PROTEKSI RADIASI
OLEH :
PRODI : FISIKA
JURUSAN FISIKA
2018
RANGKUMAN
Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun perpaduan keduanya. Macam-
macam proteksi radiasi dibagi atas dua yaitu, proteksi radiasi eksternal dan
internal. Pada radiasi eksternal, radiasinya dapat mengenai seluruh tubuh
(penyinaran total) ataupun mengenai sebagian tubuh (penyinaran partial). Sinar-X,
sinar gamma, neutron dan sinar beta yang energinya 65 keVdapat menembus kulit
dan menyinari jaringan tubuh, sehingga berbahaya sebagai sumber radiasi
eksterna. Bahaya yang ditimbulkan oleh radiasi internal merupakan persoalan
yang sangat penting dalam proteksi radiasi. Radiasi internal terjadi karena
masuknya radionuklida ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, saluran
pencernaan, luka terbuka di kulit maupun menembus kulit dan juga melalui
sirkulasi darah (suntikan).
Untuk mencapai tujuan proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi maupun
anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan
proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar. Dalam setiap kegiatan proteksi
dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Ada tiga tingkat
acuan, yaitu :
1. Tingkat Pencatatan
2. Tingkat Penyelidikan
3. Tingkat Intervensi
Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut juga prinsip-prinsip proteksi radiasi
ini terdiri atas beberapa macam yaitu:
2. Asas optimalisasi
3. Asas limitasi.
PROTEKSI RADIASI
3. Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan
dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang
ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan
kesehatan akibat paparan radiasi.
4. Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik
kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada
seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat
negatif dari radiasi pengion.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu
yang mempelajari tentang teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi
dirinya, orang disekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama
meliputi:
1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif
2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis
radiasi yang diterima organ/ jaringan
3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya
untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun
lingkungan.
Karena jelas adanya bahaya radiasi nuklir terhadap manusia atau alam
lingkungan,maka perlu adanya proteksi untuk menyelamatkannya. Seperti halnya
air, api, racun, dan lain-lain adalah berbahaya bagi organisme hidup. Tetapi
apabila dapat dikendalikan, maka mereka akan menjadi sumber yang bermanfaat
bagi kesejahteraan manusia. Misalnya racun, apabila digunakan dosis yang
tertentu maka racun dapat menjadi obat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Demikian pula air, api, gunung berapi, dan radiasi nuklir, jika dikendalikan akan
menimbulkan kesejahteraan bagi manusia. Oleh karena itu untuk menghindari
segala macam bahaya harus diusahakan penanggulangannya.
Tiap program keselamatan radiasi nuklir, selalu mengusahakan agar
penerimaan paparan radiasi itu sekecil mungkin, baik paparan dari sumber
eksternal maupun sumber internal. Tujuan proteksi terhadap radiasi tak lain adalah
untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan somatik, genetik, maupun
perpaduan keduanya. Pada hakikatnya, sebagian besar kriteria proteksi radiasi
yang dipakai dewasa ini berdasarkan kenyataan bahwa nilai dosis radiasi
ditetapkan tidak menimbulkan efek biologi yang berarti. Karena data tentang
pengaruh radiasi dengan intensitas rendah sangat terbatas, maka ketentuan dosis
maksimal diizinkan itu ditetapkan serendah-rendahnya sehingga kemungkinan
timbulnya kerusakan biologis dapat dihindarkan sejauh-jauhnya.
1. Proteksi Radiasi Eksternal
a. Sumber bahaya
Bahaya radiasi eksternal berasal dari sumber radiasi yang terdapat di luar
tubuh. Jika zat radioaktif masuk dalam tubuh, maka akan timbul bahaya radiasi
internal. Untuk mengatasinya diperlukan cara pengendalian yang sangat berlainan.
Partikel alfa umumnya tidak dianggap sebagai sumber berbahaya eksternal yang
potensial karena daya tembusnya sangat kecil dengan demikian mudah tertahan
pada lapisan luar dari kulit. Bahaya eksternal mungkin ditimbulkan oleh pancaran
beta, sinar-X, gamma atau neutron yang dapat menembus lebih dalam ke bagian
dalam tubuh. Bahaya eksternal dikendalikan dengan mempergunakan tiga prinsip
dasar proteksi radiasi, yaitu memperhitungkan waktu, jarak, dan penahan radiasi.
Praktik proteksi radiasi merupakan aspek khusus dari pengendalian bahaya
kesehatan lingkungan. Penyinaran radiasi eksterna adalah penyinaran yang berasal
dari sumber di luar tubuh manusia, tidak ada kontak fisik dengan sumber radiasi,
dan penyinaran tidak ada bila seseorang meninggalkan daerah radiasi atau bila
sumber radiasi dipindahkan dari daerah radiasi. Karena itu radiasi eksterna dapat
diukur dengan relatif mudah dan teliti, sementara bahaya potensial atau bahaya
sesungguhnya dapat diperhitungkan dengan kebenaran.
Pada lingkungan industri dalam usaha menghilangkan bahaya merupakan
prosedur biasa dan yang pertama dilakukan adalah dalam penyelamatannya. Jika
unsur untuk menghilangkan bahaya ini tidak dapat dilakukan, maka usaha
dilakukan untuk mengungkung bahaya, dan berarti mengisolasi bahaya dari
manusia. Jika dari kedua tindakan pemecahan ini tidak diperoleh keselamatan itu,
maka pemaparan terhadap bahaya dapat dicegah dengan mengisolasi manusia.
Cara yang tepat untuk aplikasi tindakan proteksi radiasi tergantung pada
keadaannya.
b. Faktor Proteksi Radiasi
Meskipun banyak dari efek bahaya radiasi bergantung pada laju dosis,
namun untuk tujuan pengawasan lingkungan dapat dianggap hubungan "laju dosis
x waktu penyinaran = dosis total" selalu berlaku. Dengan kata lain, makin lama
seseorang berada dalam medan radiasi, makin besar pemaparan dan dosis serap
yang diterima.
Dt = Do x
t..................................................................................................................... ( 1 )
(dosis = laju dosis mula-mula x waktu)
Contoh 1:
Dt = Do x t
t = 10 jam.
Lama waktu seorang pekerja radiasi dalam suatu ruangan yang mengandung
radiasi pengion itu seringkali bergantung pada pekerjaan yang dilakukannya,
mungkin lebih lama dari 10 jam. Untuk dapat mengatasi hal ini harus dicoba
mengurangi laju penyinaran di tempat tersebut yaitu dengan cara memperbesar
jarak antara sumber radiasi dengan pekerja, atau dengan mempergunakan penahan
radiasi.
Contoh 2:
2)Faktor Jarak
Contoh 3:
50 x (2)2 = 20 x r2
r = 10 m.
Dari rumus tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika jarak menjadikan
dua kali lebih besar, laju dosis berkurang menjadi 1/(2) 2. Jika jarak diperbesar 3
kali, laju dosis berkurang menjadi 1/(3)2 atau 9 kali lebih kecil. Sebaliknya bila
jarak sumber radiasi diperpendek 1/2 kali, laju dosis radiasi akan menjadi 4 kali
lebih besar dan bila jarak diperpendek menjadi 1/3 kali, maka laju dosis menjadi 9
kali lebih besar. Jadi bila terlalu dekat pada sumber, misalnya langsung
menyentuh atau memegang sumber radiasi, maka laju dosis pada tangan
berlipatganda besarnya. Oleh karena itu dilarang memegang sumber radiasi
langsung dengan tangan.
Contoh 4:
Misalkan terdapat sumber Co-60 dengan ketentuan 100 mCi yang
memancarkan 2 buah foton masing-masing dengan energi 1,17 MeV dan 1,31
MeV tiap disintegrasi. Maka kekuatan penyinarannya dapat dihitung dengan
formula
I = 6 fi
Ei .....................................................................................................................( 3 )
sehingga diperoleh I = 6 (1 x 1,17 + 1 x 1,31)= 14,9 Rhf tiap curie
Maka untuk sumber 100 mCi, laju penyinaran pada jarak 1 ft dari sumber
kira-kira sebesar 1490 mR/jam. Jika ahli radiografi mengendalikan sumber ini
selama 1 jam tiap harinya, maka laju dosis tidak boleh melebihi 20 mR/jam.
Pembatasan ini dapat dilakukan dengan memakai slat pengendali jarak jauh yang
panjangnya dapat dihitung dengan memakai hukum kebalikan pangkat dua, kira-
kira sepanjang 8,65 ft. Jika pekerjaan radiografi hendak dilakukan dengan
menggunakan barikade agar nilai batas rata-rata tertinggi mingguan tidak
dilampaui, maka laju dosis pada barikade harus sebesar (100 mR/minggu) : (40
jam/minggu) = 2,5 mR/jam. Dengan memakai hukum kebalikan pangkat dua
diperoleh jarak yang dibutuhkan 23,8 ft. Tetapi bila ruangan untuk
pengendaliannya terbatas perlu dipasang perisai, sehingga dengan laju dosis yang
diperhitungkan itu tidak akan melebihi penyinaran untuk dosis maksimum
mingguan yang diizinkan.
3) Faktor Perisai
Bila harus bekerja pada jarak yang dekat dengan sumber radiasi dan dalam
waktu yang lama, perisai dapat mereduksi pemaparan hingga serendah-rendahnya.
Keefektifan perisai ditentukan oleh interaksi radiasi dengan atom-atom perisai
yang juga tergantung pada macam energi radiasi dan nomor atom materi perisai.
Radiasi alpha dapat diserap oleh kertas yang tebalnya lebih kecil dari 1/64
inci dan juga oleh lapisan aluminium. Radiasi beta mempunyai jangicau yang
lebih panjang dibandingkan dengan radiasi alpha. Dengan menggunakan perspex
setebal 10 mm tenaga radiasi beta sudah terserap secara keseluruhan. Materi
perisai yang digunakan dalam radiasi elektromagnetik (radiasi sinar-X dan sinar
gamma) ialah bahan-bahan yang mempunyai rapat massa yang tingggi misalnya
Pb, U, Au, Fe, Cr, dan Ni. Sementara itu bahan yang mengandung boron, misalnya
boral atau campuran Al dan B4C, biasa digunakan sebagai perisai neutron.
Partikel alpha mudah sekali diserap. Biasanya sehelai kertas tipis saja sudah
cukup untuk menahan seluruh pancaran alpha. Dengan demikian partikel alpha
tidak merupakan persoalan pelik dalam bidang proteksi terhadap sumber radiasi
eksterna.
b) Partikel Beta ()
Partikel beta mempunyai daya tembus lebih besar daripada partikel alpha.
Energinya biasanya antara 1 dan 10 MeV. Dalam hal ini perspex setebal ,1 cm
sudah cukup menyerap seluruh pancaran beta. Dengan memandang bahwa
pancaran beta ini mudah diserap secara keseluruhan oleh bahan yang relatif tipis
itu, maka orang sering sekali menganggap ‘enteng' radiasi beta ini dan kadang-
kadang tidak berhati-hati dan berani memegang sumber beta langsung dengan
tangan, padahal laju dosis pada jarak 3 mm dari sumber demikian mungkin
sebesar 3000 rad per jam.
f = 35 x 10-4 Z
Emaks.............................................................................................................. ( 4 )
dengan,
f = fraksi energi sinar beta yang jatuh berubah menjadi foton,
Z = nomor atom bahan serap,
Dengan demikian untuk bahan penahan partikel beta harus diambil zat yang
mempunyai harga Z rendah, umumnya dalam praktik tidak lebih dari 13. Energi
rata-rata partikel beta ditentukan oleh distribusi energi partikel umumnya diambil:
Erata-rata = 1/3
Emaks................................................................................................................. ( 5 )
Contoh 5:
t1 = td / ρ= 0,932 cm.
Plexiglas mudah pecah bila menerima dosis radiasi tinggi dalam waktu
lama, oleh karena itu lebih baik digunakan aluminium yang densitasnya (ρ) 2,7
g/cm3. Sehingga tebalaluminium yang diperlukan adalah: t1 = 0,41 cm.
Contoh 6:
Bila ditempatkan dalam botol polietilen, yang berfungsi sebagai wadah dan
pelindung, dengan densitas (ρ) 0,95 g/cm3, maka tebal botol = 1,06 cm. Andaikan
botol polietilen tersebut diisi 37 x 104 MBq Sr-90 maka laju dosis Bremsstrahlung
dari sinar beta Y-90 =0,21 mSv/jam dan sinar beta dari Sr-90 = 0,013 mSv/jam
pada jarak 1 meter. Untuk menurunkan laju dosis gabungan menjadi 0,1 mSv/jam
bahan harus dilapisi dengan Pb setebal 1,75 cm.
Dt = D0 e
-µt
........................................................................................................................( 6 )
dengan,
µ = koefisien absorbsi linier, yaitu fungsi penahan yang bersangkutan dan energi
sumber radiasi
t = tebal penahan
HVT (Half Value Thickness) untuk bahan penahan radiasi tertentu adalah
tebal
bahan yang diperlukan untuk mengurangi intensitas radiasi menjadi setengah dari
intensitas
sebelum dilemahkan oleh penahan.
Dt = ½ Do
Sehingga diperoleh harga HVT = 0,693 / Dengan kata lain, rumus di atas
dapat ditulis menjadi:
Dt = Do :2t/HVT.............................................................................. ( 7 )
Konsep HVT ini sangat berguna untuk menghitung secara cepat tebal bahan
penahan yang diperlukan.
Contoh 7:
Contoh 8:
Berapa tebal Pb yang dibutuhkan untuk mengurangi laju dosis di suatu titik
dari 160 hingga 10 mrem/jam, (diketahui HVT = 2 mm Pb). Laju dosis dari 160
menjadi 10 mrem/jam, berarti terjadi pengurangan sebesar faktor 16 atau 24. Jadi
tebal yang dibutuhkan = 4 x 2 mm Pb = 8 mm Pb.
I = IO e-t............................................................................................................. ( 9 )
Untuk harga dapat dilihat dalam tabel atau grafik yang disediakan untuk
berbagai jenis bahan pelindung.
Contoh 9:
Hal ini menunjukkan bahwa dilihat dari segi massa, sebagai pelindung
untuk energi rendah, Pb jauh lebih baik daripada Al. Secara umum untuk energi di
antara 0,75 MeV dan 5 MeV sifat atenuasi hampir sama atau sebanding dengan
densitas bahanbpelindung. Untuk energi kuantum lebih rendah dan tinggi, bahan
pelindung dengan nomor atom lebih tinggi lebih efektif.
Untuk melindungi mata bias digunakan cermin atau kacamata Pb, dan hams
diingat bahwa sumber radiasi tidk boleh dipegang langsung dengan tangan. Pasien
radiografi gigi menggunakan apron Pb untuk melindungi gonad.
e. Neutron
Untuk penahan neutron perhitungannya agak sulit. Ada 3 interaksi penting
yang perlu diketahui:
1) Hamburan kenyal (elastik): Neutron bertumbukan dengan inti atom bahan
penahan dengan cara yang sama seperti tumbukan bola bilyard. Dalam tumbukan,
neutron kehilangan sebagian energinya yang berpindah kepada inti sasaran.
Seluruh energi pindahan ini menjadi energi kinetik inti sasaran. menurut hukum
tumbukan yang berlaku, unsur ringan yang intinya mendekati massa neutron
adalah yang paling baik untuk merendahkan energi neutron dengan jalan
hamburan elastik. Untuk ini dapat digunakan bahan-bahan yang memiliki banyak
hidrogen, misalnya air dan paraffin.
3) Penangkap neutron: Dalam reaksi ini neutron ditangkap oleh inti, kemudian
dalam proses de-eksitasi memancarkan partikel lain atau foton. Salah satu reaksi
penangkap neutron ini adalah 10B(n,α)7Li. Reaksi ini penting artinya dalam
proses radiasi, karena partikel alpha yang dipancarkan mudah sekali diserap.
Reaksi yang paling sering ditemui dalam praktik ialah reaksi 58Fe(n,)59Fe.
Radiasi gamma ini merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam
pembulatan penahan, karena itu harus dipakai bahan dengan nomor atom yang
tinggi untuk melapisi penahan dengan nomor atom rendah agar dapat menyerap
radiasi gamma ini.
Zat radioaktif dalam jumlah yang kecil sekalipun, yang dilihat dari sudut
bahaya eksterna dapat diabaikan, dapat memberikan dosis yang sangat besar, jika
zat tersebut mengenai, apalagi masuk ke dalam tubuh. Sekali suatu radioisotop
masuk dalam tubuh, ia akan memancarkan radiasinya terhadap tubuh dari dalam
sehingga habis aktivitasnya karena proses peluruhan. Hal ini mungkin
berlangsung selama beberapa tahun ,terus menerus.
Sebaliknya zat itu karena proses metabolisme dikeluarkan oleh tubuh, hal
ini mungkin selesai dalam beberapa hari saja tetapi bisa juga tertahan dalam,
tubuh untuk selama-lamanya. Radioisotop yang tidak sengaja lepas dari tempat
penyimpanannya akan mengakibatkan kontaminasi dan merupakan bahaya radiasi
intern yang potensial bagi manusia.
b. Cara pemasukan dalam tubuh
Ada tiga cara kontaminasi dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan
bahaya radiasi interna terhadap tubuh:
1) melalui pernafasan, penghirupan udara yang terkena kontaminasi,
2) melalui makanan atau mulut,
3) melalui absorpsi langsung oleh kulit atau luka pada kulit yang terkena
kontaminasi.
Jika dalam atmosfir terdapat kontaminasi, maka zat radioaktif akan masuk
ke dalam paru-paru melalui pernafasan dan sebagian akan disalurkan ke calam
darah. Bagian lain dari zat radioaktif akan keluar dari paru-paru dan tertelan
kembali masuk ke dalam saluran pencernaan.
Falsafah proteksi radiasi disebut juga dengan tujuan proteksi radiasi. Tujuan
dari proteksi radiasi adalah sebagai berikut :
Para penguasa instalasi nuklir sesuai dengan segala keturunan yang berlaku
wajib menyusun program proteksi radiasi sejak proses perencanaan, tahap
pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi. Program proteksi radiasi ini
dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya
kecelakaan radiasi. Dalam penyusunan program ini diperlukan adanya prinsip
penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian suatu ignstalasi nuklir
sesuai dengan rekomendasikan oleh Komisi Internasional untuk Perlindungan
Radiologi (ICRP).
Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi
maupun anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap
kegiatan proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan
rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi dikenal adanya standar dalam
nilai batas dan tingkat acuan. Nilai batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas
turunan dan nilai batas ditetapkan. Sedang tingkat acuan terdiri atas tingkat
pencatatan, tingkat penyelidikan dan tingkat intervensi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara
langsung. Sedang dalam pelaksanaan program proteksi, rancangan program
pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat
menunjukan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan nilai batas dosis. Untuk
mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu untuk
memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukan hubungan langsung antara
nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan
nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil
pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai
dengan nilai batas dasar. Sedang nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur
yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instalasi.
Nilai batas ditetapkan umumnya lebih rendah dari nilai batas turunan, namun ada
kemungkinan nilai keduanya adalah sama.
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas, tetapi dapat digunakan untuk
menentukan suatu tindakan dalam suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan
dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program
pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program
proteksi radiasi memerlukan perencanaan yang hati-hati dalam menentukan
tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika nilai suatu besaran
mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini secara operasional akan sangat membantu
penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga
tingkat acuan, yaitu :
1. Tingkat Pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10
dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di
bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
a. Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat di
roentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut
akan tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu
tersebut melahirkan.
2. Asas Optimalisasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar paparan
radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan
ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan
penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian
bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara saksama,
termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan
memenuhi asas optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut
disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar dosis
radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak
boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
Yang dimaksud Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima
dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung
pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis
untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini
adalah 50 mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500
mrem) per tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi
IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem)
per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh
melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100
mrem) per tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya.
Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka
semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat
ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan
terlampaui. Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan
sehari-hari yaitu :
a. Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah jumlah
radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin
memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45.
Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya
maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan
menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar
radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi
tersebut.
b. Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm
atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat
diminimalkan.
Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang
diterima oleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan
kebutuhan. Sebab semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang
diterima oleh pasien begitupun sebaliknya