Anda di halaman 1dari 22

NUR INTAN HASANAH ASSAGAF (1102015172)

1. MM INVESTIGASI KASUS PERKOSAAN

Definisi
Perkosaan ialah tindakan menyetubuhi wanita yang bukan istrinya dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan. Persetubuhan sendiri didefinisikan sebagai penetrasi penis ke dalam kemaluan wanita (mulai
dari labia minor). Pada kasus akut/dini (dalam 7 hari setelah kejadian) masih dapat dicari adanya sperma
sebagai bukti. Sedangkan bila korban diperiksa lebih dari 7 hari setelah kejadian, kemungkinan
ditemukannya sperma lebih sulit dan pemeriksaan lebih ditujukan untuk mengetahui terjadinya kehamilan.

Cara dan Prosedur Pemeriksaan


SERAH TERIMA KORBAN
1. Korban datang diantar petugas
2. Surat permintaan VER ditanda tangani penyidik
3. Dokter pemeriksa mencocokkan nama tersebut dalam surat dengan korban, bila tidak sesuai harap
dilembalikan kepada penyidik
4. Buku ekspedisi milik penyidik ditanda tangan oleh petugas RS atau dokter
5. Petugas pengantar menulis nama, pangkat dan jabatan serta tanda tangan

IJIN UNTUK DIPERIKSA


1. Pernyataan tertulis bahwa korban bersedia diperiksa dokter
2. Bila korban anak-anak pernyataan dibuat oleh orang tua atau wali
3. Bila korban tidak sadar, ijin keluarga atau pembuatan V e R dapat ditunda sampai perawatan
selesai
4. Selama pemeriksaan korban harus didampingi perawat

PEMERIKSAAN KORBAN
1. Dicatat nama dokter pemeriksa dan perawat pembantu
2. Dicatat tanggal dan jam pemeriksaan

Anamnesa
UMUM
1. Identitas korban : nama , umur , pekerjaan
2. Status perkawinan : gadis, sudah menikah, janda
3. Haid terakhir, pola haid
4. Riwayat penyakit, penyakit kelamin, penyakit kandungan
5. Apakah memakai kontrasepsi

KHUSUS
1. Siapa yang melaporkan ke polisi :
 Korban
 Keluarga
 Masyarakat
2. Saat kejadian : tanggal dan jam
3. Tempat kejadian
4. Apakah korban melawan
5. Apakah korban pingsan
6. Apakah korban kenal dengan pelaku
7. Apakah terjadi penetrasi penis dan terjadi ejakulasi
8. Apakah ada deviasi sexual
9. Jumlah pelaku
10. Apakah setelah kejadian korban :
 Mencuci kemaluan
 Mandi
 Ganti pakaian

1
PEMERIKSAAN BAJU KORBAN
1. Dicatat helai demi helai pakaian luar dan dalam korban
2. Diperiksa apakah ada bercak
 Darah
 Air mani
 Lumpur, kancing putus, robekan, dll
 Bila ada digunting dan dikirim ke Labkrim

Pemeriksaan umum ( badan )


1. Tingkah laku :
 Gelisah
 Depresi
2. Penampilan :
 Rapi
 Kusut/ acak-acakan
3. Tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau dibawah pengaruh alkohol, obat tidur/ bius, needle mark
4. Tanda-tanda bekas kekerasan dari daerah kepala sampai kaki :
 Macam luka : lecet, memar, robek, atau patah tulang
 Love bite atau cupang
5. Ada tidaknya Trace Evidence yang menempel pada tubuh : tanah, rumput, darah dll

Pemeriksaan khusus ( alat genital )


1. Adakah rambut kemaluan yang melekat, bila ada digunting dan kirim ke Labkrim
2. Adakah rambut asing ( dengan cara menyisir rambut pubis ) , bila ada tempel pada selotipe
dikirim ke Labkrim
3. Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin, bila ada dikerok dengan skalpel/ dihapus dengan
kapas basah kirim ke Labkrim
4. Pemeriksaan himen
 Bentuk himen
 Ukuran lubang himen
 Ada robekan baru atau lama
 Lokasi robekan
5. Pemeriksaan vagina dan cervix dengan speculum :
Adakah tanda-tanda penyakit kelamin :
 Dinding vagina luka / tidak
 Fornix posterior luka / tidak
 Ostium uteri keluar darah / tidak
6. Pemeriksaan dalam / colok dubur : rahim membesar atau tidak
7. Pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium :
 Spermatozoa
 Semen
 Penyakit kelamin

Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan spermatozoa
 Bahan diambil dari cairan vagina atau canalis cervicalis
 Dengan pipet atau ose
 Dengan pewarnaan :
- Dibuat preparat hapus
- Difiksasi dengan api
- Pewarnaan HE atau Gram
 Tanpa pewarnaan :
- Diletakkan diatas obyekglas
- Pembesaran 500 kali
- Spermatozoa bergerak / mati / tidak ada
2. Pemeriksaan bercak sperma pada pakaian :

2
 Visual :
- Bercak berbatas jelas
- Lebih gelap dari sekitarnya
 Sinar Ultra Violet menunjukkan fluoresensi putih
 Taktil :
- Kaku
- Permukaan bercak teraba kasar
3. Pemeriksaan kehamilan

SERAH TERIMA KORBAN KEMBALI

Dokter menyerahkan kembali korban kepada pengantar

1. ADANYA PERSETUBUHAN
Tanda penetrasi Ejakulat
--------- dan/ atau ------

Fenomena: (usap vagina)

1.Deflorasihimen pada perawan: robekan baru


sampai kedasar, biasanya di posterior

2.Mungkin ada tanda kekerasan di vulva/ vagina -memang tidak ada


3.Epitel vagina di penis pelaku Ada -dibersihkan
Tidak ada
-diluar (coitus
interuptus)
Sperma Semen

Florosensi
Ada Tidak ada test, dll.

Memang False
-azospermi
ada positif
-lisis

 Umur sperma ± 3 hari


 Masih tampak bergerak/ motil (tanpa pewarnaan) selama 5 jam.
 Lisis setelah 5 hari, namun pada suasana basa (ovulasi) dapat sampai 2 minggu, bahkan pada
orang mati dapat sampai 20 hari.
 Dari semen seseorang yang tipe secretor dapat ditentukan golongan darah ABO-nya.
 Bila hymen intak sedangkan semen/ sperma positif, kemungkinannya:
- Ejakulasi prekoks, hymen yang elastis atau penis yang terlalu kecil.

Definisi
Pemerkosaan berasal dari bahasa latin yaitu rapere yang artinya menangkap atau mengambil dengan
paksa. Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal dimana si korban dipaksa untuk melakukan aktivitas
seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin diluar kemauannya sendiri (Philip, 2007)
Dalam hukum tertulis, kasus tindak kriminal pemerkosaan helas terjadi apabila terdapat
persetubuhan (atau terjadi penyerangan)tanpa adanya persetujuan yang nyata dari salah satu pihak yang

3
terlibat. Persetubuhan ini sering diartikan sebagai penetrasi penis ke dalam anus, vagina, atau oral seks.
(Philip 2007)

Dampak – dampak dari pemerkosaan bagi korbannya antaranya (Philip, 2007) :


1. Hilangnya keperawanan korban
2. Pengucilan baik dalam keluarga ataupun masyarakat
3. Hilangnya rasa percaya diri korban dikarenakan kesuciannya telah hilang
4. Hilangnya hak dalam mengeyam pendidikan
5. Dampak psikologis depresi sampai bunuh diri

Terdapat berbagai jenis pemerkosaan diantaranya :

 Perkosaan saat berkencan (date rape)


 Perkosaan yang dilakukan oleh gang/kelompok (gang rape)
 Perkosaan dalam perkawinan (marital rape)
 Pemerkosaan dibawah umur (statutory rape)

Segi Pemeriksaan Kasus Pemerkosaan Dalam Bidang Forensik


Berdasarkan KUHP Pasal 285, "Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Berdasarkan KUHP Pasal 286, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya,
padahal diketahuinya bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun." Dan...
Berdasarkan KUHP Pasal 287, "Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya,
padahal diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup lima belas
tahun atau, kalau tidak terang umurnya, bahwa perempuan itu belum pantas untuk dikawini, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Dari kalimat di atas terdapat unsur-unsur yang dapat mendefinisikan apa yang dimaksud dengan
pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut ialah :
 Bersetubuh
 Kekerasan/paksaan secara fisik, psikis, ataupun obat-obatan yang dapat membuat tidak berdaya
 Menyetubuhi bukan istri
 Menyetubuhi gadis di bawah umur (usia < 15 tahun dan belum datang haid pertama).
Jadi yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah pelanggaran hukum dalam hal menyetubuhi
perempuan bukan istri ataupun perempuan di bawah umur dengan memaksa secara fisik, psikis, ataupun
bantuan obat-obatan.
Dalam bidang kedokteran forensik, yang dimaksud dengan pemerkosaan ialah identik dengan
persetubuhan yang kriminal. Persetubuhan adalah masuknya alat kelamin laki-laki (penis) ke dalam liang
vagina dengan atau tanpa mengeluarkan ejakulat.
Bukti bahwa telah terjadi persetubuhan antara lain robekan hymen/selaput dara (bagi korban yang
sebelumnya perawan) dan ejakulat pria pada liang vagina.
Pada hymen dilihat apakah robekan masih baru atau sudah lama, yang berarti korban sudah beberapa
hari datang setelah dugaan perkosaan. Ciri-ciri robekan baru ialah merah (hiperemis) di luar vagina,
sedangkan robekan lama tidak merah seperti robekan baru. Dalam keadaan ini, pemeriksaan
direkomendasikan kepada spesialis ginekologi.
Pemeriksaan ejakulat pria di liang vagina korban dinilai untuk mengetahui apakah memang betul
terdapat sperma dan semen ada pada liang vagina. Pemeriksaan dilakukan dengan berbagai tes, seperti tes
Berberio yang berfungsi untuk mendeteksi cairan semen dan sperma. Dengan cara ini, bahkan semen yang
telah lama pun masih bisa dideteksi. Selain tes Berberio, ada sejumlah tes lain untuk mengidentifikasi
ejakulat, seperti tes enzim fosfatase, tes florence, dan tes golongan darah.
Setelah mengidentifikasi adanya bukti persetubuhan, yang penting untuk dinilai ialah bukti
pemaksaan/kekerasan.
Bukti kekerasan dapat berupa kerusakan fisik seperti kerusakan (lesi/lecet) pada vulva vagina. Selanjutnya
cari tahu dengan anamnesis, adakah bukti psikis yang didapat dari korban seperti ancaman pistol/senjata
tajam, serta lihat ekpresi yang depresif dari korban dugaan perkosaan. Selain itu, keadaan korban saat ia

4
menduga dirinya dipekosa juga harus diketahui dengan anamnesis, apabila korban pingsan, ketahui apa
yang mengakibatkan pingsan seperti akibat hiptotis, narkotika, bius, dan sebagainya.
Pemeriksaan area vagina, yang dilakukan oleh dokter ginekologi harus didampingi oleh
saksi/perawat atau keluarga pasien. Pemeriksaan dilakukan sedini mungkin untuk menghindari hilangnya
barang bukti (barang bukti berupa ejakulat dan temuan fisik, misalnya). Hal ini berfungsi agar menjamin
validitas pemeriksaan.
Kesimpulannya, setiap dugaan perkosaan, harus ditemukan bukti persetubuhan, paksaan, dan atau korban
yang bukan istri atau berusia di bawah umur.
Aspek medis dan hukum dari delik perkosaan dan delik susila lainnya khususnya dari aspek
pembuktiannya.
KENDALA PEMBUKTIAN
Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman
kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa
tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP) .
Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pada suatu kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu
diperjelas keterkaitan antara bukti bukti yang ditemukan :
1. Tempat kejadian perkara,
2. Tubuh atau pakaian korban,
3. Tubuh atau pakaian pelaku dan
4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini ( penis ).

Keterkaitan antara 4 faktor inilah yang seringkali dijabarkan dalam prisma (segiempat) bukti dan
merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan keyakinan hakim.
Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat ditemukan sehingga
mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang bermanifestasi dalam bentuk hukuman yang
ringan dan sekadarnya.

Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya hal ini adalah hal-hal sbb:

a. Masalah keutuhan barang bukti


Seorang korban perkosaan setelah kejadian yang memalukan tersebut umumnya akan merasa jijik dan
segera mandi atau mencuci dirinya bersih-bersih. Seprei yang mengandung bercak mani atau darah
seringkali telah dicuci dan diganti dengan seprei yang baru sebelum penyidik tiba di TKP.
Lantai yang mungkin mengandung benda bukti telah disapu dan dipel terlebih dahulu agar "rapi "
kelihatannya bila polisi datang. Ketika korban akan dibawa ke dokter untuk diperiksa dan berobat
seringkali ia mandi dan / atau mengganti pakaiannya terlebih dahulu dengan yang baru dan bersih.
Hal-hal semacam ini tanpa disadari akan menyebabkan hilangnya banyak benda bukti seperti
cairan/bercak mani, rambut pelaku, darah pelaku dsb yang diperlukan untuk pembuktian di pengadilan.
Adanya kelambatan korban untuk melapor ke polisi karena perasaan malu dan ragu-ragu juga
menyebabkan hilangnya benda bukti karena berlalunya waktu.

b. Masalah teknis penqumpulan benda bukti


Pengolahan TKP dan tehnik pengambilan barang bukti merupakan hal yang amat mempengaruhi
pengambilan kesimpulan. Pada suatu kejadian perkosaan dan delik susila lainnya penyidik mencari
sebanyak mungkin benda bukti yang mungkin ditinggalkan di TKP seperti adanya sidikjari, rambut, bercak
mani pada lantai, seprei atau kertas tissue di tempat sampah dsb.
Tidak dilakukannya pencarian benda bukti, baik akibat kurangnya pengetahuan, kurang pengalaman
atau kecerobohan, dapat mengakibatkan hilangnya banyak data yang penting untuk pengungkanan kasus.

Pada pemeriksaan terhadap tubuh korban cara pengambilan sampel usapan vagina yang salah juga
dapat menyebabkan hasil negatif palsu.
Pada persetubuhan dengan melalui anus (sodomi) pengambilan bahan usapan dengan kapas lidi bukan
dilakukan dengan mencolokkan lidi ke dalam liang anus saja tetapi harus dilakukan juga pada sela-sela

5
lipatan anus, karena pada pengambilan yang pertama yang akan didapatkan umumnya adalah tinja dan
bukan sperma.
Adanya bercak mani pada kulit, bulu kemaluan korban yang menggumpal atau pakaian korban, adanya
rambut pada sekitar bulu kemaluan korban, adanya bercak darah atau epitel kulit pada kuku jari (jika
korban sempat mencakar pelaku) adalah hal-hal yang tak boleh dilewatkan pada pemeriksaan.

c. Masalah teknis pemeriksaan forensik dan laboratorium


Kemampuan pemeriksaan pusat pelayanan perkosaan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya.
Suatu klinik yang tidak melakukan pemeriksaan sperma sama sekali tentu tak dapat membedakan antara
robekan selaput dara atau robekan akibat benda tumpul pada masturbasi. Klinik yang hanya melakukan
pemeriksaan sperma langsung saja tentu tak dapat membedakan tidak adanya persetubuhan dengan
persetubuhan dengan ejakulasi dari orang yang tak memiliki sel sperma (pasca vasektomi atau mandul
tanpa sel sperma).
Suatu klinik yang hanya melakukan pemeriksaan sperma dengan uji fosfatase asam saja misalnya tentu
hanya dapat menghasilkan kesimpulan terbatas: ini pasti bukan sperma atau ini mungkin sperma
Tetapi jika klinik tersebut juga melakukan pemeriksaan lain seperti uji PAN, Berberio, Florence,
pewarnaan Baechi atau Malachite green maka kesimpulan yang dapat ditariknya adalah: pasti sperma,
cairan mani tanpa sperma (pelakunya mandul tanpa sel sperma atau sudah disterilisasi) atau pasti bukan
sperma. Lihat tabel.
Pemeriksaan pada kasus perkosaan untuk pencarian pelaku dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
pada bahan rambut atau bercak cairan mani, bercak/cairan darah atau kerokan kuku. Pemeriksaan yang
dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan pola permukaaan luar (kutikula) rambut, peme .riksaan
golongan darah dan pemeriksaan sidik DNA.
Pemeriksaan sidik DNA yang dilakukan pada bahan yang berasal dari usapan vagina korban bukan
saja dapat mengungkapkan pelaku perkosaan secara pasti, tetapi juga dapat mendeteksi jumlah pelaku pada
kasus perkosaan dengan banyak pelaku (salome).
Pemeriksaan golongan darah dan sidik DNA atas bahan kerokan kuku (jika korban sempat mencakar)
juga dapat digunakan untuk mencari pelakunya.
Jika hanya pemeriksaan golongan darah yang akan dilakukan pada bahan usapan vagina, maka bahan
liur dari korban dan tersangka pelaku perlu juga diperiksa golongan darahnya untuk menentukan golongan
sekretor atau non sekretor.
Orang yang termasuk golongan sekretor (sekitar 85 -06 dari populasi) pada cairan tubuhnya terdapat
substansi golongan darah. Kelompok orang ini jika melakukan perkosaan akan meninggalkan cairan mani
dan golongan darahnya sekaligus pada tubuh korban.
Sebaliknya orang yang termasuk golongan non-sekretor (15 % dari populasi)jika memperkosa hanya
akan meninggalkan cairan mani saja tanpa golongan darah. Dengan demikian jika pada tubuh korban
ditemukan adanya substansi golongan darah apapun, maka yang bersangkutan tetap harus dicurigai sebagai
tersangkanya.
Adanya pemeriksaan sidik DNA telah mempermudah penyimpulan karena tidak dikenal adanya istilah
sekretor dan non~sekretor pada pemeriksaan DNA. Dalam hal tersangka pelaku tertangkap basah dan
belum sempat mencuci penisnya, maka secara konvensional leher kepala penisnya dapat diusapkan ke
gelas obyek dan diberi uap lugol. Adanya sel epitel vagina yang berwarna coklat dianggap merupakan
bukti bahwa penis itu baru ‘bersentuhan' dengan vagina alias baru bersetubuh. Laporan terakhir pada tahun
1995, menunjukkan bahwa gambaran epitel ini tak dapat diterima lagi sebagai bukti adanya epitel vagina,
karena epitel pria baik yang normal maupun yang sedang mengalami infeksi kencing juga mempunyai
epitel dengan gambaran yang sama.
Pada saat ini jika seorang pria diduga baru saja bersetubuh, maka kepala dan leher penisnya perlu
dibilas dengan larutan NaCl. Air cucian ini selanjunya diperiksa ada tidaknya sel epitel secara mikroskopik
dan jika ada maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA dengan metode PCR
(polymerase chain reaction)

d. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa


Pada saat ini akibat kelangkaan dokter forensik, maka kasus perkosaan dan delik susila lainnya
ditangani oleh dokter kebidanan atau bahkan dokter umum. Sebagai dokter klinik yang tugasnya terutama
mengobati orang sakit, maka biasanya yang menjadi prioritas utama adalah mengobati korban.
Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip pengumpulan benda bukti dan cara pemeriksaannya membuat
banyak bukti penting terlewatkan dan tak terdeteksi selama pemeriksaan.

6
Umumnya dokter kebidanan hanya memeriksa ada tidaknya luka di sekitar kemaluan, karena merasa
hanya daerah inilah bidang keahliannya. Akibatnya tanda kekerasan didaerah lainnya tidak terdeteksi.
Pemeriksaan toksikologi atas bahan darah atau urin untuk mendeteksi kekerasan berupa membuat korban
pingsan atau tidak berdaya dengan obat-obatan umumnya tak pernah dilakukan.
Pemeriksaan ada tidaknya cairan mani biasanya hanya dilakukan dengan pemeriksaan langsung saja,
sehingga adanya cairan mani tanpa sperma tak mungkin dideteksi. Pemeriksaan kearah pembuktian pelaku
seiauh ini boleh dikatakan tak pernah dilakukan karena masih dianggap bukan kewajiban dokter. Dengan
demikian selama ini dasar dari tuduhan terhadap pelaku perkosaan umumnya adal,ah hanya dari kesaksian
korban dan pengakuan tersangka saja, padahal kedua alat bukti ini seringkali sulit dipercaya karena
sifatnya yang subyektif.

e. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum


Pada kasus-kasus semacam ini arah penyidikan harus jelas arahnya agar pengumpulan bukti menjadi
terarah dan tajam pula. Kesalahan dalam membuat tuduhan, misalnya akan dapat membuat tersangka
menjadi bebas sama sekali. Jika penyidik, jaksa serta hakim hanya menganggap perlu mencari alat bukti
berupa pengakuan terdakwa dan mengabaikan pembuktian secara ilmiah lewat pemeriksaan medis dan
kesaksian ahli maka tentunya pembuktian dilakukan seadanya.

PENENTUAN JENIS DELIK


Suatu laporan tentang seorang yang disetubuhi atau dilecehkan secara seksual oleh seseorang lainnya tidak
selalu berarti kasusnya adalah perkosaan. Untuk kasus-kasus semacam ini kita harus memilah termasuk
kategori delik yang manakah kasus tersebut, yang masing masing mempunyai kriteria dan hukuman yang
berbeda satu sama lain.

Perkosaan
Menurut KUHP pasal 285 perkosaan adalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menyetubuhi
seorang wanita di luar perkawinan. Termasuk dalam kategori kekerasan disini adalah dengan sengaja
membuat orang pingsan atau tidak berdaya (pasal 89 KUHP).
Hukuman maksimal untuk delik perkosaan ini adalah 12 tahun penjara.

Persetubuhan diluar perkawinan


Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia diatas 15 tahun tidak dapat
dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya. Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara (pasal 286
KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui atau sepatutnya dapat diduga berusia
dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9
tahun.
Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pasal 287 KUHP) .
Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak diperlukan adanya pengaduan.

Perzinahan
Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu
diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan
oleh pasangan dari yang telah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah
kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.

Perbuatan cabul
Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun
(pasal 289 KUHP).
Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan terhadap
orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin dengan
atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang belum dewasa
oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).
Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam dengan hukuman
penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP). Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri,

7
anak angkat, anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya
diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman
penjara maksimal 7 tahun.
Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan
bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai,
pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah
sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dimasukkan ke dalamnya (pasal 294 KUHP).
Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi perbuatan
cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal
295 KUHP).
Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu
tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-

PEMERIKSAAN KORBAN
Jika korban dibawa ke dokter untuk mendapatkan pertolongan medis, maka dokter punya
kewajiban untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi atau menyuruh keluarga korban untuk melapor ke
polisi.
Korban yang melapor terlebih dahulu ke polisi pada akhirnya juga akan dibawa ke dokter untuk
mendapatkan pertolongan medis sekaligus pemeriksaan forensik untuk dibuatkan visum et repertumnya.
Sebagai dokter klinis, pemeriksa bertugas menegakkan diagnosis dan melakukan pengobatan.
Adanya kemungkinan terjadinya kehamilan atau penyakit akibat hubungan seksual (PHS) harus
diantisipasi dan dicegah dengan pemberian obat-obatan. Pengobatan terhadap luka dan keracunan harus
dilakukan seperti biasanya. Pengobatan secara psikiatris untuk penanggulangan trauma pasca perkosaan
juga sangat diperlukan untuk mengurangi penderitaan korban. Sebagai dokter forensik pemeriksa bertugas
mengumpulkan berbagai. bukti yang berkaitan dengan pemenuhan unsur-unsur delik seperti yang
dinyatakan oleh undang-undang, dan menyusun laporan visum et repertum.
Secara umum dokter bertugas mengumpulkan bukti adanya kekerasan, keracunan, tanda
persetubuhan, penentuan usia korban dan pelacakan benda bukti yang berasal dari pelaku. Pencarian
benda-benda bukti yang berasal dari pelaku pada tubuh atau pakaian korban dan tempat kejadian perkara
merupakan hal penting yang paling sering dilupakan oleh dokter.
Pada kasus perkosaan dan delik susila lainnya perlu dikumpulkan informasi sebagai berikut :

Umur korban
Umur korban amat perlu ditentukan pada pemeriksaan medis, karena hal itu menentukan jenis
delik (delik aduan atau bukan), jenis pasal yang dilanggar dan jumlah hukuman yang dapat dijatuhkan.
Dalam hal korban mengetahui secara pasti tanggal lahirnya/umurnya, apalagi jika dikuatkan oleh
bukti diri (KTP,SIM dsb) , maka umur dapat langsung disimpulkan dari hal tersebut.
Akan tetapi jika korban tak mengetahui umurnya secara pasti maka perlu diperiksa erupsi gigi
molar II dan molar III. Gigi molar II mengalami erupsi pada usia kurang lebih 12 tahun, sedang gigi molar
III pada usia 17 sampai 21 tahun. Untuk wanita yang telah tumbuh molar IInya, perlu dilakukan foto
ronsen gigi. Jika setengah sampai seluruh mahkota molar III sudah mengalami mineralisasi (terbentuk) ,
tapi akarnya belum maka usianya kurang dari 15 tahun. Kriteria sudah tidaknya wanita mengalami haid
pertama atau menarche tak dapat dipakai untuk menentukan umur karena usia menarch saat ini tidak lagi
pada usia 15 tahun tetapi seringkali jauh lebih muda dari itu.

Tanda kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan pada delik susila adalah kekerasan yang menunjukkan adanya
unsur pemaksaan, seperti jejas bekapan pada hidung, mulut dan bibir, jejas cekik pada leher, kekerasan
pada kepala, luka lecet pada punggung atau bokong akibat penekanan, memar pada lengan atas dan paha
akibat pembukaan secara paksa, luka lecet pada pergelangan tangan akibat pencekalan dsb.
Adanya luka-luka ini harus dibedakan dengan luka-luka akibat "foreplay" pada persetubuhan yang
"biasa" seperti luka isap (cupang) pada leher, daerah payudara atau sekitar kemaluan, cakaran pada
punggung (yang sering terjadi saat orgasme) dsb.
Luka-luka yang terakhir ini memang merupakan kekerasan tetapi bukan kekerasan yang dimaksud
pada delik perkosaan. Adanya luka-luka jenis ini harus dinyatakan secara jelas dalam kesimpulan visum et
repertum untuk menghindari kesalahan interpretasi oleh aparat penegak hukum.

8
Tanpa adanya kejelasan ini suatu kasus persetubuhan biasa bisa disalahtafsirkan sebagai
perkosaan yang berakibat hukumannya menjadi lebih berat.
Pemeriksaan toksikologi untuk beberapa jenis obat-obatan yang umum digunakan untuk membuat
orang mabuk atau pingsan perlu pula dilakukan, karena tindakan membuat orang mabuk atau pingsan
secara sengaja dikategorikan juga sebagai kekerasan. Obat-obatan yang perlu diperiksa adalah obat
penenang, alkohol, obat tidur, obat perangsang (termasuk ecstasy) dsb.

Tanda persetubuhan
Tanda persetubuhan secara garis besar dapat dibagi dalam tanda penetrasi dan tanda ejakulasi.
Tanda penetrasi biasanya hanya jelas ditemukan pada korban yang masih kecil atau belum pernah
melahirkan atau nullipara. Pada korban-korban ini penetrasi dapat menyebabkan terjadinya robekan selaput
dara sampai ke dasar pada lokasi pukul 5 sampai 7, luka lecet, memar sampai luka robek baik di daerah
liang vagina, bibir kemaluan maupun daerah perineum. Adanya penyakit keputihan akibat jamur Candida
misalnya dapat menunjukkan adanya erosi yang dapat disalah artikan sebagai luka lecet oleh pemeriksa
yang kurang berpengalaman. Tidak ditemukannya luka-luka tersebut pada korban yang bukan nulipara
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penetrasi.
Tanda ejakulasi bukanlah tanda yang harus ditemukan pada persetubuhan, meskipun adanya
ejakulasi memudahkan kita secara pasti menyatakan bahwa telah terjadi persetubuhan. Ejakulasi
dibuktikan dengan pemeriksaan ada tidaknya sperma dan komponen cairan mani. Untuk uji penyaring
cairan mani dilakukan pemeriksaan fosfatase asam. Jika uji ini negatif, kemungkinan adanya ejakulasi
dapat disingkirkan. Sebaliknya jika uji ini positif, maka perlu dilakukan uji pemastian ada tidak sel sperma
dan cairan mani.
Usapan lidi kapas diambil dari daerah labia minora, liang vagina dan kulit yang menunjukkan
adanya kerak. Adanya rambut kemaluan yang menggumpal harus diambil dengan cara digunting, karena
umumnya merupakan akibat ejakulasi di daerah luar vagina.
Untuk mendeteksi ada tidaknya sel mani dari bahan swab dapat dilakukan pemeriksaan
mikroskopik secara langsung terhadap ekstrak atau dengan Pembuatan preparat tipis yang diwarnai dengan
pewarnaan malachite green atau christmas tree.
Jika yang akan diperiksa sampel berupa bercak peda pakaian dapat dilakukan pemeriksaan Baechi,
dimana adanya sperma akan tampak berupa sel sperma yang terjebak diantara serat pakaian. Sel sperma
positip merupakan tanda pasti adanya ejakulasi. Kendala utama pada pemeriksaan ini adalah jika sel
sperma telah hancur bagian ekor dan lehernya sehingga hanya tampak kepalanya saja. Untuk mendeteksi
kepala sperma semacam ini harus diyakini bahwa memang kepala tersebut masih memiliki topi (akrosom).
Adanya cairan mani dicari dengan pemeriksaan terhadap beberapa komponen sekret kelenjar
kelamin pria (khususnya kelenjar prostat) yaitu spermin (dengan uji Florence), cholin (dengan uji
Berberio) dan zink (dengan uji PAN) . Suatu temuan berupa sel sperma negatif tapi komponen cairan mani
positip menunjukkan kemungkinan ejakulasi oleh pria yang tak memiliki sel sperma (azoospermi) atau
telah menjalani sterilisasi atau vasektomi.

Dampak perkosaan
Dampak perkosaan berupa terjadinya gangguan jiwa, kehamilan atau timbulnya penyakit kelamin
harus dapat dideteksi secara dini. Khusus untuk dua hal terakhir, pencegahan dengan memberikan pil
kontrasepsi serta antibiotic lebih bijaksana dilakukan ketimbang menunggu sampai komplikasi tersebut
muncul.

Pelaku perkosaan
Aspek pelaku perkosaan merupakan merupakan aspek yang paling sering dilupakan oleh dokter.
Padahal tanpa adanya pemeriksaan kearah ini, walaupun telah terbukti adanya kemungkinan perkosaan.
amatlah sulit menuduh seseorang sebagai pelaku pemerkosaan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat
dilakukan pemeriksaan kutikula rambut dan pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan DNA dari
sampel yang positip sperma/maninya.

PEMERIKSAAN DNA DALAM BIDANG KEDOKTERAN FORENSIK


Pertama kali diperkenalkan oleh Jeffrey pada tahun 1985. Beliau menemukan bahwa pita DNA
dari setiap individu dapat dilacak secara simultan pada banyak lokus sekaligus dengan pelacak DNA
(DNA probe) yang diciptakannya.

9
Pola DNA ini dapat divisualisasikan berupa urutan pita-pita yang berbaris membentuk susunan
yang mirip dengan gambaran barcode pada barang di supermarket. Uniknya ternyata pita-pita DNA ini
bersifat spesifik individu, sehingga tak ada orang yang memiliki pita yang sama persis dengan orang lain.
Pada kasus perkosaan ditemukannya pita-pita DNA dari benda bukti atau karban yang ternyata
identik dengan pita-pita DNA tersangka menunjukkan bahwa tersangkalah yang menjadi donor sperma
tadi. Adanya kemungkinan percampuran antara sperma pelaku dan cairan vagina tidak menjadi masalah,
karena pada proses kedua jenis DNA ini dapat dipisahkan satu sama lain. Satu-satunya kesalahan yang
mungkin terjadi adalah kalau pelakunya ternyata adalah saudara kembar identik dari si tersangka, karena
keduanya memiliki pita DNA yang sama persis.
Perkembangan lebih lanjut pada bidang forensik adalah ditemukannya pelacak DNA yang hanya
melacak satu lokus saja (single locus probe) . Berbeda dengan tehnik Jeffreys yang menghasilkan banyak
pita, disini pita yang muncul hanya 2 buah saja. Penggunaan metode ini pada kasus perkosaan sangat
menguntungkan karena ia dapat digunakan untuk membuat perkiraan jumlah pelaku pada kasus perkosaan
dengan pelaku lebih dari satu. Sebagai contoh, jika pita DNA pada bahan usapan vagina ada 6 buah, maka
sedikitnya ada (6 : 2) yaitu 3 orang pelaku. Untuk mempertinggi derajat keakuratan pemeriksaan ini,
umumnya dilakukan pemeriksaan beberapa lokus sekaligus. Adanya pita yang sama dengan tersangka
menunjukkan bahwa tersangka itu adalah pelakunya, sedang pita yang tidak sama menyingkirkan
tersangka sebagai pelaku.
Ditemukannya metode penggandaan DNA secara enzimatik (metode Polymerase Chain Reaction
atau PCR) oleh kelompok Cetus, membuka lebih banyak kemungkinan pemeriksaan DNA. Dengan metode
ini bahan sampel yang amat minim jumlahnya tidak lagi menjadi masalah karena DNAnya dapat
diperbanyak jutaan sampai milyaran kali lipat di dalam mesin yang dinamakan mesin PCR atau
thermocycler. Dengan metode ini waktu pemeriksaan juga banyak dipersingkat, lebih sensitif serta lebih
spesifik pula. Pada metode ini analisis DNA dapat dilakukan dengan sistim dotblot yang berbentuk bulatan
berwarna biru, sistim elektroforesis yang berbentuk pita DNA atau dengan pelacakan urutan basa dengan
metode sekuensing.

10
2. MM TANATOLOGI
2.1 PERUBAHAN PADA KEMATIAN
DEFINISI TANATOLOGI
Tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu:
definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulai dan respirasi secara
permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi
sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian
batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak.

DEFINISI MATI
Secara tradisional mati dapat didefinisikan secara sederhana yaitu berhentinya ketiga sistem penunjang
kehidupan sistem syaraf pusat, jantung dan paru secara permanent (permanent cessation of life) ini yang
disebut sebagai mati klinis atau mati somatis. Tetapi dengan ditemukannya respirator maka disusunlah
kriteria diagnostik baru yang berdasarkan pada konsep “brain death is death”. Kemudian konsep inipun
diperbaharui menjadi “brain steem death is death” perbaikan ini berangkat dari pemikiran bahwa :
 Tidak dapat mendiagnosis brain death dengan memeriksa seluruh fungsi otak dalam keadaan
koma, mengingat fungsi-fungsi tertentu dari otak seperti melihat, mencium, mendengar, fungsi
serebeler dan beberapa fungsi korteks hanya dapat diperiksa dalam keadaan kompos mentis.
 Proses brain death tidak terjadi secara serentak, tetapi bertahap mengingat resistensi yang berbeda-
beda dari berbagai bagian otak terhadap tidak adanya oksigen. Dalam hal ini brain stem
merupakan bagian yang paling tahan dibandingkan dengan korteks dan talamus.
 Brain stem merupakan bagian dari otak yang mengatur fungsi vital, terutama pernafasan.

ISTILAH MATI DALAM TANATOLOGI


1. Mati somatis (mati klinis)
Mati somatis terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan
saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan secara menetap (ireversibel).Secara klinis
tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerakan pernafasan dan suara pernafasan tidak terdengar pada auskultasi.

2. Mati suri
Mati suri (suspend animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang
kehidupan yang ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang canggih
masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.Mati suri sering ditemukan
pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

3. Mati seluler (mati molekuler)


Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.Pengertian ini
penting dalam transplantasi organ. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf
pusat mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik) sampai
kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah empat jam, dilatasi pupil masih
terjadi pada pemberian adrenalin 0,1 persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam
kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan
mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari
8 jam paska mati dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20
persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis, kornea masih
dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-
mati.

4. Mati serebral
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernafasan dan kardiovaskuler masih
berfungsi dengan bantuan alat.

11
5. Mati otak (batang otak)
Mati otak (batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya mati otak (mati batang
otak), maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan.

PERUBAHAN PADA TUBUH SETELAH KEMATIAN


Perubahan pada tubuh mayat adalah dengan melihat tanda kematian pada tubuh tersebut.Perubahan dapat
terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya:
1. Kerja jantung dan peredaran darah terhenti,
2. Pernafasan berhenti,
3. Refleks cahaya dan kornea mata hilang,
4. Kulit pucat,
5. Terjadi relaksasi otot.

TANDA TIDAK PASTI PADA KEMATIAN


1. Pernafasan berhenti,dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat, tapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya,karena mungkin terjadi spasme
agonal sehingga wajah tampak kebuiruan
4. Tonus otot menghilang dan ralaksasi. Relaksasi otot-otot wajah menyebabkan kulit menimbul,
sehingga kadang-kadang membuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan otot sesaat
setalah kematian disebut relaksasi primer.
5. Pembukuh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setalah kematian
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menetaskan air

2.2 PERKIRAAN WAKTU KEMATIAN


TANDA PASTI KEMATIAN
Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian adalah:
a. Livor mortis (lebam jenazah)
Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah kematian akibat
berentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam. Lebam jenazah normal berwarna
merah keunguan. Tetapi pada keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan
berwarna merah cerah (cherry red).

Perbedaan Lebam Mayat dengan Memar

Sifat Lebam Mayat Memar


Letak Epidermal, karena pelebaran pembuluh Ruptur pembuluh darah yang letaknya bisa
darahyang tampak sampai ke superfisial atau lebih dalam
permukaan kulit

Kutikula Tidak rusak Kulit ari rusak


Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, Terdapat di sekitar bisa tampak di mana di
terutama luka pada bagian tubuh yang mana saja pada bagian tubuh dan tidak
letaknya rendah. meluas
Gambaran Pada lebam mayat tidak ada evalasi Biasanya membengkak
dari kulit
Pinggiran Jelas Tidak jelas

12
Warna Warnanya sama Memar yang lama warnanya bervariasi.
Memar yang baru berwarna lebih tegas
daripada warna lebam mayat disekitarnya
Pada Pada pemotongan, darah tampak dalam Darah ke jaringan sekitar, susah dibersihkan
pemotongan pembuluh, dan mudah dibersihkan. jaringan sekitar, susah dibersihkan jika
Jaringan subkutan tampak pucat. hanya dengan air mengalir. Jaringan
subkutan berwarna merah kehitaman.
Dampak Akan hilang walaupun hanya diberi Warnanya berubah sedikit saja jika
setelah penekanan yang ringan. Maksimal 8 diberi penekanan.
penekanan jam lebam mayat tidak hilang dalam
penekanan

b. Rigor mortis (kaku jenazah)


Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP digunakan untuk memisahkan
ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi
penurunan cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap (menggumpal) dan
terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan
maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara
menggerakkan sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.

Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap sesudah
kematian akibat hilangnya ATP lokal saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat
sebelum mati.
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena panas sehingga serabut
otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya pada mayat yang tersimpan dalam ruangan
dengan pemanas ruangan dalam waktu yang lama.
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin sehingga terjadi
pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak subkutan sampai otot.

Perbedaan Kaku Mayat dengan Spasme Kadaver

Sifat Kaku Mayat Spasme Kadaver


Mulai timbul 1-2 jam setelah meninggal Segera setelah meninggal

Faktor Kematian mendadak,aktivitas berlebih,


-
Predisposisi ketakutan, terlalu lelah, perasaan tegang, dll.

Otot yang Semua otot, termasuk otot Biasanya terbatas pada satu
Terkena volunter dan involunter kelompok otot volunter
Tidak jelas, dapat dilawan
Sangat jelas, perlu tenaga yang kuat untuk
Kaku otot dengan sedikit tenaga.
melawan kekakuannya.
Kepentingan dari
Untuk perkiraan saat kematian Menunjukkan cara kematian yaitu bunuh
segi
diri, pembunuhan atau kecelakaan
Medikolegal
Suhu mayat Dingin Hangat

13
Kematian sel Ada Tidak ada
Rangsangan
Tidak ada respon otot Ada respon otot
listrik

c. Body temperature (suhu badan)


Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari badan ke benda
benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penurunan
suhu badan dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan
rendah, badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih cepat. Lama
kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan. Perkiraan saat kematian dapat dihitung
dari pengukuran suhu jenazah perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam)
dapat dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.
Formula untuk suhu dalam o Celcius PMI = 37 o C-RT o C +3
Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit PMI = 98,6 o F-RT o F 1,5

d. Degree of decomposition (derajat pembusukan)


Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja bakteri.
Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar
ke seluruh dinding perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lainlain.
Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses pembusukan rambut mudah dicabut,
wajah membengkak, bola mata melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur.
Pembusukan lebih mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan
kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi maka pembusukan
berlangsung lebih cepat.
Proses-Proses Spesifik pada Jenazah Karena Kondisi Khusus
a. Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan terdehidrasi dengan
cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu. Jaringan akan berubah menjadi keras, kering,
warna coklat gelap, berkeriput dan tidak membusuk.
b. Adipocere
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak dan berminyak
yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi
asam lemak bebas karena kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan suhu panas.
Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberap bulan.
Adipocere relatif resisten terhadap pembusukan.

e. Stomach Content (isi lambung)


Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat kematian. Karena
makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik untuk dicerna dan dikosongkan dari
lambung. Misalnya sandwich akan dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar
membtuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna.

f. Insect activity (aktivitas serangga)


Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan
menentukan umur serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Necrophagus species akan
memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga
Necrophagus. Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga.
Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva
ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa
ditemukan pada 12-18 hari.

g. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)

14
3. MM VISUM ET REPERTUM

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik
tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari
tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.

dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut 


Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi
pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang
pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal bagi pidana umum, termasuk pidana yang
berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia. Oleh karena visum et repertum adalah keterangan ahli
mengenai pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri sipil tidak
berwenang meminta visum et repertum, karena mereka hanya mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP).

Sanksi hukum bila dokter menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :

Pasal 216 KUHP :


Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula
barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.

Fungsi dan peranan 


Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan
medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh
telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum,
dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat
menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan,
maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam
KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila
timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil
pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan didakwakan,
sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang
dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada
suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.

15
Jenis visum et repertum 
a. VeR perlukaan (termasuk keracunana)
b. VeR kejahatan susila
c. VeR jenazah
d. VeR psikiatrik
Jenis a,b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh atau raga manusia. Dalam hal ini berstatus
sebagai korban tindak pidana, sedangkan jenis d mengenai jiwa atau mental tersangka atau terdakwa tindak
pidana.

Bagian visum et repertum 


Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:
a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa
b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu instansi
peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka
kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing-masing asli
k. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya
hingga 20 tahun

Pada umumnya visum et repertum dibuat mengikuti struktur sebagai berikut :

a. Pro Justitia
Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak
perlu bermeterai.

b. Pendahuluan
Pendahuluan memuat : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan
visum et repertum, dentitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama,
jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan
pemeriksaan, alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat sebelumnya,
pukul korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang mengantar korban ke rumah sakit.

c. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)


Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat dan ditemukan
pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah
sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka
dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya.
Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.

d. Kesimpulan
Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan
sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum
et repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan
derajat kualifikasi luka.

e. Penutup

16
 Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah
atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih
dahulu sebelum melakukan pemeriksaan
 Dibubuhi tanda tangan dokter pembuat visum et repertum

17
4. MM Pandangan Islam terhadap Pembunuhan dan Pemerkosaan

Bentuk-bentuk pembunuhan dalam Islam

1. Pembunuhan Sengaja (Qatl al-‘Amd)

Pembunuhan sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dengan niat benar-benar ingin
membunuh (menghilangkan nyawa) dan menggunakan alat yang memungkinkan terjadinya pembunuhan.
Misalnya, menembak, memukul dengan alat-alat berat, dan tidak memberi makan seseorang sehingga
meninggal dunia. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja termasuk dosa besar dan di akhirat diancam
dengan siksa neraka, sebagaimana dijelaskan firman Allah Swt. dalam surah an-Nisa ayat 93:

Artinya: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab
yang besar baginya. (an-Nisa [3] 93)

Adapun hukuman didunia bagi orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja yaitu ia dikenakan
hukuman qisas (ketentuan tentang kejahatan yang dibalas dengan perlakuan serupa). Maka ketika ia
membunuh maka harus dibunuh pula, kecuali jika keluarga memaafkan hukuman penggantinya
adalah diat (denda) berat berupa seratus ekor unta yang dibagi menjadi 30 unta betina berusia 3-4 tahun, 30
unta betina berusia 4-5 tahun, dan 40 unta betina yang sedang hamil, atau bisa diuangkan sebesar harga
dari 100 unta tersebut. Kemudian, apabila keluarga korban memaafkan saksi diat maka hukuman
penggantinya adalah Ta’zir (memberi pelajaran). Kemudian hukuman tambahan bagi jaminan ini adalah
terhalangnya hak atas warisan dan wasiat.

2. Pembunuhan Semisengaja (Qatl Syibh al-‘Amd)


Pembunuhan semisengaja adalah pembunuhan yang dilakukan secara sengaja terhadap korban, tetapi tidak
disertai niat untuk membunuh. Misalnya, melempar korban dengan benda ringan (tongkat atau kerikil)
yang menurut kebiasaan tidak mungkin menyebabkan kematian, tetapi ternyata korban meninggal dunia.
Adapun hukuman bagi pembunuhan semisengaja adalah tidak wajib di qisas, hanya di wajibkan membayar
diat berat atas keluarga pembunuh. Dalam kasus demikian, haram bagi keluarga untuk menghukum qisas,
mengingat ketidaksengajaan seseorang membunuh.

3. Pembunuhan Karena Kesalahan (Qatl- al’Khata’)

Pembunuhan karena kesalahan adalah pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan, salah dalam
maksud, dan kelalaian. Salah dalam perbuatan, seperti mau menembak binatang ternyata mengenai orang.
Salah dalam maksud, seperti orang yang mengendarai kendaraan menabrak orang hingga meninggal dunia.
Kelalaian (tidak kenal sasaran) seperti membunuh kawan sendiri dalam suasana perang karena tidak
diketahui mana musuh mana lawan. Adapun hukuman bagi pembunuhan karena kesalahan yaitu membayar
diat ringan berupa 100 ekor unta yang dibagi masing-masing 20 ekor unta betina berumu 1-2 tahun, 2-3
tahun, 3-4 tahun, 4-5 tahun, dan 20 ekor unta jantan yang dibebankan pada keluarga si pembunuh dan
membayar kafarat. Kafarat dapat berupa memerdekakan budak yang islam, jika tidak mampu dia wajib
berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Adapun menurut imam Syafi’i kafarat pembunuhan boleh
diganti dengan memberi makan 60 orang dengan satu mud makanan (beras) per orang, bilamana orang
yang terkena kafarat tidak mampu melakukannya karena sudah tua dan sakit.

18
KLASIFIKASI JINAYAT PEMBUNUHAN
Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:
1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi) = jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa (pembunuhan).
Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:
a. Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd) =

 Perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,

 Pembunuhan dengan sengaja oleh seorang mukallaf secara sengaja (dan terencana) terhadap jiwa
yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya dapat membunuh.
b. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi) = Membunuh dengan cara dan alat yang
biasanya tidak membunuh.
Sangsi Hukuman:

Diyat = 100 unta, di antaranya 40 ekor yang sedang hamil


c.Pembunuhan karena keliru (al-khatha’) atau pembunuhan tidak sengaja, kesalahan semata tanpa
direncanakan, dan tidak ada maksud membunuh sama sekali.
Misalnya = memanah binatang buruan atau sejenisnya, namun ternyata anak panahnya nyasar mengenai
orang hingga meninggal dunia.
Sangsi Hukuman:

Diyat berupa 100 ekor unta secara berangsur-angsur selama tiga tahun.
Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena
tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh)
dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba
sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara
mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat
kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.(Qs. An-Nisa`: 92)
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah
Jahannam.Ia kekal di dalamnya. Allah pun murka kepadanya, mengutuknya, serta menyediakan azab yang
besar baginya.” (Qs. An-Nisa`: 93)
2. Jinayat kepada badan selain jiwa = Penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan nyawa:

ُ ‫ش َجا ُج َو ْال َج َرا‬


1. Luka-luka ‫ح‬ ُ ‫ال‬

2. Lenyapnya fungsi anggota tubuh ِ‫ف ْال َمنَافِع‬


ُ َ‫إِتْال‬

َ ‫ف األ َ ْع‬
3. Hilangnya anggota tubuh ِ‫ضاء‬ ُ َ‫ِإتْال‬

CARA MELAKSANAKAN QISAS


Kejahatan terhadap jiwa atau anggota badan yg diancam hukuman serupa (qishash) atau diyat
(ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya).Pembunuhan dengan sengaja, semi sengaja,

19
menyebabkan kematian karena kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau menyebabkan kelukaan tanpa
sengaja.Memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan persis seperti apa yg dilakukan terhadap korban

 Dengan pedang atau senjata

 Dengan alat dan cara yg digunakan oleh pembunuh.

Hukuman-hukuman JARIMAH QISHASH dan DIYAT


1. Pembunuhan sengaja,

2. Pembunuhan menyerupai sengaja,


3. Pembunuhan karena kesalahan, (tidak sengaja).
4. Penganiayaan sengaja,
5. Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).

Larangan membunuh
Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang sekalipun, kalau itu
tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal darah atau boleh dibunuh
karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad, yaitu orang-orang Islam yang
berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan hadis
Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar agamanya maka
bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak kembali ke agama Islam selama
batas waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga sadar baru dihadapkan ke pengadilan.
Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni diberlakukan
hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya. Penzina muhshan (yang sudah kawin)
adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam melalui eksekusi rajam, mengingat jelek dan
bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin tetapi masih berzina juga. Semua pihak yang halal darah
tersebut harus dieksekusi mengikut prosedur yang telah ada dan tidak boleh dilakukan oleh seseorang yang
tidak punya otaritas baginya.
Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing tidak boleh
dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: “...wala taqtulun nafsal latiy harramallahu illa bilhaq...”
(...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran...) (QS. al-An’am:
151). Larangan ini berlaku umum untuk semua nyawa baik manusia maupun hewan, kecuali yang
dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model manusia di atas tadi atau hewan nakal yang
mengganggu manusia dan hewan yang disembelih dengan nama Allah.

Allah memberi perumpamaan terhadap seorang pembunuh adalah: “...barangsiapa yang


membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya...” (QS. Al-Maidah: 32).

Hukuman bagi pembunuh


Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh balik
sebagai hukuman qishash ke atasnya. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,

20
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-Baqarah: 178).
Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu masa
nanti, sesuai dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja
maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisa’: 93)
Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman
qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta. Jumhur ulama
sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu atau
kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada kelangsungan
hidup umat manusia, sebagaimana firman Allah: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 179).
Qishash ini betul-betul sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di mana seseorang
yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik. Ini sama sekali tidak melanggar hak azasi
manusia (HAM) sebagaimana diklaim orang-orang yang tidak paham hukum Islam. Bagaimana mungkin
kalau seseorang membunuh orang lain tanpa dibenarkan agama dapat diganti dengan hukuman penjara 5-9
tahun, sementara orang yang dibunuhnya sudah meninggal. Malah yang seperti itulah melanggar HAM,
karena tidak berimbang antara perbuatan jahat yang dilakukannya dengan hukuman terhadapnya.
Ada tiga macam jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash yang berbeda,
yaitu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja. Pembunuhan sengaja adalah seseorang sengaja
membunuh orang lain yang darah dan keselamatan jiwanya dilindungi. Yaitu dengan menggunakan alat
untuk membunuh seperti senjata api dan senjata tajam.
Tindak pidana pembunuhan secara sengaja jika memenuhi unsur-unsur: (1) orang yang melakukan
pembunuhan adalah orang dewasa, berakal, sehat, dan bermaksud membunuh; (2) terbunuh adalah orang
yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk dibunuh); dan (3) alat yang digunakan untuk membunuh dapat
mematikan atau menghilangkan nyawa orang. Jika pembunuh sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh
maka sipembunuh wajib membayar diyat berat berupa 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor unta betina
berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting.
Pembunuhan semi sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat yang tidak biasa
digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Ia juga harus membayar diyat berat
kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan cara mengangsurnya selama 3 tahun. Sementara
pembunuhan tidak sengaja adalah seperti orang melempar buah mangga di pohon lalu terkena seseorang di
bawah pohon mangga tersebut sehingga mati.
Diyat bagi kasus seperti ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20 ekor unta betina
berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2-3 tahun, 20 ekor
unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina berumur 4-5 tahun. Pihak pembunuh wajib
membayarnya dengan mengangsur selama 3 tahun, setiap tahun wajib membayar sepertiganya. Kalau tidak
dapat dibayar 100 ekor unta, maka harus dibayar 200 ekor lembu atau 2.000 ekor kambing.

21
HUKUM PERKOSAAN DALAM ISLAM
Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan).
Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi
hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam. (Abdul Qadir
Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24
hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu’
Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya),
”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al An’aam [6] :
145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah
Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang
penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan. (Abdul Qadir Audah, At
Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm.
294).

Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena
ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani dari
Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits hasan”). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa
Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).

Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga bukti (al
bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar) orang yang berbuat zina sebanyak
empat kali secara jelas, dan dia tak menarik pengakuannya itu hingga selesainya eksekusi hukuman
zina. Kedua, kesaksian (syahadah) empat laki-laki Muslim yang adil (bukan fasik) dan merdeka (bukan
budak), yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang berbeda-beda) dalam satu majelis
(pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang menyifati perzinaan dengan jelas. Ketiga,
kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan yang tidak bersuami. (Abdurrahman Al
Maliki,Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya telah diperkosa oleh
seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina) kepada laki-laki itu.
Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat berbeda-beda sesuai fakta (manath) yang
ada, antara lain adalah sbb:
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian empat
laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi hukuman zina,
yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukanmuhshan, dan dirajam hingga mati jika dia muhshan. (Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).
Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka hukumnya dilihat
lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baik-baik yang menjaga diri dari zina (al
‘iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh zina (hadd al qadzaf), yakni 80 kali
cambukan sesuai QS An Nuur : 4. Adapun jika laki-laki yang dituduh memperkosa itu orang fasik, yakni
bukan orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dapat dijatuhi hukuman
menuduh zina. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz 6 hlm. 453; Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al
Muhadzdzab, Juz 20 hlm.53; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 346).

22

Anda mungkin juga menyukai