Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS KLIEN DENGAN FRAKTUR

METACARPAL DEXTRA DI RUANG CEMPAKA


RSUD UNGARAN

Disusun oleh

Nama : Elva Deborah Malau

Nim : 1.15.037

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEMARANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan
sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang
menyebabkan terjadinya fraktur, dan tekanan fisik juga menimbulkan pergeseran
mendadak pada fragmen fraktur yang selalu menghasilkan cedera jaringan lunak
disekitarnya. Hal ini bisa disebabkan karena : trauma tunggal, trauma yang berulang-
ulang, kelemahan pada tulang atau fraktur patologik (Menurut Muttaqin, (2011) Fraktur
humerus adalah terputusnya hubungan tulang humerus disertai kerusakan jaringan lunak
(otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya
hubungan atara fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang disebabkan oleh
cedera dari trauma langsung yang mengenai lengan atas. Menurut Lukman dan Nurna,
(2011) Penanganan untuk fraktur dibagi menjadi dua yaitu secara operatif dan
konservatif. Reduksi operatif dilakukan dengan alat fiksasi internal (ORIF) dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam ataupun dengan fiksasi eksternal
(OREF) yang digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Menurut letak dan kerusakan jaringan yang
berbeda pada masing-masing fraktur sehingga menghadirkan suatu 1 2 bentuk masalah
berlainan pula. Seperti pada fraktur Humeri yang dilakukan pemasangan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Berupa plate (lempengan) and screw (sekrup), fraktur
didaerah ini, dapat terjadi komplikasi-komplikasi tertentu, seperti kekakuan sendi
shoulder.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca laporan klinik ini di harapakan pembaca (mahasiswa , praktisi
ataupun keluarga) dapat memahami dan mempraktikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan frakturs metacarpal dextra.

2. Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat:

2
a) Memahami tentang konsep fraktur (Definisi ,Etiologi, Klasifikasi,
Pathofisiologi, Manifestasi klinik, serta Penatalaksanaan Medis dan
Keperawatan).
b) Mengetahui tentang pengkajian serta diagnosis keperawatan klien dengan
fraktur.
c) Memahami tentang intervensi atau perencanaan keperawatan klien dengan
fraktur.
d) Memahami tentang implementasi serta evaluasi keperawatan klien dengan
fraktur.

C. Manfaat

Diharapkan mahasiswa atau praktisi mampu:

1. Memahami tentang konsep fraktur (Definisi ,Etiologi, Klasifikasi, Pathofisiologi,


Manifestasi klinik, serta Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan).
2. Memahami tentang pengkajian serta diagnosis keperawatan klien dengan fraktur.
3. Memahami tentang intervensi atau perencanaan keperawatan klien dengan fraktur.
4. Memahami tentang implementasi serta evaluasi keperawatan klien dengan fraktur.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Black & Hawks, 2015, hlm. 2357)
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
(Helmi, 2012, hlm.24)
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.
(Santosa, 2013,hlm.43)

B. ETIOLOGI
1. Fraktur Traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan besar.
Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur,
2. Fraktur Patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam
tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Penyebab yang paling sering
dari fraktir-fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastatis.
3. Fraktur Stress
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu
(Helmi, 2012, hlm.25)

C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya trauma langsung atau tidak langsung, kondisi tulang yang patologis serta
trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu menyebabkan fraktur. Fraktur
tersebut mengakibatkan pergeseran fragmen tulang atau diskontinuitas tulang. Jika
terjadi diskontuitas tulang maka akan terjadi perubahan jaringan sekitar seperti
pergeseran fragmen tulang yang dapat mengakibatkan deformitas atau perubahan
bentuk, spasme otot yang dapat meningkatkan tekanan kapiler sehingga memacu
pelepasan histamin dan menyebabkan protein plasma hilang yang berakibat terjadi
edema serta menyebabkan laserasi kulit yang tidak diatasi dapat mengakibatkan
perdarahan. Selain perubahan jaringan sekitar diskontinuitas tulang juga
menyebabkan kerusakan fragmen tulang.
(Nurarif & Kusuma, 2015, hlm 12)

4
D. PATWAY

5
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya,
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari perdarahan subculaneous
4. Spasme otot spasma involunters dekat fraktur
5. Tenderness / keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan
7. Kehilangan sensasi ( mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/pendarahan)
8. Pergeseran abnormal
9. Krepitasi
(Black, 2015, hlm.2359)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan rongten
2. MRI
3. CT-SCAN
4. Angiografi
5. Venogram
6. Mielografi
7. Artrografi
8. Artrostop
9. Artrosentesis
10. Biopsi
11. Pemeriksaan laboratorium
(Helmi, 2012, hlm.31)

G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom

6
Komplikasi yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema aau perdarahan yang
menekan otot, saraf dan pembuluh darah.
c. FES
Fat Embolism Syndrom yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.
FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendan yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan
demam
d. Infeksi
e. Avaskuler Nekrosis
AVN terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s ischemia.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Nonunion
Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,
kuat dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk.
(Black, 2015, hlm.2361)

H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
- Debridement : bedah perbaikan dilakukan jaringan lunak yang mengalami
kerusakan
- Reduksi terbuka : pemasangan fiksasi interna dengan redukti terbuka
b. Non Medis
- Obervasi adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru periksa
patah tulang.
- Atur posisi, tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman mencegah komplikasi.
- Pertahankan kekuatan dan pergerakan
- Mempertahankan kekuatan kulit
- Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh
(Nurarif, 2015, hlm.12)

7
BAB III

TINJAUAN KASUS

Klien Tn. R usia 46 tahun dengan diagnosa fraktur metacarpal dextra masuk UGD RSUD
Ungaran pada tanggal 26 Januari 2018. Datang dengan keluhan nyeri di tangan kanan
karena karena jatuh dilantai kamar mandi. Keadaan umum klien composmentis, TD :
100/80 mmHg 180/110 , S : 36,5°C, RR: 22 x/menit, N : 90 x/menit terpasang infuse RL
20 Tetes/menit dan diberi 1 amp obat situroxime, 1 amp dexceto dan 1 amp ranitidin.
Pasien di bawa ke ruang rawat inap cempaka pukul 12.45 WIB dan dilakuakan tindakan
operasi tanggal 29 Januari 2018 di RSUD Ungaran.

Pengkajian keperawatan menunjukan bahwa pasien mengalami masalah keperawatan


Nyeri Akut, hal ini di buktikan dengan data subjektif pasien yang mengatakan nyeri jika
bergerak, nyeri seperti di tusuk-tusuk,daerah tangan kanan, skala nyeri 5 nyeri hilang
timbul post operasi. Kemudian data objektif pasien : klien tampak lemas

Masalah keperawatan hambatan mobilisasi fisik hal ini di buktikan dengan data subjektif
pasien yang mengatakan sulit untuk menggerakkan tangan karena sehabis operasi, data
objektif: klien merasa kesakitan ketika tangan kanan digerakkan . Sebagian aktifitas di
bantu oleh perawat kekuatan otot 5555 5555

5555 5555

Masalah keperawatan resiko infeksi hal ini di buktikan dengan data subjektif pasien yang
mengatakan nyeri bekas operasi ORIF. Data objektif : terpasang bekas luka pasca
pemasangan ORIF di metacarpal dextra dan terpasang balutan perban., klien terpasangan
infus sebelah kiri, tidak ada flabhitis.

8
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan dan menerapakan asuhan keperawatan pada klien Tn. R
dengan fraktur metacarpal dextra k yang di rawat di ruangan Cempaka RSUD Ungaran, maka
penulis akan membahas kesenjangan yang dijumpai pada Asuhan keperawatan pada kasus
klien.

A. Tahap pengkajian
Dalam tahap pengkajian penulis mangadakan wawancara langsung pada anggota keluarga
pasien, pengkajian diawali dengan pengumpulan data tentang identitas klien, riwayat
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan sekarang dan kebiasaan hidup sehari-hari. Setelah
dilakukan pengkajian keperawatan menunjukan bahwa klien dengan Tn. R mengalami
fraktur metacarpal dextra yang berusia 43 tahun.
Berdasarkan pengkajian didapatkan kien Tn.R datang ke RSUD Ungaran melalui UGD
dengan diagnosa fraktur dextra. Hal ini sesuai dengan penyebab fraktur karena trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebih padatulang (Lukman & Ningsih,2009,hlm.26)
klien mengalami trauma secara tidak langsung menurut (Muttaqin, 2008, hlm.69) trauma
tidak langsung menyebabkan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Pada kasus ini
klien mengalami frakture tertutup. Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak
menyebabkan robeknya kulit,dan tidak adanya hubungan antara tulang dengan dunia luar
(Smeltzer& Bare,2002,hlm.132).

Di UGD RSUD Ungaran klien mendapatkan injeksi situroxime, situroxime adalah terapi
untuk perawatan infeksi, injeksi dexceto yaitu untuk terapi simtomatik nyeri akut jika
pemberian oral tidak memungkinkan, injeksi ranitidin yaitu untuk mengurangi produksi
asam lambung. Oleh dokter jaga yang ada di UGD, klien harus menjalani operasi ORIF..
Klien mengeluh nyeri pada bagian tangan yang mengalami fraktur. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa tanda-tanda dan gejala klinis yang biasanya menyertai fraktur adalah nyeri.
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang, atau kerusakan jaringan sekitarnya (Lukman &
Ningsih,2009,hlm.30). Keadaan umum pasien : TD : 100/80 mmHg S : 36,5°C N :
90x/menit RR : 22 x/menit SpO2 : 99%

9
B. Diagnosa Keperawatan - Evaluasi
1. Diagnosa Pertama: Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik

Nyeri merupakan sensasi menyenangkan jika ujung saraf tertentu terstimulasi .Nyeri
merupakan tanda dan gejala yang pasti muncul pada kasus frakturseperti yang kita
bahas sebelumnya dan sesuaidengan teori yang dikemukakan oleh Lukma & ningsih
(2009, hlm.30) bahwa salah satu tanda dan gejala fraktur adalah nyeri , nyeri
dirasakan karena adanya stimulasi saraf. Batasan karakteristik perubahan selera
makan, perubahan tekanan darah, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal, gangguan tidur (Helmi,2015,hlm. 469)

Diagnosa nyeri muncul didukung dengan data subjektif saat ditanya klien
mengangguk mengenai nyeri karena luka post pemasangan ORIF, kualitas seperti
ditusuk-tusuk jarum disebelah ektremitas bawah kiri daerah tangan kanan , skala
nyeri 5, waktu hilang timbul . masalah nyeri muncul dikarenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang , atau kerusakan jaringan disekitarnya (Lukman &
Ningsih,2009,hlm.30)

Tujuan yang ditetapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
Jam nyeri dapat berkurang atau hilang . kriteria hasil nyeri berkurang atau hilang ,
klien tampak tenang , skala nyeri turun 1-3, ekspresi wajah mununjukan rileks.

IntervensI: Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri, Jelaskan pada klien penyebab
dari nyeri, Observasi tanda-tanda vital, Berikan posisi nyaman, Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, Kolaborasi pemberian ketorolac 30 mg.

Tindakan yang sudah dilakuakan adalah mengkaji tingakat intensitas dan frekuensi
nyeri rasioanalnya adalah untuk mengetahui tingkat nyeri pada klien, menjelaskan
pada klien penyebab dari nyeri rasioanalnya adalah memberi penjelasan akan
menambah pengetahuan klien, mengobservasi tanda-tanda vital rasionanya untuk
mengetahui keaadaan umum klien, memberikan posisi yang nyaman rasionalnya
adalah posisi yang nyaman akan mengurangi nyeri, mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam rasionalanya memndirikan klien untuk mengatasi masalah nyeri
,mengkolaborasi dengan pemberian ketorolac 30 mg rasionalnya adalah merupakan

10
tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri. Evaluasi pada hari pertama nyeri berkurang dari skala 5 menjadi 3.

2. Diagnosa Kedua: Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan


Intregitas Struktur Tulang

Hambatan mobilitas fisik adalah hambatan kemempuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktifitas mobilisasi fisik untuk diri sendiri. Batasan karakteristik
ketidaknyamanana, gerakan lambat, keterbatasan rentang gerak,kesulitan membolak-
balik posisi (Helmi,2015,hlm.232)

Penegakan diagnosa Hambatan mobilisasi fisik muncul didukung dengan data objektif
klien tampak lemah, semua aktifitas seperti makan, mandi ,eliminasi, dan mobilisasi
dibntu oleh keluarga dan perawat diatas tempat tidur.

Untuk mengatasi Hambatan mobilitas fisik, harus dengan empati, kesabaran,


fleksibilitas , dan penilaian yang baik. Beberapa penderita memerlukan bantuan yang
beragam, jika memungkinkan pertahankan kemempuan klien untuk melakuakan
mobilisasi fisik secara mandiri . memberi bantuan secara minimal akan memberi
kontrol lebih terhadap keadaan klien dan menguntungkan secara psikologis,
sebaliknya apabila kita memenjakan klien akan sangat berdampak negative pada
kondisi psikologisnya ( Kneale,2011, hlm.108-109)

Tujuan yang ditetapkan untuk diagnosa Hambatan mobilitas fisik adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam diharapakan klien mampu
mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria hasil ekstremitas tidak lemas,
kekuatan otot 3-4, tidak ada nyeri. Intervensi yang tepat observasi tanda-tanda
vital,observasi kemampuan klien dalam beraktifitas, bantu klien dalam pemenuhan
ADL, anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam pemenuhan ADL, kolaborasi
dengan tim fisioterapi jika di perlukan.

Tindakan yang sudah dilakukan adalah mengobservasi kemempuan klien dalam


beraktivitas, membantu klien dalam pemenuhan ADL, menganjurkan keluarga untuk
membantu klien dalam pemenuhan ADL,mengkolaborasi dengan tim fisioterapi jika
di perlukan.

11
Evaluasi hari ke dua klien belum bisa menggerakan bagian tangan bekas post op
ORIF. Aktivitas klien seperti makan, minum dibantu oleh istrinya karena tangan
kanan belum boleh melakukan aktivitas yang berlebihan.

Diagnosa Ketiga : Resiko Infeksi

Penegakan diagnosa resiko infeksi didukung dengan data obyektif terhadap luka post
ORIF, kondisi luka bersih tidak rembes, terpasang balutan didaerah tangan kanan,
klien terpasang infus di tangan kiri, tidak ada flabhitis

Tujuan dari diagnosa resiko infeksi adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam, klien tidak terinfeksi. Dengan kriteria hasil tidak ditemukan tand-
tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas 80-130 mmHg. Intervensi awasi adanya
tanda-tanda infeksi, observasi tanda vital, lakukan perawatan luka secara aseptik,
kolaborasi pemberian injeksi situroxime 1 gr.

Implementasi yang sudah dilakuakan diagnosa ketiga antara lain: mengawasi adanya
tanda-tanda infeksi, mengobservasi tanda vital, melakukan perawatan luka secara
aseptik, mengkolaborasi pemberian situroxime1 gr (IV).

Evaluasi hari terakhir , tidak ditemuakan tanda-tanda infeksi disekitar luka tindakan
infasive.

12
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan (Santosa, 2013, hlm.43). Fraktur dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, yaitu faktor traumatik, faktor patologis maupun faktor stress.
Berdasarkan asuhan keperawatan Tn. R masuk ke UGD RSUD Ungaran pada tanggal
26 Januari 2018, pasien mengatakan 1 minggu yang lalu terjatuh dikamar mandi,
kemudian tangan kanannya terasa sakit dan istrinya membawa ke tukang urut, namun
tangannya tetap saja bengkak dan terasa sakit. Keluarga akhirnya membawa ke UGD
RSUD Ungaran. Saat di UGD pasien mendapatkan terapi infus RL 20 tpm, injeksi
situroxime, injeksi dexceto dan injeksi ranitidin. Keadaan umum pasien TD : 100/80
mmHg S : 36,5°C N : 90x/menit RR : 22 x/menit SpO2 : 99%

B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Makalah di harapakan mampu memberikan wacana dan dapat digunakan referensi
bagi mahasiswa dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan gangguan
muskuloskletal khusunya fraktur

2. Bagi praktisi kesehatan


Makalah ini diharapakan dapat memberikan informasi bagi seluruh praktisi
kesehatan khususnyadalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan
gangguan muskuloskletal khusunya fraktur.

13
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyje M & Hawks, Jane Hokanson. (2015). KMB Edisi 8 Buku 1 Alih Bahasa :
Mulyanto, dkk. Singapore : Elsevier

Helmi, Zairin Noor. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika

Kneale Julia D dan Peter S Davis. (2011). Perawatan Orthopedi dan Trauma. Jakarta: EKG.

Lukman Nurna Ningsih. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sisytem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Muttaqin, Arif. (2010). Pengkajian Keperawatan ( Aplikasi Pada Praktek Klinis ). Jakarta :
Salemba Medika

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC_NOC. Yogyakarta : Mediaction

Price, Sylvia & Wilson. (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 3.
Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai