Anda di halaman 1dari 7

Penatalaksaan Asites et causa Sirosis Hati

Ferdinand Gouwtama

102014173 / D6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2016

ferdinandgouwtama@yahoo.co.id

Pendahuluan

Suatu keadaan patologis saat terjadinya perkumpulan atau akumulasi cairan di dalam
rongga abdomen disebut sebagai asites. Berdasarkan keadaan klinis, asites dapat dibedakan
menjadi dua berdasarkan cairan yang terkumpul dalam rongga abdomen, yaitu asites
eksudatif dan asites transudatif. Pada asites eksudatif, cairan mengandung banyak protein
yang tinggi dan terjadi pada peradangan infektif seperti pada tuberculosis dan juga pada
proses keganasan. Sedangkan asites transudatif terjadi pada saat terdapat hipertensi portal dan
perubahan clearance natrium, asites tipe ini umumnya terjadi pada sirosis dan sindrom
nefrotik.1 Pada tinjauan pustaka ini, akan dibahas asites tipe transudatif yang diakibatkan
sirosis hati.

Anamnesis

Metode pengambilan data oleh seorang dokter dengan proses tanya-jawab dengan
pasien secara langsung (autoanamnesis) atau dengan wali (orang tua/perwakilan) pasien
(alloanamnesis). Anamnesis dilakukan dengan berdasarkan pengetauhan seorang dokter
tentang penyakit-penyakit. Pada anamnesis, data yang diperlukan oleh seorang dokter yaitu
identitas pasien berupa nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.2,3 Lalu ditanyakan tentang
keluhan utama, yaitu keluhan yang membuat pasien datang untuk berobat. Pada kasus ini,
pasien datang dengan keluhan perut membesar dan sesak nafas sejak 1 minggu lalu.
Kemudiakan ditanyakan tentang riwayat penyakit sekarang, berupa sifat,onset dan
karakteristik dari keluhan utama. Lalu ditanyakan juga, apakah ada keluhan lain selain
keluhan utama. Kemudian dilanjutknan ke riwayat penyakit dahulu, dengan menanyakan
penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh pasien, pada skenario ini, pasien mengatakan
bahwa 3 tahun yang lalu, pasien pernah sakit kuning yang sering relaps (terdiagnosa sebagai
hepatitis B). Lalu ditanyakan tentang riwayat penyakit keluarga dan diakhiri dengan riwayat
sosial dan ekonomi dari pasien. Jadi dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah
menderita hepatitis B.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah menilai keadaan dan kesadaran umum
dari pasien, dan didapat hasilnya adalah tampak sakit sedang dan kompos mentis. Lalu
dilanjutkan ke pemeriksaan tanda-tanda vital berupa tekanan darah, suhu, frekuensi napas dan
nadi, dan hasilnya adalah 110/70 mmhg, 36 derajat Celcius, napas 20 kali permenit dan
denyut nadi 100 kali permenit. Kemudian dilanjutkan ke pemeriksaan abdomen meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi secara umum, ditemukan
congjungtiva anemis, sclera subicterik pada mata dan palmar eritem pada telapak tangan
serta terlihat vena colateral, spider pada bagian abdomen. Sedangkan pada pemeriksaan
palpasi, hepar tidak teraba tetapi lien teraba pada titik Schuffner 2 dan tidak ada nyeri tekan
pada abdomen. Pada pemeriksaan perkusi abdomen, hasilnya menunjukan pada bagian lateral
(saat pasien berbaring) permukaan abdomen pekak dan keadaan ini dapat dicurigai sebagai
asites, untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan undulasi dan pekak berpindah
(shifting dullnes). Pemeriksaan undulasi (gambar 1) dilakukan untuk memastikan adanya
fluid wave dalam abdomen. Hasil pemeriksaan tersebut adalah positif sehingga pasien dapat
didiagnosis menderita asites. 2,3

Gambar 1. Pemeriksaan Undulasi4 Gambar 2. Pemeriksaan Shifting Dullness5

Pemeriksaan Penunjang

Untuk memastikan diagnosis maka dilakukan pemeriksaan penunjang, pada keadaan pada
skenario terdapat beberapa pemeriksaan penunjang1, yaitu :

1. USG Abdomen
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengukur ukuran hati, pada keadaan sirosis
hati, ukuran hati akan mengecil. Selain itu USG dapat digunakan untuk melihat tanda-
tanda hipertensi portal, pelebaran vena porta dan vena hepatika, menemukan kelainan
fokal dan untuk mendiagnosis tumor intraabdomen seperti tumor ovarium.
2. Pemeriksaan Cairan Asites
Pada sirosis, cairan asites akan berwarna kekuningan sedangkan warna kemerahan
akan muncul pada kasus keganasan dan berwarna keruh pada kasus infeksi.
3. Pemeriksaan Darah Rutin dan Biokimia
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasilnya sebagai berikut hemoglobin 10
gr/dl, leukosit 2.200, hematokrit 29% dan trombosit 58.000 sedangkan LED dan
eritrosit tidak diketauhi. Sedangkan pada pemeriksaan biokimia yang diukur adalah
kadar bilirubin, albumin, protrombin, AST dan ALT, alkasi fosfatase.

Working Diagnosis

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik berupa adanya sklera ikterik, splenomegali
pada Schuffner 2, hasil positif pada undulasi dan shifting dullness, serta pemeriksaan
penunjang, didapatkan bahwa pasien mengalami asites yang disebabkan oleh sirosis hati.

Asites adalah keadaan patologis berupa terkumpulnya cairan dalam rongga


peritoneum abdomen. Biasanya merupakan tanda dari proses penyakit kronis yang mungkin
sebelumnya bersifat subklinis. Penyebab asites cukup banyak tetapi pada kasus ini
penyebabnya adalah sirosis hati , sirosis hati sendiri adalah penyakit hati kronik yang
mengakibatkan kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga
terjadi penurunan jumlah jaringan hati normal. Sirosis dapat terjadi akibat beberapa penyakit
kronik, pada skenario ini penyakit yang menyebabkan sirosis hati adalah hepatitis B.1

Etiologi dan Epidemiologi


Di negara Barat sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian, yang tersering akibat
alkoholik, sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%,
dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia
frekuensinya kecil sekali karena konsumsi alkohol di Indonesia yang sangat rendah.6
Pada kasus di skenario, dan hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah
menderita hepatitis B. Penyebab hepatitis B sendiri adalah virus hepatitis B, virus DNA
double-stranded circular. Virus hepatitis B dapat menginfeksi manusia melalui kontak cairan
tubuh terutama darah, hubungan seksual dan secara perinatal.Hepatitis B terdapat diseluruh
dunia tetapi di Asia merupakan tempat pengidap hepatitis B terbanyak, lebih dari 300 juta
orang mengidap penyakit ini.

Patofisiologi
Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan
sel hati (hepatosit) dan sel-sel tersebut nekrosis sehingga digantikan oleh jaringan parut, hal
tersebut menyebabkan penurunan jumlah jaringan dan fungsi hati. Sirosis hati akibat hepatitis
B dan akibat penyebab lain biasanya memiliki gejala klinik yang sama dan umumnya terjadi
tanpa disadari penderita, dan baru diketahui pada stadium lanjut misalnya bila sudah muncul
asites.7
Virus hepatitis B yang meng-infeksi manusia menyerang sel-sel hepatosit sehingga terjadi
nekrosis hepatoseluler yang menyebabkan interface hepatitis. Keadaan tersebut diikut oleh
pembentukan jaringan-jaringan fibrosis, dan apabila sudah terjadi fibrosis dimana-mana maka
dilanjutkan nodul yang merusak arsitektur hati. Hati telah terjadi sirosis akan mengalami
berbagai gangguan fungsi, seperti gangguan metabolisme kolesterol, karbohidrat, gangguan
detoksifikasi obat dan racun, gangguan regulasi berbagai hormon, gangguan penyimpanan
energi dan yang paling penting gangguan fungsi protein tubuh. Selain terjadi gangguan fungsi
hati, sirosis hati juga akan meningkatkan resistensi sistem porta yang mengakibatkan
terjadinya hipertensi porta. Hipertensi portal memacu pelepasan nitric oxide, menyebabkan
vasodilatasi dan pembesaran ruang intravaskuler. Tubuh berusaha melakukan kompensasi
hipovolemia dengan memacu faktor-faktor antinaturetik dan vasokonstriktor yang memicu
retensi cairan dan garam, dengan mengganggu keseimbangan/hemostatis cairan. Lalu, cairan
itu mengalir dari permukaan hati (liver) dan mengumpul di rongga perut (abdominal cavity). 7

Gejala Klinis
Pada penderita asites, pembesaran perut sangat terlihat jelas. Dan pada pemeriksaan
fisik undulasi dan shifting dullness akan ditemukan hasil yang positif. Gejala-gejala yang
ditemukan pada penderita asites ,yaitu sesak nafas, terjadi karena cairan pada rongga
abdomen yang menekan otot diafragma ke bagian atas sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang secara maksimal saat pasien inspirasi. Selain itu pasien juga akan mengalami
kenaikan berat badan karena cairan dalam rongga perut, anoreksia, mudah kenyang, dan
mual.7

Diagnosis Banding

1. Asites et causa Tuberkulosis Peritoneal

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis , bakteri tersebut menyerang peritoneum parietal atau viseral.
Tuberkulosis peritoenal umumnya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat
lain, paling sering adalah dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui cara
seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, dan melalui dinding usus yang terinfeksi..6,8

Cairan asites dari infeksi bakteri ini berbentuk eksudatif atau purulen, mengandung
protein yang tinggi, yaitu sekitar 3 gram/dL. Dan hasil kultur dari cairan asites akan
didapatkan basil tahan asam. Sedangkan dengan USG dapat terlihat cairan rongga peritoneum,
penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus.

2. Karsinoma Hati

Manifestasi klinis hepatoma sangat bervariasi dari yang asimptomatik hingga gejala
yang jelas dan disertai gagal hati. Gejala umum adalah nyeri atau perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal di hepar serta rasa penuh di abdomen,
lesi, dan penurunan berat badan. Sedangkan untuk gangguan gastrointestinal adalah anoreksia,
kembung, konstipasi, atau diare. Sesak napas dapat terjadi bila ukuran tumor cukup besar
untuk menekan diafragma atau karena metastasis ke paru. Tanda gagal hati meliputi sirosis,
malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan ikterus.6,8

Pada pemeriksaan fisik, palpasi abdomen akan teraba hepatomegali, splenomegali,


asites, ikterus, demam, dan atrofi otot. Hepatoma dapat disertai dengan berbagai penyakit lain,
seperti varises esofagus, peritonitis bakterial spontan, asites hemoragik, hiperkolesterolemia8

Penatalaksanaan
Pasien asites harus mendapatkan perawatan tirah baring dan juga diet rendah garam.
Selain itu dapat dikombinasi dengan pemberian obat-obatan seperti obat diuretikyaitu
spironolakton dosis 100-200 mg, bila efek kurang adekuat dapat diberikan juga furosemid 20-
40 mg untuk membantu proses pembuangan cairan berlebih didalam tubuh. Tatalaksana
parasentesis adalah untuk mengeluarkan cairan dari rongga abdomen, dapat dilakukan bila
pengobatan diuretik tidak berpengaruh atau saat pasien mengalami kesulitan bernapas karena
paru-paru tertekan diafragma. Untuk tatalaksana parasentesis harus dilanjutkan dengan
pemberian albumin, dosis albumin yang diberikan sejajar dengan jumlah cairan asites (dalam
satuan liter) yang dikeluarkan. Setiap 1 liter cairan yang dikeluarkan perlu pemberian
albumin sebanyak 8 gram dan berlaku setiap kelipatan cairan yang dikeluarkan.6,9
Bila pasien mengalami asites akibat sirosis yang diakibatkan oleh virus hepatitis B,
dan pada pemeriksaan serologi masih ditemukan virus tersebut didalam tubuh pasien, maka
juga dilakukan tatalaksana untuk penyakit hepatitis B tersebut. Terapi hepatitis B adalah
dengan memberikan pegylated interferon alfa dan lamivudin. Dosis lamivudin yang diberikan
adalah 100 mg per hari dan dikombinasikan dengan injeksi interferon alfa 1 kali per minggu.7

Komplikasi
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang paling sering dialami oleh
penderita asites. Hal tersebut diakibatkan karena cairan pada penderita asites ideal untuk
pertumbuhan kuman. Cairan tersebut tidak mampu menghambat invasi bakteri sehingga
bakteri dapat masuk dari usus ke asites sehingga terjadi peritonitis bakterial spontan. Pasien
dengan PBS sebagian mengalami demam mengigil, nyeri abdomen, rasa tidak enak di bagian
perut dan asites yang bertambah buruk. Terapi utama untuk pasien peritonitis bakterial
spontan adalah dengan dilakukannya parasentesis dan dengan antibiotik.6,8

Prognosis
Penderita asites memiliki prognosis yang berbeda-beda berdasarkan etiologi dan
penyebab asites itu sendiri. Bila asites disebabkan oleh kasus keganasan, maka prognosisnya
akan buruk. Sedangkan asites akibat gagal jantung memiliki prognosis yang sedang, karena
pasien dapat bertahan hidup dengan perawatan-perawatan yang tepat. Dan asites yang
disebabkan karena sirosis hati juga memiliki prognosis yang sedang karena dapat tetap
bertahan hidup dengan perawatan yang tepat.6,8

Pencegahan
Pada skenario ini, penyebab utama dari asites adalah hepatitis B yang diderita oleh
pasien. Maka untuk pencegahan asites yang disebabkan oleh hepatitis B, maka dapat
dilakukan vaksinasi dengan vaksin hepatitis B rekombinan yang diberikan 3 kali baik untuk
balita maupun dewasa. Selain itu, juga terdapat vaksin Twinrix, yaitu vaksin kombinasi untuk
mencegah infeksi hepatitis A dan B secara bersamaan.7
Untuk mencegah terjadinya sirosis hati, yaitu dengan mengurangi konsumsi alkohol
atau bahkan tidak mengkonsumsi sama sekali. Selain alkohol juga terdapat beberapa macam
obat yang memiliki efek hepatotoksik seperti asetaminofen dosis tinggi yang dapat merusak
hati. Dan harus meminum air untuk membantu proses detoksifikasi racun.

Kesimpulan
Sirosis adalah keadaan rusaknya hati, umunya akibat progresivitas dari hepatitis B
kronis. Kompensasi berlebihan dan tidak teratur oleh hati menyebabkan terjadinya fibrosis
yang merusak arsitektur hati, sehingga mengganggu fungsi hati. Seringkali, sirosis tidak
disadari oleh penderita dan baru menimbulkan keluhan setelah didapatkan berbagai
komplikasi, salah satu diantaranya adalah asites. Tatalaksana untuk asites diawali dengan
tirah baring dan diet rendah garam, disusul dengan pemberian obat diuretic atau dapat
dilakukan juga parasentesis.

Daftar Pustaka

1. Davey, Patrick. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga ; 2005


2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009
3. Gleadle, Jonathan. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;
2007.
4. Gambar dari iimdianhusada.blogspot.com/p/pemeriksaan-abdomen.html
5. Gambar dari https://www.studyblue.com/notes/note/n/physical...ii-study.../9728240
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dkk. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
7. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008.
8. Henriksen H.J, Moller S. Ascites. Mississipi: Morgan&Claypool; 2013.
9. Moore K. Guidelines on the management of ascites in cirrhosis. Gut. 2006

Anda mungkin juga menyukai