Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP

KEJADIAN ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS PADA


NEONATUS

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA


ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat


sarjana strata-1 kedokteran umum

ANDITA DWIPUTERI ERWIDODO


G2A009174

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN


ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS PADA NEONATUS

Disusun oleh:

ANDITA DWIPUTERI ERWIDODO


G2A 009 0174

Telah disetujui

Semarang, 4 September 2013

Pembimbing

dr. Adhie Nur Radityo Sp.A, M.Si, Med


19820807 2008121001

Ketua Penguji Penguji

dr. Ferdy Kurniawan Cayami M.Si, Med dr. Nakhwa Arkhaesi Sp.A, M.Si, Med
19850222 200912 1003 19691025 2008122001
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN
ENTEROKOLITIS NEKROTIKANS PADA NEONATUS

Andita Dwiputeri Erwidodo1, Adhie Nur Radityo2

ABSTRAK

Latar belakang. Enterokolitis Nekrotikans (EKN) merupakan


penyakit saluran cerna pada neonatus yang umumnya berbahaya dan bersifat
darurat. EKN umumnya terjadi pada bayi prematur yang lahir kurang dari 32
minggu usia kehamilan dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR). Diagnosis
dan deteksi dini faktor risiko diperlukan untuk mencegah terjadinya EKN.

Tujuan. Membuktikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian EKN


pada neonatus.

Metode. Dilakukan penelitian retrospektif kasus kontrol menggunakan data


catatan medik neonatus yang dirawat di PBRT atau NICU RSUP dr. Kariadi
Semarang, selama periode Januari 2009-Juni 2013. Kelompok kasus adalah
neonatus yang mengalami EKN, sebagai control neonatus yang tidak mengalami
EKN dan tidak memiliki mayor anomali. Subyek dipilih secara purposive
sampling. Analisis menggunakan Chi-Square. Analisis multivariat dengan uji
regresi logistik digunakan untuk menentukan OR dan 95% interval kepercayaan
serta mengetahui potensi faktor risiko berpengaruh terhadap EKN.

Hasil. Subjek 51 neonatus terdiri dari 26 neonatus pada kelompok kasus dan 25
neonatus pada kelompok kontrol. Berdasarkan uji Chi-Square, dari beberapa
faktor, hanya macam nutrisi enteral (p=0,0) dan pemasangan kateter umbilikalis
(p=0,03) berhubungan dengan kejadian EKN. Setelah dilakukan analisis
multivariat, didapatkan macam nutrisi enteral (OR=26,237; 95%CI=4,335 s/d
158,807; p=0,0) dan pemasangan kateter umbilikalis (OR=9,572; 95% CI=1,730
s/d 52,950; p=0,01) berpengaruh dengan kejadian EKN pada neonatus.

Simpulan. Macam nutrisi enteral dan pemasangan kateter umbilikalis merupakan


faktor risiko terjadinya EKN pada neonatus.

Kata kunci: Enterokolitis nekrotikans, Faktor risiko


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
2
Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang
MULTIPLE FACTORS ASSOCIATED TO THE NECROTIZING
ENTEROCOLITIS IN NEONATES

ABSTRACT

Background. Necrotizing Enterocolitis (NEC) is the most common and serious


gastrointestinal and emergency disorder among neonates. NEC is predominantly
a disease of the preterm (<32 weeks) and very low birthweight infant (<1500 g),
typically occurs in the second week of life. The diagnosis and early detection of
risk factors are needed to improve prevention of NEC.

Aims. To determine factors associated with NEC among neonates.

Methods. This retrospective case-control study was conducted at RSUP dr.


Kariadi Semarang using neonates data who were admitted to the Newborn
Intensive Care Unit (NICU) from January 2009-June 2013. The case group was
neonates with NEC and neonates without NEC and major anomalies as a control
group, both taken with purposive sampling. The analysis used Chi-square.
Multivariate logistic regression was used to estimate odds ratios (OR) and 95%
confidence intervals (CI) and to assess potential risk factors independently
associated with NEC.

Results. A total of 51 neonates were admitted to the NICU, 26 neonates developed


NEC and 25 neonates non-NEC were assigned. Based on Chi-square test, kinds of
enteral nutrition (p=0,0) and umbilical catheter (p=0,03) were the only factors
associated with risk of NEC. After multivariate logistic regression, kinds of
enteral nutrition (OR=26,237; 95%CI=4,335 s/d 158,807; p=0,0) and umbilical
catheter (OR=9,572; 95% CI=1,730 s/d 52,950; p=0,01) were found to be
associated with higher risk of NEC.

Conclusion. Kinds of enteral nutrition and umbilical catheter were risk factors of
NEC.

Keywords: Necrotizing enterocolitis, Risk factors.


PENDAHULUAN
Enterokolitis nekrotikans (EKN) adalah penyakit yang umum sekaligus
membahayakan, merupakan penyakit saluran cerna pada neonatus, ditandai
dengan kematian jaringan luas (nekrosis) pada lapisan mukosa intestinal,
terutama di ileus terminalis. 1 EKN umumnya terjadi pada bayi prematur
yang lahir kurang dari 32 minggu usia kehamilan dan bayi berat lahir sangat
rendah (BBLSR) kurang dari 1500 gram, terjadi pada dua minggu pertama setelah
lahir.2 , 3 Berdasarkan hasil penelitian di Amerika Serikat, frekuensi
terjadinya EKN berkisar antara 3–28 % dengan rata-rata 6-10 % terjadi pada bayi
dengan berat lahir kurang dari 1500 gram.4
Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
pada tahun 60-an jarang sekali dilakukan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini
baru meningkat sesudah tahun 70-an. Penelusuran catatan medik di
subbagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1982-1985 menunjukkan satu
kasus pada tahun 1980, dua kasus tahun 1982, tiga kasus pada tahun 1983, empat
kasus pada tahun 1984 dan tiga kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian
ini terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan teknologi
modern dalam penanganan neonatus.1
Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian
EKN di AS berkisar antara 20-30%, dengan angka tertinggi dikalangan bayi yang
membutuhkan tindakan pembedahan.3-5 Sedangkan di Rumah Sakit Anak &
Bunda Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan
kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%).1
Etiologi EKN sampai sekarang masih belum dapat dipastikan. Penelitian
terbaru di Bosnia menyatakan BBLR dan kelahiran prematur merupakan faktor
risiko utama kejadian EKN pada neonatus. Beberapa faktor risiko lain yang telah
diteliti diantaranya ras negroid, infeksi intrauterin, pre eklamsia, penggunaan
obat-obatan khususnya obat terlarang (kokain), prematur, BBLR, iskemia
intestinalis, macam nutrisi enteral, kolonisasi bakteri abnormal, penyakit jantung
kongenital, pemasangan kateter umbilikalis, polisitemia dan asfiksia.5 Beberapa
kejadian EKN juga terjadi pada bayi aterm dan posterm selain pada bayi preterm
dan biasanya terjadi pada minggu pertama setelah lahir.6,7
Pada penelitian ini akan dilakukan penelitian pada beberapa faktor yang
berhubungan dengan EKN. Faktor tersebut berasal dari faktor ibu dan faktor
neonatus. Faktor ibu yang akan diteliti adalah infeksi intrauterin dan preeklamsia,
sedangkan beberapa faktor neonatus diantaranya, prematur, BBLR, macam nutrisi
enteral, pemasangan kateter umbilikalis, polisitemia dan asfiksia. Beberapa faktor
lain tidak diteliti karena penelitian ini merupakan penelitian retrospektif kasus
kontrol menggunakan data sekunder. Sehingga terdapat keterbatasan informasi
yang didapatkan dari rekam medik.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan
kejadian EKN yang berasal dari faktor ibu dan juga neonatus. Pertama, harus
ditentukan jika kondisi ibu berada pada peningkatan risiko untuk komplikasi yang
dapat menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin yang berkembang menjadi
EKN. Kedua, harus ditentukan kondisi neonatus yang mengalami komplikasi
berada pada peningkatan risiko mengalami EKN. Pemahaman faktor-faktor ini
dapat menjadi petunjuk awal neonatus yang berisiko mengalami EKN untuk
segera dilakukan intervensi dini.

METODE
Rancangan penelitian ini adalah observasional retrospektif dengan
pendekatan kasus kontrol. Penelitian ini akan dilakukan di ruang rekam medis
RSUP dr.Kariadi Semarang pada awal bulan Maret-Juni 2013. Pengambilan
sampel berupa data rekam medis neonatus yang dirawat di bangsal PBRT dan
NICU RSUP dr. Kariadi Semarang periode Januari 2009-Desember 2012,
dilakukan dengan metode purposive sampling.
Total subyek penelitian adalah 51 neonatus. Terdiri dari 26 neonatus yang
mengalami EKN pada kelompok kasus dan 25 neonatus yang tidak mengalami
EKN pada kelompok kontrol, dengan kriteria inklusi : 1). Lahir di kamar bersalin
atau kamar operasi dan dirawat di PBRT atau NICU RSUP dr. Kariadi Semarang
dan 2). Neonatus berusia 0-2 minggu. Kriteria eksklusi yaitu : 1). Catatan medik
yang tidak lengkap dan 2). Memiliki kelainan kongenital pada traktus
gastrointestinal.
Analisis bivariat menggunakan Chi-Square dilanjutkan dengan analisis
multivariat menggunakan uji regresi logistik. Batas kemaknaan faktor risiko
adalah apabila p<0,05 dengan OR lebih dari satu dengan batas bawah 95%
interval kepercayaan melewati nilai satu. Analisis data dilakukan dengan program
SPSS for Windows ver. 15,0.

HASIL
Karakteristik subyek penelitian
Pengambilan sampel dilakukan bulan Maret-Juni 2013, dengan mengambil
data neonatus yang dirawat di PBRT dan NICU RSUP dr. Kariadi Semarang
periode Januari 2009–Desember 2012. Total subyek penelitian 51 neonatus yang
memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 26 neonatus mengalami EKN sebagai
kelompok kasus dan 25 neonatus tidak mengalami EKN sebagai kelompok
kontrol. Karakteristik subyek penelitian pada kelompok kasus dan kontrol terbagi
menjadi karakteristik neonatus dan karakteristik ibu.
Tabel 1 menunjukkan kejadian EKN pada neonatus berdasarkan jenis
kelamin. Pada kelompok kasus lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibanding
jenis kelamin perempuan, begitu juga dengan kelompok kontrol. Hasil uji statistik
menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara dua kelompok tersebut
(p=0,02).

Tabel 1. Karakteristik neonatus


Karakteristik neonates Neonatus EKN Neonatus non-EKN P
n=26 n=25
Jenis kelamin bayi 0,02*
 Laki-laki 14 (53,8%) 21(84%)

 Perempuan 12 (46,2%) 4 (16%)


Berat Bayi saat lahir 2917,31±646,984 3100±432,290 0,748**
* Uji Chi Square **Uji Mann-Whitney
Tabel 2.Karakteristik Ibu

Karakteristik Ibu NeonatusEKN Neonatusnon-EKN P


n=26 n=25
Usia Ibu (tahun) 30,31±6,442 28,92±6,422 0,445*
Pendidikan ibu; n(%) 0,004**
 SD/sederajat 14 (53,8%) 1 (4%)
 SLTP/sederajat 3 (11,5%) 10 (40%)
 SLTA/sederajat 8 (30,8%) 12 (48%)
 Universitas 1 (3,8%) 2 (8%)
Pekerjaan ibu 0,5**
 IRT/tidak bekerja 16 (61,5%) 16 (64%)
 PNS 0 (0%) 1 (4%)
 Swasta 4 (15,4%) 8 (32%)
 Buruh 2 (7,7%) 0 (0%)
 Pedagang 3 (11,5%) 0 (0%)
 Petani 1 (3,8%) 0 (0%)
Cara melahirkan 0,781***
 Spontan 13 (50%) 11 (44%)
 SCTP 13 (50%) 14 (56%)
Status Ekonomi
 Cukup 2 (7,7%) 5 (20%) 0,193***
 Kurang 24 (92,3%) 20 (80%)
* ** ***
Uji t-tidak berpasangan Uji Kolmogorov-Smirnov Uji Chi Square

Tabel 2 memperlihatkan bahwa pendidikan pada kelompok kasus sebagian


besar adalah SD/sederajat, sedangkan pada kelompok kontrol tingkat pendidikan
ibu sebagian besar adalah SLTA/sederajat. Hasil uji statistik menunjukkan
perbedaan yang bermakna pada tingkat pendidikan ibu pada kedua kelompok
penelitian (p=0,004).

Analisis Bivariat
Analisis bivariat antar variabel dapat dilihat pada tabel 3. Terlihat bahwa
jumlah neonatus yang tidak mendapatkan ASI lebih banyak pada kelompok kasus
dibanding kelompok kontrol. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara macam nutrisi enteral dengan kejadian EKN pada neonatus
(p<0,001). Selain itu jumlah neonatus yang menggunakan kateter umbilikalis pada
kelompok kasus lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil
uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pemasangan kateter
umbilikalis dengan kejadian EKN pada neonatus (p=0,03).

Tabel 3. Analisis bivariat faktor yang berpengaruh terhadap kasus EKN.

Status responden OR (95%


EKN Non-EKN P Interval
n(%) n(%) kepercayaan)
Infeksi Ya 3 (11,5%) 2 (8%) 0,52* -
Intrauterin Tidak 23 (88,5%) 23 (92%)
Pre eklamsia Ya 5 (19,2%) 2(8%) 0,23* -
Tidak 21 (80,8%) 23 (92%)
Prematur Ya 5 (19,2%) 5(20%) 0,61* -
Tidak 21 (80,8%) 20 (80%)
BBLR Ya 6 (23,1%) 1 (4%) 0,06* -
Tidak 20 (76,9%) 24 (96%)
Nutrisi Enteral Non-ASI 17 (65,4%) 2 (8%) <0,001* 21,722 (4,149
ASI 9 (34,6%) 23 (92%) s/d 113,726)
Kateter Ya 13 (50%) 3 (12%) 0,03* 7,333 (1,754 s/d
Umbilikalis Tidak 13 (50%) 22 (88%) 30,657)
Polisitemia Ya 2(7,7%) 2 (8%) 0,68* -
Tidak 24 (92,3%) 23 (92%)
Asfiksia Ya 10 (38,5%) 5 (20%) 0,15* -
Tidak 16 (61,5%) 20 (80%)
*
Uji Chi-Square

Analisis multivariat
Dari Tabel 4, terlihat bahwa faktor macam nutrisi enteral dan pemasangan
kateter umbilikalis merupakan faktor risiko terjadinya EKN pada neonatus.
Neonatus yang tidak mendapatkan ASI memiliki risiko mengalami EKN 26 kali
lebih besar dibanding dengan neonatus yang mendapatkan ASI. Neonatus yang
menggunakan kateter umbilikalis memiliki risiko 9 kali lebih besar mengalami
EKN dibanding neonatus yang tidak menggunakan kateter umbilikalis.

Tabel 4. Analisis multivariat faktor risiko kasus EKN.

Adjusted OR dan 95%


Faktor risiko P
Interval Kepercayaan
Macam nutrisi enteral <0,001 26,237 (4,335 s/d 158,807)
Kateter umbilikalis 0,01 9,572 (1,730 s/d 52,950)
PEMBAHASAN
Dengan menggunakan catatan medik RSUP dr. Kariadi Semarang sejak
Januari 2009–Desember 2012, diperoleh 26 neonatus yang memenuhi kelompok
kasus dan dipilih secara acak 25 neonatus yang memenuhi kelompok kontrol.
Diperoleh dua variabel yang bermakna sebagai faktor risiko terjadinya EKN pada
neonatus yaitu macam nutrisi enteral dan pemasangan kateter umbilikalis.
Neonatus yang tidak mendapatkan ASI atau diganti dengan susu formula
memiliki risiko mengalami EKN 26 kali lebih besar dibanding neonatus yang
mendapatkan ASI, sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang melibatkan 926
bayi prematur, dapat disimpulkan bahwa pemberian susu formula menaikkan
risiko neonatus mengalami EKN. Manfaat ASI dibanding susu formula juga
didukung oleh penelitian pada tahun 1970-1980an dengan sampel bayi prematur
dan BBLR yang menyimpulkan bahwa ASI merupakan faktor protektif.8
Penelitian terbaru dengan menggunakan metode studi prospektif cohort,
menyimpulkan pemberian makanan enteral berupa ASI selama 14 hari pertama
kehidupan dikaitkan dengan penurunan enam kali lipat kejadian EKN pada
neonatus, sehingga faktor ASI disebut sebagai faktor protektif terhadap EKN.9
Sifat dari ASI yang protektif terhadap EKN berhubungan dengan
kandungan ASI seperti IgA, makrofag, limfosit, keadaan bakteri patogenik seperti
Bifidobacteria dan Lactobacilli serta sekretorik yang sifatnya antibakteria, semua
berkontribusi dalam perlindungan mukosa gastrointestinal. Meskipun etiologi
EKN belum diketahui secara pasti, patofisiologi EKN terjadi karena adanya
peradangan akibat cedera hipoksia dan kolonisasi bakteri patologis segera setelah
lahir.8 Neonatus yang terlahir prematur berdampak pada produksi IgG spesifik
menjadi tertunda sehingga IgA pada ASI merupakan aspek penting bagi
perlindungan mukosa GI. ASI juga mendorong pertumbuhan Bifidobacteria
danLactobacilli memproduksi asam asetat dan laktat yang dapat menghambat
inflamasi akibat pertumbuhan bakteri patogen lain dan toksinnya yang dapat
mengakibatkan terjadinya EKN.10,11
Pada penelitian ini didapatkan hasil neonatus yang menggunakan kateter
umbilikalis memiliki risiko 9 kali mengalami EKN dibanding neonatus yang tidak
menggunakan kateter umbilikalis. Ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di
Italia, yang menyatakan penggunaan kateter umbilikalis merupakan faktor risiko
pengembangan EKN.12,13 Komplikasi yang berhubungan dengan teknik
kateterisasi antara lain: emboli udara, trombosis dan perforasi serta aritmia. EKN
disebabkan oleh adanya trombus yang biasanya terbentuk akibat trauma pada
dinding pembuluh darah. Trombosis di daerah arteri mesenterika dan vena porta
dapat mengakibatkan iskemik usus dan EKN.14
Pada penelitian ini infeksi intrauterin tidak berhubungan dengan kejadian
EKN pada neonatus (p=0,519). Walaupun hasil menunjukkan persentase adanya
riwayat infeksi intrauterin ibu ketika hamil pada kelompok kasus lebih besar
dibanding kelompok kontrol. Penelitian sebelumnya menyimpulkan klinikal dan
histologikal korioamnionitis berhubungan dengan kejadian EKN pada neonatus.15
Penelitian tersebut membuktikan diagnosa korioamnionitis berdasarkan
pemeriksaan klinik dan pemeriksaan histologik. Pemeriksaan klinik dilakukan
dengan membuktikan adanya sitokin sebagai suatu indikator reaksi inflames.
Sedangkan histologikal korioamnionitis ketika dokter telah melakukan
pemeriksaan plasenta dengan menggunakan mikroskop dan membuktikan
terdapatnya infeksi. Sedangkan dalam penelitian ini penegakkan diagnosa infeksi
intrauterin hanya berdasarkan tanda-tanda klinik (ibu demam, takikardi ibu dan
janin, warna air ketuban keruh dan berbau busuk, serta terjadi leukositosis pada
ibu) yang tercatat pada rekam medik sehingga ada kemungkinan diagnosis infeksi
intrauterin tidak cukup tepat.15
Pada penelitian ini pre eklamsia terhadap kejadian EKN pada kelompok
kasus dan kontrol tidak menunjukkan hubungan yang bermakna, tetapi didapatkan
hasil berdasarkan data pada rekam medik persentase ibu yang mengalami pre
eklamsia lebih banyak pada kelompok kasus dibanding kelompok kontrol
(p=0,226). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, yang
menyatakan pre eklamsia pada ibu merupakan faktor risko independen terhadap
kejadian EKN pada neonatus (OR=5.21; 95% CI=1,64 s/d 16,58). Penelitian
tersebut menyatakan bahwa perubahan aliran utero-plasenta oleh hipertensi
menyebabkan terjadinya iskemia kronis dan meningkatkan risiko EKN.16
Pada penelitian tersebut, menggunakan metode belah lintang dengan
jumlah sampel kontrol besar serta membatasi kelompok kasus dan kontrol dengan
diagnosa EKN, kelahiran prematur dan berat lahir kurang dari 1500 gram.
Sedangkan pada penelitian kali ini faktor prematur dan BBLR merupakan faktor
yang ikut didalam penelitian yang akan dicari hubungannya dengan kejadian EKN
pada neonatus, sehingga kelompok kasus dan kontrol tidak memasukkan kriteria
prematur dan BBLR.16
Polisitemia dengan kejadian EKN pada neonatus tidak memiliki hubungan
yang bermakna pada penelitian ini (p=0,680). Ditemukan jumlah neonatus yang
mengalami polisitemia sebanding pada kelompok kasus dan kontrol.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan insiden polisitemia
dalam kelompok kasus neonatus yang mengalami EKN dibandingkan dengan
kelompok kontrol.17 Etiologi Polisitemia dapat menyebabkan hiperviskositas yang
membentuk mikrotombus yang selanjutnya menghambat perfusi mesenterika.18
Pada penelitian ini jumlah neonatus yang mengalami polisitemia lebih kecil
dibanding pada penelitian sebelumnya, hal tersebut membuat hasil tidak
signifikan.
Asfiksia pada penelitian ini tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan kejadian EKN pada neonatus (p=0,148). Berbeda dengan hasil penelitian
sebelumnya, mendapatkan kesimpulan asfiksia mengakibatkan iskemia
intestinalis yang berakibat pada kejadian EKN.19
Beberapa penelitian terbaru menyatakan kejadian asfiksia memiliki makna
ketika asfiksia tersebut menyebabkan hipoksia intestinalis. Sementara dengan
dasar diagnosis asfiksia berdasarkan APGAR skor terutama jika asfiksia ringan
atau sedang dengan penanganan yang tepat bisa menghindari terjadinya hipoksia
intestinalis sehingga tidak terjadi EKN 12
Berat lahir rendah dan prematur telah diidentifikasi sebagai salah satu
faktor risiko yang paling penting pada kejadian EKN.20 Berdasarkan penelitian
sebelumnya, EKN terjadi pada 5% bayi BBLR dan 65% bayi BBLSR pada
kehamilan rata-rata adalah sekitar 29 minggu dan hanya 12% kasus EKN terjadi
pada bayi aterm.12 Menurut penelitian tahun 2003, usia kehamilan kurang dari 29
minggu merupakan faktor risiko independen kejadian EKN.13 Pada penelitian di
China menyatakan bayi yang lahir prematur di bawah 30 minggu dan mengalami
EKN biasanya tidak memiliki faktor risiko lain. Hal ini menunjukkan bahwa
faktor prematur merupakan faktor risiko utama kejadian EKN.20 Pada penelitian di
Bosnia menggunakan sampel dalam jumlah yang besar didapatkan prematur dan
BBLR merupakan faktor risiko independen kejadian EKN pada neonatus.21
Pada penelitian ini menetapkan faktor prematur sebagai usia kehamilan
kurang dari 37 minggu sedangkan BBLR kurang dari 2500 gram dan jarang
ditemukan prematur kurang dari 32 minggu serta BBLSR kurang dari 1500 gram
pada sampel penelitian. Hal tersebut yang menyebabkan hasil penelitian tidak
signifikan. Namun dilihat dari persentase BBLR, neonatus pada kelompok kasus
memiliki persentase yang besar dibanding kelompok kontrol, sehingga nilai p
hampir mendekati nilai signifikan (p=0,055).
Keterbatasan peneliti dalam menegakkan diagnosa hanya berdasarkan
informasi pada rekam medik. Pengambilan sampel secara acak juga menyebabkan
distribusi sampel tidak merata. Seperti pada karakteristik neonatus ditemukan
jumlah bayi laki-laki yang mengalami EKN lebih banyak dibandingkan jumlah
bayi perempuan yang mengalami EKN pada kelompok kasus dan kontrol. Hal
tersebut menyebabkan terdapatnya perbedaan yang bermakna pada uji statistik.
Karakteristik ibu menunjukkan pendidikan ibu pada kelompok kasus lebih
banyak setingkat SD/sederajat, ini lebih rendah dibanding pendidikan ibu pada
kelompok kontrol yang lebih banyak setingkat SLTA/sederajat. Tidak ada
penelitian sebelumnya yang secara khusus membahas hubungan tingkat
pendidikan dengan EKN, tetapi hal ini dapat dikaitkan dengan faktor yang telah
diteliti sebelumnya mengenai pengetahuan dan kesadaran pentingnya pelayanan
kesehatan selama kehamilan atau lebih dikenal dengan antenatal care.
Pemeriksaan antenatal care yang rutin dilakukan dapat menyebabkan penurunan
jumlah bayi yang dilahirkan prematur, sehingga dapat mengurangi jumlah
neonatus yang mengalami EKN. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat yang,
perempuan dengan frekuensi rendah perawatan antenatal care memiliki angka
tertinggi pada kelahiran bayi prematur.22 Data persentase penduduk berdasarkan
pedidikan dan jenis kelamin pemerintahan kota Semarang, menunjukkan tahun
2011 sebagian besar penduduk perempuan mendominasi pada jenjang pendidikan
SD dan persentase berkurang pada jenjang pendidikan selanjutnya. Hal ini
disebabkan oleh kurang meratanya kesempatan bagi sebagian penduduk dalam
mengakses pendidikan dan pola pendidikan anak di kota Semarang, yang masih
mengedepankan pendidikan anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan.23

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Macam nutrisi enteral dan pemasangan kateter umbilikalis berpengaruh terhadap
peningkatan risiko neonatus mengalami EKN.

Saran
Diperlukan jumlah sampel yang besar untuk meneliti faktor-faktor yang
berpengaruh dengan kejadian EKN. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui peranan ASI sebagai faktor protektif terhadap kejadian EKN pada
neonatus. Faktor-faktor lainnya yang diduga berpengaruh terhadap kejadian EKN
pada neonates perlu diteliti untuk menambah wawasan mengenai faktor risiko
kejadian EKN.

UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Adhie Nur Radityo Sp.A, M.Si,
Med selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya.Tidak lupa kepada
dr. Nakhwa Arkhaesi Sp.A, M.Si, Med dan dr. Ferdy Kurniawan Cayami M.Si,
Med selaku dosen penguji atas arahan dan saran perbaikan.Serta pihak-pihak lain
yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suraatmaja, S. Kapita Selekta: Gastroenterologi Anak. Jakarta:


Sagungseto; 2007: 146.
2. Neu J, Douglas-Escobar M, Lopez M. Microbes and the developing
gastrointestinal tract. NCP- Nutr Clin Pract. 2007; 22: 174–182.
3. Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC. Fanarof and Martin's Neonatal-
Perinatal Medicine Diseases of the Fetus and Infant. Ed 8. Philadelphia:
Mosby Elsevier. 2006: 1403-10.
4. Guillet R, Stoll BJ, Cotten CM. Association of H2-Blocker Therapy And
Higher Incidence of Necrotizing Enterocolitis in Very Low Birth Weight
Infants. Pediatrics [internet]. 2006 [dikutip 11 Agustus 2012]; 117:e137-
e142.
Diunduh : www.pediatrics.org/cgi/content/full/117/2/e137.
5. Jorge AA, Perks P. Nutritional Management of the Infant with Necrotizing
Enterocolitis. Nutrition Issues in Gastroenterology. 2008; 59: 46-60.
6. Raboei EH. Necrotizing Enterocolitis in Full-Term Neonates: Is It
Aganglionosis? Eur J Pediatr Surg [internet]. 2009 [dikutip 12 Agustus
2012]; 19:101-4. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
19360544.
7. William JC. 2010. Necrotizing Enterocolitis. The Merck manuals; 2007.
8. Boyd CA, Quigley MA, BrocklehurstP. Donor Breast Milk Versus Infant
Formula for Preterm Infants: Systematic Riview and Meta-analysis. Ach
of Dis in Child [internet]. 2006 [dikutip 22 Juli 2013]; 92(3): F169-F175.
Diunduh dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16556615
9. Sisk PM, LoveladyCA, Ruber RD, O’SheaTM. Early Human Milk
Feeding is Associated with a Lower Risk of Necrotizing Enterocolitis in
Very Low Birth Weight Infants. Journal of Perinatology[internet].
2007[dikutip 11 Agustus 2012]; 27(7): 428-33.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17443195
10. Barbara Noerr. Current Controversies in the Understanding of Necrotizing
Enterocolitis. Medscape. 2003; 3(3).
11. Martin R, Langa S, Reviriego C, Jiminez E, Marin ML, Xaus J, Fernandez
L, Rodriguez JM. Human Milk is a Source of Lactic Acid Bacteria for The
Infant Gut. J Pediatr [internet] 2003 [dikutip 22 Juli 2013]; 143: 754–8.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14657823
12. Peter, Thomas, Godavitame C. What Really Causes Necrotising
Enterocolitis?. ISRNGastroenterol [internet]. 2012 [dikutip 23 Juli 2013];
628217.
Diunduh : http://www.hindawi.com/isrn/gastroenterology/2012/628317/
13. Guthrie SO, Gordon PV, Thomas V, ThorpJA, Peabody J, ClarkRH.
Necrotizing Enterocolitis Among Neonates in the United States. Journal of
Perinatology [internet]. 2003 [dikutip 4 Agustus 2012]; 23: 278-285.
Diunduh : http://www.nature.com/jp/journal/v23/n4/full/7210892a.html.
14. Setiati, Ermin T, Atmodjo D. Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus.
Semarang: Badan Penerbit Undip; 1991: 44.
15. Been JV, LivenseSanne, ZimmermannLJ, KramerBW, Wolfs TG.
Chorioamnionitis as a Risk Factor for Necrotizing Enterocolitis. J Pediatr.
2012; 162(2): 236-242.
16. Bashiri A, ZmoraE, SheinerE, HershkovitzR, Shoham-VardiI, MazorM.
Maternal Hypertensive Disorders are an Independent Risk Factor for The
Development of Necrotizing Enterocolitis in Very Low Birth Weight
Infants. Fetal Diagn Ther [internet]. 2003 [dikutip 30 November 2012];
18(6):404-7.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14564109.
17. Lambert DK, Christensen RD, Henry E, Besner GE, Baer VL, Wiedmeier
SE, Stoddard RA, Miner CA, Burnett J. Necrotizing Enterocolitis in Term
Neonates: Data From a Multihospital Health-Care System. J Perinatol
[internet]. 2007 [dikutip 23 Juli 2013]; 27(7):437-43. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17392837
18. Meeks, Maggie. At a glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009: 174-
175.
19. Walker AW. Pediatric Gastrointestinal Disease: Pathophysiology,
Diagnosis, Management. Ed 4 vol 1. United State: BC Decker Inc; 2004:
873-7.
20. Rennie J. 2005. Roberton’s Textbook of Neonatology. 4th edition. Beijing,
China: Elsevier.
21. Bajraktarevic A, Djulepa AD, Boloban H. Low Birth Weight is The Most
Important Risk Factor for Developing Necrotizing Enterocolitis in
Bosnia. Early Human Development [internet]. 2010 [dikutip 23 Juli 2013];
86:p. S71.
22. Carter BM, Holditch-Davis D.Risk Factors for NEC in Preterm Infants:
How Race, Gender and Health Status Contribute. Adv Neonatal Care.
2008; 8(5): 285–290.
23. Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik Kota Semarang.
Pembangunan Manusia Kota Semarang. Semarang. 2012; 29-35.

Anda mungkin juga menyukai