Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu
atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami
perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih
dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka kematian ibu
(AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya
perhatian pada wanita post partum (Maritalia,2012).

Di Negara berkembang seperti indonesia, masa nifas merupakan masa yang kritis
bagi ibu yang sehabis melahirkan. Dirpekirakan bahwa 60% kematian ibu terjadi setelah
persalinan dan 50% diantaranya terjadi dalam selang waktu 24 jam pertama (Prawirardjo,
2006). Tingginya kematian ibu nifas merupakan masalah yang komlpeks yang sulit diatasi.
AKI merupakan sebagai pengukuran untuk menilai keadaan pelayanan obstretri disuatu
negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan obstretri masih buruk, sehingga memerlukan
perbaikan. Dari laporan WHO di Indonesia merupakan salah satu angka kematian ibu
tergolong tinggi yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN lainnya.

Sementara menurut Depertemen Kesehatan tahun 2009, mengalami penurunan


menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup. Dari data tersebut didapatkan penurunan angka
kematian ibu di Indonesia tahuentara penyebab kematian ibu post partum di Indonesia
dikarenakan oleh infeksi dan pendarahan pervaginam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Postpartum dengan Infeksi?
2. Bagaimana Etiologi dari Postpartum dengan Infeksi?
3. Bagaimana Patofisilogi dari Postpartum dengan Infeksi?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala Postpartum dengan Infeksi?
5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Postpartum dengan Infeksi?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Postpartum dengan Infeksi?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Postpartum dengan Infeksi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Persalinan adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim bayi
baru lahir. Dengan faktor- faktor insensial persalinan, proses persalinan itu sendiri, kemauan
persalinan, adaptasi ibu dan bayi, proses keperawatan baik pada wanita maupun pada
keluarga (Alden, 2004).

Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo,
2005 : 689 ).
Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genetalia dalam masa nifas. Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi
bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
hingga 38 °C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan
mengecualikan 24 jam pertama.

2.2 Etiologi
Menurut (Ambarwati dan Wulandari, 2009:122-123) :
2.2.1 Berdasarkan masuknya kuman kedalam alat kandungan.
a. Ektogen (kuman datang dari luar)
b. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
c. Endogen (dari jalan lahir sendiri)
2.2.2 Jenis-jenis Infeksi Postpartum
a. Infeksi Payudara
1) Mastitis
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi
yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam
payudara).
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk
ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
v Tanda dan gejala:
· Nyeri payudara
· Benjolan pada payudara
· Pembengkakan salah satu payudara
· Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan, kemerahan dan teraba hangat
· Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa mengandung nanah)
· Gatal - gatal
· Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena
· Demam.
v Pengobatan
Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4 kali/hari.
Diberikan antibiotik dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan
pemompaan air susu pada payudara yang terkena.
· Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk
abses biasanya keluhannya akan berkurang.
· Sangga payudara.
· Kompres dingin.
· Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
· Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
· Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

2) Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi
atau oleh kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
putting susu.
v Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :
· Faktor hormon
· Hisapan bayi
· Pengosongan payudara
· Cara menyusui
· Faktor gizi
· Kelainan pada puting susu
v Patofisiologi
· Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh terasa panas,
berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.
· ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata.
· ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu
kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam.

3) Abses Payudara
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara terjadi apabila mastitis
tidak tertangani dengan baik, sehingga memperberat infeksi.
v Tanda dan gejala
· Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.
· Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.
· Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.
· Payudara yang tegang dan padat kemerahan.
· Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.
· Adanya pus atau nanah.
4) Infeksi Parineal
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui robekan dan serambi lubang
senggama waktu bersalin, sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan nanah.
v Tanda dan Gejala
· Nyeri pada luka.
· Luka pada perineal yang mengeras.
· Demam.
· Keluar pus atau cairan.
· Kemerahan.
· Berbau busuk.
v Pelaksanaan
a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka tersebut.
b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan lakukan debridement.
· Jangan angkat jahitan fasia.
· Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan dalam, atau akan timbulnya abses
dan berikan antibiotika.
· Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
c) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan nekrotik atau berikan kombinasi
antibiotika sampai pasien bebas panas 48 jam.
· Penisilin G sebanyak 2 jt unit I.V setiap 6 jam.
· Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam.
· Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari selaa 5 hari.
· Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :
1. Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.
2. Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali sehari selama 5 hari.
3. Catatan : Fasilitas nekrotikan membutuhkan debridement dan jahitan situasi. Lakukan
jahitan reparasi 2 – 4 minggu kemudian, bila luka sudah bersih.
4. Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat pasien untuk kompres 2 kali sehari.

5. Infeksi Uterus
1) Endometritis (Lapisan dalam Rahim)
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). Infeksi ini
dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda
asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Tanda dan gejala:
· sedikit demam
· nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina
berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada infeksi
karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang berbau busuk,
pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil.
Infeksi Endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri
abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan dapat
terjadi penyebaran seperti:
1. Meometritis (infeksi otot rahim)
2. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
3. Salpingitis (infeksi saluran tuba)
4. Ooforitis (infeksi indung telur)
5. dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses
pada tuba atau indung telur (Anonym, 2008).

2) Miometritis (infeksi otot rahim)


Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika
muskularis uterus.
Tanda dan Gejala:
· demam
· uterus nyeri tekan
· perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah
· lokhea berbau, purulen.Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum.

3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).


Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral
tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan tiga cara yaitu :
· Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
· Lymphogen
· Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b) Dari robekan serviks
c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

4) Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada
kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga
peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Tanda
dan gejala:
· Demam
· Perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses
· Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan
kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing
· Suhu meningkat menjadi tinggi
· Nadi cepat dan kecil
· Perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire
· Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum
tinggi.
5. Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme
pathogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga
terjadi trobpoflebitis.
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai pembentukan
pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum pada saat
kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat peningkatan fibrinogen, dilatasi vena
ekstremitas bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana kehamilan dan
persalinan, dan aktifitas pada periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan
membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).
v Klasifikasi
a) Pelviotromboflebitis
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian
atas uterus, proses biasanya unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke
vena renalis, sedangkan perluasan infeksidari vena ovarika dekstra ialah ke vena kafa
inferior. Peritoneum yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami imflamasi dan akan
menyebabkan perisalpingo – 00foritis dan periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna
ialah ke vena iliaka komunis.
Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi, anemia, kurang personal hygiene,
trauma jalan lahir. Seperti partus lama atau macet dan periksa dalam yang berlebihan.
v Tanda dan gejala
1. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian samping, timbul pada
hari ke 2 – 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :
a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30-40 menit) dengan
interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita
tidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam (36 0C menjadi 40 0C) yang diikuti dengan penurunan
suhu dalam waktu 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru – paru.

2.3 Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada
infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi
ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat
antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus
berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab
pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul
dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk
flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat).

2.4 Manifestasi Klinik


2.4.1 Faktor Predisposisi
a. Faktor predisposisi infeksi postpartum
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan kurang
gizi atau malnutrisi
2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
5) Anemia, higiene, kelelahan
6) Proses persalinan bermasalah
7) Partus lama atau macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses
pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas.

2.4.2 Infeksi Postpartum dapat dibagi atas dua golongan, yaitu :


a. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium.
b. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan
endometrium.

1. Infeksi perineum, vulva, vagina, dan serviks :


a. Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat
kencing.
b. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38°C dan nadi
dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak
dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 °C, kadang-kadang disertai menggigil.

2. Endometritis :
a. Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban
yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu.
b. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
3. Septikemia :
a. Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah.
b. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
c. Suhu sekitar 39-40 °C, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per
menit atau lebih).
d. Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan.
4. Piemia :
a. Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak
meningkat.
b. Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan
emboli memasuki peredaran darah umum.
c. Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu
diikuti oleh turunnya suhu.
d. Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.
5. Peritonitis :
a. Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire.
b. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin,
terdapat fasies hippocratica.
c. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum.
d. Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak
baik.
e. Bisa terdapat pembentukan abses.
6. Selulitis pelvik :
a. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan
nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika.
b. Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya.
c. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus.
d. Ditengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-mula tinggi
menetap, menjadi naik turun disertai menggigil.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus atau dalam vagina yang tidak
diketahui, maka pemeriksaan diagnostik perdarahan postpartum biasanya dapat dijelaskan
dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan uterus.
1) Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang
2) Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putih (perpindahan ke kiri dan peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi)
3) Kultur uterus dan vagina mengesampingkan infeksi postpartum
4) Urinalitas: memastikan kerusakan kandung kemih
5) Profil koagulasi: peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP),
penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parsial diaktivasi: masa trombloplastin
partial (APTT/PTT) masa protrombin memanjanag pada KID.
6) USG: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
7) Pemeriksaan biomanual: menentukan sifat dan lokasi nyari pelvis. Masa atau pembentukan
abses atau adanya vena-vena dengan thrombosis.
2.9 Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya
emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah.
Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.

2.10 Penatalaksanaan
a. Pencegahan Infeksi Postpartum :
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua
sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar tidak
berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan
banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus
steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-
tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.
c. Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang
dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada
saat kehamilan ataupun persalinan.
4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang
harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.

d. Pengobatan secara umum


1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (Kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah
serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan.
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas
(broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah
diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.

e. Penanganan Infeksi Postpartum :


1) Suhu harus diukur sedikitnya 4 kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila
ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI PADA POST PARTUM

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama:
Umur:
Jenis Kelamin: Pada Perempuan
Agama:
Pendidikan:
Pekerjaan:
Suku Bangsa:
Alamat:
No. Mederec:
Ruang Rawat:
Dx. Medis:
Tanggal Masuk:
Tanggal Pengkajian:

Penanggung Jawab
Nama:
Umur:
Pekerjaan:
Hubungan Dengan Klien:
2. Status kesehatan
a) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien akan
mengeluh nyeri pada daerah luka.
Data Subjektif:
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
mengigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak atau mengubah posisi,
nyeri berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-irisatau
disayat-sayat, skala nyeri bervariasi dari 3-4. Dijabarkan dengan (PQRST).
c) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada apakah pernah mengalami
operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obat-obatan, hypertensi,
penyakit system pernafasan, diabetes mellitus.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran
kembar dan riwayat penyakit mental.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
· Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah,
tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah
stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold.
BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.
a) Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri,
perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.
b) Sistem Kardiovaskuler
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami
penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic
kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit kemungkinan
ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan
darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada
tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post partum,
seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman
pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso
fleksi pada kaki.
c) Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada
klien dengan spinal anesthesi.
d) Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya
kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik,
kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan
anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi
pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus.
e) Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass
apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji
warna urine, jumlah dan bau urine.
f) Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi
pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah
abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal
karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari
kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan
umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea
berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien
tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.
g) Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum
melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi,
kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka
balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
h) Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku,
apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM,
tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien
dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada
keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis.
i) Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post
partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga
hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan
hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini
akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara
bila bay tidak segera diteteki.

2) Pola Aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah: sebelum hamil, selama hamil, selama dirawat di
rumah sakit.
a) Nutrisi
Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, apakah makanan
pantangan atau alergi, bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah).
b) Eliminasi
Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta masalah yang dihadapi klien
saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine.
c) Pola tidur dan istirahat
Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu tidur yang cukup, tapi sering
mengalami masalah tidur karena perasaan nyeri dan suasana rumah sakit.
d) Personal hygiene
Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku. Pada klien
dengan post partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal
hygiene.
e) Ketergantungan fisik
Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras, serta kaji apakah klien
mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
3) Aspek Psikososial
a) Pola pikir dan persepsi
Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu mengenai kelahiran, kaji
pengetahuan klien tentang kondisi setelah melahirkan atau setelah seksio sesarea. Dan hal apa
yang perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi,
perawatan payudara dan perawatan bayi.
b) Persepsi diri
Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus kecemasan, kaji rencana ibu
setelah pulang dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam
merawat bayi di rumah.
c) Konsep diri
Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri klien setelah
menjalani seksio sesarea.
d) Hubungan komunikasi
Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan bahasa dan adat yang
dianut.
e) Kebiasaan seksual
Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama setelah seksio sesarea.
Biasanya dapat dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari).

f) Sistem nilai dan kepercayaan


Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang
klien anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama sakit.
g) Pemeriksaan penunjang
Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan
leukosit.
h) Therapi
Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.

3.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Nyeri Akut
Perdarahan
Klien mengatakan mengeluh nyeri
Postpartum
pada luka
Do :
Klien tampak Meringis merintih Involusi Uterus
dan gelisah.
Dengan Skala nyeri 3-4 (0-10) atau
Terjadi Kontraksi
7-9 (0-10)
Uterus lambat
Atonia Uteri

Robekan Jalan
Lahir

Nyeri Akut
2 Ds: Klien mengatakan Terdapat Resiko infeksi
HB, O2 Turun
nanah berhubungan
Do: Tampak Ada luka Insisi dengan trauma
Suhu :38°C Daya tahan tubuh jaringan
R: 22 x/menit menurun
TD: 110/80 mmhg
N: 80 x/menit
Kuman mudah
masuk

Resiko Infeksi
3 Ds: Klien mengatakan Aktivitas Intoleransi aktivitas
Hipoksia
dibantu keluarga berhubungan
dengan hambatan
Kelemahan mobilitas fisik
Do: Tampak lemas Umum
Otot tonus melemah
Intoleransi
Aktivitas

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
1.4 Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC
1. Nyeri Akut Kriteria Hasil: · Tentukan skala nyeri dan intensitas
berhubungan dengan - Mampu nyeri, monitor tekanan darah, nadi dan
luka insisi, distensi mengontrol nyeri pernafasan setiap 4 jam.
abdomen, after pains, (penyebab nyeri, · Anjurkan klien untuk menggunakan
distensi kandung mampu teknik relaksasi dan nafas dalam serta
kemih. menggunakan teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan
· Batasan tehnik non sedang).
Karakteristik farmakologi · Gunakan Teknik komunikasi
- Perubahan Selera - Mampu terapeutik untuk mengetahui
makan mengenali nyeri pengalaman nyeri
- Perubahan Tekanan (skala, Intensitas,· Check intruksi dokter tentang jenis
Darah Frekuensi dan obat, dosis, dan frekuensi
- Perubahan frekuensi tanda nyeri) · Berikan obat analgetik sesuai
jantung - Menyatakan rasa Anjuran Dokter
- Perubahan frekuensi nyaman Setelah
pernapasan berkurang

-
2. Resiko infeksi Kriteria Hasil: · Cuci tangan setiap sebelum dan
berhubungan dengan -klien bebas dari sesudah tindakan keperawatan
trauma jaringan tanda dan gejala
· Pertahankan teknik isolasi
infeksi · Monitor kerentanan terhadap infeksi
-menunjukan
perilaku hidup
sehat
3. Intoleransi aktivitas Kriteria hasil: · Bantu klien untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan -mampu aktivitas yang mampu dilakukan
hambatan mobilitas melakukan · Bantu untuk memilih aktivitas
fisik aktivitas sehari- konsisten yang sesuai dengan
· Batasan hari (ADLs) kemampuan fisik, psikologi dan social
Karakteristik secara mandiri · Bantu untuk mendapatkan alat
-Respon tekanan darah - Tanda-tanda bantuan aktivitas seperti kursi roda,
abnormal terhadap vital normal kruk
aktivitas -mampu
-Respon frekuensi berpindah dengan
jantung abnormal atau tanpa
terhadap aktivitas bantuan alat
-Menyatakan merasa
lemah

1.5 Implementasi
No Diagnosa Keperawatan Implementasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi,
· Menentukan skala nyeri
distensi abdomen, after pains, distensi kandung dan intensitas nyeri,
kemih. monitor tekanan darah,
nadi dan pernafasan setiap
4 jam.
· Meganjurkan klien
untuk menggunakan teknik
relaksasi dan nafas dalam
serta teknik distraksi (untuk
nyeri ringan dan sedang).
· Menggunakan Teknik
komunikasi trapeutik untuk
mengetahui pengalaman
nyeri
· Mengecheck intruksi
dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
· Memberikan obat
analgetik sesuai Anjuran
Dokter
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
· Mencuci tangan setiap
jaringan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
· Mempertahankan teknik
isolasi
· Memonitor kerentanan
terhadap infeksi

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


· Membantu klien untuk
hambatan mobilitas fisik mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
· Membantu untuk
memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi
dan social
· Membantu untuk
mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda,
kruk

1.6 Evaluasi
Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after
pains, distensi kandung kemih
a. Klien Dapat mengenal faktor penyebab, onset nyeri , tindakan pencegahan dan penanganan
nyeri
b. Klien dapat melaporkan nyeri, Frekuensi nyeri
c. Klien tidak gelisah, tidak ada perubahan respirasi, nadi dan tekanan darah

Diagnosa keperawatan: Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan


a. Klien dapat Mengetahui Sumber infeksi
b. Klien dapat mencegah faktor infeksi
Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik
a. Klien Dapat melakukan Aktivitas Sehari

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo,
2005 : 689 ).
Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat
genetalia dalam masa nifas. Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum adalah infeksi
bakteri pada traktus genetalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu
hingga 38 °C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan
mengecualikan 24 jam pertama.

· Berdasarkan masuknya kuman ke dalam alat kandungan


1. Ektogen (kuman datang dari luar)
2. Autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh)
3. Endogen (dari jalan lahir sendiri)

DAFTAR PUSTAKA

Bonny D & M (2006) 40 hari Pasca Persalinan, Masalah dan solusinya, Jakarta: Puspa
Swara
FIK UI (2002) Materi Kuliah: Pemeriksaan Postnatal & Komplikasi post partum
Huliana, M (2003) Perawatan ibu pasca melahirkan, Jakarta: Puspa Sehat
Pusdiknas. WHO, JHPIEGO, 2003, Asuhan kebidanan postpartum, Jakarta Pusdiknas
Bobak dkk. Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta EGC 2004
Vivian N. (2014) buku asuhan kebidanan pada ibu nifas, Jakarta: salemba medika

Anda mungkin juga menyukai