih lama dari 10 jam. Untuk dapat mengatasi hal ini harus dicoba
mengurangi laju penyinaran di tempat tersebut yaitu dengan cara memperbesar
jarak antara sumber radiasi dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan
radiasi.

Contoh 2:

Misalnya seorang ahli radiografi ditugaskan untuk melakukan pekerjaan


radioaktif 5 hari dalam 1 minggu di medan radiasi 25 mR/jam. Maka penyinaran
yang berlebihan ini dapat dicegah dengan membatasi waktu kerja hariannya
selama 48 menit, sehingga jumlah penyinaran yang diterima dalam 1 hari hanya
20 mR. Jika volume pekerjaannya membutuhkan waktu penyinaran yang lebih
lama, maka petugas ahli radiografi lain harus ditunjuk untuk menggantikannya
atau pekerjaan itu harus dirancang bangun kembali untuk
mengurangi intensitas medan radiasi pada daerah kerja radiografi.

2)Faktor Jarak

Dengan jelas dapat dirasakan bahwa penyinaran radiasi makin berkurang


denganmakin bertambah jauh dari sumber radiasi. Kenyataan ini merupakan alat
yang tangguh dalam keselamatan radiasi. Bila ukuran sumber radiasi
dibandingkan dengan jarak adalah kecil hingga sumber radiasi dapat dianggap
sebagai titik sumber, maka pemaparan akan berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak terhadap sumber.

Dr = K 1/r2 (K = tetapan yang besarnya bergantung pada sumber)


atau:
D r r2 = K
sehingga dapat ditulis:
Dr1 x r12 = Dr2 x r22 = Dr3 x r32 = ... = K,
tetap...................................................................... ( 2 )
dengan,
Dr1 = laju dosis pada jarak r1 dari sumber,
Dr2 = laju dosis pada jarak r2 dari sumber,
Dr3 = laju dosis pada jarak r3 dari sumber.

Contoh 3:

Sebuah sumber Co-60 memberikan, pada jarak 2 m, laju dosis sebesar 50


mrem/jam. Pada jarak manakah laju dosis besarnya 20 mrem/jam?

Dengan memakai rumus (2), diperoleh:

50 x (2)2 = 20 x r2

r = 10 m.

Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika jarak menjadikan
dua kali lebih besar, laju dosis berkurang menjadi 1/(2) 2. Jika jarak diperbesar 3
kali, laju dosis berkurang menjadi 1/(3)2 atau 9 kali lebih kecil. Sebaliknya bila
jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan menjadi 4 kali
lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9
kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung
menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan
berlipatganda besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi
langsung dengan tangan.

Untuk menangani sumber radiasi diperlukan perlengkapan khsus misalnya


tang jepit panjang atau pinset. Walaupun aktivitas sumber radiasi kecil dan
merupakan sumber radiasi terbungkus, namun larangan memegang sumber secara
langsung tetap berlaku, jadi harus menggunakan peralatan tersebut di atas untuk
menghindari penerimaan dosis radiasi yang berlebihan pada tangan.

Contoh 4:
Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 100 mCi yang
memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31
MeV tiap disintegrasi. Maka kekuatan penyinarannya dapat dihitung dengan
formula

I = 6  fi
Ei .....................................................................................................................( 3 )
sehingga diperoleh I = 6 (1 x 1,17 + 1 x 1,31)= 14,9 Rhf tiap curie

Maka untuk sumber 100 mCi, laju penyinaran pada jarak 1 ft dari sumber
kira-kira sebesar 1490 mR/jam. Jika ahli radiografi mengendalikan sumber ini
selama 1 jam tiap harinya, maka laju dosis tidak boleh melebihi 20 mR/jam.
Pembatasan ini dapat dilakukan dengan memakai slat pengendali jarak jauh yang
panjangnya dapat dihitung dengan memakai hukum kebalikan pangkat dua, kira-
kira sepanjang 8,65 ft. Jika pekerjaan radiografi hendak dilakukan dengan
menggunakan barikade agar nilai batas rata-rata tertinggi mingguan tidak
dilampaui, maka laju dosis pada barikade harus sebesar (100 mR/minggu) : (40
jam/minggu) = 2,5 mR/jam. Dengan memakai hukum kebalikan pangkat dua
diperoleh jarak yang dibutuhkan 23,8 ft. Tetapi bila ruangan untuk
pengendaliannya terbatas perlu dipasang perisai, sehingga dengan laju dosis yang
diperhitungkan itu tidak akan melebihi penyinaran untuk dosis maksimum
mingguan yang diizinkan.

3) Faktor Perisai

Bila harus bekerja pada jarak yang dekat dengan sumber radiasi dan dalam
waktu yang lama, perisai dapat mereduksi pemaparan hingga serendah-rendahnya.
Keefektifan perisai ditentukan oleh interaksi radiasi dengan atom-atom perisai
yang juga tergantung pada macam energi radiasi dan nomor atom materi perisai.

Radiasi alpha dapat diserap oleh kertas yang tebalnya lebih kecil dari 1/64
inci dan juga oleh lapisan aluminium. Radiasi beta mempunyai jangicau yang
lebih panjang dibandingkan dengan radiasi alpha. Dengan menggunakan perspex
setebal 10 mm tenaga radiasi beta sudah terserap secara keseluruhan. Materi
perisai yang digunakan dalam radiasi elektromagnetik (radiasi sinar-X dan sinar
gamma) ialah bahan-bahan yang mempunyai rapat massa yang tingggi misalnya
Pb, U, Au, Fe, Cr, dan Ni. Sementara itu bahan yang mengandung boron, misalnya
boral atau campuran Al dan B4C, biasa digunakan sebagai perisai neutron.

a) Partikel Alpha (α)

Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis saja sudah
cukup untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan demikian partikel alpha
tidak merupakan persoalan pelik dalam bidang proteksi terhadap sumber radiasi
eksterna.
b) Partikel Beta ()

Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel alpha.
Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini perspex setebal ,1 cm
sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta. Dengan memandang bahwa
pancaran beta ini mudah diserap secara keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis
itu, maka orang sering sekali menganggap ‘enteng' radiasi beta ini dan kadang-
kadang tidak berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan
tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian mungkin
sebesar 3000 rad per jam.

Sebagai kelanjutan, proses penyerapan partikel beta dapat menimbulkan


pancaran-X yang dikenal dengan Bremsstrahlung. Bremsstrahlung ini besarnya
proporsional dengan bilangan atom (Z) dan zat penyerap dan dengan energi
partikel beta (E) yang bersangkutan. Untuk mengetahui perkiraan bahaya
Bremsstrahlung, pendekatan hubungan berikut dapat dipakai:

f = 35 x 10-4 Z
Emaks.............................................................................................................. ( 4 )
dengan,
f = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi foton,
Z = nomor atom bahan serap,

E = energi partikel beta, MeV.

Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil zat yang
mempunyai harga Z rendah, umumnya dalam praktik tidak lebih dari 13. Energi
rata-rata partikel beta ditentukan oleh distribusi energi partikel umumnya diambil:

Erata-rata = 1/3
Emaks................................................................................................................. ( 5 )

Contoh 5:

Misalnya untuk pemancar beta Sr-90 dapat digunakan pelindung dari


plexiglas atau aluminium. Strontium-90 memancarkan beta dengan energi 0,5
MeV dan anaknya Y-90 memancarkan beta dengan energi 2,27 MeV. Dalam hal
ini harus dipilih tebal pelindung yang dapat menyerap seluruh beta dengan energi
2,27 MeV. Jika diketahui densitas (ρ) plexiglas 1,18 mg/cm3 dan tebal (td) yang
diperkirakan untuk radioisotop Sr-90 adalah 1,1 g/cm2, maka tebal plexiglas yang
diperlukan dapat dihitung dengan nimus sebagai berikut:

t1 = td / ρ= 0,932 cm.

Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam waktu
lama, oleh karena itu lebih baik digunakan aluminium yang densitasnya (ρ) 2,7
g/cm3. Sehingga tebalaluminium yang diperlukan adalah: t1 = 0,41 cm.

Contoh 6:

Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan
pelindung, dengan densitas (ρ) 0,95 g/cm3, maka tebal botol = 1,06 cm. Andaikan
botol polietilen tersebut diisi 37 x 104 MBq Sr-90 maka laju dosis Bremsstrahlung
dari sinar beta Y-90 =0,21 mSv/jam dan sinar beta dari Sr-90 = 0,013 mSv/jam
pada jarak 1 meter. Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0,1 mSv/jam
bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1,75 cm.

c) Sinar Gamma () dan Sinar-X

Proses pelemahan sinar-X atau gamma dalam bahan pelindung bersifat


eksponensial. Laju dosis sinar-X atau gamma di suatu titik setelah melalui suatu
bahan penyerap, dapat ditulis sebagai berikut:

Dt = D0 e
-µt
........................................................................................................................( 6 )
dengan,

Do = laju dosis tanpa penahan,

µ = koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang bersangkutan dan energi
sumber radiasi

t = tebal penahan

HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu adalah
tebal
bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi menjadi setengah dari
intensitas
sebelum dilemahkan oleh penahan.

Dari rumus ( 6) untuk t = HVT diperoleh:

Dt = ½ Do

Sehingga diperoleh harga HVT = 0,693 / Dengan kata lain, rumus di atas
dapat ditulis menjadi:
Dt = Do :2t/HVT.............................................................................. ( 7 )

Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan
penahan yang diperlukan.

Contoh 7:

Untuk mengurangi laju dosis hingga setengahnya, diperlukan bahan


penahan setebal 1 kali HVT, harga HVT ini telah ditentukan dan dicantumkan
dalam suatu tabel atau grafik. Maka untuk mengurangi laju dosis hingga ¼ atau
(½)2 diperlukan bahan penahan setebal 2 kali HVT, sedangkan untuk mengurangi
laju dosis hingga ⅛ atau (½)3 diperlukan bahan penahan setebal 3 kali HVT, dan
seterusnya. Dengan Ca7Z yang sama dapat dirumuskan konsep tenth value layer
(TVL) sebagai berikut:

TVL = In 10 /  = 2,303 / ............................................................................... ( 8 )

Berikut contoh tabel FIVT dan TVL untuk Pb dan H2O

Tabel 1. Harga HVT dan TVL untuk Pb dan H2O.

Energi Pb, cm H2O


Pancaran,
MeV HVT TVL HVT TVL

0,50 0,40 1,25 15,00 50,00

1,00 1,10 3,50 19,00 62,50

1,50 1,50 5,00 20,00 70,00

2,00 1,90 6,00 22,50 75,00

Contoh 8:

Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik
dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb). Laju dosis dari 160
menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi
tebal yang dibutuhkan = 4 x 2 mm Pb = 8 mm Pb.

Atenuasi radiasi gamma secara kualitatif berbeda dengan atenuasi radiasi


alpha dan beta. Kedua partikel ini mempunyai jangkauan tertentu sehingga dapat
diserap seluruhnya dalam medium yang dilalui. Sebaliknya radiasi gamma hanya
dapat dikurangi intensitasnya bila pelindung dipertebal. Faktor transmisi untuk
berbagai jenis bahan pelindung dapatdihitung dengan rumus:

I = IO e-t............................................................................................................. ( 9 )

Untuk harga  dapat dilihat dalam tabel atau grafik yang disediakan untuk
berbagai jenis bahan pelindung.

Contoh 9:

Misal untuk transmisi 10 %, energi 0,1 MeV, membutuhkan pelindung 14,3


g/cm2 Al atau 0,435 g/cm2 Pb, sedangkan energi 1,0 MeV, membutuhkan 37,4
g/cm2 Al atau 33,6 g/cm2 Pb.

Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung
untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum untuk energi di
antara 0,75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama atau sebanding dengan
densitas bahanbpelindung. Untuk energi kuantum lebih rendah dan tinggi, bahan
pelindung dengan nomor atom lebih tinggi lebih efektif.

Prinsip dasar proteksi radiasi tersebut di atas, yaitu pengendalian radiasi


dengan memperhitungkan waktu, jarak dan pelindung radiasi, harus digunakan
oleh pars pekerja radiasi dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, seperti
dalam bidang medik maupun dalam bidang industri lainnya.

c. Dalam bidang medik


Operator radiografi diagnostik harus memanfaatkan tabir dan apron Pb
untuk mencegah penyinaran seluruh tubuh oleh radiasi hambur. Petugas yang
merangkai radium, yang akan dipasang pada pasien sebagai terapi, hams
memanfaatkan kaca Pb untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh.

Untuk melindungi mata bias digunakan cermin atau kacamata Pb, dan hams
diingat bahwa sumber radiasi tidk boleh dipegang langsung dengan tangan. Pasien
radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi gonad.

d. Dalam bidang industri

Operator radiografi industri berlindung dibalik tiang beton, Binding atau


bagian lain dari konstruksi untuk menghindari penyinaran seluruh tubuh selama
waktu penyinaran yang cukup lama (sampai beberapa menit). Operator radiografi
dilatih mengoperasikan kamera dengan kecepatan tingi tetapi aman, sebab ia
menggunakan sumber radiasi Ir-192 dengan aktivitas ratusan curie dengan jarak
sekitar 6 meter dari mulut kamera (faktor waktu). Pekerja logging yang
menggunakan sumber radiasi neutron Am-Be dengan aktivitas 16 curie
seharusnya melakukan tindakan proteksi yang serupa.

Untuk melindungi gonad, baik pekerja logging atau gauging maupun


pekerja radiografi industri, sebaiknya jangan menjinjing kontener atau kamera
sendiri, hal ini untuk menjaga atau mengatur jarak antara gonad dan sumber
radiasi. Dalam melakukan perhitungan menggunakan prinsip dasar proteksi
radiasi tersebut terdahulu perlu diadakan koreksi terhadap aktivitas sumber radiasi
yang digunakan, khususnya bila sumber radiasi tersebut waktu paruhnya rendah,
aisalnya dengan cara menghitung atau melihat grafik peiuruhan/ transformasi.

e. Neutron
Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi penting
yang perlu diketahui:
1) Hamburan kenyal (elastik): Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan
penahan dengan cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam tumbukan,
neutron kehilangan sebagian energinya yang berpindah kepada inti sasaran.
Seluruh energi pindahan ini menjadi energi kinetik inti sasaran. menurut hukum
tumbukan yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa neutron
adalah yang paling baik untuk merendahkan energi neutron dengan jalan
hamburan elastik. Untuk ini dapat digunakan bahan-bahan yang memiliki banyak
hidrogen, misalnya air dan paraffin.

2) Hamburan tak kenyal (in-elastik): Dalam proses ini neutron memberikan


sebagian energinya kepada bahan yang ditumbuknya dan mengeksitasi inti
sasaran, kemudian inti melepaskan energi eksitasi itu kembali dalam bentuk
pancaran gamma. Proses hamburan in elastik sangat berarti untuk unsur dengan
inti yang berat.

3) Penangkap neutron: Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian
dalam proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton. Salah satu reaksi
penangkap neutron ini adalah 10B(n,α)7Li. Reaksi ini penting artinya dalam
proses radiasi, karena partikel alpha yang dipancarkan mudah sekali diserap.
Reaksi yang paling sering ditemui dalam praktik ialah reaksi 58Fe(n,)59Fe.
Radiasi gamma ini merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam
pembulatan penahan, karena itu harus dipakai bahan dengan nomor atom yang
tinggi untuk melapisi penahan dengan nomor atom rendah agar dapat menyerap
radiasi gamma ini.

2. Proteksi Radiasi Internal

Bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi internal merupakan persoalan yang


sangat penting dalam proteksi radiasi.
a. Radioaktivitas sumber radiasi terbuka
Sumber radioaktif terbuka yang disimpan dalam suatu wadah yang tertutup
dapat menimbulkan bahaya radiasi eksterna bagi orang yang bcrada
disekelilingnya. Zat radioaktif yang tidak disimpan dalam keadaan tertutup dapat
merupakan ancaman bahaya radiasi internal.

Zat radioaktif dalam jumlah yang kecil sekalipun, yang dilihat dari sudut
bahaya eksterna dapat diabaikan, dapat memberikan dosis yang sangat besar, jika
zat tersebut mengenai, apalagi masuk ke dalam tubuh. Sekali suatu radioisotop
masuk dalam tubuh, ia akan memancarkan radiasinya terhadap tubuh dari dalam
sehingga habis aktivitasnya karena proses peluruhan. Hal ini mungkin
berlangsung selama beberapa tahun ,terus menerus.

Sebaliknya zat itu karena proses metabolisme dikeluarkan oleh tubuh, hal
ini mungkin selesai dalam beberapa hari saja tetapi bisa juga tertahan dalam,
tubuh untuk selama-lamanya. Radioisotop yang tidak sengaja lepas dari tempat
penyimpanannya akan mengakibatkan kontaminasi dan merupakan bahaya radiasi
intern yang potensial bagi manusia.
b. Cara pemasukan dalam tubuh

Ada tiga cara kontaminasi dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan
bahaya radiasi interna terhadap tubuh:
1) melalui pernafasan, penghirupan udara yang terkena kontaminasi,
2) melalui makanan atau mulut,

3) melalui absorpsi langsung oleh kulit atau luka pada kulit yang terkena
kontaminasi.

Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif akan masuk
ke dalam paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan ke calam
darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari paru-paru dan tertelan
kembali masuk ke dalam saluran pencernaan.

Besarnya zat radioaktif yang masuk melalui pernafasan, kemudian ditelan


dan dinafaskan kembali ke luar bergantung pada berbagai faktor, misalnya bentuk
fisis dan kimia kontaminan itu sendiri, dan keadaan fisiologi orang yang terkena
kontaminasi itu. Begitu juga jika kontaminan tertelan, maka fraksi yang
menembus dinding saluran pencernaan dan kemudian masuk ke dalam cairan
tubuh bergantung pada sifat kontaminasi dan keadaan fisiologis penderita.

c. Pengendalian bahaya kontaminasi

Seperti halnya dengan radiasi eksterna, kriteria dalam pengendalian bahaya


kontaminasi interna adalah membatasi dosis yang diterima oleh organ tubuh yang
dipandang vital sampai tingkatan yang sekecil-kecilnya dan aman. Dengn
demikian pengendalian bahaya kontaminasi interna ini tergantung pada
pengendalian konsentrasi kontaminan dalam udara, makanan/minuman dan
tingkat kontaminasi pada permukaan kulit dan sekitarnya.
C. Falsafah Proteksi Radiasi

Falsafah proteksi radiasi disebut juga dengan tujuan proteksi radiasi. Tujuan
dari proteksi radiasi adalah sebagai berikut :

1. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan.


2. Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah
yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.

Pengalaman telah membuktikan bahwa dengan menggunakan system


pembatasan dosis terhadap penyinaran tubuh (baik radiasi eksterna maupun
internal) kemungkinan resiko bahaya radiasi dapat diabaikan petugas proteksi
radiasi dengan mengikuti peraturan proteksi radiasi dan menggunakan peralatan
proteksi yang canggih dapat menyelamatkan pekerja radiasi dan masyarakat pada
umumnya.

Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya


radiasi adalah:
1. Meniadakan bahaya radiasi
2. Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia
3. Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi

Untuk menerapkan tiga prosedur proteksi radiasi di atas dilaksanakan oleh


petugas proteksi radiasi. Prosedur utama cukup jelas dengan mentaati dan
melaksanakan peraturan proteksi radiasi; kedua dengan merancang tempat kerja
dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik dan penahan radiasi yang
memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman dan selamat; dan ketiga
memerlukan pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja
radiasi maupun lingkungannya dengan menggunakan alat pemonitoran
perorangan, pemonitoran lingkungan dan surveimeter.

Para penguasa instalasi nuklir sesuai dengan segala keturunan yang berlaku
wajib menyusun program proteksi radiasi sejak proses perencanaan, tahap
pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi. Program proteksi radiasi ini
dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya
kecelakaan radiasi. Dalam penyusunan program ini diperlukan adanya prinsip
penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian suatu ignstalasi nuklir
sesuai dengan rekomendasikan oleh Komisi Internasional untuk Perlindungan
Radiologi (ICRP).

Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, faktor keselamatan manusia harus


mendapatkan prioritas utama. Program proteksi radiasi bertujuan melindungi para
pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan
akibat penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya. Ada tiga hal penting
yang perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah terjadinya kecelakaan radiasi
sehubungan dengan pengoperasian instalasi nuklir, yaitu :
1. Adanya peraturan perundangan dan standar keselamatan dalam bidang
keselamatan nuklir.
2. Pembangunan instalasi nuklir dilengkapi dengam sarana peralatan keselamatan
kerja dan sarana pendukung lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memperhatikan laporan analisis
keselamatan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan ketentuan
lain yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
3. Tersedianya personil dengan bekal pengetahuan memadai dan memahami
sepenuhnya tentang keselamatan kerja terhadap radiasi.

D. Acuan Dasar Proteksi Radiasi

Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi
maupun anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap
kegiatan proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan
rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi dikenal adanya standar dalam
nilai batas dan tingkat acuan. Nilai batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas
turunan dan nilai batas ditetapkan. Sedang tingkat acuan terdiri atas tingkat
pencatatan, tingkat penyelidikan dan tingkat intervensi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara
langsung. Sedang dalam pelaksanaan program proteksi, rancangan program
pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat
menunjukan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan nilai batas dosis. Untuk
mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu untuk
memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukan hubungan langsung antara
nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan
nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil
pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai
dengan nilai batas dasar. Sedang nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur
yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instalasi.
Nilai batas ditetapkan umumnya lebih rendah dari nilai batas turunan, namun ada
kemungkinan nilai keduanya adalah sama.
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas, tetapi dapat digunakan untuk
menentukan suatu tindakan dalam suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan
dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program
pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program
proteksi radiasi memerlukan perencanaan yang hati-hati dalam menentukan
tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika nilai suatu besaran
mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini secara operasional akan sangat membantu
penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga
tingkat acuan, yaitu :

1. Tingkat Pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10
dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di
bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.

2. Tingkat Penyelidikan,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab


atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan
harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.

3. Tingkat Intervensi,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa


tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan
sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasi
normal.

E. Asas-Asas Proteksi Radiasi


Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut juga prinsip-prinsip proteksi
radiasi ini terdiri atas beberapa macam yaitu asas legislasi yang sering disebut
asas justifikasi yang artinya pembenaran, asas optimalisasi dan asas limitasi.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Asas legislasi atau justifikasi yang artinya pembenaran

Penerapan asas justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar


sebelum tenaga nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis
resiko manfaat. Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat yang
lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin
ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila
manfaatnya lebih kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak
boleh dilaksanakan. Berikut adalah contoh penerapan asas legislasi atau justifikasi
dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

a. Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat di
roentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut
akan tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu
tersebut melahirkan.

b. Jika seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa


rekomendasi dari dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.

c. Seorang radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di


dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang
peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.

2. Asas Optimalisasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar paparan
radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan
ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan
penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian
bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara saksama,
termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan
memenuhi asas optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut
disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.

Tujuan dari asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk


mendapatkan hasil optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang
rendah, baik individu maupun kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang
tidak dikehendaki, dan biaya yang murah. Asas optimalisasi sangat ditekankan
oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu
harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini dimaksudkan untuk
meluruskan kesalahpahaman tentang sistem pembatasan dosis yang sebelumnya
dikenal dengan konsep ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Baik asas
optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada pertimbangan
faktor-faktor ekonomi dan sosial, dan tidak semata-mata menekankan pada
rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun masyarakat. Berikut adalah
contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
a. Pada saat mengisi kaset radiografer harus memperhatikan kaset yang akan
digunakan, ukuran film yang sesuai dan jumlah film yang dimasukkan ke
dalam kaset.
b. Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm
atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat
diminimalkan dan tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
c. Sebelum dilakukan pemeriksaan radiografer terlebih dahulu harus memberikan
instruksi yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari
sehingga pasien tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
3. Asas Limitasi

Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar dosis
radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak
boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Yang dimaksud Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima
dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung
pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis
untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini
adalah 50 mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500
mrem) per tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi
IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem)
per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh
melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100
mrem) per tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya.
Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka
semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat
ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan
terlampaui. Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan
sehari-hari yaitu :
a. Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah jumlah
radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin
memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45.
Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya
maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan
menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar
radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi
tersebut.
b. Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm
atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat
diminimalkan.

Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang
diterima oleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan
kebutuhan. Sebab semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang
diterima oleh pasien begitupun sebaliknya

Anda mungkin juga menyukai