Anda di halaman 1dari 14

PRESENTASI KASUS BLOK ELEKTIF

PERANAN PRINSIP ETIK KEDOKTERAN DALAM


PERAWATAN PALIATIF PASIEN SUSPEK KANKER
PAYUDARA STADIUM TERMINAL DITINJAU DALAM
KEDOKTERAN DAN ISLAM

Disusun oleh:
FAISAL GANI PUTRA ARLOND
1102014089

Kelompok 1
Bidang Kepeminatan Palliative Care
Pembimbing : dr. Linda Armelia, SpPD-KGH.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


NOVEMBER 2017
ABSTRAK
Pendahuluan: Ada berbagai masalah medis dan dilema etika yang timbul dalam Commented [lp1]: banyak
pemberian perawatan paliatif untuk wanita ini. Sekarang menyadari bahwa
pemahaman yang baik tentang etika kedokteran akan berkontribusi pada pengambilan Commented [lp2]: ganti dengan perempuan
keputusan profesional kesehatan dan praktik pengobatan sehari-hari untuk pasien yang
sakit parah.
Presentasi Kasus: Ny. S, usia 76 tahun mendapatkan home visit pertama kali dalam
proses perawatan paliatif oleh dokter dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, dikarenakan
anak dari Ny. S merasa khawatir dengan kondisi ibunya setelah menjalani banyak Commented [lp3]: banyak apa
dengan tujuan konsultasi untuk mengatasi gejala yang dialami dan perawatan
pengobatan di berbagai rumah sakit hingga pada akhirnya ia mendapatkan inforrmasi
terkait Palliative Care atau perawatan paliatif.
Diskusi: Dilema etik kedokteran dapat ditemukan dalam perawatan paliatif yaitu
ketika pihak keluarga ingin menutupi informasi tentang penyakit apa yang dierita oleh
pasien karena pihak keluarga merasa khawatir jika pasien tahu keadaan yang
sebenarnya pasien akan mengalami depresi. Dalam pandangan Islam Al-Qur’an
menyuruh kita untuk selalu berkata benar. Jujur, dalam Bahasa Arab dikenal dengan
istilah ash shidqu atau shiddiq, memiliki arti nyata atau berkata benar.
Kesimpulan: Dari kasus ini penulis belajar bahwa pentingnya prinsip etik kedokteran
dalam praktik kedokteran itu sendiri
Saran: Prinsip etik kedokteran juga sangatlah penting dan harus diutamakan dalam
setiap tindakan tenaga kesehatan khususnya dokter kepada pasien dan pihak keluarga

Kata Kunci: Perawatan Paliatif, Prinsip Etik, Kanker Payudara Commented [lp4]: Mulai dari margin kiri
ABSTRAK
ABSTRACT Pendahuluan:.........................dst
Presentasi kasus: .....................
Introduction: There are various medical problems and ethical dilemmas that arise in
the provision of palliative care for this woman. Now realize that a good understanding
of medical ethics will contribute to health professional decision making and daily
treatment practices for severely ill patients.
Case Presentation: Ny. S, aged 76 years to get home visit first time in the process of
palliative care by doctors from Dharmais Cancer Hospital, because the child from Ny.
S was worried about her mother's condition after undergoing much with the purpose
of consultation to overcome the symptoms experienced and treatment treatment in
various hospitals until finally he got information related Palliative Care or palliative
care.
Discussion: The ethical dilemma of medicine can be found in palliative care when the
family wants to cover information about what illness the patient suffers because the
family feels worried if the patient knows the true state of the patient will be depressed.
In the view of Islam the Qur'an tells us to always say the truth. Honestly, in Arabic
known as ash shidqu or shiddiq, has a real meaning or say true.
Conclusion: From this case the author learned that the importance of the principle of
medical ethics in the practice of medicine itself
Suggestion: The principle of medical ethics is also very important and should be
prioritized in every action of health workers, especially doctors to patients and families

Keywords: Palliative Care, Principles of Ethics, Breast Cancer


I. PENDAHULUAN Commented [lp5]: Pendahuluan memuat bbrp teori atau
tulisan tentang paliatif dan tinjauan pustaka pendukungnya
Ny. S usia 76 tahun mendapatkan home visit pertama kali dalam proses Commented [lp6]: Geser ke kiri sedikit

perawatan paliatif oleh dokter dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, dikarenakan
anak dari Ny. S merasa khawatir dengan kondisi ibunya setelah menjalani
banyak dengan tujuan konsultasi untuk mengatasi gejala yang dialami dan Commented [lp7]: Banyak apa

perawatan pengobatan di berbagai rumah sakit hingga pada akhirnya ia


mendapatkan inforrmasi terkait Palliative Care atau perawatan paliatif. Commented [lp8]: Ini masuk di presentasi kasus

Filosofi dasar perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup terbaik Commented [lp9]: Tidak perlu ada jarak paragraf lagi
Perhatikan di paragraf before dan after nya
untuk pasien bahkan ketika penyakit mereka tidak dapat disembuhkan. Berbeda
dengan perawatan di rumah sakit, perawatan paliatif ditawarkan pada tahap
penyakit apa pun, bersamaan dengan terapi memperpanjang hidup atau sebagai
perawatan yang menenangkan di akhir kehidupan pasien. Perawatan paliatif
diberikan melalui pengelolaan fisik, psikologis, sosial, dan pengobatan yang
komprehensif. kebutuhan rohani pasien, sambil tetap peka terhadap nilai dan
kepercayaan pribadi, budaya, dan agama mereka, untuk mencapai perawatan
holistik semacam itu, layanan perawatan paliatif di rumah sakit paling sering
diberikan melalui tim interdisipliner yang memanfaatkan berbagai variasi
keahlian pada masing-masing profesi. Tim perawatan paliatif terdiri dari dokter,
perawat, psikolog, apoteker, rohaniawan, pekerja sosial, ahli gizi, dan terapis
fisik (Paulus, 2008) Commented [lp10]: (Paulus, 2008).

World Health Organization menyatakan bahwa Palliative Care atau


Perawatan Paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga yang menghadapi masalah
yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa dengan
mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini dan penilaian
yang seksama serta pengobatan nyeri, dan masalah-masalah lain, baik masalah
fisik, psikososial dan spiritual.

Perawatan paliatif di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak dibukanya


poliklinik perawatan paliatif dan bebas nyeri RSUD Dr. Soetomo Surabaya
pada 19 Februari 1992. Hingga saat ini hanya beberapa rumah sakit yang
memiliki pelayanan paliatif yaitu RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RS Hasan
Sadikin Bandung, RS Sanglah Bali, RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar,
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan RSPN
Kanker Dharmais (Wahyuningsih, 2010; Hendriyana, 2014)

Ada berbagai masalah medis dan dilema etika yang timbul dalam
pemberian perawatan paliatif untuk wanita ini. Sekarang menyadari bahwa
pemahaman yang baik tentang etika kedokteran akan berkontribusi pada
pengambilan keputusan profesional kesehatan dan praktik pengobatan sehari-
hari untuk pasien yang sakit parah.

Etika kedokteran terutama adalah bidang etika terapan, studi tentang


nilai-nilai moral dan penilaian sebagaimana diterapkan pada pengobatan. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan panduan dan kode untuk dokter mengenai
tugas, tanggung jawab dan perilaku mereka dan berbagi banyak prinsip dengan
etika perawatan kesehatan lainnya, seperti etika keperawatan dan bioetika.
Secara historis, dapat ditelusuri kembali ke Hippocrates, dokter Yunani kuno
abad ke-4 SM. Hippocrates (460-380 SM) dan sekolah muridnya memisahkan
diri dari penyembuh lainnya pada zaman mereka dengan menekankan bahwa
pencarian profesional mereka rasional dan ilmiah daripada magis atau religius.
Beberapa pemikir medis telah menekankan bahwa seorang dokter harus
membawa 'perasaan dan kebijaksanaan yang baik' (Mohanti et al, 2009)

Pada tulisan ini yang akan di bahas adalah peranan prinsip etik
kedokteran dalam perawatan paliatif pasien suspek kanker payudara stadium
terminal ditinjau dalam kedokteran dan islam. Maksud dari topik ini adalah
mengetahui peran dari prinsip bioetika kedokteran dalam penatalaksanaan
perawatan paliatif pada pasien dengan kasus terminal, dan juga untuk
mengetahui prinsip etika kedokteran apa yang harus diutamakan dalam
penatalaksaan perawatan paliatif.

II. PRESENTASI KASUS Commented [lp11]: Geser ke kiri sejajar dengan tulisan
diatas
Ny. S, usia 76 tahun mendapatkan home visit pertama kali dalam proses Penatalaksanaan perawatan paliatif
II. PRESENTASI KASUS
perawatan paliatif oleh dokter dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, dikarenakan
anak dari Ny. S merasa khawatir dengan kondisi ibunya setelah menjalani
banyak dengan tujuan konsultasi untuk mengatasi gejala yang dialami dan
perawatan pengobatan di berbagai rumah sakit hingga pada akhirnya ia
mendapatkan inforrmasi terkait Palliative Care atau perawatan paliatif.
Sehingga, anak dari Ny. S mendaftarkan Ny. S ke bagian Instalasi Palliative
Care.

Hasil pemeriksaan didapatkan keluhan utama pasien adalah nyeri dengan


kualitas nyeri terasa seperti terbakar pada tulang punggung yang menjalar
hingga ke ekstremitas bawah sampai kaki mengalami kebas. Keluhan lain
seperti susah tidur, gangguan mobilitas, gangguan nafsu makan, kelemahan
umum, dan konstipasi kerap dialami oleh pasien. Terdapat benjolan keras pada
pangkal payudara sinistra pasien linea axilaris anterior sinistra.

Pasien mempunyai riwayat jatuh dengan posisi duduk dan mengalami


nyeri pada tahun 2000 dan hingga saat ini masih terasa nyeri. Tahun 2014,
pasien ditemani oleh suami dan anaknya mencoba konsultasi ke dokter di
Rumah Sakit (A) dan disarankan untuk operasi tulang belakang karena risiko
alami kelumpuhan. Setelah itu keluarga mencari opini kedua konsultasi dengan
dokter yang berbeda dan tidak disarankan untuk operasi karena efek samping
dari operasi yang malah akan memperburuk keadaan. Setelah itu keluarga
mencoba mencari opini ketiga dengan dokter yang berada di kota Penang,
Malaysia dan dokter pun tidak menyarankan operasi atas dasar alasan yang
sama.

Bulan september 2017, Ny. S terjatuh untuk yang kedua kalinya dengan
posisi duduk. Tiga minggu setelah jatuh, nyeri yang dialami Ny. S bertambah
hingga ke bagian kemaluan Ny. S. Setelah peristiwa tersebut, pada tanggal 18 Commented [lp12]: Hingga ke bagian kemaluannya.

Oktober 2017 keluarga Ny.S memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di RS Commented [lp13]: Keluarga memutuskan....dst

(B) dan dianjurkan oleh dokter disana untuk melakukan pemeriksaan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) Lumbosacral Spine potongan sagital T1 SE,
T2T SE, Axial T1 SE, dengan rekonstruksi myelogram, tanpa pemberian
kontras GdDTPA. Teknik MRI tersebut memberikan kesan kedudukan
lumbosacral spine hyperlordosis dengan weight bearing line 2 cm diameter
promontorium, tampak listhesis L4 ke anterior terhadap L5. Sinyal intensity
bone marrow vertebra lumbo-sacral abnormal, tampak lesi hypointens multiple
mulai tampak di vertebra Th 9, 10, 11 dan vertebra L5 dan S1 pada T1 dan
hyperintens pada T2 (sesuai metastase). Potongan sagital tampak collaps
vertebra Th10 dan tampak bulging disc ringan multiple setinggi thoracal 11-12,
11-L1 dan lumbal 1-2, 2-3, menekan ringan thecal sac, dan herniasi disc setinggi
L3-4, 4-5, tampak menekan spinal canal. Potongan coronal tampak scoliosis
ringan ke kanan, tak tampak pravertebral soft tissue swelling / abscess. Pada
myelogram tampak bilateral nerve root compressi sisi setinggi L3-4 dan
setinggi L4-5 tampak bilateral nerve root cut off / sesuai canal stenosis. Pada
pemeriksaan radiografi vertebra torakal AP/LAT mendapati pasien kompresi
corpus vertebra T10, T11, T12, radiografi pun memberikan kesan
spondiloartrosis torakolumbal, osteopenia, lateralisasi vertebra torakolumbal ke
kanan, nefrolitisais kanan, dan straight lumbal.

Tanggal 22 Oktober dilakukan pemeriksaan radiografi thorax PA dan


memberikan kesan kardiomegali, elongasio aorta (Hypertensive Heart Disease)
dan kongesti paru. Tampak juga infeksi dengan gambaran bronchiectasis dan
didiagnosa banding sebagai tuberculosis paru. Setelah berdiskusi dan
melakukan pemeriksaan dengan pihak medis di RS (B), maka pasien dianjurkan
untuk datang ke RSKD, untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada bagian
Palliative Care Unit (PCU)

Tanggal 10 November, Ny. S dibawa oleh keluarga ke Palliative Care


Unit (PCU). Dari hasil pemeriksaan ditemukan tanda-tanda vital pasien
menunjukan tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nafas 58x/menit, suhu 36
C, dan laju pernafasan 20x/menit. Tingkat kesadaran komposmentis, kamofsky
scale 50%. Hasil laboratorium pemeriksaan penunjang lainya menunjukan HB
9,9 gr/dL, Leukosit 11.3 gr/dL, trombosit 103,000 sel/mikroliter, eristrosit 3,15
juta/ul darah, ureum 41, kreatinin 1.1 GFR 66,7 mL/min, AL3 3,5, SGOT 39,
SGPT 31, Choliesterase 10,9. Setelah seluruh pemeriksaan dilakukan pada
bagian Palliative Care Unit (PCU) yang ada di RSKD, Ny. S didiagnosis
sebagai suspek Ca Mamae dengan metastasis ke tulang belakang.

Pasien merupakan seorang guru besar di bidang agama dan dahulunya


merupakan dosen di salah satu Perguruan Tinggi Negeri. Suami pasien juga
merupakan seorang aktifis dan juga seorang pendidik dalam bidang agama
Islam, dan hingga saat ini pasien selalu bertanya-tanya, penyakit apa yang
mendasari rasa sakit dan nyeri yang tak kunjung sembuh selama beberapa tahun
terakhir. Pasien hingga saat ini belum mengetahui penyakit apa yang mendasari
rasa nyeri dan sakit yang dirasa selama ini, bahwa penyakit yang mendasari
selama ini suspek kanker payudara, pasien hanya tahu bahwa dirinya
mengalami saraf kejepit didaerah punggung bawah sejak tahun 2000.

Pihak keluarga tidak ingin jika Ny. S mengetahuinya dikarenakan Commented [lp14]: Ganti dengan pasien boleh jadi tidak
banyakpenggulanagn dg kata Ny. S
khawatir jika Ny.S akan mengalami stress berat yang akan memperburuk
kondisi fisik dan psikis pasien. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, dokter paliatif melakukan rapat keluarga dengan suami dan menantu
terakhirnya. Dalam rapat keluarga tersebut dokter paliatif mengatakan bahwa
pasien punya hak untuk tahu penyakit apa yang dideritanya apalagi pasien
sendiri yang ingin tahu sakit apa yang di deritanya karena jika pasien tahu maka
pasien akan dengan mudah mengerti tentang pemeriksaan dan pengobatan
lanjutan yang akan dijalani sambil mengobati nyerinya. Keputusan yang
diambil oleh suami dari pasien atau kepala keluarga besar pasien yaitu akan
memberitahu Ny. S tentang sakitnya dan meminta bantuan dokter dalam
menyampaikan terkait kemungkinan diagnosisnya, dan melakukan informed
consent kepada pasien langsung terkait pemeriksaan dan pengobatan yang akan
dijalani, dan juga informed consent kepada pihak keluarga untuk melakukan
pemeriksaan dan tahap-tahap pengobatan apa yang disetujui oleh pasien dan
keluarga. Setelah disetujui oleh pihak keluarga dan pasien untuk dilakukannya
biopsy, lalu dokter menyarankan untuk ditunda dulu pemeriksaan nya hingga
rasa nyeri pasien sudah membaik dan pasien sudah sangat siap untuk menjalani
proses biopsy, dan setelah hasil biopsy ada, selanjutnya kita diskusikan lagi
pengobatan apa yang akan dijalani oleh pasien kedepannya.

III. DISKUSI

Dalam kasus ini, Ny. S terdiagnosis suspek kanker payudara stadium


terminal yang sudah bermetastase ke tulang belakang lalu dirujuk oleh salah
satu dokter di Rumah Sakit (B) untuk mendapatkan perawatan paliatif untuk
mengatasi rasa nyeri yang dialami Ny. S.
Sejak awal tahun 1980an, kebutuhan akan perawatan paliatif untuk
pasien kanker telah diakui secara progresif di seluruh dunia. Perawatan paliatif
menurut World Health Organization adalah sebuah pendekatan yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah
terkait dengan penyakit yang mengancam jiwa dengan mencegah dan
meringankan penderitaan dengan identifikasi dini dan penilaian yang seksama
serta perawatan rasa sakit dan masalah fisik lainnya, psikososial dan spiritual
(Connor et al, 2014; WHO, 2015).
Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu “Pallium” yang
artinya adalah menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan
untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan
kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan.
(Ningsih, 2011)
.Pada kasus ini Ny. S memang baru di diagnosis suspek kanker payudara
oleh RS (B), dikarenakan anak dari Ny. S merasa sangat khawatir dengan kondisi
ibunya setelah menjalani banyak dengan tujuan konsultasi untuk mengatasi gejala
yang dialami dan perawatan pengobatan di berbagai rumah sehingga dokter yang
memeriksa di RS (B) segera merekomendasikan pasien untuk dibawa ke bagian
Palliative Care Unit (PCU) yang berada di Rumah Sakit Kanker Dharmais.. Commented [lp15]: Mohon dirapikan

Tetapi pada kenyataannya, pasien hingga saat ini belum mengetahui


penyakit apa yang mendasari rasa nyeri dan sakit yang dirasa selama ini, bahwa
penyakit yang mendasari selama ini suspek kanker payudara, pasien hanya tahu
bahwa dirinya mengalami saraf kejepit didaerah punggung bawah sejak tahun
2000.

Pihak keluarga tidak ingin jika Ny. S mengetahuinya dikarenakan khawatir


jika Ny. S akan mengalami stress berat yang akan memperburuk kondisi fisik
dan psikis pasien. Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter
paliatif melakukan family meeting untuk merencanakan terapi tindak lanjut dan
merubah keputusan keluarga demi kebaikan pasien. Dalam hal, keterampilan
berkomunikasi yang baik harus dimiliki oleh seorang dokter agar keluarga sadar
bahwa pasien berhak untuk tahu apa yang terjadi pada dirinya dan
mempengaruhi sebuah keputusan keluarga.

Mengapa studi tentang etika itu penting? oleh Patricia Webb, seorang Commented [lp16]: Belum seragam berapa ketuk untuk
awal alinea
dosen perawatan paliatif dengan latar belakang keperawatan. Dia mengatakan
bahwa mempelajari etika mendorong pemikiran beralasan logis dalam
menghadapi keputusan sulit seperti alokasi sumber daya, akses terhadap
layanan, perawatan terbaik, penelitian klinis, dan hak untuk hidup. Webb
mengingatkan kita bahwa pedoman klinis mungkin tidak banyak membantu
dalam menghadapi dilema etika tanpa jawaban benar atau salah . (Webb, 2000)
Prinsip bioetika memiliki beberapa jenis yang harus di lakukan oleh
setiap tenaga kesehatan yaitu Dasar etika kedokteran didukung oleh empat pilar,
yaitu;

a. Autonomy - pasien memiliki hak untuk memilih atau menolak


pengobatan maupun pemeriksaan tambahan
b. Beneficence - dokter harus bertindak untuk kepentingan terbaik
pasien
c. Non-Maleficence - pertama, jangan menyakiti pasien
d. Justice - menyangkut distribusi sumber daya kesehatan secara adil.
Ditambahkan ke empat di atas, ada dua aspek lagi yang menjadi
landasan praktik medis:
e. Digmity - pasien dan orang-orang yang merawat pasien memiliki
hak bermartabat
f. Truthfulness and honesty(Veracity) - konsep informed consent dan
berkata dan berprinsip kejujuran
Semua ini bersama-sama merupakan enam nilai etika kedokteran. Commented [lp17]: Rapikan...lbh baik tarik keluar sedikit
kearah pinggir kiri
(Mohanti et al, 2009)

Dilema etik kedokteran dapat ditemukan dalam perawatan paliatif yaitu


ketika pihak keluarga ingin menutupi informasi tentang penyakit apa yang
dierita oleh pasien karena pihak keluarga merasa khawatir jika pasien tahu
keadaan yang sebenarnya pasien akan mengalami depresi. Menutupi suatu
informasi tentang penyakit pasien merupakan suatu pelanggaran terhadap nilai
prinsip etik kedokteran pasien terutama jika pasien tersebut sudah mengatakan
bahwa dirinya ingin tahu apa yang terjadi. (Fallon dan Hanks, 2006).

Keterbukaan atau kejujuran biasanya hanya terjadi pada rekam medis


dan bukan antara dokter dan pasien. Hal ini merupakan hal yang biasa bagi
dokter untuk secara jujur mendiskusikan keadaan dan prognosis pasien secara
keseluruhan di luar kamar pasien dengan pihak keluarga ataupun kerabat dekat
pasien, sehingga pasien hanya mendapatkan penjelasan yang tidak utuh atau
ditutupi oleh pihak keluarga ataupun dokter yang memeriksanya. Kurangnya
penyampaian informasi secara terbuka dan jujur akan menyebabkan permintaan
pasien yang dapat menyulitkan dokter ataupun tenaga kesehatan dalam
mengobati pasien dengan panduan sebenarnya, hal ini akan bertentangan
dengan nilai Beneficence. Sebagai dokter kita harus selalu mengutamakan yang
terbaik kepada kesembuhan pasien (Roeland et al, 2013)

Fokus utama dalam kasus ini bukan hanya Autonomy pasien, tetapi
kejujuran dan keterbukaan pihak keluarga kepada Ny. S juga merupakan
peranan penting yang tercakup dalam fungsi prinsip Veracity.
Veracity adalah kewajiban untuk berbicara dan bertindak jujur dan
mencakup kewajiban untuk mengungkapkannya. Veracity menuntut
komunikasi yang terampil dan sabar terutama pada tahap awal hubungan pasien
dan penyedia. Ketika beberapa penyedia dilibatkan, konsistensi pesan itu
penting.
Pentingnya nilai Veracity dalam transparansi hasil maupun
kemungkinan apa yang akan terjadi kepada pasien dan nilai tersebut akan
mendorong nilai Autonomy pasien dalam menentukan pemeriksaan serta
pengobatan apa yang akan pasien inginkan. Sehingga tentunya jika pasien
mengetahui secara jelas tentang penyakit apa yang mendasari akan berdampak
pada sistem pengobatan pasien yang menyeluruh sesuai keinginan pasien, tentu
hal ini sangat mendukung nilai beneficence dan non-Maleficence dikarenakan
dokter akan mengutamakan yang terbaik untuk pasien dan juga pasien tidak
merasa tersakiti (Fallon et al, 2006; Roeland et al, 2013).

Aspek Agama Islam tentang Menyimpan Kebenaran


Islam adalah agama yang mulia maka dari itu perlu ditegakkan dengan Commented [lp18]: Rapikan tulisan dan keseragaman
dengan yang diatas
kemuliaan pula yaitu dengan menyampaikan kebenaran Setiap kaum muslim
mempunyai tanggungjawab ke sesama umat muslim yaitu menyampaikan
kebenaran. Menyampaikan kebenaran bukan pekerjaan yang mudah namun
mempunyai tanggungjawab yang berat maka dari itu diperlukan yaitu niat dan
rohani yang kuat. Niat itu sebaiknya dikokohkan agar tidak mudah dipengaruhi
oleh ancaman maupun godaan (Kabar Makkah, 2017).
Allah SWT. berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan


katakanlah perkataan yang benar” (QS. Al-Ahzab: 70).
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar” (QS. An-nisa: 9).

Al-Qur’an menyuruh kita untuk selalu berkata benar. Jujur, dalam Bahasa Arab
dikenal dengan istilah ash shidqu atau shiddiq, memiliki arti nyata atau berkata
benar. Artinya, kejujuran merupakan bentuk kesesuaian antara ucapan dan
perbuatan atau antara informasi dan kenyataan. Jujur berarti berkata yang benar
yang bersesuaian antara lisan dan apa yang ada dalam hati. Jujur juga secara
bahasa dapat berarti perkataan yang sesuai dengan realita dan hakikat
sebenarnya. Biasa berkata benar mencerminkan keberanian. Perilaku jujur
sebenarnya mudah menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan
adalah tetap dan bertambahnya kebaikan. Perilaku jujur adalah perilaku yang
teramat mulia. Nabi Muhammad saw dengan mengutip Al-Qur'an menjelaskan
orang beriman tidak akan berdusta. Bohong sering lahir karena rendah diri,
pengecut, dan ketakutan (Tuasikal, 2010).
Hal ini tercermin dalam firman Allah artinya,

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan


yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang sidiqin (benar), laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al Ahzab: 35)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,


“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, apabila bebicara selalu bohong, jika
berjanji menyelisihi, dan jika dipercaya khianat” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Perintah berkata benar dalam Al-Qur’an dan hadis menjadi sebuah indikasi
wajibnya bagi muslim mengaplikasikan sifat kejujuran dan perkataan benar yang dalam
konsep Al-Qur’an dikenal dengan istilah qaulan sadidan. Qaulan sadidan adalah
ucapan yang jujur, tidak bohong (Dahlan, 2014).
Nabi Muhammad saw., bersabda sebagaimana diriwayatkan Bukhari-Muslim
sebagai berikut, artinya:
“Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi saw., bersabda sesungguhnya kebenaran itu
membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa surga. Seseorang akan selalu
bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan
sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke
neraka. Seseorang selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta”
(HR. Bukhari-Muslim).
Berkatalah yang benar walau itu pahit (Tuasikal, 2013).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dari Abu Dzaar, ia berkata, “Kekasihku Rasulullah shallallahu‘alaihi wa
sallam memerintahkan tujuh hal padaku: (1) mencintai orang miskin dan dekat dengan
mereka, (2) beliau memerintah agar melihat pada orang di bawahku (dalam hal harta)
dan janganlah lihat pada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan
padaku untuk menyambung tali silaturahim (hubungan kerabat) walau kerabat tersebut
bersikap kasar, (4) beliau memerintahkan padaku agar tidak meminta-minta pada
seorang pun, (5) beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu
pahit, (6) beliau memerintahkan padaku agar tidak takut terhadap celaan saat
berdakwa di jalan Allah, (7) beliau memerintahkan agar memperbanyak ucapan “laa
hawla wa laa quwwata illa billah” (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Allah), karena kalimat tersebut termasuk simpanan di bawah ‘Arsy.” (HR.
Ahmad)

Kenikmatan yang didapat oleh orang-orang yang berbuat jujur, tidak hanya
diterimanya di akhirat, namun juga diterimanya di dunia yaitu:
1. Masuk surga Commented [lp19]: ....diterimanya ....dst:
1. Masuk surga
Hal ini tercermin dalam hadis riwayat Muslim, dimana Nabi Muhammad ...............................................
..................................................dst
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian (berbuat) jujur!
2. Dekat dengan nabi
Sesungguhnya jujur menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkannya ke ............................................
...............................................dst
Surga. Dan senantiasa seorang (berbuat) jujur dan menjaga kejujurannya hingga
ditulis di sisi Allah sebagai Ash-Shiddiq (orang yang jujur)”.

2. Dekat dengan para Nabi


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-
nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh, mereka
Itulah teman yang sebaik-baiknya”.

Hal ini pasti merupakan impian setiap muslim, untuk bisa bersama dengan para
nabi, para sahabat dan orang-orang sholeh. Ganjaran ini merupakan kenikmatan karena
kita digolongkan sama derajatnya dengan orang-orang yang mulia di sisi Allah SWT.

3. Membuat hati tenang


Tidak hanya ganjaran di akhirat, berbuat jujur ternyata juga akan membawa
kenikmatan di dunia. Dengan berbuat jujur, kita akan merasakan hati yang tenang,
bebas dari kekhawatiran dan rasa was-was yang tidak perlu. Hasan bin Ali radhiallahu
‘anhu berkata,
“Aku hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah
perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya
kejujuran adalah ketenangan dan bohong adalah kecemasan”.

Sungguh Allah Maha Pengasih yang telah menganugerahkan ganjaran mulia


langsung di dunia untuk orang-orang yang jujur.

4. Menaikkan derajat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa meminta kepada Allah mati syahid dengan jujur, Allah angkat
dia ke tingkatan orang-orang yang syahid”.

5. Mendatangkan berkah
Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Penjual dan pembeli (memiliki) pilihan sebelum mereka berdua berpisah, jika berdua
berkata jujur dan menjelaskan (kekurangannya) maka diberkahi jual beli mereka. Dan
jika berdua menyembunyikan (kekurangan) dan berbohong maka dihapus keberkahan
jual beli mereka berdua”.

IV. KESIMPULAN
Kasus Ny. S merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus dilema etik
kedokteran di Indonesia maupun seluruh negara di Dunia ini dalam perihal
hubungan dokter, pasien dan pihak keluarga pasien. Awalnya, Ny. S tidak
diberitahu dikarenakan pihak keluarga takut kondisi psikis pasien akan menjadi
stress ketika mengetahui penyakit yang mendasari rasa sakit dan nyeri selama
beberapa tahun terakhir ini. Padahal Ny, S sangat ingin mengetahui penyakit apa
sebenarnya yang ada didalam tubuh Ny, S, dan hal tersebut dapat menyebabkan
perlambatan pemeriksaan secara komprehensif serta pengobatan yang harusnya
sudah dijalani oleh beliau. Pada akhirnya, pihak keluarga mengizinkan untuk
pasien mengetahui penyakitnya yang disampaikan langsung oleh dokter. Dari
kasus ini penulis belajar bahwa pentingnya prinsip etik kedokteran dalam praktik
kedokteran itu sendiri, karena jika prinsip-prinsip tersebut ada yang dilanggar,
maka akan menyebabkan prinsip-prinsip yang lain juga terbengkalai bahkan
dilanggar.

V. SARAN

Penulis sangat menyarankan bahwa perawatan paliatif sangatlah penting dan


dibutuhkan oleh banyak pasien di Dunia ini khususnya Indonesia yang hanya
memiliki sedikit instalasi perawatan paliatif. Prinsip etik kedokteran juga sangatlah
penting dan harus diutamakan dalam setiap tindakan tenaga kesehatan khususnya
dokter kepada pasien dan pihak keluarga, karena dari prinsip etik dokter bisa
meng-evaluasi keadaan psikis dan raga pasien dalam berobat dengan dokter, dan
juga dokter dapat meng-evaluasi kinerja dari dokter itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai