Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan Kesehatan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat bagi setiap penduduk dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang optimal serta
pembangunan yag dilaksanakan seyogyanya berdampak positif terhadap lingkungan sehat,
perilaku sehat, serta perumahan dan permukiman yang sehat.
Masalah rumah dan permukiman di Indonesia bukan hanya terletak pada kurangnya
jumlah rumah di daerah perkotaan, tetapi menyangkut aspek kualitas rumah dan aspek non
fisik yaitu perilaku yang sangat mempengaruhi kesehatan rumah.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan
sandang, pangan dan kesehatan. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar
penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktifitas. Kontruksi rumah dan
lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko sumber
penularan berbagai jenis penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan.
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawan dan ruang gerak
yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit
dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayan dan
penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persayaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain, posisi garis sempadan jalan, kontruksi
yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat
penghuninya jatuh tergelincir.
Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor resiko sumber penularan penyakit berbasis lingkungan. Penyakit ISPA dan TBC erat
kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan. Penyediaan air bersih, pembuangan limbah,
sampah dan tinja yang tidak sehat dapat menjadi resiko timbulnya penyakit diare dan
cacingan.
Faktor resiko pada bangunan rumah yang berpengaruh pada penularan penyakit dan
timbulnya kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kapadatan penghuni, kelembaban
udara kamar (tidur) dan kualitas udara dalam ruangan.
Untuk mewujudkan lingkungan perumahan yang sehat harus memperhatikan lokasi,
kualitas tanah dan air tanah, kualitas udara ambien, kebisingan, getaran dan radiasi, sarana
dan prasarana lingkungan (saluran air, pembuangan sampah, jalan, tempat bermain, dan
sebagainya), binatang penular penyakit (vektor), dan penghijauan.
Bila lingkungan perumahan tidak diperhatikan, maka dapat memudahkan terjadinya
penularan dan penyebaran penyakit, seperti diare, cacingan, ISPA, TBC, demam berdarah,
malaria, typhus, leptospirosis, dan dapat menyebabkan kecelakaan seperti kebakaran,
tertusuk paku atau kaca, terpeleset, terantuk, dan sebagainya.
Supaya lingkungan rumah kita tidak merupakan sumber penularan penyakit maka
diperlukan partisipasi kita semua untuk turut memelihara serta menjaga lingkungan dan
rumah supaya tetap bersih dan sehat sehingga menjadi tempat penghunian yang aman dan
nyaman.
Mata kuliah Penyehatan Lingkungan Permukiman melatih mahasiswa untuk mengenal
permasalahan kesehatan rumah dan lingkungan permukiman, analisis faktor resiko dan
penyebab rendahnya kualitas rumah dan permukiman, merumuskan alternatif pemecahan
masalah dengan menitik beratkan pemberdayaan masyarakat dalam menciptakan perumahan
sesuai dengan syarat-syarat kesehatan rumah SK Menkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 dan
permukiman sehat.
Untuk memberikan pengalaman kapada mahasiswa agar mampu dalam pengelolaan
lingkungan perumahan, maka diberikan praktik lapangan yaitu Survey Data Dasar (SDD).
Kegiatan ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Yogyakarta.
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa dapat mengumpulkan data dan informasi tentang kondisi rumah dan
lingkungan untuk penyusunan rencana program ditingkat kelurahan guna mengatasi
masalah perumahan dan lingkungan permukiman dengan mendayagunakan sumber daya
yang tersedia di masyarakat.
2. Khusus
a. Terkumpulnya data tentang:
1) Keadaan lingkungan dan demografi
2) Data rumah sehat
3) Potensi yang dimiliki SDA dan DSM
4) Data penyakit berbasis lingkungan dan potensi resiko
b. Tersusunnya rencana kegiatan pemecahan masalah

C. Manfaat
1. Bagi Masyarakat Ngampilan
a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang rumah sehat dan lingkungan sehat
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya rumah dan lingkungan sehat
2. Bagi Puskesmas Ngampilan
a. Mendapat masukkan dan informasi yang membangun bagi Puskesmas Ngampilan
terutama dibidang kesehatan lingkungan
b. Mendapat bantuan tenaga dalam menangani masalah-masalah sanitasi di wilayah
kerja Puskesmas Ngampilan
3. Bagi Mahasiswa Kesehatan Lingkungan
a. Sebagai media silaturahmi dan kerjasama yang baik antara instansi pemerintah
b. Sebagai tempat untuk membantu mahasiswa melakukan praktik kuliah lapangan
dengan orientasi langsung ke masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
829/Menkes/SK/VII/1999.
Menurut Azrul Azwar, rumah bagi manusia mempunyai arti:
1. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan
kewajiban sehari-hari.
2. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi
segenap anggota keluarga yang ada.
3. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
4. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan hingga saat ini.
5. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang berharga yang
dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
Rumah sehat diartikan sebagai tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk
beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rokhani maupun
sosial.
Menurut Ditjen Cipta karya komponen yang harus dimiliki rumah sehat adalah:
1. Fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah dasar memberi
kestabilan bangunan dan merupakan penghubung antara bangunan dengan tanah.
2. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm dari pekarangan dan 25 cm
dari badan jalan, bahan kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari papan atau
anyaman bambu.
3. Memiliki jendela dan pintu yang berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar
matahari dengan luas minimum 10% luas lantai.
4. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap,
menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar serta menjaga
kerahasiaan (privacy) penghuninya.
5. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik matahari.
6. Atap rumah yang berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari.
Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA harus memenuhi persyaratan antara
lain:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
a. Pencahayaan
b. Ventilasi (Perhawaan)
c. Gangguan suara/kebisingan (noise)
d. Cukup tempat bermain anak
2. Memenuhi kebutuhan psikologis
3. Mencegah penularan penyakit
a. Penyediaan air
b. Bebas dari kehidupan serangga dan tikus
c. Pembuangan sampah
d. Pembuangan air limbah
e. Pembuangan tinja
4. Mencegah terjadinya kecelakaan

B. Permukiman
Dalam buku “The Lexicon Webster Dictionary” pengertian permukiman dapat
dirumuskan sebagai suatu keadaan atau tempat dimana manusia dapat menetap/tinggal pada
kedudukan yang tetap sehingga keluarga dapat berkembang secara harmonis dalam kondisi
yang menguntungkan.
Menurut WHO, permukiman adalah “Suatu Struktur Fisik” dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung, juga lingkungan dari struktur tersebut termasuk
semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan
jasmani, rokhani dan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.
Sedangkan menurut undang-undang nomor 4 tahun 1992 permukiman adalah bagian
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.
Berdasarkan sifatnya permukiman dapat dibedakan beberapa jenis yaitu:
1. Permukiman/perkampungan tradisional.
2. Perkampungan darurat.
3. Perkampungan Kumuh (slum area).
4. Permukiman Transmigrasi.
5. Perkampungan untuk kelompok-kelompok khusus.
6. Permukiman baru (real state).

C. Masalah Perumahan di Indonesia


Masalah rumah dan permukiman di Indonesia berakar dari pergeseran konsentrasi
penduduk dari desa ke kota. Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang cukup tinggi,
sekitar 4% pertahun, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional, dan kecenderungan yang tinggi
tumbuhnya kota-kota di Indonesia. Sayangnya, terjadi keadaan yang tidak sesuai antara
tingkat kemampuan dengan kebutuhan sumber daya manusia untuk lapangan kerja yang ada
di perkotaan, mengakibatkan timbulnya kelas sosial yang tingkat ekonominya sangat rendah.
Hal ini berakibat terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan dasar kaum papa itu yang
dikatakan sangat minim. Rumah dan tempat hunian mereka tidak lebih merupakan tempat
untuk tetap survive di tengah kehidupan kota. Kualitas permukiman mereka dianggap rendah
dan tidak memenuhi standar hidup yang layak.
Berbagai program pengadaan perumahan telah dilakukan Pemerintah dan swasta (real
estat). Tetapi apa yang dilakukan belum mencukupi, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Dari segi jumlah ternyata Pemerintah dan swasta hanya mampu menyediakan
lebih kurang 10% saja dari kebutuhan rumah, sementara sisanya dibangun sendiri oleh
masyarakat. Darei segi kualitas, banyak pihak yang berpendapat bahwa program yang ada
belum menyentuh secara holistik dimensi sosial masyarakat, sehingga masih perlu
diupayakan perbaikan-perbaikan.
Beberapa masalah pokok dalam bidang perumahan di Indonesia antara lain:
1. Perbedaan persepsi tentang rumah layak huni. Masalah penyelesaian teknis ekonomi
yang tidak sepihak, tanpa melibatkan masyarakat pemakai yang berhubungan erat
dengan latar belakang budaya, tradisi dan perilaku mereka. Hal ini menimbulkan
kesenjangan dalam memandang rumah yang layak huni. Salah satu akibatnya adalah
rumah siap huni berupa rumah susun, misalnya ditinggalkan oleh penghuninya, atau
berkembang menjadi sangat rawan akan kriminalitas atau dipugar, yang tentunya
membutuhkan biaya tambahan.
2. Ketidakseimbangan sediaan (supply) dan permintaan (demand). Kebutuhan paling
banyak adalah berasal dari golongan rumah menengah ke bawah, sementara ada
kecenderungan pihak pengembang, terutama swasta membangun untuk masyarakat
menengah atas yang memang menjanjikan keuntungan yang lebih besar.
3. Keberlanjutan (sustainability) rumah dan perumahan. Belum ada sistem yang efektif
untuk mengevaluasi perumahan, agar dapat diperoleh gambaran kehidupan masyarakat
di dalamnya pasca okupansi. Padahal hal ini penting untuk perbaikan kualitas
perumahan secara berkelanjutan.
4. Ketidakseimbangan aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kota.
Masyarakat berpendapatan rendah yang membangun rumahnya dalam batas
kemampuannya pada ruang-ruang kota, seperti prasarana dan sanitasi lingkungannya.
Hal ini menunjukkan tidk terlindunginya hak-hak mereka sebagai warga kota.
5. Pola pembangunan perumahan dan permukiman masih memberikan gambaran bahwa
aspek kesehatan lingkungan belum dijadikan dasar komponen yang diperlukan dalam
perencanaan teknis.
6. Masih banyak dijumpai lingkungan permukiman baru di perkotaan yang tidak menjamin
peningkatan status kesehatan keluarga. Seperti ukuran yang terlalu kecil dibanding
dengan jumlah penghuni, tata letak yang terlalu dekat dengan pusat industri dan
kegiatan lalu lintas yang padat, mutu bangunan yang Sub Standar.
7. Di Pedesaan pada umumnya, perumahan masih berkaitan erat dengan budaya atau
tradisi setempat yang sering kali tidak memenuhi kondisi kesehatan lingkungan.
8. Belum terlaksananya secara optimal fungsi dan peranan sektor-sektor yang terkait
dalam sistem penanganan perumahan dan lingkungan terutama di daerah kumuh
perkotaan, daerah pemukiman baru perkotaan dan pemukiman transmigrasi.
BAB III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA

A. Alat
1. Sound Level Meter
2. Lux Metet
3. Thermohigrometer
4. Anemometer
5. Kalkulator

B. Bahan
1. Alat Tulis
2. Check List

C. Prosedur Kerja
1. Sound Level Meter
Pengukuran kebisingan di wilayah Kelurahan Notoprajan dan Kelurahan Ngampilan
Kecamatan Ngampilan
Cara Kerja:
a. Menentukan titik sampling yang baik, jarak dari titik pemantul 2–3 meter
b. Meletakkan/memegang sound level meter pada ketinggian 1,00–1,20 meter
c. Mengarahkan mikrofon ke sumber suara
d. Menghidupkan sound level meter dengan cara menggeser tombol ON/OFF
e. Menyetel respon F (fast) dan filter A pada intensitas yang kontinue atau slow pada
intensitas impulsiv
f. Menggeser range suara
g. Mencatat angka yang muncul pada display setiap 5 detik pada formulir Bis
h. Melakukan pengukuran seperti tersebut diatas selama 12–15 menit
i. Mengelompokkan hasil pengukuran dengan formulir Bis 2
j. Menghitung tingkat kebisingan sesuai dengan rumus.
2. Lux Meter
Pengukuran pencahayaan di wilayah Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan
Cara Kerja:
a. Menentukan titik yang akan dilakukan pengukuran pencahayaan (pada lokasi dengan
ukuran 5x8 meter diambil 5 titik)
b. Membuka lux meter
c. Memegang lux meter dengan menengadahkan lux meter
d. Menyalakan lux meter
e. Menunggu beberapa saat hingga terlihat nilai yang tercantum cukup konstan
f. Mencatat nilai hasil pengukuran pencahayaan
g. Melakukan hal tersebut diatas pada titik-titik yang lain sampai selesai (setiap
pergantian titik, lux meter dimatikan terlebih dahulu).
3. Thermohigrometer
Pengukuran suhu dan kelembaban di wilayah Kelurahan Ngampilan dan Kelurahan
Notoprajan Kecamatan Ngampilan
Cara Kerja:
a. Menentukan titik yang akan dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban
b. Menggantung thermohigrometer pada dinding selama 15 menit
c. Melihat dan mencatat hasil pengukuran suhu dan kelembaban
4. Anemometer
Pengukuran kecepatan angin diwilayah Kelurahan Ngampilan dan Notoprajan Kecamatan
Ngampilan
Cara Kerja :
a. Menentukan titik yang akan dilakukan pengukuran kecepatan angin
b. Anemometer diarahkan dibagian belakang ventilasi, kemudian menghidupkan
anemometer dengan cara
 Tekan tombol ON/OFF
 Tekan vell, tunggu sampai muncul huruf m/s
 Tunggu 5 menit, tekan read selama 5 detik
c. Melihat dan mencatat hasil pengukurannya (pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi


Puskesmas Ngampilan yang terletak di jalan Munir NG II/215 Kelurahan Notoprajan
Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta mempunyai wilayah kerja dua kelurahan. Adapun
gambaran umum wilayah kerja akan dijelaskan pada uraian di bawah ini:
1. Kondisi Geografis Kecamatan Ngampilan
a. Nama : Kecamatan Ngampilan
b. Batas Wilayah :
Utara : Wilayah kelurahan Pringgokusuman
Timur : Wilayah kelurahan Ngupasan, Kec Gondokusuman
Selatan : Wilayah kelurahan Gedongkiwo, Kec Mantrijeron
Barat : Wilayah kelurahan Wirobrajan, Kec Wirobrajan
c. Jarak Pusat Pemerintah Wilayah Kecamatan
Kelurahan terjauh : 0,5 km
Ibukota Kota : 5 km
Ibukota Provinsi : 2,5 km
d. Jumlah Kelurahan :
1. Kelurahan Ngampilan
2. Kelurahan Notoprajan
e. Jumlah RW : 21 RW
f. Jumlah RT : 120 RT
g. Luas wilayah : 183,1579 Ha
h. Ketinggian tempat : 114 mdpal`
i. Rerata curah hujan : 1500 mm/th
j. Topografi : 0-3% (datar)
k. Luas dan Penggunaan lahan
Sawah/ladang :-
Pekarangan/bangunan : 69,76 ha
Fasilitas umum : 12,12 ha
Jalur hijau : 11,74 ha
Pekuburan : 0,48 ha
l. Demografi
Jumlah penduduk : 19.854 jiwa
Laki-laki : 9.775 jiwa
Perempuan : 10.079 jiwa
m. Laju pertumbuhan penduduk
Jumlah KK : 5211 KK
Kepadatan Penduduk : 2704 jiwa/km2

2. Tingkat Sosial Ekonomi Penduduk


Sosial Ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
berhasil tidaknya upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat berdasarkan hasil
pendataan keluarga prasejahtera yang dilakasanakan oleh BKKBN Kecamatan
Ngampilan tahun 2009 dapat diketahui bahwa 2826 jiwa (11,69%) penduduk Kecamatan
Ngampilan dalam kondisi status GAKIN. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan
status sosial ekonomi warga penduduk Kecamatan Ngampilan bila dibandingkan dengan
tahun lalu dimana (15,70%) penduduk Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta dalam
kondisi keluarga Prasejahtera atau GAKIN.
Adanya kelembagaan sosial di masyarakat akan mempengaruhi kondisi sosial yang
ada, yang diharapkan dapat memberdayakan masyarakat untuk berperan serta dalam
pembangunan di kecamatan Ngampilan. Dari kegiatan koordinasi dan komunikasi antar
unsur-unsur atau komponen baik pribadi atau organisasi maka akan terjalin hubungan
timbal balik antara pemerintah, swasta dengan masyarakat.

3. Data Demografi Dan Sarana Kesehatan


Desa/Kelurahan : Notoprajan dan Ngampilan
Kecamatan : Ngampilan
Kabupaten/Kota : Kota Yogyakarta
a. Kependudukan
1) Jumlah Penduduk
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki 9.775 orang 49,23
Perempuan 10.079 orang 50,77
Jumlah 19.854 orang 100

2) Kelompok Umur menurut usia


a) Kelompok pendidikan
No Kelompok Umur Banyaknya %
1. 0 - 3 th 1.002 orang 4,8
2. 4 - 6 th 807 orang 3,9
3. 7 - 12 th 1743 orang 8,3
4. 13 - 15 th 818 orang 3,9
5. 16 - 18 th 1310 orang 6,3
6. 19 th ke atas 15184 orang 72,8
Jumlah 20864 orang 100

b) Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Banyaknya %
1. Taman kanak – kanak 0 orang 0
2. SD 3.438 orang 22,5
3. SMP 3.748 orang 24,6
4. SLTA 5.348 orang 35,1
5. Akademi (D1 – D3) 724 orang 4,7
6. Sarjana (S1 – S2) 1.994 orang 13,1
Jumlah 15.252 orang 100
3) Sarana Kesehatan
No Jenis Sarana Banyaknya
1. Posyandu 23 buah
2. Puskesmas Pembantu 1 buah
3. Puskesmas 1 buah
4. Apotek/Depot Obat 6 buah
5. RS -
6. Dokter Praktik 24 buah
7. Bidan Praktik 1 buah
8. Kader Kesehatan 13 orang

4) Sarana Kesehatan Lingkungan


No Jenis Sarana Banyaknya
1. TPS 1 buah
2. MCK 46 buah
3. SAB 641 buah
4. Jamban 1084 buah

5) Sarana Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Banyaknya
1. TK 8 buah
2. Sekolah Dasar 9 buah
3. SLTP 3 buah
4. SLTA 3 buah
5. Akademi / PT 1 buah
6) Tempat Ibadah
No Jenis Sarana Banyaknya
1. Masjid 18 buah
2. Gereja 2 buah
3. Pura -
4. Vihara -

7) Sarana Sosial Lain


No Jenis sarana Banyaknya
1. Pasar 1 buah
2. Terminal -
3. Hotel Melati 3 buah
4. Restaurant/Rumah makan 10

B. Lingkup Penilaian Rumah Meliputi Komponen Rumah, Sarana Sanitasi Dan Perilaku
Penghuni
1. Komponen rumah
a. Langit-langit
Keadaan langit-langit Frekuensi %
Tidak ada 49 40,8
Ada, bersih, rawan kecelakaan 38 31,7
Ada, bersih, kuat & tinggi min 2,75 m 33 10,8
Jumlah 120 100

Keterangan:
Dari 120 rumah penduduk yang disurvey, 32,5% tidak memiliki langit-langit, yang
memiliki langit-langit dalam keadaan bersih namun rawan kecelakaan sebanyak
31,6%. Sedangkan langit-langit yang memenuhi syarat yaitu bersih, kuat, dan tinggi
sebanyak 35,8%.
b. Dinding
Keadaan dinding Frekuensi %
Non permanen 18 15
Semi permanan/tembok tidak diplester 42 35
Permanen dan kedap air 60 50
Jumlah 120 100

Keterangan:
Dari 120 rumah penduduk yang disurvey, 50% keadaan dindingnya permanen dan
kedap air. Namun yang masih dalam keadaan non permanen sebanyak 15% dan yang
semi permanen/tembok tidak diplester sebanyak 35%. Rumah dengan kriteria tersebut
belum dapat dikatakan sebagai rumah sehat.

c. Lantai
Keadaan lantai Frekuensi %
Tanah/papan 5 4,1
Seluruh lantai plester kasar (trasah) 62 51,7
Seluruhnya kedap air dan sebagian dikeramik 26 21,7
Seluruh lantai pasangan keramik 27 22,5
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey 4,1% keadaan lantai rumah penduduk masih tanah, 51,2%
kondisi lantai masih plester kasar (trasah), 21,7% kondisi lantai seluruhnya kedap air
dan sebagian dikeramik dan 22,5% kondisi lantai seluruhnya pasangan keramik.
Lantai merupakan komponen penting dalam penilaian rumah sehat karena lantai
selalu berhubungan dengan kondisi pemiliknya.
d. Pintu
Keadaan pintu Frekuensi %
Hanya ada pintu utama 46 38,3
Setiap ruang tidur terpasang pintu 72 60
Setiap pintu ruang tidur dipasang kasa nyamuk 2 1,7
Jumlah 120 100

Keterangan:
Keadaan pintu penduduk yang memenuhi syarat untuk sarana bergerak dan
bersosialisasi dengan penghuni yaitu setiap ruang tidur terpasang pintu jumlahnya
sebesar 60% dari 120 rumah yang disurvey dan setiap pintu ruang tidur dipasang
kasa nyamuk sebesar 1,7% dari 120 rumah.

e. Jendela kamar tidur


Keadaan Frekuensi %
Tidak ada 52 43,3
Ada 68 56,7
Jumlah 120 100

Jendela ruang keluarga


Keadaan Frekuensi %
Tidak ada 53 44,2
Ada 67 55,8
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan tabel diatas, baru 43,3% kamar tidur yang memiliki jendela dan 55,8%
ruang keluarga yang memiliki jendela. Hal tersebut memenuhi syarat karena jendela
merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah rumah sebagai sarana sirkulasi
udara.
f. Ventilasi
Keadaan Frekuensi %
Tidak ada 29 24,2
ada, < 10% LL 49 40,8
ada, 10% LL tidak dipasang kaca 37 30,8
Ada, 10% LL dipasang kaca 5 4,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey, 40,8% rumah penduduk telah memiliki ventilasi namun
ventilasi kurang dari 10% dari luas lantai. Kriteria ventilasi belum memenuhi syarat,
sehingga perlu ditambahkan alat bantu untuk mengatur system perhawaan dalam
rumah, atau dapat juga dengan membuka jendela rumah dan kamar.

g. Lubang asap dapur


Keadaan Frekuensi %
Tidak ada 114 95
Ada 6 5
Ada dan berfungsi dengan baik - -
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar (95%) rumah penduduk tidak memiliki lubang asap dapur dan yang
telah memiliki lubang asap dapur namun tidak berfungsi dengan baik sebesar 5%.
Dengan melihat data tersebut dapat dikatakan bahwa pemilik rumah belum
mengetahui manfaat dari lubang asap dapur tersebut.
h. Pencahayaan alamiah
Keadaan Frekuensi %
Tidak terang, tidak dapat digunakan untuk membaca 9 7,5
Kurang terang, bila untuk membaca terasa sakit 61 50,8
Terang, enak untuk membaca dan tidak silau 50 41,7
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar rumah penduduk (50,8%) keadaan pencahayaan alamiah kurang
memenuhi syarat yaitu kurang terang, bila untuk membaca terasa sakit. Dan yang
tidak terang, tidak dapat dipergunakan untuk membaca sebesar 41,7%. Sedangkan
yang memenuhi syarat yaitu 7,5% dan enak untuk membaca.

2. Sarana Sanitasi
a. SAB
Jenis Yang Digunakan Frekuensi %
Sumur gali 40 33,3
Sumur pompa tangan/sanyo 45 37,5
PDAM 35 29,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey, sumber air bersih yang digunakan oleh sebagian besar
penduduk (37,5%) adalah Sumur yang menggunakan sambungan rumah/sanyo,
sumur PDAM 33,3% dan 29,2% sudah menggunakan sumur gali.

Kepemilikan dan Kualitas SAB Frekuensi %


Bukan milik sendiri 17 14,1
Ada, milik sendiri, tidak memenuhi syarat 9 7,5
Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi syarat 56 46,7
Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat 38 31,7
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan kepemilikan dan kualitas sarana air bersih, 14,1% penduduk belum
memiliki sarana air bersih sendiri, mereka menggunakan sumur umum yang berada
disekitar permukiman mereka. Dan yang sudah memiliki sarana air bersih sendiri
yang memenuhi syarat sebesar 31,7%.

b. Jamban keluarga
Kondisi Frekuensi %
Tidak ada 27 22,5
Ada dan tidak memenuhi syarat 40 33,3
Ada dan memenuhi syarat 53 44,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Dilihat dari kepemilikan jamban keluarga, 44,2% penduduk sudah memiliki jamban
keluarga yang memenuhi syarat dan yang belum memiliki jamban keluarga sebesar
22,5%.

c. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)


Kondisi SPAL Frekuensi %
Tidak ada 40 33,3
Ada, jarak dengan sumber air < 10 m, atau ke saluran
17 14,2
terbuka
Ada, jarak dengan sumber air >10 m, atau ke saluran
63 52,5
kota
Jumlah 120 100
Keterangan:
Dilihat dari kepemilikan SPAL, dari 120 rumah hanya 14,2% penduduk sudah
memiliki SPAL yang jarak dengan sumber airnya >10 meter atau ke saluran kota,
52,5% penduudk memiliki SPAL yang jarak sumber airnya <10 meter atau ke saluran
terbuka dan 33,3% penduduk tidak memiliki SPAL.

d. Tempat sampah
Kondisi Tempat Sampah Frekuensi %
Tidak ada 28 23,3
Ada, tidak kedap air dan tidak tertutup 81 67,5
Ada, kedap air dan berpenutup 11 9,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan kepemilikan tempat sampah, 67,5% penduduk sudah memiliki tempat
sampah namun tidak kedap air dan tidak bertutup. Penduduk belum menyadari
pentingnya menggunakan tempat sampah yang bertutup dan kedap air. Sedangkan
penduduk yang sudah memiliki tempat sampah yang bertutup dan kedap air sebesar
9,2% dan 23,3% yang tidak memiliki tempat sampah.

3. Perilaku Penghuni
a. Membuka jendela
Perilaku Frekuensi %
Tidak pernah 27 22,5
Kadang-kadang 58 48,3
Setiap hari 35 29,2
Jumlah 120 100
Keterangan:
Kebiasaan penduduk untuk membuka jendela setiap hari (29,2%). Namun sebagian
besar penduduk priode membuka jendelanya hanya kadang-kadang saja 48,3% dan
22,5% masyarakat yang tidak pernah membuka jendela.

b. Menyapu dan mengepel rumah


Perilaku Frekuensi %
Seminggu 17 14,2
Setiap 3 hari 26 21,6
Setiap hari 77 64,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Kebiasaan penduduk untuk menyapu dan mengepel setiap hari sebagian besar
(64,2%) sudah dilakukan, akan tetapi masih ada 14,2% yang menyapu dan mengepel
rumah satu minggu sekali.

c. Cara membuang tinja, termasuk bayi


Perilaku Frekuensi %
Ke sungai/kebun/kolam 1 0,8
Ke WC/jamban 119 99,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey, 99,2% penduduk sudah membuang tinja ke WC/jamban.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk memiliki kesadaran untuk
menerapkan kepeduliannya atas kesehatan lingkungan.
d. Pengelolaan sampah
Perilaku Frekuensi %
Dibuang ke sungai/kebun 1 0,8
Ke TPS petugas sampah 119 99,2
Dimanfaatkan daur ulang - -
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar penduduk (99,2%) sudah membuang sampah di TPS atau petugas
sampah. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sudah memiliki kesadaran akan
pentingnya kebersihan dan menjaga lingkungan agar tetap sehat.

e. Menguras kamar mandi


Perilaku Frekuensi %
Seminggu 31 25,8
Setiap 3 hari 27 22,5
Setiap hari 62 51,7
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey, 51,7% penduduk sudah menyadari akan pentingnya 3M
yang salah satunya menguras bak mandi setiap hari. 22,5% penduduk menguras bak
mandi 3 hari sekali, akan tetapi masih ada 25,8% yang belum menyadari akan
pentingnya 3M dan menguras bak mandinya hanya sekali dalam seminggu.

4. Lain – lain
a. Kepadatan penghuni
Kepadatan penghuni Frekuensi %
< 8 m2 per orang 34 28,3
> 8 m2 per orang 86 71,7
Jumlah 120 100

Keterangan:
Kepadatan penghuni rumah 71,7% sudah memenuhi syarat yaitu kepadatan penghuni
> 8 m2 per orang.

b. Tikus
Keberadaan tikus Frekuensi %
Ada 84 70
Tidak ada 36 30
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar rumah penduduk (70%) terdapat tikus. Hal ini menunjukkan bahwa
kebersihan rumah dan lingkungan masih kurang.

c. Lalat
Keberadaan lalat Frekuensi %
> 5 ekor 73 60,8
< 5 ekor 47 39,2
Jumlah 120 100

Keterangan :
Berdasarkan hasil survey, 39,2% lalat pada rumah penduduk <5 ekor dan 60,8%
keberadaan lalatnya >5 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa kebersihan rumah masih
kurang.
d. Kecoa
Keberadaan kecoa Frekuensi %
Ada 89 74,2
Tidak ada 31 25,8
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar rumah penduduk (74,2%) terdapat kecoa. Hal ini menunjukkan rumah
tersebut tingkat kebersihannya masih kurang. 25,8% tingkat kebersihan rumahnya
baik.

e. Nyamuk
Keberadaan nyamuk Frekuensi %
Ada 103 85,8
Tidak ada 17 14,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Sebagian besar rumah penduduk (85,8%) terdapat nyamuk. Hal ini menunjukkan
kebersihan dan sanitasi rumah masih kurang.

f. Kandang ternak
Keberadaan kandang ternak Frekuensi %
Menyatu dengan rumah - 0
Terpisah dari rumah < 10 m 19 15,8
Terpisah dari rumah > 10 m/tidak punya ternak 101 84,2
Jumlah 120 100

Keterangan:
Berdasarkan hasil survey, 84,2% rumah yang memiliki kandang ternak sudah terpisah
dari rumah >10 m/tidak punya ternak. Hal ini menunjukkan penduduk sudah sadar
akan pentingnya kesehatan walaupun masih ada 15,8% yang masih belum
menerapkan hal tersebut.

C. Pembahasan
1. Rumah dan Komponen-Komponen Rumah
Dari hasil penilaian rumah sehat, didapatkan hasil dari 120 rumah yang diperiksa
terdapat 10 atau 8,3% termasuk rumah yang tidak sehat karena total skore nilai dibawah
614, 31 atau 25,8% termasuk rumah yang kurang sehat dengan rentang skore antara 614-
1007, dan 79 atau 65,8% termasuk rumah sehat dengan rentang total skore nilai antara
1008-1388. Dapat dilihat pada lingkup penilaian rumah sehat, masih ada beberapa
komponen rumah yang belum memenuhi syarat. Penilaian rumah tersebut mengacu pada
standar yang ditetapkan yaitu pada Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan
pemukiman.
Dari komponen-komponen yang ada, yaitu komponen rumah. diantaranya pintu,
ada 46 rumah atau 38,3% dari 120 rumah yang diperiksa hanya memiliki pintu utama.
Pada ventilasi juga masih terdapaat beberapa rumah yang tidak mempunyai ventilasi,
yaitu terdapat 29 rumah atau 24,2% rumah tidak mempunyai ventilasi. Hal ini terjadi
karena disebabkan lahan untuk setiap rumah terbatas, selain itu juga rumah penduduk
yang satu dengan yang lain saling berhimpitan sehingga tidak memungkinkan dibuatnya
lubang ventilasi di samping kanan atau kiri rumah. Rata-rata setiap rumah hanya
memiliki lubang ventilasi di depan rumah dekat pintu masuk utama sehingga
menyebabkan udara yang ada di dalam rumah tidak segar setiap hari khususnya pada
ruangan yang tidak ada ventilasinya selain ruang tamu karena proses pertukaran udara
dari luar ke dalam tidak bisa terjadi dan dapat mengakibatkan 3 kemungkinan, yaitu
kekurangan oksigen dalam udara, bertambahnya konsentrasi CO2 serta adanya bahan-
bahan racun organis yang ikut terhirup. Selain alasan di atas ventilasinya kurang
disebabkan karena bersatunya dapur dengan ruang tidur atau ruang lain tempat aktivitas
keluarga. Kemudian komponen rumah selanjutnya yang kurang memenuhi persyaratan
kesehatan dengan persentase tinggi adalah aspek pencahayaan untuk setiap rumah yang
diperiksa kurang terang, bila untuk membaca terasa sakit yaitu sebesar 54%. Berkaitan
dengan lubang ventilasi yang kurang pencahayaan untuk setiap rumah juga kurang bagus
menurut kesehatan. Karena lubang ventilasi yang kecil pencahayaan dari luar (sinar
matahari yang masuk rumah) sedikit. Apalagi bagian atap rumah yang semuanya tertutup
oleh genteng atau plafon dan tidak terdapat genteng kaca sehingga ruangan menjadi gelap
atau kurang cahaya. Ada juga beberapa rumah untuk bagian ruang tamunya saat siang
hari bila masuk ke dalam rumah terasa gelap harus menyalakan lampu yang ada karena
gelap, tidak terang.
Pada lubang asap dapur terdapat 114 rumah atau 95% dari 120 rumah yang
diperiksa tidak memiliki lubang asap dapur. Untuk komponen sarana sanitasi, pada
keadaan jamban keluarga terdapat 40 rumah atau 33,3% dari 120 rumah yang diperiksa
memiliki jamban sendiri namun tidak memenuhi syarat. Jamban yang kotor dapat
menimbulkan bau yang kurang sedap, dapat juga mengundang vector penyakit.

2. Sarana Sanitasi
Selain itu, untuk komponen tempat sampah terdapat 81 rumah atau 67,5% dari 120 rumah
yang kami periksa memiliki tempat sampah namun tidak kedap air dan tidak tertutup.
Tempat sampah dengan kondisi yang demikian dapat menimbulkan bau yang tidak sedap,
mengundang lalat dan semut. Hal demikian dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
dan gangguan estetika. Tempat sampah yang tidak kedap air, bila terkena air dapat
menyebabkan sampah yang di dalam tempat sampah menjadi basah dan lembek dan
menimbulkan bau yang kurang sedap. Tempat sampah yang tidak tertutup akan
mengundang datangnya lalat yang apabila lalat tersebut hinggap ke makanan dan
makanan tersebut dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan sakit perut,
keracunan makanan dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu juga bila tempat sampah
tidak ada tutupnya bau sampah yang ada bila terkena angin dapat tersebar kemana-mana
dan bisa menimbulkan pencemaran udara disekitarnya.
Selanjutnya mengenai saluran pembuangan air limbah yang digunakan untuk setiap
rumah yang diperiksa di kelurahan Ngampilan dan Notoprajan, rata-rata ada saluran
pembuangan air limbah, tetapi jaraknya dengan sumber air kurang dari 10% atau
dibuang ke saluran terbuka yaitu sebesar 17% dan yang tidak ada SPAL 40 rumah atau
33,3%. Karena lahan yang tidak ada serta kelurahan Ngampilan dan Notoprajan juga
termasuk kawasan pemukiman padat jadi tidak mungkin jika setiap rumah membangun
saluran pembuangan air limbah dengan jarak lebih dari 10 meter dari sumber air yang
digunakan. Bila limbah yang dihasilkan dibuang ke saluran terbuka dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan seperti bau yang tidak enak, gangguan estetika, dapat menjadi
sarang atau tempat berkembang biaknya binatang pengganggu. Namun jarak antara
sumber air yang digunakan dengan saluran pembuangan air limbah yang terlalu dekat
atau kurang dari 10 meter dapat mengakibatkan sumber air tesebut tercemar oleh air
limbah yang ada di saluran pembuangan jika pembangunan sumber air tersebut
dindingnya atau ada bagian yang tidak rapat dan tidak kedap air. Sumber air yang
digunakan tersebut bila tercemar air limbah dan tetap digunakan oleh warga untuk
kebutuhan sehari-hari dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti : penyakit kulit dan
gangguan saluran pencernaan seperti diare.

3. Perilaku
Pada komponen perilaku penghuni yaitu pada kebiasaan membuka jendela masih
banyak yang membuka jendela rumahnya hanya kadang-kadang yaitu sebesar 58 rumah
atau 48,3%. Hal ini mengakibatkan udara yang ada di dalam rumah tidak segar setiap hari
khususnya pada ruang tamu yang jendelanya dibuka kadang-kadang saja. Proses
pertukaran udara dari luar ke dalam tidak bisa terjadi dan dapat mengakibatkan 3
kemungkinan, yaitu kekurangan oksigen dalam udara, bertambahnya konsentrasi CO2
serta adanya bahan-bahan racun organis yang ikut terhirup. Selain alasan diatas jendela
dibuka terkadang disebabkan karena rumah penduduk yang berdempetan dengan rumah-
rumah dan dengan jalan sempit atau jalan yang sering dilalui oleh kendaraan roda 2.
Masih banyak warga yang menguras kamar mandi, setiap seminggu sekali. yaitu
terdapat 31 rumah atau 25,8% dari 120 rumah yang diperiksa menguras kamar mandi
setiap seminggu sekali. Untuk komponen lain-lain, diantaranya kepadatan penghuni
terdapat 34 rumah atau 28,3% dari 120 rumah yang diperiksa kepadatannya <8m2 per
orang. Keadaan rumah yang seperti ini tidak sehat, karena kurangnya ruang untuk tiap
anggota keluarga
4. Keberadaan Vektor Di Rumah Warga
Selain itu keberadaan vector seperti tikus, kecoa dan nyamuk juga masih banyak
dijumpai. Untuk tikus, yaitu sebanyak 84 rumah atau 70% penghuni masih menjumpai
tikus di rumahnya. Hal ini dapat disebabkan karena rumah berdekatan dengan selokan.
Untuk keberadaan kecoa juga banyak, yaitu terdapat 89 rumah atau 74,2% dari 120
rumah yang diperiksa penghuninya masih sering menjumpai kecoa di rumah. Dari tikus,
kecoa dan nyamuk yang paling banyak dijumpai yaitu nyamuk. Sebanyak 103 rumah atau
85,5% dari jumlah rumah yang disurvey penghuninya masih menjumpai banyak nyamuk
di rumahnya. Keberadaan nyamuk ini dapat terjadi karena kebiasaan penghuni seperti
menggantung pakaian, membiarkan container yang berisi air, dll.

5. Penilaian Lingkungan Pemukiman


Untuk penilaian lingkungan pemukiman yang berada di kelurahan Ngampilan dan
Notoprajan adalah lingkungan pemukiman di daerah tersebut merupakan kawasan
pemukiman padat, rumah-rumah warga saling berdekatan/berhimpit-himpitan dengan
jumlah penghuni rumah yang kebanyakan tidak sesuai dengan luas rumah yang dihuni
dalam artian terlalu banyak penghuni. Pemukiman di daerah Bausasran ini fasilitas jalan
untuk umum yang ada sangat sempit, hanya bisa dilewati oleh 1 orang saja. Ada jalan
utama yang cukup lebar. Lingkungan pemukimannya sudah lumayan bersih, tidak terlihat
sampah-sampah berserakan. Pemukiman yang padat penduduk seperti di daerah bantaran
sungai ini akan mempunyai risiko yang besar terhadap terjadinya penularan penyakit
apabila ada salah satu keluarga yang terkena DBD misalnya saja maka dengan jarak
antara rumah warga yang satu dengan yang lain begitu dekat rumah sebelahnya akan
mempunyai risiko tertular DBD lebih besar. Selain itu, di daerah pemukiman tersebut
untuk sumur gali yang digunakan ada beberapa keluarga yang tidak mempunyai sumur
gali mereka menggunakan satu sumber air untuk digunakan secara bersama-sama.
Namun penataan rumah warga kurang sesuai dengan kesehatan seperti misalnya saja,
rumah warga menghadap ke selatan di belakangnya lagi ada rumah, untuk depan rumah
warga yang berada di belakang ini berhubungan dengan dapur dan toilet rumah warga
yang di depan hanya terpisah oleh jalan sempit. Hal ini dapat menyebabkan gangguan
estetika dan mengganggu kenyamanan. Kondisi rumah warga rata-rata sudah
menggunakan dinding permanen/ tembok hanya ada beberapa rumah yang masih
menggunakan papan atau triplek sebagai dinding rumah. Di lingkungan tersebut juga
terdapat rumah-rumah yang dikontrakkan serta ada juga pondok pesantren sehingga
kawasan tersebut menjadi semakin padat penghuni.

6. Penyakit Berbasis Lingkungan


Dari hasil survey penyakit berbasis lingkungan didapatkan 3 penyakit yaitu
penyakit kult, diare dan ISPA. Penyakit yang paling banyak yaitu penyakit kulit sebanyak
6 rumah, diare 2 rumah dan ISPA 2 rumah. Timbulnya penyakit ini dapat dipicu karena
masih banyak masyarakat yang memiliki rumah serta sarana kesehatan yang belum
memenuhi syarat kesehatan, hal ini mayoritas merujuk pada rendahnya kualitas ekonomi
dan pendidikan masyarakat. Selain itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan beberapa anggota
keluarga yang belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam
kehidupan sehari-hari. Beberapa factor yang kami temukan dalam masyarakat yang dapat
berperan sebagai penyebab timbulnya penyakit-penyakit tersebut antara lain masih
adanya perilaku penduduk yang memiliki kebiasaan tidak membuka jendela baik ruang
keluarga maupun kamar tidur. Padahal luas bangunan rumah warga di kedua kelurahan
ini tergolong tidak sehat karena sebagian besar adalah rumah petak yang memiliki luas
berkisar 10m2-20m2. Bahkan terdapat warga yang menempati rumah dengan luas seperti
di atas namun ditempati oleh 3KK. Karena terbatasnya luas ruangan yang dimiliki ini
menyebabkan kontak antar anggota keluarga menjadi lebih sering terjadi. Selain itu dari
hasil pengukuran fisiologis dan penilaian pada komponen rumah di atas masih terdapat
rumah yang pencahayaannya belum memenuhi persyaratan dan beberapa rumah tidak
mempunyai ventilasi. Hal ini mengakibatkan tidakadanya pertukaran udara di dalam
rumah. Kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit ISPA menjadi
lebih besar dalam penularannya dalam satu keluarga. Factor lain yaitu pada komponen
sarana sanitasi masih ada beberapaa yang kurang bagus. Diantaranya pada kepemilikan
dan kualitas Sarana Air Bersih terdapat 9 rumah yang memiliki Sarana Air Bersih sendiri
namun tidak memenuhi syarat. Air yang akan diminum sebaiknya diolah terlebih dahulu
sampai benar-benar masak agar bakteri mati dan aman untuk diminum. Kebiasaan
memasak air sampai matang dapat mengurangi risiko terkena diare. Keadaan jamban
keluarga yang tidak bagus juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap, dan
mengundang vector penyakit. Terdapat 40 rumah yang memiliki jamban sendiri namun
tidak memenuhi syarat. Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun setelah
BAB dapat menyebabkan mudah terkena diare, karena bakteri dari tinja tersebut akan
mencemari apapun yang kita pegang. Selain itu, kepemilikan tempat sampah juga masih
banyak yang tidak kedap air dan tidak tertutup. Terdapat 81 rumah yang memiliki tempat
sampah namun tidak kedap air dan tidak tertutup. Keadaan tempat sampaah yang seperti
ini dapat mengundang vector penyakit dan menimbulkan bau yang menyengat. Lalat
misalnya, binatang pembawa penyakit. Apabila terdapat banyak lalat di rumah,
kemungkinan untuk tertular penyakit sangat mudah. Melihat factor-faktor tersebut, wajar
jika diare masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat Ngampilan. Factor lain yang dapat
mempengaruhi penyakit diare yaitu kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan.
Membiasakan berperilaku hidup bersih dan sehat misalnya dengan mencuci tangan
setelah beraktivitas dan sebelum makan dapat mengurangi risiko terkena penyakit diare.
Penyakit ketiga yang dikeluhkan oleh masyarakat Gedongtengen yaitu penyakit kulit. Hal
ini dapat terjadi karena air yang digunakan untuk mandi tidak memenuhi syarat. Factor
risiko lain yang kami temukan dalam lingkungan masyarakat ini adalah kebiasaan warga
memelihara hewan seperti kucing, anjing, ayam serta yang paling banyak yaitu peternak
burung. Hewankucing dan anjing biasanya dipelihara dalam satu rumah oleh warga.
Sedaangkan untuk ayam dan burung kebanyakan diletakkan di luara rumah dengan jarak
yang tidak jauh. Dengaan luas rumah yang sempit, dapat memungkinkan sering
terjadinya interaksi antara hewan dengan manusia.
Setelah dilakukan survei mengenai penyakit berbasis lingkungan seperti diare,
ISPA, Malaria, TB Paru, Penyakit kulit, DBD yang dilakukan bersamaan dengan survei
penilaian rumah sehat sebanyak 100 rumah maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Penyakit yang tertinggi yaitu ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut sebesar 23. ISPA
merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan, hidung,
sinus, faring, atau laring. Penyebab ISPA kebanyakan adalah virus. Kejadian ISPA yang
tinggi berkaitan dengan komponen rumah yaitu mengenai ventilasi yang buruk serta
pencahayaan yang kurang baik menurut kesehatan. Mengenai ventilasi yang buruk, ISPA
berkaitan dengan udara yang ada di dalam rumah, karena ventilasi rumah warga yang
kurang dari 10% luas lantai maka proses pertukaran udara di dalam rumah terhambat,
udara luar tidak bisa masuk atau untuk setiap hari tidak ada pergantian udara segar,
kondisi ini menjadikan rumah menjadi lembab dan udara yang dihirup sehari-hari
menjadi udara yang tidak segar lagi. Udara dalam rumah mengalami kenaikan
kelembaban yang bersumber dari penguapan cairan tubuh melalui kulit dan pernapasan.
Jika ventilasi ruangan buruk, maka udara lembab tersebut tidak dapat bertukar dengan
udara dari luar rumah. Udara basah yang dihirup berlebihan akan menyebabkan gangguan
fungsi paru-paru atau pernafasan. Pemaparan terhadap hal tersebut secara terus-menerus
dapat menyebabkan ISPA Penyakit ISPA sering ditemukan pada bayi, balita dan ibunya
yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi buruk. Selain itu juga kepadatan penghuni
rumah yang tinggi kebutuhan udara per orang setiap harinya menjadi berkurang sehingga
kebutuhan udara tidak bisa dipenuhi. Kemudian dari aspek pencahayaan yang kurang
terang, Penyakit ISPA terjadi juga dapat disebabkan oleh pencahayaan yang kurang
terang di dalam rumah. Pencahayaan yang kurang terang atau gelap akan menyebabkan
penyebab ISPA yaitu virus bertahan di dalam rumah karena tidak terkena sinar matahari
langsung, virus ISPA tersebut akan mati atau tidak aktif bila terkena sinar matahari secara
langsung. Untuk itu sangat penting sekali mengatur pencahayaan di dalam rumah supaya
anggota keluarga aman, tidak terkena penyakit ISPA tersebut. Kebiasaan membuka
jendela setiap hari supaya dilakukan untuk mencegah terjadinya ISPA. Lubang ventilasi
yang terbuka tersebut akan memberikan keuntungan seperti: terjadi proses pertukaran
udara dan cahaya sinar matahari dari luar bisa masuk ke dalam rumah.
Penyakit tertinggi kedua yaitu adalah diare sebanyak 16 . Diare (atau dalam
bahasa kasar disebut menceret) adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami
rangsangan buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses yang masih memiliki
kandungan air berlebihan. Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus
tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria.Berkaitan dengan penilaian rumah sehat
yang dilakukan, terjadinya penyakit diare tersebut disebabkan karena tingginya lalat dan
kecoa yang berada di dalam rumah warga yaitu sebesar 55% dan 79%. Banyaknya lalat di
dalam rumah berkaitan erat dengan saluran pembuangan air limbah yang terbuka dan
tempat sampah yang tidak mempunyai tutup. Karena dua hal tersebut dapat mengundang
datangnya lalat, lalat tersebut tidak langsung pergi begitu saja, lalat kemudian masuk ke
dalam rumah warga dan hinggap di makanan, makanan menjadi tercemar, tapi karena
warga tidak tahu makanan tersebut tetap di makan setelah itu mengalami diare karena
makanan yang tercemar. Selanjutnya untuk kecoa berhubungan dengan kondisi rumah
yang berantakan serta kamar mandi yang kotor sehingga menyebabkan kepadatan kecoa
di dalam rumah tinggi. Sama halnya seperti lalat tadi kecoa juga dapat menularkan
penyakit melalui makanan. Selain itu terjadinya penyakit diare dapat disebabkan karena
menggunakan sumber air yang tercemar bakteri E. Coli, karena lokasi sumber air yang
dekat dengan jamban, sumur tersebut dapat tercemar, akibatnya orang yang
mengkonsumsi air itu akan terkena diare. Faktor lain yang bisa menjadi penyebab diare
yaitu mengenai kebiasaan mencuci tangan setelah BAB sebelum makan , bila seseorang
lupa tidak mencuci tangan setelah BAB dan setelah itu makan bisa terjadi diare. Untuk
itu penting sekali supaya mencuci tangan setelah BAB supaya tidak terjadi diare.
Penyakit tertinggi ketiga yaitu penyakit kulit sebesar 10. Penyakit kulit seperti
panu, kudis disebabkan karena perilaku manusia yang kurang menjaga kebersihan tubuh.
Seperti panu misalnya panu terjadi disebabkan karena keringat yang menempel pada
tubuh terlalu lama dan tidak mandi. Selain itu penyakit kulit bisa terjadi karena
menggunakan air kotor/ air tercemar untuk mandi sehingga tubuh menjadi gatal-gatal dan
bisa juga menyebabkan alergi. Sebaiknya setiap orang menerapkan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit yang tidak
dikehendaki terutama penyakit berbasis lingkungan seperti di atas.

7. Hasil Pengukuran
a. Suhu dan Kelembaban
Dari 10 rumah yang diperiksa, semua rumah suhunya melebihi standar. Hal
seperti ini bisa terjadi karena kurangnya ventilasi pada ruangan, selain itu juga dapat
disebabkan karena kebiasaan penghuni yang tidak memebuka jendela setiap hari.
Ruangan yang pengap dapat menaikkan suhu ruangan tersebut. . Untuk hasil
pengukuran yang dilakukan terhadap 14 rumah, mengenai suhu dan kelembaban
rumah yang diperiksa, untuk suhu setiap rumah warga yang diukur berkisar anata
30,8-33oC. Apabila dibandingkan dengan standar yang ada yaitu sebesar 18-30 oC,
maka rumah-rumah yang diperiksa tidak memenuhi standar yang ada. Suhu rumah
yang dilakukan pengukuran terlalu panas. Dan untuk kelembaban terhadap 10 rumah
yang dilakukan pengukuran, kelembaban dari semua rumah yang diperiksa berkisar
antara 64-79% yaitu melebihi dari standar kelembaban yaitu 40-60%. Suhu dan
kelembaban yang tinggi dapat disebabkan kondisi udara yang panas karena
kurangnya jumlah ventilasi yang mengatur sirkulasi udara sehingga tidak adanya
pengatur pertukaran udara secara menyilang.Agar rumah memenuhi persyaratan
kesehatan khususnya agar suhu rumah tidak terlalu tinggi perlu dilakukan upaya-
upaya seperti penambahan ventilasi, atau menggunakan kipas angin.

b. Pencahayaan
Untuk pencahayaan perumahan, baik pencayahaan alami dan atau buatan,
langsung/tidak langsung dapaat menerangi seluruh ruangaan, minimal intensitasnya
60 lux dan tidak menyilaukan (persyaratan kesehatan rumah tinggal berdasarkan
Kepmenkes No. 829/1999). Dari pengukuran yang dilakukan di ruang keluarga,
terdapat 4 rumah yang memenuhi persyaratan. Sedangakn di kamar, semua rumah
yang dilakukan pengukuran tidak memenuhi persyaratan. Sebaiknya kamar
ditambahkan genteng kaca agar sinar matahari bisa masuk, atau jika tempatnya
memungkinkan/tidak berhimpitan dengan rumah lainnya bisa ditambahkan jendela
agar tidak terlalu gelap, bisa juga dengan penambahan lampu pijar.

c. Kebisingan
Untuk parameter kebisingan, dilakukan pengukuran dengan sumber kebisingan
yang berasal dari jalan raya. Pengukuran dilakukan setiap 5 detik selama 10 menit
sebanyak 1 kali dalam 1 titik. Pengukuran dilakukan di dua titik yaitu di jalan raya
dekat pemukiman dan di pemukiman dengan jarak 100 meter dari jalan raya. Dari
pengukuran yang dilakukan didapatkan hasil pada masing-masing titik. Pengukuran
parameter kebisingan dilakukan di kelurahan Ngampilan dan Notoprajan. Untuk
kelurahan Ngampilan, didapatkan hasil di jalan raya sebesar 70,575 dB, dan di
pemukiman 100 meter dari jalan raya sebesar 53,2 dB. Begitu pula di kelurahan
Notoprajan, didapatkan hasil di jalan raya sebesar 67,675 dB dan di pemukiman 100
meter dari jalan raya sebesar 46,8 dB. Berdasarkan Kepmenkes No.
829/MENKES/SK/VII/1999 dapat disimpulkan intensitas kebisingan pada masing-
masing tempat tersebut melebihi standar. Hal itu dikarenakan sumber bising yang ada
di wilayah tersebut adalah ramainya lalulintas di jalan raya yang dekat dengan
pemukiman. Dengan melihat hal ini maka dapat diketahui bahwa kebisingan yang
diterima oleh masyarakat belum dapat ditoleransi sehingga dampak dari kebisingan
ini bisa berakibat pada gangguan kesehatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil survey rumah sehat yang telah dilakukan di Wilayah Ngampilan,
didapatkan :
a. Jumlah rumah sehat : 79 rumah
b. Jumlah rumah kurang sehat : 31 rumah
c. Jumlah rumah tidak sehat : 10 rumah
2. Dari survei penyakit yang dilakukan diwilayah Ngampilan diperoleh hasil bahwa
penyakit yang terbanyak diderita di wilayah Ngampilan adalah penyakit Kulit.
3. Berdasarkan survei fisiologis rumah dan tingkat kebisingan lingkungan, dari 10 rumah
yang disurvei di dapatkan hasil:
a. Suhu :
 10 rumah termasuk tidak memenuhi syarat
b. Kelembaban :
 10 rumah termasuk tidak memenuhi syarat
c. Pencahayaan :
 4 rumah termasuk memenuhi syarat
 6 rumah termasuk tidak memenuhi syarat
d. Kecepatan Angin:
 10 rumah termasuk memenuhi syarat
e. Kebisingan : memenuhi syarat
4. Berdasarkan hasil survei lapangan, tentang penyakit berbasis lingkungan, penyakit
tertinggi adalah penyakit kulit sebanyak 4 rumah, penyakit Diare 2 rumah, dan Penyakit
ISPA 2 rumah.
B. Saran
1. Lokasi permukiman belum semuanya sehat tetapi masih perlu perbaikan atau
ditingkatkan kualitasnya.
2. Diharapkan untuk rumah-rumah yang tidak memenuhi persyaratan pencahayaan,
kebisingan, suhu dan kelembaban dapat melakukan tindakan sebagai berikut :
a. Pada bagian belakang atau samping dibiarkan menjadi daerah terbuka (tidak ada
dinding atau atap) dan digunakan sebagai pencahayaan alami.
b.Pemberian genteng kaca pada atap rumah.
c. Pemasangan lubang angin yang disesuaikan dengan luas ruangan.
3. Diharapkan untuk mengatasi pembuangan sampah padat sebaiknya dengan:
a. Pengolahan sampah sendiri pada tingkat produsen dan sebaiknya memilah-milah
sampah rumah tangga yang dihasilkan (sampah kertas, plastik, besi atau kaca dan
sampah organik).
b. Penyediaan tempat sampah yang kedap air, tertutup, dan tahan karat.
LAMPIRAN 1

FORMULIR PENGUKURAN PENCAHAYAAN, SUHU DAN KELEMBABAN, SERTA


KECEPATAN ANGIN PADA RUMAH DI KELURAHAN NGAMPILAN DAN
KELURAHAN NOTOPRAJANNOTOPRAJAN KOTA YOGYAKARTA
Hasil Pengukuran Ane
Kele
Asal Pencahayaan Rata- mom
Suhu mbab
No Nama Rumah Kelurahan RW/ Ruang (Lux) Rata eter
(oC) an
RT Titik Titik Titik (Lux) (m/s)
(%)
1 2 3
1. Hari Kumara Ngampilan 03 121 49 25 65 31 65 33
2. Tantri Ngampilan 03 49 51 49 49,7 31 64 61
3. Heru Susanto Ngampilan 03 52 53 52 52,3 30,8 64 42
4. Harjo Prayotio Ngampilan 03 49 20 49 59 31 66 104
5. Sudiarto Ngampilan 03 42 52 42 45,3 30,9 65 123
6. Bastari Notoprajan 04 69 11 14 31,3 31 79 43
7. Suradiyono Notoprajan 04 44 56 53 51 31,4 78 53
8. Exan Notoprajan 04 64 90 65 73 33 78 30
9. Titer Notoprajan 04 46 76 115 79 32 78 31
10. Imron Notoprajan 04 512 137 103 250,6 33 64 128
LAMPIRAN 2

Kebisingan di pinggir jalan raya Kelurahan Ngampilan RW 03


Formulir Bis-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 65,6 76 71 66,2 70,2 65,1 65,5 71 69,7 71,9
2 64,5 70,8 72 70,8 70,9 65,3 69,6 69,6 71 68,8
3 66 64 69,6 70,8 69,5 68 69,9 71,6 67,7 75,8
4 67,1 76,5 70,4 69,6 67,9 68,6 69,6 71 67 74
5 68 75,3 70,6 70,4 67,9 69,6 70,2 69,9 68,6 71,8
6 62 71,3 69,3 70,8 69,6 69,3 68,4 72,7 65,8 72
7 67,8 84,3 68,8 73,9 68,7 74,1 69,9 75,6 68,8 72
8 68,6 94 69,9 70,6 68,2 70,1 70,6 72,3 68,7 73
9 67,7 81,1 70,8 83 66,6 76,1 69,6 71,5 66,1 71,2
10 67,9 75,4 70,9 70,8 65,8 64,9 71,1 72,7 72,5 67
11 70,4 79,9 87,1 69,3 65,8 64,6 73,2 70,8 71,6 67,8
12 69,1 77,8 66,7 67,4 64,6 66,3 72,8 69,2 67 70,8

FORMULIR BIS 2
KELAS PERSEN JUMLAH PERSEN
JUMLAH
INTERVAL (%) KUMULATIF KUMULATIF
INTENSITA (%)
S BUNYI
50 – 54
55 – 59
60 – 64 2 1,8 2 1,8
65 – 69 49 40,8 51 42,6
70 – 74 55 45,8 106 88,4
75 – 79 9 7,5 115 95,9
80-84 3 2,5 118 98,4
85-89 1 0,8 119 99,2
90-94 1 0,8 120 100

𝑷𝟏
𝑿=𝐋+ ( ).𝐜
𝑷𝟏 + 𝑷𝟐
𝟔
= 𝟕𝟎 + ( ).𝟓
𝟒𝟔 + 𝟖
= 𝟕𝟎 + (𝟎, 𝟏𝟏𝟓 𝐱 𝟓)
= 𝟓𝟓 + 𝟎, 𝟓𝟕𝟓
= 𝟕𝟎, 𝟓𝟕𝟓 𝒅𝑩

Kebisingan di area permukiman, jarak 100 m dari pinggir jalan raya Kelurahan
Ngampilan RW 03
Formulir Bis-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 56 61 61,5 60 60,5 63,5 62,9 66 66 63,5
2 62,7 63,3 60,6 60,8 60,9 62 60,4 61,7 61,5 59,6
3 59 53,8 53,2 53,3 54,7 56,1 51,1 49,3 53 56,6
4 57 54,3 51,3 51,7 56,6 52,9 49,7 50,5 52,4 48,9
5 56 54,7 52,1 52,8 53,3 53,7 50,4 51,2 51,6 48,3
6 57,2 56 51,8 53,8 54,8 50,6 52,2 51,4 54,2 41,3
7 56 54,8 52,7 52,7 53,3 51,6 50,7 53,6 54,5 51,3
8 57,5 51,5 52,5 49,9 57 50,8 51,7 53,9 51,7 53,9
9 57,6 50,5 52,7 53,2 54,9 53,1 50,2 55,2 49,2 52
10 55,2 51,8 51,7 54,2 54,3 52 50 54 51 51,7
11 54,7 50 52,8 53,2 57,2 54,5 42,7 55,4 51,3 50,8
12 55,6 48,1 53,4 55,2 57,8 49,2 42,9 57,9 53,7 50,4

FORMULIR BIS 2
KELAS
PERSEN
INTERVAL PERSEN JUMLAH
JUMLAH KUMULATIF
INTENSITAS (%) KUMULATIF
(%)
BUNYI
40 – 44 4 3,3 4 3,3
45 – 49 7 5,8 11 9,1
50 – 54 60 50 71 59,1
55 – 59 30 25 101 84,1
60 – 64 17 14,2 118 98,3
65 – 69 2 1,7 120 100
70 – 74

𝑷𝟏
𝑿=𝐋+ ( ).𝐜
𝑷𝟏 + 𝑷𝟐
𝟓𝟑
= 𝟓𝟎 + ( ).𝟓
𝟓𝟑 + 𝟑𝟎
= 𝟓𝟎 + (𝟎, 𝟔𝟒 𝐱 𝟓)
= 𝟓𝟎 + 𝟑, 𝟐
= 𝟓𝟑, 𝟐 𝒅𝑩

Kebisingan di Pinggir jalan raya Kelurahan Notoprajan RW 04


Formulir Bis-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 66,7 65,5 68,8 71,8 69,1 69 73,5 90,5 71,1 88,4
2 64,1 60,6 64,2 65,2 65,3 69,6 73,3 71,2 61,3 57,4
3 63,5 63,3 66,4 68,4 68,6 65,9 72,1 70,8 58,1 64,2
4 66,8 69,1 68,6 65,3 66,1 63,7 67,5 66,3 65,3 69,9
5 70,9 71,3 73,2 67 70 70,4 63,5 61,4 59,5 61
6 61,6 67,1 64,8 77,4 62,4 64,7 69,2 67,3 68,7 64,3
7 61,1 63,2 66,3 64,8 66,4 69,9 73,3 73,2 75,2 74,1
8 65,4 67,8 65,3 63,8 68,6 69 64,9 64,5 69,2 73,2
9 67,9 75,9 66,1 68,7 66,6 63,5 65,6 65,7 69,4 75,9
10 68,9 67,1 66,4 66,9 61,6 64,3 64,9 68,2 66,8 68,7
11 68,6 69 70,3 73,5 66 66,7 66,6 69,4 72,6 70
12 69,6 70,1 72,5 66,3 70,1 68,1 66,3 62 57,3 57,1

FORMULIR BIS 2
KELAS
PERSEN
INTERVAL PERSEN JUMLAH
JUMLAH KUMULATIF
INTENSITAS (%) KUMULATIF
(%)
BUNYI
50 – 54
55 – 59 5 4,3 5 4,3
60 – 64 22 18,3 27 22,6
65 – 69 60 50 87 72,6
70 – 74 27 22,5 114 95,1
75 – 79 4 3,3 118 98,4
80-84
85-89 1 0,8 119 99,2
90-94 1 0,8 120 100

𝑷𝟏
𝑿=𝐋+ ( ).𝐜
𝑷𝟏 + 𝑷𝟐
𝟑𝟖
= 𝟔𝟓 + ( ).𝟓
𝟑𝟖 + 𝟑𝟑
= 𝟔𝟓 + (𝟎, 𝟓𝟑𝟓 𝐱 𝟓)
= 𝟔𝟓 + 𝟐, 𝟔𝟕𝟓
= 𝟔𝟕, 𝟔𝟕𝟓 𝒅𝑩

Kebisingan di area permukiman, jarak 100 m dari pinggir jalan raya Kelurahan
Notoprajan RW 04
Formulir Bis-1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 47,7 48,6 47,7 50,3 46 48,7 57,1 50,5 44,4 43,2
2 45,6 49,6 47,7 47,5 41,8 43,3 69,8 52,8 51,1 45,9
3 51,1 46,5 55,9 55,1 48,6 46,5 50 50,1 57,4 61
4 47,5 45,8 44,2 42,9 46 46,6 53,1 55,9 50,2 50,5
5 43,4 43 48,5 47,4 43,9 44,5 50,6 46,4 42,1 41,4
6 45,7 43,8 43,4 56,6 63,5 66,3 55,2 44 54,7 48,4
7 50 43,2 44,9 47,7 44,4 44,2 49,5 55 55,5 48,1
8 45,7 43 43 45,4 41,2 46,5 48,4 55,5 45,9 45,3
9 44 64,5 49,9 49,2 47,4 46,6 48,2 47,5 47,3 46,5
10 42,6 48,6 48,9 43,1 50,9 43,3 43,4 45,4 51 49,4
11 47,9 59,5 60,8 49,9 45,2 43,7 43,5 49,4 42,7 43,7
12 42,3 40,4 46,2 46,8 44,2 43,1 50,7 48 48,9 46,3

FORMULIR BIS 2
KELAS
PERSEN
INTERVAL PERSEN JUMLAH
JUMLAH KUMULATIF
INTENSITAS (%) KUMULATIF
(%)
BUNYI
40 – 44 33 27,5 33 27,5
45 – 49 52 43,3 85 70,8
50 – 54 18 15 103 85,8
55 – 59 11 9,2 114 95
60 – 64 3 2,5 117 97,5
65 – 69 2 1,7 119 99,2
70 – 74 1 0,8 120 100

𝑷𝟏
𝑿=𝐋+ ( ).𝐜
𝑷𝟏 + 𝑷𝟐
𝟏𝟗
= 𝟒𝟓 + ( ).𝟓
𝟏𝟗 + 𝟑𝟒
= 𝟒𝟓 + (𝟎, 𝟑𝟔 𝐱 𝟓)
= 𝟒𝟓 + 𝟏, 𝟖
= 𝟒𝟔, 𝟖 𝒅𝑩
LAMPIRAN 3

Pengukuran Kebisingan ditepi jalan dan pengukuran pencahayaan dirumah warga

Kondisi Jamban warga


Kondisi Tempat Pembuangan akhir sampah dan kondisi lingkungan

Wawancara dirumah warga dan minta izin survey rumah ke Pak Imron (Pak RW)

Pengukuran suhu, kelembaban ruang dan kecepatan angin

Anda mungkin juga menyukai