Blok 20-Sindr Nefrotik
Blok 20-Sindr Nefrotik
Abstrak
Abstract
Salah satu bentuk kelainan fungsi ginjal adalah suatu kumpulan gejala
yang terdiri dari albuminuria (>3,5 gr/dl) dan hipoalbuminemia (<30 gr/L),
edema, hipertrigliseridia, dan lipiduria. Kumpulan gejala-gejala itu disebut
sindrom nefrotik.1 Sindrom nefrotik terjadi terutama pada anak usia 2-6 tahun
(2 kasus baru/100.000 orang per tahun) dan pada orang dewasa semua usia (3-
4 kasus baru/100.000 orang/tahun).2 Penyebab utama dari sindrom nefrotik
kebanyakan tidak diketahui (iodophatic) dan sebagian kecil penyebabnya adalah
sekunder akibat penyakit lain. Sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
yang penyebabnya tidak diketahui. Ada 4 spektrum sindrom nefrotik menurut
gambaran histopatologinya yaitu Minimal Change Disease (MCD), focal segmental
glomerular sclerosis (FSGS), membranous nephropathy, dan
membranoproliferative glomerular nephropathy.2
Diagnosis Banding
Diagnosa banding yang sindrom nefrotik primer pada anak yang sering
adalah sindrom nefrotik sekunder, glomerulonephritis akut post infeksi
streptococcus, serta sindrom nefrotik kongenital. Sindrom nefrotik sekunder
perlu dipertimbangkan pada pasien >8 tahun dan pasien dengan hipertensi,
hematuria, disfungsi renal, gejala extrarenal (ruam, arthralgia, demam) atau
penurunan serum komplemen.3
Glomerulonefritis akut post streptococcus adalah contoh klasik
sindrom nefritik akut yang dikarakteristikkan dengan onset gross hematuria
yang tiba-tiba, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal.3 Gross hematurianya
lebih terlihat coklat keruh daripada merah. Proteinuria dapat terjadi dan jika
cukup berat dapat memberikan gejala sindrom nefrotik.4 Penyakit ini
merupakan penyakit glomerulus yang paling sering menyebabkan gross
hematuria pada anak-anak. Glomerulonefritis akut post streptococcal paling
sering menyerang anak usia 5-12 tahun dan jarang pada anak sebelum usia 3
tahun.3 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis glomerulonephritis akut post streptococcal adalah dengan
pemeriksaan titer ASTO yang akan meningkat post infeksi. Selain itu juga dapat
dilakukan urinanalisis, dimana penemuan primernya antara lain hematuria yang
nyata, proteinuria, oligouria, disertai dengan silinder eritrosit (red blood cell
cast), eritrosit yang dismorfik, silinder hialin dan granuler, dan leukosit. Seiring
dengan toksisitas terhadap membran glomerulus yang berkurang, maka hasil
urinanalisis akan kembali normal dengan kemungkinan hematuria mikroskopik
yang terus berlanjut sampai kerusakan membran basal ginjal bisa diperbaiki.9
Pada mikroskop cahaya, perubahan paling khas pada glomerulonephritis akur
post infeksi streptococcus adalah peningkatan selularitas yang seragam pada
gumpalan kapiler glomerulus (glomerular tuft) yang mengenai semua
glomerulus sehingga disebut difus. Peningkatan selularitas disebabkan oleh
proliferasi dan pembengkakan dari sel endotel dan mesangial dan oleh karena
infiltrate neutrophil serta monosit. Pada mikroskop electron bisa terlihat adanya
deposit kompleks imun yang berbentuk seperti tonjolan subepitel (subepitel
humps) yang terletak di membran basal ginjal.4 Tatalaksana terutama ditujukan
untuk menangani efek akut insufisiensi renal dan hipertensi. Selain antibiotic
penisilin sistemi yang diberikan selama 10 hari, perlu juga diberikan obat lain
untuk mengurangi gejala nefritiknya. Pembatasan natrium, diuresis yang
biasanya dicapai dengan furosemide, dan terapi farmakologi dengan channel
calcium blocker, vasodilator, atau ACE-inh untuk menangai hipertensinya.3
Sindrom nefrotik kongenital dapat mulai terjadi pada tahun-tahun
pertama kehidupan anak. Sindrom nefrotik kongenital adalah sindrom nefrotik
yang terjadi saat lahir atau dalam 3 bulan pertama kehidupan. 3 Pada penelitian
kohort besar di Eropa pada anak dengan sindrom nefrotik kongenital, 85%
pasien mengalami mutasi pada 4 gen (NPHS1, NPHS2, WT1, LAMB2). Bayi yang
terkena mengalami edema saat lahir karena proteinuria massif dan biasanya
lahir dengan plasenta yang besar (>25% dari berat bayi). Diagnosis prenatal
dapat dilakukan dengan adanya peningkatan kadar alfa fetoprotein maternal dan
amniotic.3
Penutup
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang terdiri dari edema,
proteinuria, dan hyperlipidemia. Sindrom nefrotik terjadi akibat kelainan pada
kemampuan filtrasi ginjal. Menurut etiologinya, sindrom nefrotik dapat dibagi
menjadi sindrom nefrotik primer (iodophatic) dan sindrom nefrotik sekunder.
Klasifikasi menurut gambaran histologi, sindrom nefrotik primer dibagi menjadi
empat. Yang paling sering mengenai anak-anak adalah Minimal Change Disease
yang prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan 3 spektrum sindrom nefrotik
primer lainnya. Minimal Change Disease selain perlu dibedakan dari spectrum
sindrom nefrotik primer yang lain juga perlu dibedakan dari sindrom nefrotik
sekunder dan kongenital serta dibedakan juga dengan glomerulonephritis akut
post infeksi Streptococcus.
Karakteristik utama yang membedakan minimal change disease dari
spectrum sindrom nefrotik primer lainnya adalah tidak adanya gejala hematuria
dan hipertensi, serta minimal change disease relative lebih responsif terhadap
Kortikosteroid. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adalah urinanalisis, serta pemeriksaan histopatologi di
bawah mikroskop cahaya atau electron. Pemberian Kortikosteroid dapat
diberikan secara empiris pada anak yang dicurigai menderita Minimal Change
disease tanpa melakukan biopsy ginjal. Pemberian Kortikosteroid kemudian
harus di-tappering off perlahan sampai akhirnya berhenti. Selain diberi
Kortikosteroid, pasien juga harus diberi obat untuk mengurangi gejala edema.
Pasien sindrom nefrotik rentan mengalami komplikasi infeksi serta
thromboembolism (walaupun pada anak resikonya kecil). Infeksi yang sering
adalah peritonitis bacterial spontan dan pneumonia, dianjurkan pasien setelah
menyelesaikan terapi kortikosteroid, sebulan setelahnya melakukan imunisasi
pneumococcus. Prognosis Minimal Change Disease relative lebih baik
dibandingkan dengan dengan spectrum sindrom nefrotik yang lain.
Daftar Pustaka
1. Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson L, Loscalzo J.
Harrison’s manual of medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill;
2013.p.972
2. Alvero R, Ferri FF, Borkan JM, Fort GG, Dobbs MR, Goldberg RJ. Ferri’s
clinical advisor. Philadelphia: Elsevier; 2013.p.734
3. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Behrman RE. Nelson textbook of
pediatrics.19th ed. United States of America: Elsevier;2011.p. 1783-1807
4. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th
ed. Philadelphia : Saunder Elsevier;2007.p.549-54
5. Papadakis MA, McPhee SJ. Current medical diagnosis and treatment. 52nd
ed. New York: McGraw-Hill; 2013.p.927-30
6. Sherwood L. Fundamental of human physiology. 4th ed. Canada: Cengage
Learning; 2011.p.537
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.h.999-1002
8. Mansur A. Minimal change disease. Cited from : www.medscape.com Feb
14th 2013; October 23rd 2014
9. Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Urinanalysis and body fluids.5th ed.
Philadelphia: F.A Davis Company; 2008.p.144