Anda di halaman 1dari 39

Faris Akbar Ashari

30101407181

Sgd 03

STEP 7

1. Mengapa pada anak usia 7 tahun anak pasif, tidak suka bermain ?
Fenilalanin adalah salah satu dari 9 asam amino essensial yang terdapat pada semua protein makanan
seperti daging , telur, ikan, susu, keju dan dalam jumlah yang sedikit pada sereal, sayuran dan buah-
buahan. Fenilalanin sangat diperlukan oleh tubuh kita untuk membuat protein tubuh. Di dalam saluran
pencernaan, protein makanan dicerna menjadi asam amino sebelum diserap. Asam amino ini
diperlukan untuk membuat protein tubuh atau diubah menjadi asam amino jenis lain.

Fenilalanin selain merupakan bahan baku protein tubuh juga diubah menjadi salah satu asam amino
non essensial yang disebut tirosin, yang nantinya juga akan diolah menjadi protein tubuh. Proses
perubahan dari fenilalanin menjadi tirosin memerlukan enzim yang disebut enzim fenilalanin
hidroxilase.

Pada PKU (phenylketonuria), enzim fenilalanin hidroxilase tidak berbentuk sehingga mengakibatkan
jumlah fenilalanin di dalam darah yang berlebihan. Fenilalanin yang berlebihan ini dapat
mengganggu proses pertumbuhan, terutama pertumbuhan dan perkembangan sistem saraf pusat di
otak sehingga mengakibatkan retardisi mental. Selain itu kegagalan metabolisme fenilalanin juga
mengganggu pembentukan pigmen kulit maupun rambut serta pembentukan hormon-hormon yang
amat dibutuhkan tubuh sehingga rambut menjadi tipis dan kulit pucat. Ukuran kepala yang kecil
(mikrosefal) juga salah satu gejala klinisnya.

Penyakit ini bersifat genetik autosom resesif. Tubuh penderita fenilketonuria tidak memiliki atau
kekurangan enzim fenilalanin hidroksinase (PAH). Pada keadaan normal, fenilalanin (Phe) dapat diubah
menjadi tirosin. Namun ketika tidak ada enzim fenilalanin hidroksinase, kadar fenilalanin menjadi sangat
tinggi dalam darah dan sangat berbahaya bagi tubuh. Akibatnya adalah dapat menumpuk dalam darah,
menjadi racun bagi otak, dan menyebabkan retardasi mental
Fenilketonuria (fenilalaninemia, fenilpiruvat oligofrenia ) adalah suatu penyakit keturunan
dimana tubuh tidak memiliki enzim pengolah asam amino fenilalanin, sehingga menyebabkan kadar
fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang berbahaya bagi tubuh. Dalam keadaan normal, fenilalanin
diubah menjadi tirosin dan dibuang dari tubuh. Tanpa enzim tersebut, fenilalanin akan tertimbun di dalam
darah dan merupakan racun bagi otak, menyebabkan keterbelakangan mental.

GEJALA
Pada saat bayi baru lahir biasanya tidak ditemukan gejala. Kadang bayi tampak mengantuk atau tidak mau
makan. Bayi memiliki kulit, rambut dan mata yang berwarna lebih terang dibandingkan dengan anggota
keluarga yang lain yang tidak menderita penyakit ini. Ada juga bayi yang mengalami ruam pada kulit
yang menyerupai eksim. Jika tidak diobati, bayi akan segera mengalami keterbelakangan mental yang
biasanya bersifat berat.
Gejala pada anak anak yang menderita fenilketonuria tetapi tidak di obati atau tidak terdiagnosis adalah :
a. Kejang
b. Mual dan muntah
c. Prilaku agresif atau melukai diri sendiri
d. Hiperaktif
e. Kadang kadang mengalami gejala psikis
f. Bau badan seperti bau tikus karena di dalam air kemih dan keringatnya mengandung asam fenil asetat
( hasil pemecahan fenilalanin ).
Fenilketonuria pada wanita hamil memberikan dampak yang besar terhadap janin yang di kandungnya
yaitu menyebabkan keterbelakangan mental dan fisik. Bayi terlahir dengan kepala yang kecil
(mikrosefalus) dan penyakit jantung. Jika selama hamil dilakukan pengawasan ketat terhadap kadar
fenilalanin ibu, biasanya bayi yang lahir akan normal.

Intoksikasi logam beratdefek SSPgangguan pada pusat sensorium dan pusat memorysulit
mengenal warna, mengerti aturan bermain, nama benda, sulit mengingat nama binatang dan orang.
Maramis, W. F. (1995). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga Univesity Press
2. Bagaimana tahapan perkembangan normal menurut psikiatri
Dalam Pembahasan mengenai Perkembangan anak ini, disini akan dibahas beberapa
diantaranya, antara lain :

1. a. Perkembangan Psikoseksual ( Freud)


Freud mengemukakan bahma perkembangan psikoseksual anak terdiri atas :

1. Fase oral (0-11 bulan)


Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : mengisap,
mengigit, mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan yang sangat tinggi dan
selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman.

1. Fase anal (1-3 tahun)


Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri, sangat
egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya.Pada fase ini tugas yang dapat
dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan.Anak senang menahhuan feses, bahkan
bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya. Untuk itu toilet
training adalah waktu yang tepat dilakukan dalam periode ini.
1. Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai suka
pada lain jenis. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin. Anak mulai
memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).

1. Fase laten (6-12 tahun)


Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis
untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun
sosialnya. Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis
kelamin yang sama, demikian juga sebaliknya.

1. Fase genital (12-18 tahun).


Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang
terhadap lawan jenis.

1. b. Perkembangan Psikososial ( Erik Erikson )


A. Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik orang tua
maupun org yang mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
1. Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tukem seperti dalam motorik
kasar,halus : berjinjit , memanjat, berbicara. Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan
timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan
kemamdirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.

1. Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3 – 6 tahun ).


Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam
melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh
adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. Apabila dalam
tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri anak.

1. Industry versus inferiority (6-12 tahun)


Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun
dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Anak selalu berusaha
untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada usia ini rajin dalam
melakukan sesuatu. Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari
lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan timbul rasa inferiorty (
rendah diri ).Reinforcement dari orang tua atau orang lain menjadi begitu penting
untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan sesuatu.
1. Tahap identitas dan kerancuan peran ( 12-18 tahun)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan
kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti
siapa saya kemudian. Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat
menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.

1. c. Perkembangan Kognitif ( Piaget )


A. Tahap sensorik – motorik (0-2 tahun)
Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi informasi
dengan cara melihat, mendengar,menyentuh dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan
diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat
didengar,disentuh.

1. Tahap praoperasional ( 2-7 tahun)


Perkembangan anak masih bersifat egosentrik. Pikiran anak bersifat transduktif :
menggangap semua sama , contohnya : seorang pria di keluarga adalah ayah, maka
semua pria itu adalah ayah). Pikiran anak bersifat animisme : selalu memperhatikan
adanya benda mati, contohnya : apabila anak terbentur benda mati maka anak akan
memukulnya kearah benda tersebut.
1. Tahap Kongkret (7-11 tahun)
Pemikiran anak meningkat atau bertambah logis dan koheren. Kemampuan berpikir
anak sudah operasional, imajinatif dan dapat menggali objek untuk memecahkan suatu
masalah.

1. Tahap operational ( 11 -15 tahun)


Anak dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dan
menggambarkan kesimpulan yang logis. Anak dapat membuat dugaan dan mengujinya
dengan pemikiran yang abstrak,teoritis dan filosofis. Pola berfikir logis membuat
mereka mampu berfikir tentang apa yang orang lain juga memikirkannya dan berfikir
untuk memecahkan masalah.

Zulkifli, Psikologi Perkembangan 2009, 4.

3. Apa saja klasifikasi derajat IQ secara normal?


Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :2

1. Retardasi mental berat sekali

IQ dibawah 20 atau 25.Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.

2. Retardasi mental berat

IQ sekitar 20-25 sampai 35-40.Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.

3. Retardasi mental sedang

IQ sekitar 35-40 sampai 50-55.Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.

4. Retardasi mental ringan


IQ sekitar 50-55 sampai 70.Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental.Pada
umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut
menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

Pembagian tingkat-tingkat intelegensi

Nam a HI (IQ) Tingkat Patokan Sosial Patokan Pendidikan

Sangat superior > 130 Tinggi sekali Bila berguna bag! masyarakat Terlalu pandai buat sekolah
disebut "Zeni" (genious) biasa

Superior 110-130 Tinggi Dapat berfungsi biasa .Dapat menyelesaikan perguruan


tinggi dengan mudah

Normal 86-109 Normal Dapat berfungsi biasa Dapat menyelesaikan SLA;


sedikit kesukaran di
perguruan tinggi
r
Keadaan bodoh, bebal 68-85 Taraf perbatasan Tidak sanggup be saing dalam Beberapa kali tidak naik kelas
mencari nafkah diSD
Debilitas (keadaan 52-67 Retardasi mental Dapat mencari nafkah secara Dapat dilatih dan dididik di
tolol) ringan sederhana dalam keadaan baik sekolah khusus

Imbesilitas (keadaan 20-35 Ret. ment. sedang Mengenal bahaya, tidak dapat Tidak dapat dididik, dapat
dungu) Ret. ment. berat mencari nafkah dilatih
Idiosi (keadaan pandir) <20 Retardasi mental Tidak mengenal bahaya, tidak Tidak dapat dididik, tidak dapat
sangat berat dapat mengurus diri sendiri dilatih
4. Apa saja faktor risiko dan etiologi dari skenario?

Kondisi genetik ( kromosom dan bawaan )


Pemaparan pranatal dengan infeksi dan toksin  rubella, penyakit inklusi sitomegali, sifilis,
toxoplasmosis, herpes simpleks, AIDS, sindroma alkohol janin, pemaparan zat pranatal ( opiat dan
heroin )
Trauma perinatal ( seperti prematuritas )  bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah
berada dalam risiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual. Perdarahan intrakranial
atau tanda2 iskemik serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif
Kondisi yang didapat  infeksi, trauma kepala, masalah lain
Faktor sosiokultural
(Sinopsis Psikiatri, Kaplan dan Sadock)

I. Kelompok Biomedik dapat di bagi menjadi sebab prenatal,natal dan postnatal.

A. Penyebab Prenatal

1. Infeksi ibu : kuman, virus, toxoplasma.

(a) kuman : tbc, syphilis, meningitis, karena meningococcus.


(b) virus rubella, influenza, cytomegalic inclusion body disease;

2. Intoxikasi karena : bilirubin (kernicterus), timah, karbon monoxida, post-imunisasi, toxemia gravidarum.

3. Gangguan metabolisme.

(a) metabolisme protein : phenylketonuria.

(b) metabolisme hidrat arang : galactosemia.

(c) metabolisme lemah : Tay-Sach's disease.

4. Bentuk kepala abnormal : Anencephalia, Makrocefalia,

Mikrocefalia, Hydrocefalus, Craniostenosis.

5. Kelainan khromosom : Mongolism (sindroma Down),

Klinefelter's syndrome.

6. Irradiasi pada kandungan dengan umur kehamilan 2-6 minggu.

7. Malnutrisi ibu, terutama karena defisiensi protein.

8. Endokrin : Hypothyroid ibu menyebabkan kretinism

B. Natal

1. anoxia otak karena asphyxia, misalnya karena partus lama

2. trauma kelahiran

3. prematuritas/berat badan lahir rendah.

C. Postnatal

1. malnutrisi bayi : Perkembangan inteligensi anak ,sangat dipengaruhi bila defisiensi protein terjadi sejak
lahir sampai umur 2 tahun.

2. Infeksi : encephalitis, meningitis, febrile convulsion yang lama dan sering.

3. Trauma kapitis.
4. Anoxia otak : karena status epilepticus atau dehydrasi (gastroenteritis berat). 25% dari retardasi mental
mempunyai IQ dibawah 50 dan ada hubungannya dengan sebab-sebab biomedik.

II. Kelompok sosiokultural, psikologik dan lingkungan.

Ciri-ciri dari kelompok ini :

-- tidak ada tanda-tanda dari kelainan struktural otak.

-- derajat keterbelakangannya masih termasuk ringan (IQ diatas 50).

-- 75 % dari jumlah retardasi mental mempunyai IQ diatas 50 dan sebagian besar disebabkan karena
sebab-sebab

sosiokultural.

Sebab-sebab dari kelompok II:

(a) adanya retardasi mental ringan (kedunguan) yang terdapat pada anggota keluarga lain (cultural familiar
retardates).

Sebab ini banyak terdapat di Indonesia, melihat struktur masyarakat Indonesia banyak berasal dari
golongan

sosioekonomi rendah. Karena kurangnya kepandaian mereka maka secara automatis mereka jatuh pada
suatu

tingkatan yang paling bawah yakni yang taraf kehidupannya berjalan sangat sederhana.

(b). adanya gangguan emosi pada anak sehingga anak berfungsi di bawah potensi sebenarnya (misalnya
karena penolak-

an orang tua, iri terhadap saudaranya dsb.).

(c).kurangnya stimulasi pada anak, misalnya :

-- kurangnya rangsangan belajar.


-- kurangnya pemberian kasih sayang dan perhatian orang tua pada anak karena adanya pemisahan orang
tua

dengan anak (parental deprivation).

Penyebab retardasi mental dapat dikatagorikan dalam 3 katagori, yaitu yang bersifat organobiologik,
psikoedukatif dan sosio kultural.

Penyebab organobiologik, misalnya : berat badan, usia kelahiran, posisi bayi dalam kandungan,
penyakit campak waktu bayi, kekurangan fenilalanin, dan lain-lain.
Penyebab psiko-edukatif berkaitan dengan kurangnya stimulasi dini, lingkungan yang tidak
memacu perkembangan otak, terutama pada tiga tahun pertama.
Penyebab sosiobudaya berfokus pada perbedaan variabel sosioekonomibudaya; prevalensi
penderita retardasi mental lebih besar pada keluarga dengan tingkat sosioekonomi rendah.

Selain familial retardation, tidak sempumanya usia kandungan dan berat badan, retardasi mental
dipengaruhi pula oleh posisi bayi dalam persalinan.

- Akibat infeksi dan/atau intoksikasi  Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena
kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
- Akibat rudapaksa dan atau sebab fisik lain  Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti
sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan
retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
- Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi  Semua retardasi mental yang langsung
disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan
protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.

- Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).


Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder
karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel optak yang nyata, tetapi yang belum
diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif,
radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
- Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali
kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
- Akibat kelainan kromosom.
Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.
- Akibat prematuritas.
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat
badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak
terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
- Akibat gangguan jiwa yang berat.
Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat
tanda-tanda patologi otak.
- Akibat deprivasi psikososial.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya

5. Apa DD dari skenario? (jika ada klasifikasinya disebutkan ya)


Jenis retardasi mental :
a) Mental retardation ringan atau semu (Cultural familial retardation), disebabkan oleh
kondisi lingkungandan sosial ekonomi keluarga yang tidak mendukung.
b) Mental retardation berat, disebabkan oleh faktor genetik yang dibedakan menjadi:
a. Down syndrome, yang terdiri dari :
1) Trisomy 21, terjadi kelebihan kromosom pada pasangan kromosom 21 yang
terdiri atas tiga kromosom. Biasanya terjadi pada anak-anak yang berasal dari ibu
yang mengandung pada usia kritis yaitu usia di bawah 20 tahun atau di atas 40
tahun.
2) Mosaicism, terjadi karena adanya kegagalan dalam perkembangan sel secara
sempurna sehingga menimbulkan kelebihan atau kekurangan kromosom pada
tubuh.
3) Translocation, terjadi akibat adanya pasangan kromosom yang melekat pada
pasangan kromosom lainnya, sehingga menimbulakan gangguan terhadap fungsi
intelektual penderitanya.
b. Phenylketonuria (PKU), kemampauan tubuh untuk mengubah phenylalanin menjadi
tirosin terganggu sehingga tidak memenuhi persyaratan yang dibutuhkan tubuh.
c. Tay Sachs Disease, terjadi pembesaran pada tengkorak sehingga menimbulkan
kemunduran sistem syaraf. Penyakit ini biasa terdeteksi pada usia 6 bulan. Akibat
penyakit ini penderita kehilangan kemampuan intelektual dan otot-ototnya menjadi
lemah.
RETARDASI MENTAL
 Definisi:
1. Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO, MENKES
1990).
2. Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah
yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Carter CH,
Toback C).

 Etiologi:
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari Retardasi Mental. Faktor-faktor yang
potensial sebagai penyebab Retardasi Mental:
Non organik:
 Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis.
 Faktor sosiokultural.
 Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik.
 Penelantaran anak.
Organik:
 Faktor Pra-konsepsi
 Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneous).
 Kelainan kromosom.
 Faktor Pre-natal
 Gangguan pertumbuhan otak trimester I
 Kelainan kromosom
 Infeksi intra uterin, misal HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
 Disfungsi plasenta
 Kelainan konginetal dari otak
 Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
 Infeksi intra uterin, misal HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam-logam berat)
 Ibu DM, PKU
 Toksemia gravidarum
 Disfungsi plasenta
 Ibu malnutrisi
 Faktor Peri-natal
 Sangat prematur
 Asfeksia neotorum
 Trauma lahir
 Meningitis
 Kelainan metabolik
 Faktor Post Natal
 Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
 Neurotoksin
 CVA
 Anoksia, misalnya tenggelam
 Metabolik, misalnya gizi buruk, kelainan hormonal
 Infeksi, misalnya meningitis ensefalitis
 Patofisiologi:
Retardasi Mental termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal (IQ 70-75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-
keterbatasan sedikitnya dua area fungsi adaptif yaitu berbicara dan berbahasa,
ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana
prasarana komunitas, pengarahan diri kesehatan dan keamanan akademik fungsional
bersantai dan bekerja.
Pada Retardasi Mental terjadi kerusakan muskuloskeletal. Kerusakan neurologis itu
meliputi: kerusakan otak, kelainan kongenital dan mikrosefal. Sedangkan kerusakan
muskuloskeletal meliputi: anomali ekstremitas konganital, masukan kalori/nutrisi tidak
mencukupi, distorsi muskular. Kerusakan neurologis dan kerusakan muskuloskeletal
akan menyebabkan terjadinya kurang kesadaran tentang bahaya dan kerusakan fungsi
motorik dari otot sehingga akan muncul berbagai masalah dalam keperawatan.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 1. Ed. 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Maramis, W. F. (1995). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga Univesity Press.
Pdiatri. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

A. AUTISME

a. Etiologi :
Penyebab autis belum diketahui secara pasti.Beberapa ahli menyebutkan autis
disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan
biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan
yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik
termasuk autis.

Beberapa teori yang didasari beberapa penelitian ilmiah telah dikemukakan untuk
mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa teori penyebab autis adalah :
teori kelebihan Opioid, teori Gulten-Casein (celiac), Genetik (heriditer), teori
kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori metilation, teori Imunitas, teori
Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein
Basis dasar, teori Infeksi karena virus Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran
cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori
kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin.

Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun hanya
sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism.Hal ini mungkin berkaitan dengan
teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori Metalotionin.Beberapa penelitian
anak autism tampaknya didapatkan ditemukan adanya gangguan metabolisme
metalotionin.Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh
tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya.Setiap logam
berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin.Berdasarkan afinitas tersebut
air raksa memiliki afinitas yang paling kuat dengan terhadap metalotianin dibandingkan
logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli menunjukkan


bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di antaranya adalah :
defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan, defisiensi sistein, malfungsi regulasi
element Logam dan kelainan genetik, antara lain pada gen pembentuk metalotianin.

Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab autis
yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris Andrew Wakefield, Bernard
Rimland dari Amerika mengadakan penelitian mengenai hubungan antara vaksinasi
terutama MMR (measles, mumps rubella ) dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang
dilakukan dengan populasi yang lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR
tidak menyebabkan Autis.Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas
dengan bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi
didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi, dia dan
banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka yang terkena
autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.

Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya dibandingkan
laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna secara umum.Namun
penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang menunjukkan hubungan
tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat.

Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis telah ada
jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini
dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen autisme.
Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara autisme dan cacat lahir
yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat
terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew
menemukan bahwa pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan
pusat memory dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal.Penelitian ini
menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga
saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.

Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap protein


otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal
mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar
protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi
ini berkembang menjadi autis dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan
autisme terjadi sebelum kelahiran bayi.

Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian terhadap
kelainan autis pada anak.Sehingga penelitian terhadap autism semakin pesat dan
berkembang.Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan
orang tua yang otoriter terhadap anaknya.Kemajuan teknologi memungkinkan untuk
melakukan penelitian mengenai penyebab autis secara genetik, neuroimunologi dan
metabolik.Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan
protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang
menjadi anak autisme.Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan
penyebab utama autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.

b. Gambaran klinik :
Gejala anak yang menderita autisme umumnya sudah tampak sebelum usia 3 tahun :

 Tidak ada kontak mata yang mantap.


 Kurang responsif terhadap lingkungan di sekitarnya.
 Tidak mau bicara secara verbal.
 Tidak mau berkomunikasi dengan bahasa tubuh, seperti tersenyum, merengut, dan
sebagainya.
Autisme Masa kanak ( Childhood Autism )

Autisme masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah
tampak sebelum anak tersebut mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang terganggu
adalah dalam bidang :
 Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan dibawah
ini :
 Perkembangan bicaranya terlambat, atau samasekali tidak berkembang.
 Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk
mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara.
 Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu
pembicaraan dua arah yang baik.
 Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
 Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang
variatif.
 Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi social :
 Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan
gerak tubuh, untuk berinteraksi secara layak.
 Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka
bisa berbagi emosi, aktivitas, dan interes bersama.
 Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
 Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi
kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.
 Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan
stereotipik seperti dibawah ini :
 Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak
normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan,
yang bisa dilakukannya berjam-jam.
 Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya
kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki
dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas yang terlewat atau terbalik
urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
 Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya
mengepak-ngepak lengan, menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan
mengetok-ngetokkan sesuatu.
 Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna,
seperti roda sepeda yang diputar-putar, benda dengan bentuk dan rabaan
tertentu yang terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu.
Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk
tak terkendali), tertawa dan menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar.
Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris,
seperti adanya kebutuhan untuk mencium-cium/menggigit-gigit benda, tak suka kalau
dipeluk atau dielus.
Autisme Masa Kanak lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan
dengan perbandingan 3 : 1
http://www.autisme.or.id/GPP_PDD/autisme_masa_kanak/.

c. Diagnosis :
Menegakkan diagnosis autism memang tidaklah mudah karena membutuhkan
kecermatan, pengalaman dan mungkin perlu waktu yang tidak sebentar untuk
pengamatan.Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung
autisme.Untuk menetapkan diagnosis gangguan autism para klinisi sering menggunakan
pedoman DSM IV.Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV.

DiagnosIs yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam
berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Banyak tanda dan gejala
perilaku seperti autism yang disebabkan oleh adanya gangguan selain autis.Pemeriksaan
klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan
adanya penyebab lain tersebut.

Karena karakteristik dari penyandang autis ini banyak sekali ragamnya sehingga cara
diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim
dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi
bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.

Dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit
pengetahuan dan wawasan mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-
diagnosa autisme. Kadang kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru
melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan
diagnosa.Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam
memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat
memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.

Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari
kemampuan dan perilaku seorang anak.Masukkan dari orang tua mengenai kronologi
perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil
diagnosa.Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan
keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan
berperilaku aneh dan nyentrik.Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut
diatas dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autis dengan yang lainnya
sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk
menentukan terapi yang tepat.

d. Diagnosis banding :
Referensi baku yang dipakai untuk menjelaskan jenis autisme adalah standar
Amerika DSM revisi keempat (Diagnostic and Statistical Manual) yang memuat
kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan diagnosa autisme. Diagnosa ini
hanya dapat dilakukan oleh tim dokter atau praktisi ahli bersadarkan pengamatan
seksama terhadap perilaku anak autisme dan disertai konsultasi dengan orang tua
anak.

Pada kenyataanya, sangat sulit untuk membagi kategori atau jenis autisme
mengingat tjarang ditemukan antara satu dan lain penyandang autisme yang
mempunyai gejala yang sama. Setiap penyandang autisme mempunyai ke-'khas'-
annya sendiri sendiri. Dengan kata lain ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu
jenis autisme di dunia ini yang tidak dapat diperinci satu persatu. Istilah yang lazim
dipakai saat ini oleh para ahli adalah 'kelainan spektrum autisme' atau ASD (Autism
Spectrum Disorder).

Anak yang telah didiagnosa dan masuk dalam kategori PDD mempunyai persamaan
dalam hal kekurang mampuan bersosialisasi dan berkomunikasi akan tetapi tingkat
kelainan-nya (spektrum-nya) berbeda satu dengan lainnya.

Terdapat begitu banyaknya jenis atau ciri penyandang autisme, sehingga lebih
berupa rangkaian dari kelabu muda sekali hingga kelabu tua sekali (sangat
bervariasi).Penggunaan istilah autisme berat/parah dan autisme ringan dapat
menyesatkan karena jika dikatakan berat atau parah orang tua dapat merasa
frustasi dan berhenti berusaha karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya
jika dikatakan ringan atau tidak parah maka orang tua merasa senang dan juga
dapat berhenti berusaha karena merasa anaknya akan sembuh sendiri. Pada
kenyataannya, baik ringan ataupun berat, tanpa penanganan terpadu dan intensif,
penyandang autisme sulit mandiri. Meskipun sejauh ini belum ada pembagian tegas
untuk menunjukkan derajat autism, apakah ringan, sedang atau berat.

Agar dapat membantu melihat beberapa kelompok besar spektrum autisme yang
ada, dapat dilihat dari kategori utama dibawah ini:

Gangguan Perkembangan Pervasif (Pervasive Developmental Disorders /PDD) terdiri


dari beberapa jenis PPD di antaranya adalah :
 Autistic
 Aspergers
 Retts
 Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
Gangguan pervasive opada masa kanak-kanak (Pervasive Developmental Disorderor Not
Otherwise Specified /PDD:NOS)

e. Pengobatan
Dalam pengobatan penyakit autis ada beberapa macam terapi, diantaranya adalah:
 Terapi Medikamentosa
Sistem terapi dengan pemberian obat pada penderita dengan pantauan dokter untuk
setiap efek obat yang positif maupun yang negatif dan pemberian obat harus
didasarkan:
 Diagnosis yang tepat
 Indikasi yang kuat
 Pemakaian obat seperlunya
 Pemantauan ketat gejala efek samping
 Dosis obat terusmenerus disesuaikan
 Pakai obat yang sudah dikenal
 Terapi Wicara
Terapi wicara diberikan kepada penyandang autisme karena mempunyai
keterlambatan bicara dan kesulitan bicara
 Terapi Perilaku
Terapi perilaku membantu para penyandang autisme untuk bisa menyesuaikan diri
dalam masyarakat dalam terapi perilaku bukan saja gurunya yang harus melakukan
terapi pada saat belajar namun setiap anggota keluarga di rumah harus bersikap
sama dan konsisten dalam menghadapi penyandang autis
 Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus yaitu pendidikan individual yang terstruktur bagi penyandang
autis, pada pendidikan khusus ini diterapkan sistim satu guru satu anak karena
merupakan sistim yang efektif
 Terapi Okupasi
Anak autis diberi bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan memperbaiki
koordinasi dan membuat otot halusnya terampil, misalnya otot jari tangan sangat
penting dikuatkan dan dilatih supaya bisa menulis dan melakukan semua hal yang
membutuhkan keterampilan otot jari tangannya.2)
http://www.autisme.or.id/GPP_PDD/autisme_masa_kanak/
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/anak/autis250407.htm

f. Prognosis
Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan
komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik,.Kira-kira dua pertiga orang dewasa
autisme bergantung sepenuhnya atau setengah bergantung pada keluarga atau di
rumah sakit jiwa. Hanya 1-2% dapat hidup normal dan berstatus independent, dan 5-
20% mendapat status normal borderline (Hagberg,1981)

B. SINDROM RETT’S
1. Kriteria Diagnostik Sindrom Rett’s
A. Semua berikut
1) Perkembangan pra natal dan perinatal yg tampaknya normal
2) Perkembangan psikomotor yg tampaknya normal selama lima bulan
pertama setelah lahir
3) Lingkaran kepala yg normal saat lahir
B. Onset semua berikut ini setelah periode perkembangan normal
1) Perlambatan pertumbuhan kepala antara usia 5 dan 48 bulan
2) Hilangnya keterampilan tangan bertujuan yang sebelumnya telah dicapai
anatar 5 dan 30 bulan dng diikuti perkembangan gerakan tangan
stereotipik (misalnya memuntirkan tangan atau mencuci tangan)
3) Hilangnya keterlibatan social dalam awal perjalanan (walaupun seringkali
interaksi social tumbuh kemudian)
4) Terlihatnya gaya berjalan atau gerakan batang tubuh yg terkoordinasi
secara buruk
5) Gangguan parah pd perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif dng
retardasi psikomotor yg parah

2. Terapi
Terapi ditujukan pd intervensi simptomatik. Fisioterapi telah bermanfaat bagi
disfungsi otot, dan terapi antikonvulsan biasanya diperlukan untuk mengendalikan
kejang. Terpi perilaku adalah berguna untuk mengendalikan perilaku melukai diri
sendiri, spt terapi autistic, dan dpt membantu mengatur disorganisasi pernafasan.

C. SINDROM ASPERGER’S
1. Definisi
Adalah suatu kondisi dimana anak menunjukkan gangguan jelas dalam hubungan social dan
pola perilaku yang berulang dan stereotipik tanpa keterlambatan dalam perkembangan
bahasa sedangkan kemampuan kognitif dan adaptif anak adalah normal

2. Gambaran Klinis
Gambaran awalnya adalah orang dengan inteligensia normal yang menunjukkan gangguan
kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik dan keanehan perilaku tanpa keterlambatan
dalam perkembangan bahasa. Sejak saat itu, orang dengan retardasi mental tetapi tanpa
keterlambatan bahasa telah mendapatkan diagnosis gangguan Asperger.

3. Diagnosis dan Gambaran Klinis


Gambaran klinis adalah sekurangnya dua indikasi gangguan sosial kualitatif berikut ini: gaya
komunikatif nonverbal yang jelas abnormal, kegagalan mengembangkan hubungan dengan
teman sebaya, tidak adanya timbal balik sosial atau emosional, dan gangguan kemampuan
untuk mengekspresikan kesenangan atas kebahagiaan orang lain. Minat yang terbatas dan
pola perilaku selalu ditemukan. Menurut DSM-IV, pasien tidak menunjukkan keterlambatan
berbahasa, keterlambatan kognitif yang bermakna secara klinis, atau gangguan adaptif

ADHD
 Definisi:
ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention
= perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder =
gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang
memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan
impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas
hidup mereka.

 Etiologi:
Bahan kajian lebih lanjut akan dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi
dkk, 2000, Barkley, 20003 (dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan
bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD, yaitu:
Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting
dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD
memiliki gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko
ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika
gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-
temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa
ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat
persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada
kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak
ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal.
Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal
yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara
kolektif dikenal sebagai basal ganglia.
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons,
dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang
serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai
korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

 Ciri-ciri ADHD:
a. Inatensi
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah
teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh
perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
b. Impulsifitas
Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai
dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat
bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
c. Hiperaktivitas
Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang
dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak
bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif
tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu
mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak
dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan
terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.
American Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric Associations.
Alberto, P. A,. & Anne, C. A,. (1986). Applied Behavior Analysis for Teachers. Ohio: Merrill
Publishing Company.
Grad, L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York: The Center
for Applied Research in Education.

AUTISME
 Definisi:
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti
suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya
sendiri (Suryana, 2004).

 Ciri-ciri autisme:
Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik
untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan setidaknya dua dari (1),
dan satu dari masing-masing (2) dan (3):
1. Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang dimanifestasikan dengan
setidak-tidaknya dua dari hal berikut:
a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa perilaku non
verbal seperti tatapan langsung, ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur
untuk mengatur interaksi sosial.
b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang tepat
menurut tahap perkembangan.
c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk berbagi kesenangan,
ketertarikan atau pencapaian dengan orang lain (seperti dengan kurangnya
menunjukkan atau membawa objek ketertarikan).
d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.
2. Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada setidak-
tidaknya satu dari hal berikut:
a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan bahasa (tidak
disertai dengan usaha untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari
komunikasi, seperti gestur atau mimik).
b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai dengan
kemampuan untuk memulai atau mempertahankan percakapan dengan
orang lain.
c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap atau bahasa
yang aneh.
d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-pura yang spontan atau
permainan imitasi sosial yang sesuai dengan tahap perkembangan.
3. Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk tetap,
ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari
hal berikut:
a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan yang berbentuk
tetap dan terhalang, yang intensitas atau fokusnya abnormal.
b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau ritual yang spesifik.
c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang (tepukan atau
mengepakkan tangan dan jari, atau pergerakan yang kompleks dari
keseluruhan tubuh).
d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek
B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1 dari area berikut,
dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun: (1) interaksi sosial, (2) bahasa yang
digunakan dalam komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau imajinatif.
C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s Disorder atau Childhood
Disintegrative Disorder.

 Tingkat kecerdasan anak autis:


Pusponegoro dan Solek (2007) menyebutkan bahwa tingkat kecerdasan anak autis
dibagi mejadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
a) Low Functioning (IQ rendah)
Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori low functioning (IQ rendah), maka
dikemudian hari hampir dipastikan penderita ini tidak dapat diharapkan untuk hidup
mandiri, sepanjang hidup penderita memerlukan bantuan orang lain.
b) Medium Functioning (IQ sedang)
Apabila penderita masuk ke dalam kategori medium functioning (IQ sedang), maka
dikemudian hari masih bisa hidup bermasyarakat dan penderita ini masih bisa masuk
sekolah khusus yang memang dibuat untuk anak penderita autis.
c) High Functioning (IQ tinggi)
Apabila penderitanya masuk ke dalam kategori high functioning (IQ ”tinggi”), maka
dikemudian hari bisa hidup mandiri bahkan mungkin sukses dalam pekerjaannya, dapat
juga hidup berkeluarga.

RETARDASI MENTAL
 Definisi:
3. Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO, MENKES
1990).
4. Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah
yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Carter CH,
Toback C).

 Etiologi:
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari Retardasi Mental. Faktor-faktor yang
potensial sebagai penyebab Retardasi Mental:
Non organik:
 Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis.
 Faktor sosiokultural.
 Interaksi anak-pengasuh yang tidak baik.
 Penelantaran anak.
Organik:
 Faktor Pra-konsepsi
 Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneous).
 Kelainan kromosom.
 Faktor Pre-natal
 Gangguan pertumbuhan otak trimester I
 Kelainan kromosom
 Infeksi intra uterin, misal HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
 Disfungsi plasenta
 Kelainan konginetal dari otak
 Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
 Infeksi intra uterin, misal HIV
 Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam-logam berat)
 Ibu DM, PKU
 Toksemia gravidarum
 Disfungsi plasenta
 Ibu malnutrisi
 Faktor Peri-natal
 Sangat prematur
 Asfeksia neotorum
 Trauma lahir
 Meningitis
 Kelainan metabolik
 Faktor Post Natal
 Trauma berat pada kepala/susunan saraf pusat
 Neurotoksin
 CVA
 Anoksia, misalnya tenggelam
 Metabolik, misalnya gizi buruk, kelainan hormonal
 Infeksi, misalnya meningitis ensefalitis
 Patofisiologi:
Retardasi Mental termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul
pada masa kanak-kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan di bawah normal (IQ 70-75 atau kurang) dan disertai keterbatasan-
keterbatasan sedikitnya dua area fungsi adaptif yaitu berbicara dan berbahasa,
ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana
prasarana komunitas, pengarahan diri kesehatan dan keamanan akademik fungsional
bersantai dan bekerja.
Pada Retardasi Mental terjadi kerusakan muskuloskeletal. Kerusakan neurologis itu
meliputi: kerusakan otak, kelainan kongenital dan mikrosefal. Sedangkan kerusakan
muskuloskeletal meliputi: anomali ekstremitas konganital, masukan kalori/nutrisi tidak
mencukupi, distorsi muskular. Kerusakan neurologis dan kerusakan muskuloskeletal
akan menyebabkan terjadinya kurang kesadaran tentang bahaya dan kerusakan fungsi
motorik dari otot sehingga akan muncul berbagai masalah dalam keperawatan.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 1. Ed. 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Maramis, W. F. (1995). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga Univesity Press.
Pdiatri. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
ADHD
 Definisi:
ADHD merupkan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention
= perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder =
gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang
memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan
impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas
hidup mereka.

 Etiologi:
Bahan kajian lebih lanjut akan dikemukakan hasil penelitian Faron dkk, 2000, Kuntsi
dkk, 2000, Barkley, 20003 (dalam MIF Baihaqi &Sugiarmin, 2006), yang mengatakan
bahwa terdapat faktor yang berpengaruh terhadap munculnya ADHD, yaitu:
Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting
dalam memunculkan tingkah laku ADHD. Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD
memiliki gangguan, yaitu jik orang tua mengalami ADHD, maka anaknya beresiko
ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka
saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika
gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-
temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa
ADHD ada kaitannya dengan keturunan.
Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat
persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada
kerusakan fungsi lobus prefrontl. Demikian juga penurunan kemampuan pada anak
ADHD pada tes neuropsikologis yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal.
Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi)menunjukan ada
ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal
yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara
kolektif dikenal sebagai basal ganglia.
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons,
dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang
serupa dengan ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai
korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.

 Ciri-ciri ADHD:
a. Inatensi
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak
mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah
teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh
perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu
mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek,
sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
b. Impulsifitas
Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai
dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat
bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk
mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan
ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun
lingkungannya.
c. Hiperaktivitas
Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang
dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak
bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif
tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu
mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak
dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan
terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.
American Psychiatric Assosiations (2005). Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM IV). Washington, DC. American Psychiatric Associations.
Alberto, P. A,. & Anne, C. A,. (1986). Applied Behavior Analysis for Teachers. Ohio: Merrill
Publishing Company.
Grad, L. Flick. (1998). ADD/ADHD Behavior-change Resource Kit. New York: The Center
for Applied Research in Education.

6. Apa saja pemeriksaan fisik yg ditemukan pada penderita RM?


Pemeriksaan Fisik

1. Bentuk wajah pasien : tulang hidung datar, alis mata yg menonjol, lidah yg
menonjol, telinga yang letaknya rendah.
Ekspresi wajah pasien : penampilan dungu
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yg dipakai ?
UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
-Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of infant development )
-Uji perkembangan seperti DDST II
-Pengukuran fungsi adaftif ( Vineland adaftive behaviour scales, Woodcock-Johnson Scales of
independent Behaviour, School edition of the adaptive behaviour scales ).
Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik:
1) Uji Laboratorium
 Uji intelegensi standar dan uji perkembangan
 Pengukuran fungsi adaptif
2) EEG (Elektro Esenflogram)
 Gejala kejang yang dicurigai
 Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3) CT ata MRI
 Pembesaran kepala
 Dicurigai kelainan otak yang luas
 Kejang lokal
 Dicurigai adanya tumor intra kranial
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 1. Ed. 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

8. Bagaimanakah terapinya?
Penatalaksanaan Medis
Terapi terbaik adalah pencegahan primer, sekunder dan tersier:
a) Pencegahan primer
Tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang
menyebabkan gangguan. Tindakan ini termasuk pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional
bidang kesehatan, konseling keluarga dan genetik dapat membantu.
b) Pencegahan sekunder
Tujuannya mempersingkat perjalanan penyakit.
c) Pencegahan tertier
Tujuannya menekan kecacatan yang terjadi

Dalam pelaksanaannya, kedua jenis ii dilakukan bersamaan meliputi:


a) Pendidikan untuk anak mancakup latihan ketrampilan adaptif, sosial dan kejuruan.
b) Terapi pra luka agresif dan melukai diri
c) Kognitif dan psikodinamika
d) Pendidikan keluarga
e) Intervensi farmakologis:
 Obat-obatan psikotropika (Tioridasin/Mellaril) untuk remaja dengan perilaku yang
membahayakan diri sendiri.
 Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan
konsentrasi/gangguan hiperaktif.
 Antidepresan (Imipramin/Trofanil)
 Karbamazepin (Tegretol) dan Propanolol (Inderal)
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 1. Ed. 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

Pencegahan Retardasi Mental

Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua:
pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

a. Pencegahan Primer

Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat,
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi,
3) konseling genetik,
4) Tindakan kedokteran, antara lain:

 perawatan prenatal dengan baik,


 pertolongan persalinan yang baik, dan
 pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis dan
pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.

E. Penanganan Retardasi Mental

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga
pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak
ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat.
Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki
kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling.
Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu
mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.

Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti
mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium.

a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental

1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.

3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan
pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.

Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena
perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang
dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.

b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental

Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:

1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst.,

2) Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,

3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan

4) Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara
moral.

Read more: http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2012/07/anak-kebutuhan-khusus-retardasi-


mental.html#ixzz2QJKJWh7W

Anda mungkin juga menyukai