Anda di halaman 1dari 5

C O R P O R AT E G O V E R N A N C E :

I M P L E M E N TA S I
S TA K E H O L D E R S

TUGAS INDIVIDU

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Corporate Governance

Disusun Oleh:
Gunawan Hutomo

Magister Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Riau
2018
IMPLEMENTASI GCG HARUS LIBATKAN SEMUA STAKEHOLDERS

by Ria Pratiwi - May 9, 2014

(https://swa.co.id/swa/capital-market/gcg/implementasi-gcg-harus-libatkan-semua-stakeholders)

Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik saat ini sudah
menjadi satu hal penting yang harus diperhatikan perusahaan-perusahaan, baik itu BUMN maupun
swasta. Khususnya bagi emiten yang memiliki kewajiban transparansi informasi kepada publik,
terutama investor sahamnya. GCG itu bisa menentukan kredibilitas perusahaan di mata semua
stakeholders-nya. Namun untuk implementasinya, stakeholders pun harus dilibatkan supaya GCG
satu perusahaan itu bisa terlaksana.

Mengingat pada tahun 2015 ASEAN Economic Community (AEC) akan dimulai, maka pasti
akan lebih banyak lagi perusahaan Indonesia yang berusaha “go ASEAN”, sehingga perusahaan kita
sangat perlu memiliki GCG. Karena GCG itu satu keniscayaan bagi perusahaan multinasional. Apalagi
negara lain itu sudah lebih concern terhadap GCG. Lebih lengkapnya, mari kita simak hasil
wawancara reporter SWA Online, Ria E. Pratiwi, dengan Mas Achmad Daniri, Ketua Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG).

Sebetulnya seberapa besar pengaruh GCG dalam hubungan antara perusahaan dengan
stakeholders-nya?

Dalam perusahaan berhubungan dan berperilaku terhadap stakeholders-nya (untuk


eksternal, misalnya supplier, regulator/pemerintah, investor dan lainnya; dan untuk internal ada
komisaris, direksi, karyawan dan sebagainya). Saya pernah membicarakan soal Rumah Governance
yang basisnya adalah values atau tata nilai, yakni Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas,
Independensi, dan Fairness (TARIF). Setelah itu dibangun governance structure yang adalah check &

2
balance; jadi bagaimana mengeliminasi benturan kepentingan, fraud, dan lain-lain, supaya pekerjaan
satu perusahaan itu bisa efektif.

Kemudian, governance process yang berkaitan dengan mekanisme pengambilan


kebijakan/keputusan dalam perusahaan. Misal dalam pengambilan keputusan itu harus transparan
antara sesama direksi. Misalnya di zaman Bapepam-LK dulu, ada aturan yang rules making rules, jadi
rancangan aturan diedarkan dulu untuk minta pendapat dari yang mau diaturnya, dan itu sebagai
bentuk transparansi, fairness dan akuntabilitas dari Bapepam-LK itu sendiri. Lalu, ada tataran yang
disebut governance outcome yang berkaitan dengan bagaimana cara berhubungan dengan
stakeholders, sehingga mereka pun menerima manfaat atas kegiatan bisnis perusahaan. Jadi ini bisa
menimbulkan win-win solution dan bisa growing together.

Apakah ada perbedaan antara pelaksanaan GCG di perusahaan BUMN dan swasta?

Saya malah melihat bahwa BUMN itu memberikan contoh bagus dalam GCG karena banyak
mengawasinya. Memang pelaksanaan GCG di Indonesia lebih didorong dengan regulasi, meskipun
pada hakikatnya pelaksanaan GCG harusnya beyond the rules, regulation dan compliance. Tapi yang
menarik, OJK akan mengeluarkan aturan semacam comply dan explain. Misalnya kalau perusahaan
itu tidak comply kenapa alasannya, itu ditulis di bagian explain, dan ini harus masuk di laporan
tahunan mereka. Itu sebagai bentuk transparansi atau pertanggungjawaban, sehingga semua
stakeholders bisa menilai secara gamblang.

Apakah pengawasan oleh otoritas terhadap GCG suatu perusahaan harus dilakukan rutin
setahun sekali?

Pengawasan itu bisa dilakukan salah satunya dengan pelaporan (jadi tidak mesti setahun
sekali). Misalnya di perbankan itu ada assessment yang dilakukan 2 tahun sekali kepada otoritasnya.
Ada yang harus diperiksa, tapi ada juga yang bisa dilihat dari laporannya saja. Misalnya transparansi
dalam pengungkapan data ke publik, nah ini bentuk pengawasan juga. Bahkan yang mengawasi itu
bukan hanya OJK, tapi publik juga ikut mengawasi.

Berarti jika perusahaan itu terbuka (Tbk), dia punya tekanan tersendiri bahwa harus
mengimplementasi GCG ya?

Perusahaan publik itu memang pelaksanaan GCG-nya harus lebih bagus. Karena seluruh
aturan di pasar modal itu sebetulnya terkait dengan GCG, yakni ada transparansi, akuntabilitas,
fairness, dan sebagainya. Suatu saat tidak akan mungkin lagi kita hanya berbisnis seperti sekarang ini,
lama-lama pasti akan memperluas bisnisnya ke luar Indonesia, dan di negara lain itu GCG adalah
suatu keharusan.

Dengan sudah digaungkannya soal GCG sejak lima tahun lalu, mengapa masih saja ada
praktik KKN atau suap di perusahaan-perusahaan di Indonesia?

Di dalam negara itu ada tiga pilar, yakni negara/pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
Yang ideal, semuanya harus melaksanakan GCG. Dimulai dari penyelenggara negara (pemerintah),
yang mana dia harus melakukan good governance. Dunia usaha juga harus punya corporate
governance. Masyarakat juga harus peduli, kalau ada yang aneh-aneh, dia harus bisa memberi
masukan. Kalau ada peraturan yang kurang bagus, misal ada rules making rules ya dia harus peduli.

3
Kenapa praktik suap masih ada sampai sekarang? Pendekatannya yakni perusahaan-
perusahaan itu bisa membuat kampanye anti suap dalam implementasi CSR-nya. Perusahaan-
perusahaan besar itu bisa menyampaikan ke para supplier-nya dan berkomitmen bahwa ketika
bertransaksi tidak akan terjadi suap menyuap. Saya kira kalau itu terus menerus digulirkan, maka
insya Allah akan berkurang (praktik suap). Tapi ini harus ada komitmen dari pemegang saham
pengendali atau dari perusahaan. Lalu, perusahan juga harus engage dengan stakeholders-nya.

Memang, dalam implementasi GCG, kita baru masuk pada tataran sistem, misalnya ada
program ‘BUMN Bersih’. Di sini harus ada komitmen dan pembangunan sistem tertentu, misalkan
whistle blowing system. Syarat-syarat seperti ini kan diminta oleh Kementerian BUMN. Lalu, ada
pembangunan kultur (perusahaan) yang bisa dibilang lebih sulit, karena harus membangun
masyarakat dan industrinya juga. Makanya ini harus konsisten diperjuangkan. Di sini juga harus ada
political will. Misalnya sekarang akan ada Pilpres, ya itu harus jadi komitmen (semua pihak) juga.

Karena tadi Anda bilang bahwa perusahaan Indonesia nantinya akan banyak yang
memperluas bisnisnya di luar negeri juga, apalagi setelah AEC dimulai pada 2015, jadi apakah
aturan GCG di Indonesia harus menyamakan dengan aturan GCG yang ada di ASEAN Score Card?
Ini supaya perusahaan kita bisa beroperasi dengan baik di sana.

Ada hal-hal yang sifatnya umum (dalam aturan GCG), tapi kalau untuk menilai local wisdom
dari masing-masing negara, itu yang agak susah. Setiap negara pasti ada hal yang sulit diukur seperti
itu. Kalau satu perusahaan akan menjadi perusahaan multinasional, maka yang harus dicontoh
adalah best practices internasional.

Aturan GCG sebenarnya bersifat umum atau bisa diterima dimana saja. Cuma misalnya OECD
memperkenalkan Responsibility, Accountability, Fairness, and Transparancy (RAFT). Dia tidak
mengikutsertakan Independensi dalam poin sendiri, melainkan ini masuk ke Fairness dan
Akuntabilitas. Tapi di Indonesia, kita menambahkan prinsip Independensi. Karena kita ingin misalnya
pemegang saham pengendali jangan terlalu mengintervensi kalau sudah ada pemberian kewenangan
kepada direksi; komisaris juga tidak boleh ikut ambil untung, melainkan harus fokus kepada
pengawasannya saja.

Lalu, apa rencana KNKG ke depannya supaya pelaksanaan GCG di Indonesia semakin baik?

Pekerjaan KNKG itu lebih kepada penyusunan pedoman GCG, dan bersama Lembaga
Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI), kita berusaha membangun agent of change sebanyak-
banyaknya, dan juga melakukan sosialisasi seperti ini. Kemudian, kita juga sedang mengembangkan
roadmap yang lebih komprehensif, karena yang roadmap dari OJK itu lebih terbatas kepada emiten
kan. Ketika membangun roadmap di OJK, kita sudah mendapatkan masukan banyak, jadi bisa
membuat roadmap sendiri dan ini akan kita realisasikan di akhir tahun ini.

Dalam penyusunannya, kita menampung masukan dari semua institusi terkait GCG, seperti
OECD, IICG, dan lain-lain. Semakin banyak yang memberi masukan semakin bagus. Roadmap itu
harusnya memetakan siapa melakukan apa, jadi apa yang dikerjakan semuanya bisa sinkron. Misal
KNKG harus melakukan apa, OJK harus melakukan apa, OECD/IICG harus melakukan apa, emiten-
emiten harus apa, dan sebagainya. Pedoman yang kita keluarkan itu sifatnya soft law, yakni
kesepakatan antara semua stakeholders. Misal dalam perumusan pedoman GCG untuk Perbankan,
yang diundang adalah BI, OJK, dan bank-bank itu sendiri.

4
CRITICAL REVIEW

Artikel di atas berisi wawancara antara perwarta online dengan ketua Komite
Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Perlunya GCG dalam suatu perusahaan, terlebih
untuk menyongsong masa depan yang lebih baik lagi bagi negara Indonesia. Dengan semakin
majunya teknologi, transparansi semakin di gencarkan dan di sosialisasikan dengan tujuan
sebuah perusahaan bukan hanya fokus untuk mengembangkan dengan melakukan ekspansi
besar – besaran. Akan tetapi di imbangi dengan implementasi di lingkungan sekitar
perusahaan terutama, dan dalam cakupan luas bagi negara Indonesia.

Perlunya peranan stakeholder dalam membangun dan menggerakkan sistem GCG di


suatu perusahaan sangat penting, dengan hubungan yang transparan antara stakeholder dan
dewan direksi perusahaan. Kebijakan dan keputusan yang di ambil oleh dewan direksi, segera
akan di ketahui oleh stakeholder. Pelaksaan GCG ini tidak melulu dilakukan oleh perusahaan,
akan tetapi pemerintahan juga menerapkan sistem GCG ini. GCG dalam pemerintahan
berdampak langsung kepada mindset masyarakat, dan berupaya merubah pola pikir
masyarakat sekarang. Juga membangun kultur kerja yang “bersih”.

Dengan lebih intensnya peran pemerintah terhadap GCG, di harapkan bangsa beserta
masyarakat Indonesia dapat mampu bertahan terhadap terjangan – terjangan kinerja
perusahaan luar negeri. Dengan mengokohkan sistem Transparansi, Akuntanbilitas,
Responsibilitas, Independensi, dan Fairness, perusahaan asal Indonesia dapat lebih maju dan
bersaing dengan perusahaan luar negeri. Peran pemerintah sendiri, seperti memberikan
ranking terhadap seluruh perusahaan dalam negeri dan memberikan penghargaan maupun
piagam atas kerja keras perusahaan tersebut untuk dapat mengadopsi penuh ketentuan dari
GCG tersebut.

Akan tetapi, berdasarkan apa yang telah di ungkapkan pada artikel di atas,
bahwasanya penerapan GCG di Indonesia masih belum tepat sasaran. Dan ini menjadi
perhatian pemerintah agar dapat menemukan solusi yang jitu sehingga akan memberikan
stimulus bagi perusahaan – perusahaan yang menjadi sasaran pemerintah dalam menerapkan
GCG. Baik perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta juga lembaga – lembaga
pemerintah.

Penerapan GCG di Indonesia harus segera di rampungkan untuk semua perusahaan


yang ada di Indonesia, setidaknya 90 % perusahaan yang ada di Indonesia sudah menerapkan
GCG. Bila tidak terwujud, maka Indonesia sendiri yang akan menerima tanggung jawabnya.
Dikarenakan akan berdampak pada ekspansi perusahaan itu sendiri ke luar negeri. Di luar
negara Indonesia, penerapan GCG semakin modern dan maju, semakin mendekati
kesempurnaan. Oleh, karena itu penerapan GCG Indonesia harus terus di proklamir kan
sebanyak – banyaknya dan terus di lakukan sosialisasi secara terus – menerus.

Seperti yang di katakan di dalam artikel dalam penyusunan roadmap, semua institusi
berhak berpartisipasi dalam penyusunan roadmap tersebut. Sehingga apa yang diharapkan,
yaitu roadmap yang lebih komprehensif dapat di bentuk, di sah kan dan segera di
implementasi oleh seluruh perusahaan yang ada di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai