Anda di halaman 1dari 9

PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi
penduduk suatu Negara.

Sedangkan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari otonomi daerah Karena pembangunan dapat
dilakukan dengan maksimal jika otonomi daerah sudah diimplementasikan dengan baik.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai
kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara ("Eenheidstaat"), yang
berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia
tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan; dan
2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar
1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di
bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di
Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan
sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat
pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar
pertimbangan:
1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga
risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif
minim;
2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada
masyarakat relatif dapat lebih efektif;
3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah
yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di
daerah;
2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar
pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik
dan maju

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi


Daerah:
1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6. Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
7. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

OTONOMI PROVINSI DAN DAERAH

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah


Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

a) Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi.
b) Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kotaterdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dan DPRDKabupaten/Kota
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran
organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan
keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus
diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan
kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana
dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah
bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, dan lembaga teknis daerah. Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat
daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktor-
faktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris daerah mempunyai


tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekretariat DPRD dipimpin oleh
Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:

1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD


2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD
3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Lembaga teknis daerah
merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum
daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut bertanggung jawab
kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada


Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman
pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.

PRINSIP PEMBIAYAAN PEMERINTAH DAERAH

Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. Pembiayaan dirinci menurut Kelompok, Jenis dan Obyek Pembiayaan.


2. Kelompok Pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
3. Kelompok Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Jenis Pembiayaan.
MisalnyaKelompok Pembiayaan Penerimaan Daerah dirinci lebih lanjut ke dalam
jenispembiayaan antara lain berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer
dari dana cadangan, penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset Daerah
yang dipisahkan.
4. Jenis Pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam Obyek Pembiayaan. Misal
JenisPembiayaan: penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam
obyekpembiayaan antara lain berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

SUMBER SUMBER PENDAPATAN DAERAH

Sumber Pendapatan Daerah Dalam Undang-Undang

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Setiap daerah umumnya menyimpan berbagai potensi kekayaan yang berbeda-
beda tergantung dari iklim, geografis, dan kekuatan ekonomi. Masing-masing dari
potensi tersebut akan memberikan pemasukan atau pendapatan untuk daerah yang
kemudian sering disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli
Daerah merupakan penerimaan yang didapat dari sumber-sumber daya dan kekayaan
yang dimiliki oleh pemerintah daerah itu sendiri, dimana dalam proses pengambilan
atau pemungutan tersebut diatur dalam peraturan daerah dan disesuaikan dengan
perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan jenisnya Pendapatan Asli Daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a. Pajak Daerah
Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayar oleh wajib pajak, yang mana dalam
pelaksanaannya dijamin dengan ketentuan dalam perundang-undangan. Fungsi
pajak dalam skala nasional adalah memberikan pemasukan bagi negara, dan
porsi pemasukan dari pajak berdasarkan statistik memiliki peran terbesar
dibanding sumber pendapatan yang lainnya. Hal ini pula juga terjadi pada
pemerintah daerah, dimana pajak tetap satu-satunya sumber terbesar. Pajak
daerah secara fungsi dan mekanisme sama saja dengan pajak pada umumnya,
yang membedakan hanya cakupan atau ruang lingkup pajaknya saja. Kemudian
peran pajak untuk pemerintah daerah adalah untuk pembangunan sarana dan
prasaran dan sebagai pembiayaan penyelenggaraan pemerintah daerah
b. Retribusi Daerah
Beberapa ahli menyebutkan bahwa retribusi daerah merupakan suatu pungutan
daerah yang diambil sebagai pembayaran atas jasa terhadap adanya aktivitas
pengeluaran dan pemberian perizinan tertentu oleh pemerintah daerah yang
diberikan secara khusus untuk pihak tertentu baik pribadi maupun badan usaha.
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan secara sederhana, jika retribusi
berkaitan dengan adanya pelayanan berupa jasa-jasa tertentu yang
bersinggungan dengan aspek sosial dan ekonomi. Karena berkaitan dengan
sosial dan ekonomi, maka diperlukan campur tangan pemerintah daerah guna
memberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap pelaksanaan kegiatan
tersebut.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan pelaksanaan dan penetapannya harus terdapat peraturan dan
hukum didalamnya. Disinilah letak pentingnya pada dasarnya adalah bagian dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), sehingga dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 (UU No.25 Tahun 1999) tentang perimbangan, dimana didalamnya
berisi tentang upaya untuk menciptakan suatu sistem perimbangan yang lebih
proporsional, adil, transparan, dan demokratis berdasarkan atas pembagian kewajiban
dan kewenangan dalam pemerintahan, yang dimaksudkan dengan pembagian ini adalah
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengertian tentang dana perimbangan telah diatur melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan, dimana dalam pasal 1 ayat 2
disebutkan bahwa dana perimbangan adalah sumber pendapatan daerah yang diperoleh
berdasarkan pengalokasian dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang
ditujukan untuk mendukung pelaksanaan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah
untuk mencapai dan menyelenggarakan pemberian otonomi daerah yang tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat agar
semakin meningkat dan mengalami perbaikan.
Berdasarkan bentuknya, dana perimbangan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Pendapatan dari Pajak
Dilihat dari cakupannya, yang termasuk dalam kategori penerimaan dan
pendapatan daerah dari pajak adalah Bagian penerimaan yang berasal dari pajak
bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan
penerimaan dari sumber daya alam.
b. Dana alokasi umum
Sebelumnya lebih sering disebut sebagai dana subsidi, dimana dana tersebut
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan
untuk pemerataan kemampuan keuangan pemerintah daerah untuk membiayai
segala bentuk pengeluaran dalam rangka mewujudkan desentralisasi.
c. Dana alokasi khusus
Merupakan jenis dana yang telah dialokasikan dari anggaran pendapatan dan
belanja negara kepada daerah tertentu yang ditujukan untuk membiayai
kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara.
3. Pinjaman Daerah
Tata cara yang mengatur tentang pinjaman daerah telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999, dimana dalam undang-undang ini menjelaskan tentang
pemerintah daerah. Berkaitan dengan pinjaman, pemerintah daerah memiliki
kewenangan dalam mengajukan pinjaman dari sumber dalam negeri maupun dari luar
negeri, dimana dalam proses pelaksanaan pengajuan tersebut harus melalui persetujuan
pemerintah pusat sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam merencanakan dan
mengatur besarnya pembiayaan yang bisa dikeluarkan.
Kemudian proses lebih lanjut mengenai pinjaman daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 yang memuat ketentuan mengenai sumber dan
jenis pinjaman daerah. Dalam undang-undang tersebut juga mengatur mengenai
penggunaan pinjaman daerah dan persyaratan pinjaman daerah termasuk menentukan
batas maksimum pinjaman daerah hingga batas maksimum jangka waktu pinjaman
daerah. Dalam melakukan pinjaman daerah perlu diketahui juga beberapa hal mengenai
larangan penjaminan, prosedur pinjaman daerah, pembayaran kembali pinjaman
daerah, pembukuan dan pelaporan, dan ketentuan peralihan.
4. Lain-Lain Pendapatan yang Sah
Berdasarkan undang-undang yang berlaku mengenai pemerintah daerah, disana
disebutkan jika sumber pendapatan daerah diperoleh dari lain-lain pendapatan yang
sah. Memang tidak dijelaskan secara spesifik apa saja yang termasuk dalam kategori
jenis pendapatan ini, namun dapat digaris bawahi bahwa selama masih memenuhi unsur
hukum dan dapat dipertanggung jawabkan, maka apapun jenis sumber tersebut dapat
dikategorikan dalam jenis ini. Umumnya yang termasuk dalam sumber jenis
pendapatan ini adalah dana darurat dan hibah yang merupakan penerimaan dari daerah
lain, baik itu mencakup provinsi, kabupaten, maupun kota.
Untuk membiayai dan menyelenggarakan pemerintahan daerah tentunya
dibutuhkan sebuah dana anggaran agar seluruh kegiatan dapat berjalan sesuai dengan
peraturan. Pada dasarnya pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh terhadap
pengolahan dan pemanfaatan terhadap seluruh kekayaan sumber daya yang dimiliki
oleh daerah, namun untuk menjamin keberlangsungan proses tersebut harus diatur oleh
perundang-undang, hal ini bertujuan agar pelaksanaannya tidak mengalami
penyalahgunaan. Dalam perundang-undangan juga mengatur banyak hal, mulai dari
ketentuan umum, tata cara pelaksanaan, dan menggolongkan jenis-jenis sumber
pendapatan daerah yang dianggap sah secara hukum.

PINJAMAN DAERAH

Konsep dasar pinjaman daerah dalam PP 54/2005 dan PP 30/2011 pada prinsipnya
diturunkan dari UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi
pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun
demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal,
risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu
pinjaman daerah.
Selain itu, dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta
Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan
kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah
kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut:

a) Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah.


b) Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah.
c) Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk
menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
d) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri.
e) Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain.
f) Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman
dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian
pinjaman.
g) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan
pinjaman daerah.
h) Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat
dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
i) Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan
dalam APBD.

Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman adalah (1)
Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75%
(tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk
Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang
kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. (2) Memenuhi ketentuan rasio
kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt
Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5

Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain

Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari
Pemerintah. Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib
mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Pinjaman Daerah bersumber dari:

a) Pemerintah Pusat, berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan
Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri.
b) Pemerintah Daerah lain
c) Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat
kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum
Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
e) Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada
masyarakat di pasar modal dalam negeri.

REFERENSI

Kementrian Dalam Negeri www.keuda.kemendagri.go.id Direktorat Jenderal Keuangan


Daerah (Diakses pada 04 November 2018)

Kementrian Keuangan www.djpk.kemenkeu.go.id/Pinjaman_Daerah (diakses pada 04


November 2018)

Otonomi Daerah http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah (diakses pada 04


November 2018)

Wikipedia.org www.wikipedia.org (diakses pada 04 November 2018)

Anda mungkin juga menyukai