Anda di halaman 1dari 16

PERAN MEDIA MASSA DALAM MENCEGAH KONFLIK

Bend Abidin Santosa


Program Studi Ilmu Komunikasi Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jalan Ir. Sutami Nomor 36 A Kentingan, Jebres Surakarta Jawa Tengah 57126,
No. Hp +62 81328094449
Email: masbendekil@gmail.com

Abstract
Indonesia is a country with diversified ethnics, religions and races. Without spirit of tolerance this condition
can emerge conflict and disunion. Mass media is one of instruments in mass communication process that filter
and select news and conflict to be presented. This study investigates how mass media presents conflict with
peace journalism principle as an alternative solution in handling conflicts in Indonesia. This research uses
descriptive qualitative method and framing analysis. Result shows that mass media have significant roles in
constructing public opinion since they have power to construct reality in public in disseminating information
and values to community for achieving tolerance.

Keywords: role of mass media, conflict, agenda setting, reality construction

Abstrak
Indonesia merupakan negara yang memiliki suku, agama, dan ras yang beraneka ragam. Banyaknya
suku, agama dan ras jika tanpa disadari toleransi dapat menimbulkan konflik dan perpecahan.
Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa dan merupakan filter yang
menyeleksi pemberitaan apa saja dan seperti apa peristiwa konflik tersebut diberitakan. Tujuan
penelitian ini menganalisis bagaimana media massa yang memberitakan sebuah konflik dengan
prinsip jurnalisme damai menjadi salah satu alternatif solusi dalam meredam konflik di Indonesia.
Metodologi riset yang dilakukan adalah metode diskriptif kualitatif. Analisis yang digunakan adalah
analisis framing dengan berdasarkan teori agenda setting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
media massa mempunyai peran yang signifikan dalam membentuk opini publik karena mempunyai
kekuatan mengonstruksi realitas di masyarakat dalam menyampaikan berbagai informasi serta
nilai-nilai kepada masyarakat agar tercipta sikap toleransi sehingga tidak timbul konflik.

Kata kunci: peran media massa, konflik, agenda setting, konstruksi realitas.

Pendahuluan suku yang berbeda-beda jika tanpa didasari


Indonesia merupakan negara multi toleransi yang tinggi dapat menimbulkan
etnis yang memiliki aneka ragam suku, konflik antarbudaya. Konflik yang terjadi
budaya, bahasa, dan agama bersatu di bawah akan terus berlangsung jika masyarakat
semboyan Bhineka Tunggal Ika, namun tidak mendapatkan informasi dan
adakalanya tidak demikian halnya dalam pencerahan yang komprehensif mengenai
kenyataan. Keanekaragaman dan perbedaan budaya masing-masing serta pentingnya
merupakan potensi terpendam pemicu toleransi dan saling menghormati.
konflik salah satunya konflik budaya. Berdasarkan data yang dirilis oleh
Hal ini sangat berpengaruh bagaimana Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010,
masyarakat Indonesia dalam berinteraksi ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar
dan berkomunikasi. Banyaknya budaya dari di lebih dari 17 ribu pulau. Keberagaman

199
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 200

ini menjadikan Indonesia salah satu negara sekitar masyarakat dapat didapatkan di
dengan budaya paling kaya. Perubahan media massa. Media massa merupakan
komposisi suku ini kerap menjadi potensi salah satu alat dalam proses komunikasi
konflik sosial, ekonomi, maupun politik. massa. Media massa mampu menjangkau
Di sisi lain, keberagaman juga dapat khalayak yang lebih luas dan relatif lebih
memicu konflik bila tak dijembatani banyak, heterogen, anonim, pesannya
dengan baik (www. bps.go.id, 20 Oktober bersifat abstrak dan terpencar. Media
2015). Menurut Suparlan (2003:26) massa sendiri dalam kajian komunikasi
terdapat beberapa indikator yang menjadi massa sering dipahami sebagai perangkat-
penyebab konflik di Indonesia, sebagai perangkat yang diorganisir untuk
berikut: (1) Corak Bhinneka Tunggal Ika berkomunikasi secara terbuka dan pada
sebagai lambang negara yang menekankan situasi yang berjarak kepada khalayak
komposisinya pada keanekaragaman su­ luas dalam waktu yang relatif singkat.
ku bangsa dan kesukubangsaan, dan Media massa adalah media komunikasi
bukannya pada kebudayaan sebagai dan informasi yang melakukan penyebaran
fokus keanekaragamannya serta keane­ informasi secara massa dan dapat diakses
karagaman suku bangsa sebagai produk oleh masyarakat secara massal (Bungin,
dari keanekaragaman kebudayaan ter­ 2006:7).
sebut. (2) Sistem nasional yang otoriter- Beberapa tahun terakhir, peristiwa
militeristis dan korup dalam segala konflik yang terjadi di masyarakat sering
aspeknya sehingga terjadi berbagai terjadi. Peristiwa konflik yang terjadi akan
bentuk pemanipulasian hukum dan Suku, selalu ada media yang meliput, karena isu ini
Agama, Ras Antar golongan (SARA) bagi memang “seksi” bagi insan pers. Peristiwa
berbagai kepentingan dan keuntungan yang mengandung konflik adalah salah
oknum yang menyebabkan munculnya satu peristiwa yang dianggap layak untuk
rasa ketidakadilan hanya dapat diatasi dijadikan sebuah berita. Konflik dianggap
dalam perlindungan suku bangsa dan memiliki nilai berita yang termasuk tinggi
kesukubangsaan. (3) Corak masyarakatnya karena biasanya menimbulkan kerugian
yang tidak demokratis walau diakui sebagai atau korban (Ishwara, 2011:77). Hal
demokratis. Dalam pemerintahan Presiden tersebut dapat dilihat dalam peperangan,
Soeharto, konsep demokrasi diberi embel- perkelahian atau tawuran, demonstrasi,
embel seperti Demokrasi Pancasila yang kerusuhan pembunuhan, budaya atau
hanya menjadi angan-angan karena tidak perdebatan yang terkait dengan isu-isu
operasional. Karena itu, demokrasi tidak lainnya seperti ekonomi, agama, politik,
menjadi ideologi dalam pengertian yang kemanusiaan, budaya maupun olahraga.
sebenarnya karena hanya lips service saja. Media massa saat ini cenderung saling
Informasi mengenai budaya masing- ‘berlomba-lomba” dalam memberitakan
masing suku yang ada dan peristiwa di sebuah peristiwa konflik baik media media
201 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

mainstream yang sudah terdaftar maupun isu SARA, konflik Ormas 1 kasus, sengketa
media-media baru yang memang belum lahan 6 kasus, dan terakhir konflik karena
terverifikasi baik secara administrasi ekses politik berjumlah 2 kasus.
maupun faktual. Berdasarkan data dari Beberapa konflik yang terjadi di
Dewan Pers jumlah media massa baik Indonesia bersumber karena perbedaan
cetak, elektronik maupun online tahun 2016 budaya. Konflik itu tak hanya menelan
total media massa yang terdaftar di Dewan korban materi namun juga menghilangkan
Pers berjumlah 1645 media yang terbagi nyawa ratusan orang. Beberapa konflik
menjadi media yang sudah terverifikasi agama dan budaya yang pernah terjadi
administrasi dan faktual berjumlah 76 antara lain: (1) Tragedi Sampit. Tragedi
media, terverifikasi administrasi sebanyak ini bermula dari konflik antara kelompok
289 media, dan belum terverifikasi sebanyak etnis Dayak dan Madura yang terjadi di
1280 media (http://www.dewanpers.or.id). Sampit, Kalimantan Tengah yang terjadi
Berdasarkan data yang dirilis pada tahun 2001 dan diperkirakan korban
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa jiwa mencapai angka 469 orang. (2)
dan Politik (Kesbangpol) Kementerian Konflik Maluku. Konflik ini adalah konflik
Dalam Negeri tahun 2015, pengelompokan kekerasan dengan latar belakang perbedaan
isu konflik di tahun 2013, 2014 dan agama yakni antara kelompok Islam dan
2015 (medio kuartal Januari s/d April) Kristen. Konflik Maluku disebut menelan
diantaranya sebagai berikut: Tahun 2013 korban terbanyak yakni sekitar 8-9 ribu
total telah terjadi 92 peristiwa konflik, orang tewas. Selain itu, lebih dari 29 ribu
diantaranya bentrok antarwarga berjumlah rumah terbakar, serta 45 masjid, 47 gereja,
37 kasus, isu keamanan 16 kasus, isu 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan
SARA 9 kasus, konflik kesenjangan sosial 4 bank hancur. (3) Konflik 1998. Krisis
2 kasus, konflik pada institusi pendidikan ekonomi berujung menjadi konflik sosial
2 kasus, konflik Organisasi Massa (Ormas) dan budaya pada penghujung Orde Baru.
6 kasus, sengketa lahan 11 kasus, serta Jatuhnya Presiden Soeharto ditandai dengan
ekses politik 9 kasus. Sedangkan di tahun merebaknya kerusuhan di berbagai wilayah
2014, total jumlah konflik 83 kasus dengan di Indonesia. Pada kerusuhan tersebut,
rincian bentrok antarwarga berjumlah 40 banyak toko dan perusahaan dihancurkan
kasus, isu keamanan 20 kasus, isu SARA massa yang mengamuk. Sasaran utama
1 kasus, konflik pada institusi pendidikan adalah properti milik warga etnis Tionghoa.
1 kasus, konflik Ormas 3 kasus, sengketa (Tempo.co, 21 Mei 2015)
lahan 14 kasus, ekses konflik politik 4 kasus. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Di tahun 2015 (medio kuartal Januari s/d menetapkan tanggal 21 Mei sebagai
April) total jumlah konflik yang terjadi 26 Hari Dialog dan Keberagaman sejak
kasus, dengan rincian bentrok antarwarga 2002. Peringatan hari ini berawal saat
berjumlah 8 kasus, isu keamanan 9 kasus, United Nations Educational, Scientific
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 202

and Cultural Organization (UNESCO) dilihat sebagai aset nasional, bukan resiko
mengeluarkan Deklarasi Universal tentang atau beban. Rakyat adalah potensi nasional
Keberagaman Budaya. Melalui Resolusi yang harus diberdayakan, ditingkatkan
Nomor 57/249, ditetapkanlah 21 Mei potensi dan produktivitas fisik, mental, dan
sebagai hari merayakan keberagaman di kulturalnya.
seluruh dunia. PBB mencatat sebanyak 75 Budaya merupakan sehimpunan nilai-
persen dari konflik besar yang terjadi di nilai yang oleh masyarakat pendukungnya
dunia saat ini berakar pada dimensi budaya. dijadikan acuan bagi perilaku warganya,
PBB pun mencanangkan dialog untuk dalam merespon berbagai gejala dan
menjembatani budaya demi menciptakan peristiwa kehidupan. Acuan itu berupa
perdamaian (Konflik yang dipicu, 2015). nilai-nilai, kebenaran, keindahan, keadilan,
Selain konflik-konflik yang telah kemanusiaan, kebajikan. Di sisi lain, nilai-
disebutkan di atas, beberapa contoh nilai tersebut kemudian mewujud dalam
kasus konflik yang terjadi antara lain, bentuk peradaban, di mana terbangun
konflik tawuran antarpemuda beda suku norma-norma yang akan dijadikan tolok
di Yogyakarta, konflik antarsuku di ukur bagi kepantasan perilaku warga
Kabupaten Timika Papua, konflik antara masyarakat bersangkutan. Penjabaran nilai
Suku Tidung dan Suku Bugis di Tarakan, kebudayaan menjadi norma peradaban
Kalimantan Timur, konflik budaya dan dapat dipandang sebagai pengalihan dan
agama di Tanjungbalai Sumatera Utara dan sesuatu yang transenden  menjadi sesuatu
lain sebagainya. Menteri Dalam Negeri yang imanen.
Tjahjo Kumolo menyatakan, bangsa Budaya mempunyai karakter dinamis
Indonesia saat ini sedang menghadapi dan berkembang dalam diri masyarakat.
krisis budaya. Tanpa segera ditegakkannya Karena proses yang bersifat inheren
upaya membentuk secara tegas identitas tersebut, maka bisa saja suatu saat kita akan
nasional dan kesadaran nasional, maka terkaget-kaget dengan apa yang terjadi.
bangsa ini akan menghadapi kehancuran. Budaya itu tidak akan mudah, untuk tidak
Sudah merupakan kewajiban generasi mengatakan mustahil, diputar kembali
saat ini sebagai anak bangsa untuk agar kembali pada kondisi semula, seperti
mempertahankan budaya yang baik dengan diharapkan. Sedangkan konflik adalah
semangat kebhinnekaan menuju bangsa hubungan antara dua pihak atau lebih
yang abadi, luhur, makmur dan bermartabat. (individu atau kelompok), yang memiliki
Membangun kebudayaan nasional Indonesia atau merasa memiliki, sasaran-sasaran
haruslah mengarah kepada suatu strategi yang tidak sejalan (Fisher, 2000:4).
kebudayaan untuk dapat menjawab Menurut Alo Liliweri (2005:249)
pertanyaan akan kita jadikan seperti apa konflik merupakan bentuk pertentangan
bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia yang alamiah yang dihasilkan oleh individu atau
pluralistik merupakan kenyataan yang harus kelompok karena mereka yang terlibat
203 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, Menurut Fisher (2000:19) konflik


nilai atau kebutuhan. Konflik juga dapat berubah setiap saat, melalui berbagai
diartikan hubungan pertentangan antara dua tahap aktivitas, intensitas, ketegangan,
pihak atau lebih (individu atau kelompok) dan kekerasan yang berbeda. Tahap
yang memiliki atau merasa memiliki, -tahap konflik terdiri dari: 1) Prakonflik,
sasaran- sasaran tertentu namun diliputi merupakan periode di mana terdapat
pemikiran, perasaan atau perbuatan yang ketidak-sesuaian sasaran di antara dua
tidak sejalan. Menurut Hugh Miall (2002:65) pihak atau lebih sehingga timbul konflik.
konflik adalah aspek intrinsik dan tidak 2) Konfrontasi, pada tahap ini konflik
mungkin dihindarkan dalam perubahan menjadi semakin terbuka. Hubungan di
sosial serta sebuah ekspresi heteregonitas antara kedua pihak menjadi sangat tegang,
kepentingan, nilai, dan keyakinan yang mengarah pada polarisasi di antara para
muncul sebagai formasi baru yang penting pendukung di masing-masing pihak.
ditimbulkan oleh perubahan sosial yang 3) Krisis, ini merupakan puncak krisis,
muncul bertentangan dengan hambatan ketika ketegangan dan/atau kekerasan
yang diwariskan. Berdasarkan pengertian terjadi paling hebat. Komunikasi normal
tersebut, maka konflik merupakan aspek di antara kedua pihak kemungkinan putus.
intrinsik yang tidak mungkin dihindari serta Pernyataan-pernyataan umum cenderung
ekspresi heteregonitas yang ditimbulkan menuduh dan menentang pihak-pihak
oleh perubahan sosial yang diwariskan. lainnya. 4) Akibat pada tahap ini, tingkat
Tiga faktor dasar penyebab konflik ketegangan, konfrontasi dan kekerasan
menurut LR Pondy yaitu: (1) berlomba agak menurun, dengan kemung-kinan
dalam memanfaatkan sumber langka adanya penyelesaian. 5) Pascakonflik.
(competition for scare resources). (2) Situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri
Dorongan dalam memperoleh otonomi berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan
(drives for outonomy). (3) Perbedaan berkurang dan hubungan mengarah ke
di dalam mencapai tujuan tertentu lebih normal di antara kedua pihak. Namun
(disvergence of sub unit goals). Sedangkan jika isu-isu dan masalah-masalah penyebab
Leopold Van Wiese dan Howard Backer pertentangan antara dua pihak tidak diatasi
mencatat beberapa sebab akar-akar konflik, dengan baik, tahap ini sering kembali lagi
antara lain, perbedaan orang perorang yang menjadi situasi prakonflik.
terkait dengan pendidikan dan perasaan, Dalam arena publik, berbagai isu
perbedaan kebudayaan yang berkait dengan maupun permasalahan sosial seperti
pola-pola kebudayaan, pembentukan dan kekerasan dan konflik selalu menjadi
perkembangan kepribadian, pola-pola konsumsi publik yang disajikan dengan
pendirian, perbedaan kepentingan dan berbagai perspektif oleh media-media
terakhir yakni perubahan sosial (Sumarno, yang meliput. Media menjadi bukan
2000:25) hanya semata deretan huruf maupun
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 204

gambar tanpa makna. Lebih dari itu, ia merupakan sebuah alternatif solusi yang
pun bertindak sebagai pembawa pesan. mampu berperan sebagai sarana alternatif
Tidak hanya sebagai medium, media juga pencegah konflik budaya dan kekerasan.
dapat menempatkan diri sebagai pelaku Di era kebebasan ini, tidak ada
dalam mendefinisikan realitas sosial dan lagi syarat ketat dalam mengelola dan
memilih isu apa yang dianggap penting menerbitkan media massa seperti yang
dan relevan. Fenomena ini dapat kita lihat terjadi di masa Orde Baru sehingga siapa
secara kasat mata dengan makin beragam yang memiliki modal dan kemampuan,
dan canggihnya industri media komunikasi berhak mengelola penerbitan media
dengan sajian berbagai macam informasi massa. Pemberitaan oleh media menjadi
yang melimpah ruah. Media mengalami subjektif karena “isi” media dapat di­
perubahan karakter mengikuti perubahan konstruksi oleh pemilik dengan beberapa
politik yang terjadi di negara ini. Sebagai penonjolan dalam sudut pandang tertentu.
salah satu kekuatan sosial, media tidak Media dapat menjadi komunikator yang
lagi hanya menyampaikan realitas, namun “memainkan” isi berita sehingga isi berita
bekerja berdasarkan kecenderungan, dapat dikontrol oleh media massa. Hal ini
kepentingan, dan keberpihakan yang memang menjadikan isi berita seperti dua
dianggapnya penting. mata pisau. Dapat kita ambil contoh dalam
Di era reformasi, media menyajikan sebuah peristiwa konflik.
produk-produk jurnalistiknya dengan cara Media massa dapat memberitakan
yang lebih lugas dan terang-terangan. konflik tersebut secara berimbang dengan
Media semakin berani menulis dan prinsip jurnalisme damai sehingga isi berita
membangun sebuah realitas sosial di luar yang disampaikan dapat meredam konflik.
sumber-sumber formal kekuasaan. Kondisi Namun di sisi lain, media massa pun dapat
ini juga mengakibatkan media mampu menggunakan kekuasaannya dengan prinsip
memengaruhi opini publik dengan framing jurnalisme perang dengan memberitakan
terhadap sebuah pemberitaan. Analisis konflik tersebut tidak berimbang dan
framing merupakan suatu pendekatan untuk disajikan secara “membabi buta” tanpa
mengetahui bagaimana perspektif yang memperhatikan norma-norma budaya yang
digunakan wartawan ketika menyeleksi isu ada sehingga isi berita dimaksud malah
dan menulis berita. Perspektif itu akhirnya memperparah sebuah konflik yang terjadi
menentukan fakta apa yang diambil, bagian di masyarakat.
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, Sebagai contoh, peristiwa Pemilihan
dan hendak dibawa kemana berita itu. Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus
Tujuan penelitian ini adalah untuk Ibukota Jakarta. Pilkada ini diikuti oleh
mengetahui kemampuan media dalam tiga pasangan calon. Pasangan Nomor urut
melakukan analisis framing yang menjadi 1 yakni Agus Harimurti Yudoyono (AHY)-
asumsi dasar bahwa media massa Sylvana Murni, pasangan nomor urut dua
205 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)- lebih seimbang pemberitaannya, tidak


Djarot Syaiful Hidayat dan pasangan nomor memicu konflik dan memanaskan serta
urut tiga yakni Anies Baswedan-Sandiaga memperkeruh situasi. Ia menambahkan
Uno. Pemberitaan mengenai Pilkada DKI bahwa prinsip jurnalisme damai tidak hanya
Jakarta ini terasa lebih masif dibandingkan berlaku pada Pilkada DKI Jakarta dan aksi
dengan pemberitaan pilkada lainnya. Hal demonstrasi tersebut, namun prinsip ini
ini tidak dapat dipungkiri karena DKI harus berpegang pada profesionalisme
Jakarta merupakan ibukota Indonesia yang wartawan juga sebaiknya bisa diterapkan
merupakan barometer politik Indonesia. selama pelaksanaan pilkada serentak 2017.
Pemberitaan Pilkada ini menjadi makin Dengan begitu, media massa bisa ikut
“panas” karena salah satu calon gubernur berperan dalam terciptanya kondisi yang
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dilaporkan damai dan wartawan diharapkan lebih
oleh Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) ke profesional dan menjaga kode etik dalam
Kepolisian terkait pernyataan Ahok yang peliputan. (AJI Imbau, 2016)
dianggap melecehkan agama Islam. Bukti Terlepas siapapun yang benar dan
pelaporan berupa video yang menampilkan salah dalam kasus ini, media massa sebagai
Ahok sedang berkomentar mengenai isi pihak yang netral sudah seharusnya
Al-Quran, lebih tepatnya ayat 51 Surat Al- memberitakan peristiwa ini dengan prinsip
Maidah, di depan warga Pulau Pramuka, jurnalisme damai. Media massa harusnya
Kepulauan Seribu, pada 27 September mampu mencari, mengkonstruksi, dan
2016. menyajikan fakta-fakta di lapangan secara
Buntut dari kasus tersebut, masyarakat proporsional tanpa ikut “bermain” dalam
khususnya umat Islam ikut serta menyuarakan pusaran konflik tersebut. Media massa
pendapatnya baik melalui media sosial haruslah menjadi penengah antardua
serta aksi damai turun ke jalan menuntut kepentingan sehingga mampu meredam
Ahok untuk diproses secara hukum. Di sisi konflik yang mungkin akan terjadi bukan
lain, massa pro Ahok pun juga melakukan malah sebaliknya memberitakan hal-
“perlawanan” dengan melakukan aksi serupa hal bombastis yang dapat memperkeruh
dengan tema yang berbeda. suasana dan memperuncing masalah.
Menyikapi hal ini, Aliansi Jurnalis Sebelumnya, Komisioner Komisi
Independen (AJI) menghimbau agar media Penyiaran Indonesia (KPI) Muhammad
massa menggunakan prinsip jurnalisme Sulhi Rawi mengimbau media massa,
damai dalam meliput aksi damai   4 khususnya media penyiaran televisi dan
November oleh berbagai ormas Islam. radio, untuk lebih bertanggung jawab dan
Koordinator advokasi AJI Jakarta Erick objektif dalam memberitakan Pilkada
Tanjung mengharapkan wartawan tidak DKI Jakarta 2017. Ia berharap berharap
ikut mengeskalasi situasi yang panas media bisa lebih bertanggung jawab,
terkait demo tersebut. Wartawan harus ada self censorship yang kuat di internal
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 206

media penyiaran sehingga ketika tayangan massa mempunyai kemampuan untuk


muncul, sudah aman. Ia juga mengajak memindahkan wacana dalam agenda
media membuat tayangan pilkada yang pemberitaan kepada agenda publik. Kedua
seobyektif mungkin untuk menciptakan ahli tersebut percaya bahwa sisi yang
kedamaian dan bukannya mengompori. digunakan pada teori ini untuk mengkaji
(KPI Ingatkan, 2016). media yaitu melihat kekuatan dari media
Wartawan senior Atmakusumah Astra­ dalam memengaruhi opini publik tentang
atmadja menyepakati adanya kontribusi sesuatu peristiwa (Griffin, 2012:378).
media dalam penyelesaian suatu konflik Hal inilah yang membuat media massa
atau kasus. Bukti peran media dalam mempunyai power untuk mengkronstruksi
penyelesaian konflik terjadi pada konflik nilai-nilai dalam sebuah berita agar berita
Aceh beberapa tahun lalu. Menurutnya yang diproduksi mampu meredam sebuah
ada kontribusi media yang besar kala itu konflik atau malah sebaliknya.
karena media banyak menyiarkan situasi
Metode Penelitian
Aceh, bahkan stasiun televisi pernah
Metode penelitian ini adalah deskriptif
wawancara panglima perang Gerakan Aceh
kualitatif. Dengan penggambaran dan
Merdeka (GAM), sehingga masyarakat
perincian, penelitian ini diharapkan dapat
Indonesia mengetahui kondisi di sana
mengungkapkan secara jelas data-data
dan berpengaruh juga pada percepatan
yang mendukung tentang bagaimana
perdamaian di Aceh. Dengan fungsi yang
peran media dalam situasi konflik.
besar, Ia berharap pers di seluruh daerah
Metode deskriptif diartikan sebagai
yang terpapar konflik seperti Papua dan
prosedur pemecahan masalah yang diteliti
Maluku bisa mencontoh peliputan konflik
dengan menggambarkan atau melukiskan
di Aceh. (Media Berperan, 18 Juli 2013).
keadaan objek penelitian berdasarkan
  Penelitian ini juga didasarkan pada
fakta-fakta objektivitas yang tampak atau
Teori Agenda Setting yang dikenalkan
sebagaimana adanya (dassein). Dalam
oleh Maxwell McCombs dan Donald
usaha mendeskripsikan fakta itu pada tahap
Shaw. Pada prinsipnya media massa
pertama tertuju pada usaha mengemukakan
membentuk persepsi khalayak tentang
gejala-gejala secara lengkap di dalam
apa yang dianggap penting oleh media
aspek yang diteliti agar jelas kondisinya
dengan teknik pemilihan dan penonjolan, sehingga dapat diketahui apakah media
media memberikan penekanan tentang isu menjadi sebuah solusi yang berperan
yang lebih penting untuk disajikan bagi sebagai konstruksi atas realitas atau sarana
khalayak. Media mungkin tidak selalu pencegah konflik. Penelitian deskriptif
berhasil menginformasikan kepada publik adalah jenis penelitian yang membuat
hal apa yang dipikirkan, namun berhasil gambaran mengenai kejadian untuk
memberitahukan audience-nya tentang menggambarkan secara sistematis, faktual
apa yang harus dipikirkan. Intinya, media dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
207 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

sifat serta hubungan antarfenomena yang teknologi informasi memungkinkan semua


diteliti. (Kriyantono, 2014:69). lapisan masyarakat mengakses informasi
Analisis framing digunakan untuk secara bebas dan sangat terbuka. Kondisi
mengetahui bagaimana realitas dibingkai demikian memungkinkan pemahaman yang
oleh media. Dengan demikian, realitas berbeda dari masing-masing komunikan.
sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi Peran media massa dalam kehidupan
dengan bentukan dan makna tertentu. sosial, terutama dalam masyarakat modern
Elemen-elemen tersebut bukan hanya menurut McQuail (2000:66), ada enam
bagian dari teknis jurnalistik melainkan perspektif dalam hal melihat peran media.
menandakan bagaimana peristiwa dimaknai Diantaranya: Pertama, media massa
dan ditampilkan. Ada dua esensi utama sebagai window on event and experience.
dari analisis framing. Pertama, bagaimana Media dipandang sebagai jendela yang
peristiwa dimaknai. Ini berhubungan memungkinkan khalayak melihat apa
dengan bagian mana yang diliput dan mana yang sedang terjadi di luar sana, atau
yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta media merupakan sarana belajar untuk
ditulis. Aspek ini berhubungan dengan mengetahui berbagai peristiwa.
pemakaian fakta, kalimat dan gambar untuk Kedua, media juga sering dianggap
mendukung gagasan (Fachrul, 2015:77). sebagai a mirror of event in society and
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, the world, implying a faithful reflection.
bukan merupakan peristiwa atau fakta Cermin berbagai peristiwa yang ada di
dalam arti yang riil. Di sini realitas bukan masyarakat dan dunia, yang merefleksikan
hanya dioper begitu saja sebagai berita apa adanya. Karenanya para pengelola
namun sebagai produk interaksi antara media sering merasa tidak “bersalah” jika
wartawan dengan fakta. Dalam proses isi media penuh dengan kekerasan, konflik,
internalisasi, wartawan dilanda oleh realitas.
pornografi dan berbagai keburukan lain,
Realitas diamati oleh wartawan dan diserap
karena memang menurut mereka faktanya
dalam kesadaran wartawan. Dalam proses
demikian. Media hanya sebagai refleksi
eksternalisasi, wartawan menceburkan
fakta, terlepas dari suka atau tidak suka.
dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi
Padahal sesungguhnya, angle, arah dan
tentang fakta diekspresikan untuk melihat
framing dari isi yang dianggap sebagai
realitas. Hasil dari berita adalah produk dari
cermin realitas tersebut diputuskan oleh
proses interaksi dan dialektika tersebut.
para profesional media, dan khalayak tidak
Hasil Penelitian dan Pembahasan sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa
Media massa dewasa ini berkembang yang mereka inginkan.
dengan pesat. Media tidak hanya sebagai Ketiga, media massa sebagai filter,
kanal pembawa informasi, tetapi sudah atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai
berkembang sebagai pusat informasi hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media
itu sendiri. Perkembangan media di era senantiasa memilih isu, informasi atau
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 208

bentuk content lain berdasar standar para menyampaikan informasi secara akurat
pengelolanya. Di sini khalayak “dipilihkan” dan berkualitas. Kualitas informasi inilah
oleh media tentang apa-apa yang layak yang merupakan tuntutan etis dan moral
diketahui dan mendapat perhatian. penyajian media massa.
Keempat, media massa acapkali pula
Kekuatan dan Pengaruh Pemberitaan
dipandang sebagai guide, penunjuk jalan
Media Massa dalam Konflik
atau interpreter, yang menerjemahkan
Di saat terjadi konflik, pers seharusnya
dan menunjukkan arah atas berbagai ke­
memberikan informasi yang seimbang, sehat,
tidakpastian, atau alternatif yang beragam.
serta menenangkan suasana dan bukannya
Kelima, melihat media massa sebagai
malah memanas-manasi atau memprovokasi
forum untuk mempresentasikan berbagai
publik untuk ikut memperuncing sebuah
informasi dan ide-ide kepada khalayak,
konflik. Idealnya, pers atau media seharusnya
sehingga memungkin terjadinya tanggapan menyediakan informasi yang jujur, jernih
dan umpan balik. Dan keenam, media dan seluas mungkin mengenai apa yang
massa sebagai interlocutor yang tidak layak dan perlu diketahui oleh masyarakat
hanya sekadar tempat berlalu lalangnya sehingga dapat membantu meredakan dan
informasi, tetapi juga partner komunikasi menyelesaikan konflik. Meskipun juga tidak
yang memungkinkan terjadinya komunikasi dapat dimungkiri “kebanyakan” media masih
interaktif. saja memberitakan fakta-fakta terkait konflik
Semua itu ingin menunjukkan, peran dengan “membabi buta”.
media dalam kehidupan sosial bukan sekadar Media harus berusaha mencari angle-
sarana diversion, pelepas ketegangan atau angle yang menarik yang menjadi bagian
hiburan, tetapi isi dan informasi yang dalam meredam konflik. Untuk itu, dalam
disajikan mempunyai peran signifikan memberitakan konflik yang bertujuan
meredam konflik, media massa seharusnya
dalam proses sosial. Isi media massa
lebih menekankan pada penggunaan prinsip
merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya
peace journalism atau jurnalisme damai
sehingga apa yang ada di media massa
daripada war journalism atau jurnalisme
akan memengaruhi realitas subjektif
perang. Jurnalisme damai diartikan sebagai
pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang
jurnalisme yang berdiri di atas nama
realitas yang dibentuk oleh isi media massa
kebenaran yang menolak propaganda dan
inilah yang nantinya mendasari respon dan kebohongan di mana kebenaran dilihat dari
sikap khalayak terhadap berbagai objek beragam sisi tidak hanya dari sisi “kita”.
sosial dan budaya. Informasi yang salah (Galtung dalam Oktarianisa, 2009:543).
dari media massa akan memunculkan Pengertian tersebut dapat ditafsirkan
gambaran yang salah pula terhadap objek bahwa dalam menampilkan berita yang
tersebut. Karenanya, media massa dituntut mengandung konflik, pihak-pihak yang
209 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

terlibat dalam konflik diberikan kesempatan April 2016), Selain Tanjung Balai, Medan
untuk mengemukakan permasalahan dari Juga Rawan Konflik Sosial (okezone.com,
sudut pandang mereka masing-masing 2 Agustus 2016) dan lain-lain. Headline
sehingga tidak ada bias dan keberpihakan yang hanya menampilkan korban kerusakan
dari jurnalis maupun media massa yang menjelaskan secara parsial bahkan malah
menampilkan permasalahan tersebut. ada yang memanas-manasi daerah lain
Adanya prinsip keadilan dan berimbang dapat memperuncing masalah konflik dan
dalam penyajian berita konflik juga bukan menjadi bagian dari solusi konflik.
mencegah jurnalis dari tuduhan melakukan Pemberitaan yang berimbang tentang
propaganda. konflik harus dilakukan media karena media
Hal ini dapat dicontohkan dengan punya andil dan peran yang penting sebagai
beberapa headline dengan prinsip penerang dan penenang, sehingga dalam
jurnalisme damai yang dapat meredam menjalankan peran dan fungsinya itu tentu
konflik misalnya, dalam konflik antarsuku, orang yang menggerakkan media haruslah
media memberikan judul beritanya orang kompeten. Karena itu, jurnalis atau
“Warga Kwamki Lama Deklarasi Tolak wartawan harus tetap berpegang pada kode
Perang Suku” (liputan6.com, 10 Mei etik dalam menjalankan tugas. Menurut
2016), Anggota DPR Minta Penyelesaian Ketua AJI Maluku Utara, Mahmud Ici
Konflik Tanjungbalai secara Bijaksana berita yang tidak berimbang akan memicu
(antaranews.com, 2 Agustus 2016), Tjahjo terjadi konflik, sehingga pemberitaan harus
Minta Pemprov Sumut Cegah Konflik di berimbang dan kalau sampai terjadi konflik
Tanjungbalai Meluas (merdeka.com, 31 berarti fungsi penenang dan penerang itu
Juli 2016), Sutiyoso Pastikan Konflik di dapat hilang. (Anggota DPR, 2016)
Tanjungbalai Tak Meluas (tribunnews. Menurut Lynch dan McGoldrick
com, 30 Juli 2016) dan masih banyak lagi. dalam Oktarianisa (2009: 545) terdapat tiga
Berita dengan headline dan angle di atas hal yang paling penting dalam jurnalisme
diharapkan dapat menjadi pencerahan bagi damai yaitu: Pertama, menggunakan
pihak-pihak yang bertikai sehingga dapat wawasan yang lebih luas dalam memandang
mendinginkan suasana. dan menganalisa sebuah konflik dan
Sebaliknya, headline dengan prinsip mentransformasikannya sebagai konsep
jurnalisme perang yang hanya menampilkan yang seimbang, adil dan akurat dalam
akibat-akibat yang terjadi atau pun melaporkan berita. Kedua, membuat
pernyataan yang makin memperuncing sebuah cara baru dalam memetakan sebuah
konflik misalnya dapat dilihat dari beberapa hubungan di antara jurnalis, sumber, cerita
judul berikut: Dua Orang Tewas dan 95 yang mereka buat dan konsekuensi dari
Rumah Dibakar di Tolikara (bbc.com, 26 bentuk jurnalisme yang dipakai di mana
April 2016), Konflik di Tolikara, 2 Tewas, ada intervensi etika dalam jurnalisme.
95 Rumah Terbakar (beritasatu.com, 24 Ketiga, membangun kesadaran atas
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 210

pentingnya fokus pada anti kekerasan permukaan, parsial, sepotong-potong,


yang diimplementasikan pada kegiatan tidak proporsional, sebagian besar hanya
keseharian jurnalis baik reporter ataupun menekankan aspek kekerasan dan konflik
editor. terbuka saja, bukan pada aspek situasi,
Peliputan berita konflik dengan prinsip akar masalah yang bisa mendukung
jurnalisme damai maupun jurnalisme perbaikan situasi dan perdamaian. Oleh
perang yang merupakan lawannya karena itu, seharusnya media massa dapat
mempunyai perbedaan-perbedaan yang menjadi sumber informasi yang berimbang
menyolok dan cukup signifikan. Menurut dengan memberitakan konflik secara
Claire H Badaraco (2009) perbedaan antara komprehensif mengenai akar masalahnya
peliputan dengan prinsip jurnalisme damai guna mendukung resolusi konflik bukan
dan jurnalisme perang dapat dilihat pada hanya menampilkan gambar-gambar serta
Tabel 1. pemberitaan yang terlalu vulgar seperti
Setidaknya, pemberitaan tentang darah, mayat bergelimpangan, pembakaran
konflik di media massa dapat membawa yang akhirnya malah memperparah konflik.
pengaruh pada dua hal. Pertama, pemberitaan Idealnya suatu berita yang baik
media justru memperluas eskalasi konflik. adalah berita yang ditulis berdasarkan
Kedua, dapat membantu meredakan dan fakta sesungguhnya tidak dikotori oleh
menyelesaikan konflik. Pendapat yang saling kepentingan segelintir orang sehingga
bertentangan diharapkan akan bermuara pada mendistorsi fakta tersebut. Namun dalam
satu kesepakatan penyelesaian. Pendapat realita media sebagai ruang publik, media
seperti ini walaupun masuk akal namun kerap tidak bisa memerankan diri sebagai
belum terbukti secara empiris dapat dijadikan pihak yang netral. Media senantiasa terlibat
pegangan untuk membenarkan asumsi dengan upaya merekonstruksi realitas
tersebut. Hal ini dapat kita analisis dari sosial. Dengan berbagai alasan teknis,
tugas-tugas seorang jurnalis di media massa. ekonomis, maupun ideologis, media massa
Pada dasarnya pekerjaan jurnalis media selalu terlibat dalam penyajian realitas yang
massa adalah mengkonstruksikan realitas, sudah diatur sedemikian rupa sehingga
sebab media massa menceritakan peristiwa- tidak mencerminkan realita sesungguhnya.
peristiwa menjadi berita. Konstruksi realitas Keterbatasan ruang dan waktu juga turut
merupakan upaya memberikan gambaran mendukung kebiasaan media untuk
atau menceritakan sebuah peristiwa, meringkaskan realitas berdasarkan “nilai
keadaan, atau benda. Isi media adalah berita”.
hasil para pekerja pers mengkonstruksikan Prinsip berita yang berorientasi pada
berbagai realitas yang dipilihnya (Sobur, hal-hal yang menyimpang menyebabkan
2009:179). liputan peristiwa jarang bersifat utuh,
Kebanyakan informasi tentang konflik melainkan hanya mencakup hal-hal yang
yang tersaji di media massa hanya bersifat menarik perhatian saja yang ditonjolkan.
211 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

Tabel 1. Perbedaan Prinsip Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang

Orientasi Pemberitaan Jurnalisme Damai Orientasi Pemberitaan Jurnalisme Perang


Menelusuri unsur pada konflik, misalnya berapa Hanya menyoroti daerah-daerah konflik, biasanya hanya melihat
pihak yang terlibatapa yang menjadi isu atau dua pihak yang bertikai dengan satu tujuan (kemenangan). Konflik
masalah yang diperdebatkan dengan perspektif direduksi menjadi sebuah perang yang tidak mungkin mencapai
mencari penyelesaian. titik temu.
Melihat waktu dan tempat konflik secara terbuka, Melihat waktu dan konflik secara tertutup, hanya menyoroti
tidak dibatasi oleh kejadian-kejadian yang baru tempat-tepat kejadian. Melihat sebab dan akibat hanya sebagai
berlangsung. Melihat sebab dan akibat diberbagai peristiwa, seperti siapa yang pertama kali memulai konflik dan
tempat dan waktu serta menelusuri sejarah konflik bagaimana pihak lain membahasnya.
dan lain sebagainya.
Membuat konflik bersifat transparan. Membuat konflik bersifat rahasia.
Memberi suara kepada semua pihak dengan Menggunakan kerangka “kita-mereka” dan hanya menyuarakan
empati dan pemahaman. “kita”.
Melihat konflik atau perang sebagai masalah dan Melihat keberadaan mereka sebagai masalah dan selalu menyoroti
melihat bentuk-bentuk lain dari konflik yang tidak kemenangan atau kekalahan dar mereka yang terlibat konflik.
menggunakan kekerasan.
Melihat pihak-pihak yang berkonflik sebagai Menciptakan image tentang musuh yang biadab, terutama jika ada
manusia terutama jika ada yang menggunakan yang menggunakan senjata.
senjata.
Proaktif, mencegah terjadinya perang, kekerasan, Reaktif, hanya membuat laporan atau berita ketika kekerasan
konflik tanpa harus menutupi konflik. terjadi.
Menyoroti akibat kekerasan yang tidak terlibat Hanya menyoroti akibat-akibat yang terlihat dari kekerasan
seperti trauma dan demam kemenangan, seperti korban pembunuhan, luka-luka, kerusakan bangunan dan
kehancuran struktur masyarakat dan budaya. sebagainya.

Sumber: Journal for The Study of Peace and Conflict, 2009

Berita juga sering dibuat berdasarkan Liputan yang ada di lapangan bukan
semangat “laku-tidaknya berita itu dijual”. pada keseluruhan fakta tentang dimensi-
Sejauh ini, bisa dikatakan media massa dimensi konflik yang ada, mencakup situasi
cenderung meliput berita konflik hanya konflik dan persepsi atau pandangan pihak-
pada aspek perilaku konfliknya saja atau pihak yang terlibat dalam konflik sehingga
aspek-aspek konflik yang kelihatan kasat informasi tentang konflik yang tersedia
dalam dunia kita sekarang menjadi bersifat
mata. Misalnya perilaku membunuh,
sangat permukaan (superficial) dan tidak
membantai kelompok tertentu, menembak,
proporsional (out of proportion). Sejauh
membakar, dan lain-lain. Berita-berita
ini telah umum diakui bahwa media massa
sensasional dan dramatis demikian sering
seringkali menyajikan informasi tentang
menjadi liputan utama. Media seringkali
konflik secara permukaan dan sepotong-
juga menyajikan secara berlebihan aspek
potong. Hanya aspek konflik yang paling
kekerasan dan konflik, misalnya sekian mudah dilihat dan peristiwa konflik yang
banyak tempat yang strategis rusak dibakar, paling dramatis yang mendapat perhatian
jumlah korban yang terluka atau terbunuh, terbesar untuk diliput. Aspek lain dari
dan lain sebagainya. kekerasan, seperti situasi yang menjadi
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 212

akar konflik dan persepsi berbagai pihak perbaikan situasi konflik dan krisis yang
tentang konflik, tidak mendapat perhatian terjadi sehingga dalam hal ini media
berarti, meski hal itu sangat penting untuk massa dapat menjadi salah satu alternatif
diketahui publik. solusi dalam meredam dan membantu
Selain bersifat permukaan, liputan menyelesaikan konflik yang sedang terjadi.
media massa dan laporan resmi pemerintah Selain itu, dibutuhkan sinergisitas
tentang konflik di Indonesia seringkali bias yang konstruktif antara media massa,
dan tidak proporsional. Bentuk bias dan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia,
ketidak proporsionalan liputan itu dapat pemerintah dan masyarakat untuk terus
berupa peliputan yang berlebihan tentang mengkampanyekan setiap pemberitaan dan
cakupan dan intensitas konflik yang tidak ekspos media yang edukatif, objektif, damai
sesuai dengan tingkatan konflik yang nyata dan berorientasi pada resolusi konflik.
atau sebaliknya. Untuk mengatasi masalah
Simpulan
ini, terdapat beberapa alternatif solusi
Media massa harus dipandang seba­
yang dapat dilakukan media massa seperti
gai intitusi yang bebas dari nilai dan
dikemukakan oleh Chang (dalam Trijono,
menyampaikan realitas secara apa adanya.
2002) antara lain: 1) dengan menambah dan
Media mempunyai kekuatan untuk meng­
terus menerus membuka saluran/channel
konstruksi realitas dalam masyarakat
komunikasi sehingga arus informasi terus
sehingga hal ini menjadikan media harus
mengalir dan ketersediaan informasi bisa
berimbang dalam melaporkan konflik,
diperoleh secara memadai, 2) meningkatkan
harus ikut mencegah konflik dan dapat
kualitas informasi tentang konflik yang ada
mendorong terciptanya perdamaian dengan
sehingga bisa diperoleh informasi yang
cara memfokuskan pemberitaannya dalam
bermakna dan berguna secara memadai
upaya-upaya perdamaian yang dilakukan
bagi kepentingan publik secara luas, 3)
oleh pihak-pihak yang bertikai.
memfokuskan pada penyajian informasi
Media dapat juga mengambil fokus
dan proses komunikasi yang mengarah
pada isu-isu spesifik dari situasi konflik pemberitaan akibat yang ditimbulkan oleh
dan setiap dimensi krisis secara mendalam konflik sehingga diharapkan pihak yang
sehingga tidak memperluas dan makin bertikai menyadari akibat yang ditimbulkan
membuat ruwet interpretasi dan pemaknaan dari konflik itu. Hal ini menjadikan
publik yang bisa semakin mengacaukan media merupakan bagian dari solusi
situasi krisis. dalam meredam konflik dan bukan malah
Perbaikan kualitas komunikasi dan “memanas-manasi” serta memperburuk
informasi yang diliput media massa konflik.
melalui berbagai upaya kampanye dan Media hendaknya selalu menjadikan
perluasan aktivitas komunikasi perdamaian kode etik jurnalistik sebagai asas dalam
atau jurnalisme damai dapat membantu melakukan aktivitas pemberitaan dan
213 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 2, Januari 2017, hlm 199-214

kebebasan pers yang dijalankan hendaknya Griffin, Em. (2012). A First Look At
tidak disalahgunakan untuk meningkatkan Commmunicaton Theory. Eight
penjualan atau keuntungan ekonomi Edition. New York: The McGraw-Hill
bahkan kepentingan lainnya atas sebuah Companies.
peristiwa konflik yang terjadi. Dibutuhkan
Ishwara, Luwi. (2011) . Jurnalisme Dasar.
sinergisitas yang konstruktif antara media
Jakarta: Kompas.
massa, Dewan Pers, Komisi Penyiaran
Indonesia, pemerintah dan masyarakat Kriyantono, Rachmat. (2014). Teknik
untuk terus mengkampanyekan setiap Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
pemberitaan dan ekspos media yang Kencana Prenadamedia Group.
edukatif, objektif, damai dan berorientasi Liliweri, Alo. (2005). Prasagka dan
pada resolusi konflik. Konflik. Komunikasi Lintas Budaya
Daftar Pustaka Masyarakat Multi Kultur. Yogyakarta:
LKIS Yogyakarta.
Badaraco, Claire H. (2009). Journal for
Miall, Hugh dkk. (2002). Resolusi Damai
The Study of Peace and Conflict.
Konflik Kontemporer: Menyelesaikan,
Tersedia dari:http://proquest.umi.com/
Mencegah, Mengelola, dan Mengubah
pqdweb?index=2&did=2362014051&
Konflik Bersumber Politik, Sosial,
SrchMode=1&sid=2&Fmt=6&VInst=
Agama dan Ras. Edisi terjemahan.
PROD&VType=PQD&ROT=309&V
Name=PQD&TS=1316665141&client Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Id=97884. McQuail, Denis. (2000). Mass
Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Communication Theories. Fourth
Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada edition. London : Sage Publication.
Media Group. Oktarianisa, Sefti. (2009). Pandangan
Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Jurnalis TV Mengenai Aplikasi
Politik Kementerian Dalam Negeri. Konsep Jurnalisme Damai Pada
(2015). Perbandingan Peristiwa Konflik Berita Perang di Televisi Indonesia.
Sosial Berdasarkan Pengelompokan Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
Isu/Pola Konflik. Jakarta. Universitas Indonesia, Volume VII/
Nomor 3, September-Desember 2009:
Fachrul Nurhadi, Zikri. (2015). Teori-Teori
543-558.
Komunikasi. Teori Komunikasi dalam
Perspektif Penelitian Kualitatif. Bogor: Sobur, Alex. (2009). Semiotika Komunikasi.
Penerbit Ghalia Indonesia Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Fisher S., et al. (2000). Mengelola Konflik, Sumarno, Karimah K dan Damayanti NA.
Keterampilan dan Strategi Bertindak. (2000). Filsafat dan Etika Komunikasi.
Jakarta: The British Council Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Press.
Bend Abidin Santosa. Peran Media Massa dalam Mencegah Konflik 214

Suparlan, Parsudi. (2003). Bhinneka Tunggal Konflik yang Dipicu Keberagaman Budaya
Ika; Keanekaragaman Sukubangsa Indonesia. (2015, Mei 21). Tempo.co.
atau Kebudayaan?. Jurnal Antropologi
Konflik di Tolikara, 2 Tewas, 95 Rumah
Indonesia, 72.
Terbakar. (2016, April 24). beritasatu.com.
Trijono, L. (2002). Peran Komunikasi
KPI Ingatkan Media Supaya Netral dalam
dalam Konflik dan Untuk Perdamaian,
Pemberitaan Pilgub DKI (2016,
dalam Ispandriarno L, Hanitzsch T, &
September 25). merdeka.com
Loeffelholz M, (ed): Media-Militer-
Konflik, Crisis Communication: Pers­ Media Berperan Besar dalam Penyelesaian
pektif Indonesia dan Internasional. Konflik (2013, Juli 18). antaranews.com.
Friedrich Ebert Stiftung. Jakarta: Galang Mendagri: Yang Kita Hadapi Saat ini
Pers. Adalah Krisis Budaya. (2016, Agustus
Artikel dan Berita Internet 1). kesbangpol.kemendagri.go.id.

AJI : Berita Tidak Berimbang Picu Konflik Selain Tanjung Balai, Medan Juga Rawan
(2016, Oktober 2). antaranews.com. Konflik Sosial. (2016, Agustus 2).
okezone.com.
AJI Imbau Media Tak Picu Konflik dan
Memanaskan Situasi Demo 4 November Sutiyoso Pastikan Konflik di Tanjungbalai Tak
(2016, November 4). detik.com. Meluas. (2016, Juli 30). tribunnews.com.

Anggota DPR Minta Penyelesaian Konflik Tjahjo minta Pemprov Sumut Cegah Konflik
Tanjungbalai secara Bijaksana. (2016, di Tanjungbalai Meluas. (2016, Juli 31).
Agustus 2). antaranews.com. merdeka.com.

Dua Orang Tewas dan 95 Rumah Dibakar Warga Kwamki Lama Deklarasi Tolak Perang
di Tolikara, (2016, April 26). bbc.com. Suku. (2016, Mei 10). liputan6.com.

Anda mungkin juga menyukai