Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Portofolio
Dalam Menjalani Program Dokter Internsip Periode Februari 2018
Pada RSUD H Kumpulan Pane Tebing Tinggi

Oleh
dr. Cut Farah Izzaty

Pembimbing
dr. Ediyanto Sp.B

Pendamping
dr. Ellly
dr. Nelly

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H KUMPULAN PANE
SUMATERA UTARA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar atau combustio merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai
akibat dari aktivitas manusia dalam rumah tangga, industri, traffic accident, maupun
bencana alam. Luka bakar ialah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat
yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Anak-anak kecil dan orang tua
merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja
laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar dari pada
yang diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka
bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan dan menggunakan alat-alat listrik
merupakan pekerjaan yang lazimnya terlihat dalam kejadian ini.
Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab morbiditas
dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang mengalami luka bakar
setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat dan 50.000 membutuhkan
perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati peringkat ketiga penyebab
mortalitas di seluruh dunia.
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya
luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar. Luka bakar
menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi sitokin-sitokin berlebihan
yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat proses infeksi. Proses inflamasi
umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi dan bertahan sekitar 5 minggu
paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi diantaranya peningkatan suhu,
kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi CO2. Komplikasi yang terjadi
pada pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok dan infeksi sistemik ke berbagai
organ yang dapat menyebabkan kematian. Seringkali pasien luka bakar mengalami
syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis, sehingga diperlukan pemantauan
hemodinamik ketat. Tatalaksana penanganan luka bakar di ruang perawatan intensif
harus bersifat holistik yang mencakup tatalaksana jalan napas dan oksigenasi,
resusitasi cairan, pemberian antibiotika, tatalaksana nutrisi, penanganan nyeri hingga
perawatan luka untuk menurunkan mortalitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan
dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh
kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan
kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel
epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak
pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans. Epidermis terdiri
dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum.
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah dan
pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papillaris
dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis.
Gambar 3: Anatomi kulit
(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

2.2. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti
api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir,
sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang terjadi tergantung
pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka
bakar adalah sekitar 44°C dengan kontak sekurang-kurangnya 5-6 jam. Suhu 65°C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm
dapat mencapai suhu 47°C, air panas yang mempunyai suhu 60°C yang kontak
dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan
kulit dan diatas 70°C akan menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air
yang digunakan untuk mandi adalah berkisar 36°C-42°C. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35°C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53°C-57°C selama kontak 30-120 detik.

2.3. Klasifikasi Luka Bakar


Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan 2 cara: sumber penyebab dan
derajat luka bakar.
Berdasarkan sumber penyebab dibedakan atas:
 Panas. Termasuk api, radiasi, atau pajanan panas dari api, uap dan cairan
panas serta benda – benda yang panas
 Bahan kimia. Termasuk berbagai macam asam dan basa
 Listrik. Termasuk didalamnya arus listrik dan sambaran petir
 Cahaya. Luka bakar yang disebabkan oleh sumber cahaya yang kuat atau
cahaya ultra violet, juga termasuk sinar matahari
 Radiasi. Seperti radiasi nuklir, cahaya ultra violet juga termasuk salah satu
sumber penyebab luka bakar karena radiasi

Klasifikasi Berdasarkan Derajat Luka Bakar


1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial). Luka bakar hanya terbatas pada
lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang
biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.

Gambar 1. Luka Bakar Derajat I

2. Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)


Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen
epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan
folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh
sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung saraf di
dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka
bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula
berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meninggi.
Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi : a. Derajat dua dangkal dimana
kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi
secara spontan dalam 10- 14 hari. b. Derajat dua dalam dimana kerusakan
mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam mengenai
dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung
bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel kulit (epitel,
stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan lain sebagainya)
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka Bakar Derajat II

Gambar 3. Evaluasi
luka bakar derajat 2 —
1 jam ,

Gambar 4 Evaluasi luka bakar derajat 2– 1 hari

Gambar 5 Evaluasi luka bakar derajat 2 —dua hari, lepuh tampak

3. Luka bakar derajat 3.


Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau
organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup
maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi
protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak
ada bula dan tidak nyeri.

Gambar 6. Luka Bakar Derajat III

2.4. Luas Luka Bakar


Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus dimana
kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat penting
pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk perhitungan
luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan `Rule of Nines` dari
Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat diindikasikan sebagai
presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena luka termal. Bila permukaan
tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%, tiap – tiap ekstremitas bagian
atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%, bagian belakang adalah 18%, tiap-
tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan leher 1%.
Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif luas
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20` dari Lund
and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam rumus tersebut
adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.
Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak korban
dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban pada waktu
terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat keparahan dan
luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih banyak energi panas ke
kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan katun terbakar lebih cepat
dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan dalam. Bila bahan yang dipakai
kandungan poliesternya lebih banyak akan menyebabkan luka bakar yang relatif
ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan menghasilkan daerah luka bakar yang
relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa bila bahan yang dipakai bertambah berat maka daerah yang terbakar akan
berkurang. Selain itu derajat luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai
korban ketat dan mengelilingi tubuh.

Gambar 4. Perhitungan Luas Luka Bakar

1 – 1 th 5 th

14
18

9 9
9 9
18 18
18 18

16 16
14 14

15 th Dewasa

10 9

9 9 9 9

18 18 18 18

1
18 18 18 18

Tabel 2. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan


Tubuh

Struktur Anatomi Area Permukaan


Kepala 9%
Badan Depan 18%
Punggung 18%
Tiap Kaki 18%
Tiap Lengan 9%
Genitalia/perineum 1%
2.5. Patofisiologi Luka Bakar
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, akan rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi
pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan
gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat
jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena
kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai macam antibiotik.
Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3 akibat infeksi, dapat dicegah dengan
mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi
kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin
protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada
luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi
keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-
mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada
pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti
Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman
lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok septik
dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam mungkin menimbulkan
parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil
sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi,
metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga
memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama
didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi
sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka
bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar
terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.6. Menentukan Keparahan Luka Bakar


 Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir
lebih parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar yang
disebabkan oleh bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia mungkin
masih terdapat pada kulit.
 Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih
berbahaya sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar pada
telapak tangan dan kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab bisa
membatasi pergerakan jari dan jari kaki.
 Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan sebab
bisa menyebabkan infeksi/peradangan jaringan yang terbakar dan
memudahkan invasi kuman ke sistem sirkulasi.
 Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari
jumlah permukaan kulit yang terbakar. Tubuh orang dewasa dibagi menjadi
beberapa regio, masing-masing mewakili sembilan persen dari total
permukaan tubuh. Regio ini adalah kepala dan leher, masing-masing
ekstremitas bagian atas, dada, abdomen, punggung bagian atas, pantat dan
punggung bagian bawah, bagian depan dari masing-masing ekstremitas
bawah, dan bagian belakang dari masing-masing ektremitas bagian bawah.
Jumlahnya 99 persen. 1 persen sisanya adalah area genital. Pada bayi atau
anak kecil, persentase yang lebih besar ditempatkan pada kepala dan batang
tubuh.
 Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada
umumnya mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan berbeda
proses penyembuhannya.
 Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan
penyakit saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit ginjal
berada dalam bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang sehat.

2.7. Berat Ringannya Luka Bakar


Dibagi menjadi :
1. Berat = Parah
a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih
b. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
c. Luka bakar derajat III pada tangan, kaki dan muka
d.Terdapat komplikasi pada saluran nafas, jantung, patah tulang, kerusakan
soft tissue yang luas
2. Sedang
a. Luka bakar derajat II 15 – 25%
b. Luka bakar derajat III 2 – 10% kecuali pada muka, tangan dan kaki
3. Ringan
a. Luka bakar derajat II <15%
b. Luka bakat derajat III <2%.

2.8. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka Bakar


Tingkat keparahan luka bakar dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
 Intensitas panas
Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah 1200
– 16000F.
 Durasi terpajan panas
Misalnya, kulit manusia dipanaskan sampai 45 0C selama 2 jam, maka kulit
akan menjadi hiperemis tanpa terjadi kerusakan epidermis, namun bila durasi
pajanan diperpanjang sampai 3 jam, akan terjadi kerusakan total atau nekrosis
pada epidermis.
 Pada pelaksanaan pembakaran jenazah (kremasi) orang dewasa, alat yang
digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1,5 jam dengan suhu
15000F.

2.9. Terapi
2.9.1 Prehospital

Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar
di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan
keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak
bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu
15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak dapat diberikan untuk
mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.
2.9.2 Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face mask.
Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas
pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage.
Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan karena dianggap terlalu agresif
dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi
dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu
lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa
endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik
disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada
proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial
dan foto thorax

2.9.3 Resusitasi cairan

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:


1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin
survival seluruh sel
4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.

2.10 Jenis cairan


Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid:
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah
Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya
dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma.
Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di ruang
intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial.
Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume
intravaskuer 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan
garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%,
3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan
intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½
dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping
koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis. HES
dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah
interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan,
elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES
memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex
yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas
kapiler. Efek anti inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.

2.11 Dasar pemilihan Cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan
adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan
permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis, modulasi
respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan efisien. Jenis
cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih
menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat bahwa
kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan
resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid
bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan
karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan dan
kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran di
kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24
jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid.

2.12 Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga
sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan
meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit
meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor oksigen.

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-30%
atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan
kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah volume total cairan tubuh,
sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan
gejala klinik sidrom syok.
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus
baxter 3-4 ml/kgBB/% LB.
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan
pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada
waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus
luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua,
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB
dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi
rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi
urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan
ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase
lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua


1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam.
Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml.
Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi
uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit

Penatalaksanaan setelah 48 jam


4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit.
Rumus Baxter:
Pada dewasa:
1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
Hari I:
RL: dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
1 – 5 thn = kgBB X 75cc
5-15 thn = kgBB X 50cc
Hari II: sesuai kebutuhan faal

Formula Parkland:
Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :


4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari


kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari
produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5
cc/kg/jam.

4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara
alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi,
mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil,
karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga
bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment
syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi
kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat
irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan
untuk mengatasi infeksi pada luka.

5. Eksisi dan graft


Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi
fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian
besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan
debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft
(pencakokan kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan
biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),
xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka sementara)
dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen). Idealnya luka
ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts
kulit yaitu split-thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts
(FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali
operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien.

6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi
kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan
hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca
cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik.
Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,
silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida
diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik
bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral
dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk
mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan
aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase
saluran cerna baik.
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu
sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas
harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari
diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal
atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin
dan hematokrit.

2.9.6 Perawatan Luka


Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan
dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak dibersihkan
dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan debridement merupakan
tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan sabun dan air
bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan, diberikan antibiotika
topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril untuk mengurangi risiko
infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan sehari 2 kali sambil dilakukan
ganti balutan.
Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi luka
terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila berukuran <2cm
dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar harus dipecahkan kemudian
dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang dirawat umumnya dilakukan skin
graft dalam 1–5 hari setelah trauma. Tindakan ini terbukti dapat mengurangi risiko
sepsis.
BAB III
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. ANW
Usia : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Bajenis
Tanggal pemeriksaan : 19 September 2018
No. Register : 10-22-xx

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Tersiram air panas
Riwayat Penyakit Sekarang : Dialami sejak ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit
akibat terkena air panas. Pada kulit tampak berwarna kemerahan, tampak gelembung-
gelembung yang berisikan air dan beberapa bagian kulit tampak mengelupas.
Sebelumnya pasien sedang memasak air di kompor, ketika hendak berjalan pasien tidak
sengaja tersandung dan mengenai dandang yang berisikan air mendidih yang sedang di
masak. Air tersebut tumpah dan percikan air panasnya mengenai tubuh pasien pada
daerah perut bagian depan, kedua kaki depan dan belakang. Nyeri (+). Riwayat pingsan
(-), nyeri kepala (-) sesak (-) mual (-), muntah (-). BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Pengobatan :-
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100x /menit, regular, isi cukup
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 36,5°C

Primary Survey
Airway : Clear, stridor (-), c-spine stabil
Breathing : Spontan, RR 20x/menit
Circulation : Akral dingin, TD 120/80mmHg, HR 100 x/menit, regular, isi cukup
Defibrillation : Refleks cahaya (+/+)
Environment : Tampak hiperemis akibat luka bakar pada perut dan kedua kaki
Kepala
Mata : conjunctiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3 mm,
reflex cahaya +/+,
Tenggorokan : arkus faring simetris, tidak hiperemis, tonsil T1/T1
Bibir & mukosa mulut kering (-)
Leher
Trakea simetris di tengah, KGB tidak teraba membesar
KGB
Tidak teraba membesar pada axilla dan supraklavikula
Thorax
• Pulmo:
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus lapang paru kanan dan kiri sama kuat
Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Seluruh lapang paru kanan dan kiri vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
• Cor:
Inspeksi : Iktus kordis terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba di 1 jari medial sela iga 5 midclavicula line
sinistra, kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ S1 S2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Hiperemis (+)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+), hepar dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Hiperemis (+) akral dingin, bula (-) edema -/-
Ekstremitas bawah : Hiperemis (+) akral dingin, bula (+) edema -/-

Pemeriksaan Laboratorium
19 September 2018
Hb : 13 gr/dl
Ht : 44,3 %
Leukosit : 25.700 /mm3
Trombosit : 21.000 / µL
Eritrosit : 6,5 juta/µL

Status Lokalis
Kepala dan leher : 0%
Trunkus anterior : 9%
Trunkus posterior : 0%
Ekstremitas atas kanan : 0%
Ekstremitas atas kiri : 0%
Ekstremitas bawah kanan : 18%
Ekstremitas bawah kiri : 18%
Genitalia : 0% +
Total : 45% Tampak kulit hiperemis dan bula
pada lokasi luka bakar

D. Resume Pasien
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan berusia 37 tahun
datang ke IGD RSUD Kumpulan Pane pada tanggal 19 September 2018, pukul 05.01 WIB
dengan keluhan nyeri dan terasa panas pada perut dan kedua kaki setelah tersiram air panas.
Keluhan juga disertai dengan kulit yang tampak berwarna kemerahan, tampak gelembung-
gelembung berisi air dan pada beberapa bagian kulit tampak mengelupas. Sebelumnya pasien
sedang memasak air di kompor, ketika hendak berjalan pasien tidak sengaja tersandung dan
mengenai dandang yang berisikan air mendidih yang sedang di masak. Air tersebut tumpah
dan percikan air panasnya mengenai tubuh pasien pada daerah perut bagian depan, kedua
kaki depan dan belakang.
Dilakukan pemeriksaan didapatkan, kesadaran compos mentis, primary survey clear,
pemeriksaan fisik menyeluruh didapatkan hiperemis pada perut bagian depan, dan seluruh
ekstemitas inferior.

E. Diagnosa
Luka bakar grade II A – II B 45%

F. Tatalaksana Awal
Kebutuhan cairan sesuai rumus Baxter:
(4cc x BB dalam kg x % luas luka bakar)
- IVFD RL = 4cc x 60 Kg x 45% luka bakar = 10.800cc/24 jam
o5.400cc untuk 8 jam pertama = 675cc/jam=255gtt/i
o5.400cc untuk 16 jam berikutnya = 337,5cc/jam = 113 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah

G. Follow Up
Tanggal Subject Object Assessment Planning
19 Nyeri pada KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD:120/80 - IVFD RL 225 gtt/i (8
September bagian terkena grade II A – II
mmHg jam), dilanjutkan 113
2018 luka bakar (+) B 45%
HR : 100 x/i
gtt/i (16 jam)
RR : 20 x/i
- Inj. Ceftriaxone 1
T : 36,5°C
gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
20 Nyeri (+), KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 100/70 - IVFD RL 20 gtt/i
September demam (+) grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 HR : 72 x/i B 45% gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Ketorolac 1 amp/8
T : 37,6°
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
21 Nyeri (+) , KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 110/80 - IVFD RL 20 gtt/i
September demam (-) grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 76 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Ketorolac 1 amp/8
T : 36,5°
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
22 Nyeri (+) KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 110/70 - IVFD RL 20 gtt/i
September grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 76 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Ketorolac 1 amp/8
T : 36,6°
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
23 Nyeri (+) , KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 110/70 - IVFD RL 20 gtt/i
September grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 80 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Ketorolac 1 amp/8
T : 36,5°
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
24 Nyeri (+) , KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 110/70 - IVFD RL 20 gtt/i
September berdenyut (+) grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 80 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - inj. Gentamicin 1
T : 36,5°
amp/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
Asam mefenamat
3x500mg
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
25 Nyeri (+) , KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 110/70 - IVFD RL 20 gtt/i
September berdenyut (+) grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 80 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Gentamicin 1
T : 36,5°
amp/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Asam Mefenamat
3x500mg
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
26 Nyeri (+) ↓, KU : CM Luka bakar - Diet MII
TD: 100/80 - IVFD RL 20 gtt/i
September berdenyut (+) grade II A – II
- Inj. Ceftriaxone 1
mmHg
2018 B 45%
HR : 76 x/i gr/12 jam
RR : 20 x/i - Inj. Gentamicin 1
T : 37°
amp/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8
jam
- Inj. Novalgin 1
amp/12 jam (jika T ≥
38°C)
- Imunos plus 1x1
- Burnazine zalf
- Kompres Nacl basah
- PAPS
H. Prognosis
Quo Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam :Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanactionam :Dubia Ad Bonam

BAB IV
KESIMPULAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Berat luka bakar bergantung pada dalam,
luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi
prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema
dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan
berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma dengan efektif
tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan koloid telah digunakan untuk
tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan dan kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Walls M. Thermal Burns. Rosen’s Emergency Medicine 7th


Edition.2010.Mosby:758-66.
2. Andrew R, Singer. Burns-General Management. Oxford Handbook of Critical
Care 2nd Edition.2005.Oxford Univeersity Press Inc:512-3.
3. Children of Fire. Burn. Diunduh dari http://www.firechildren.org. Diakses 14
September 2014.
4. Update on the Critical Care Management of Severe Burns. Diunduh dari
http://jcm.sagepuh.com. Diakses 14 September 2014.
5. Plantz S, William Gossman. Burns. Mergency Medicine 5th Edition.2008.Mc
Graw Hill:170-1.
6. Recent Advances in the Management of Burns. Diunduh dari
http://www.fraser.com. Diakses 14 September 2014.
7. Pittaway AJ. Managing Paediatric Burns Anaesthesia Tutorial of the Week 78.
2007. Diunduh dari http://www.totw.anaesthesiologists.org. Diakses 14 September
2014.
8. 8. Harbin K, Teressa E. Norris. Anesthetic Management of Patients With Major
Burn Injury. 2012. Diunduh dari
9. http://www.aana.com/aanajournalonline. Diakses 14 September 2014.
10. Arifin H. Pengelolahan Infeksi Pada Pasien Luka Bakar di Unit Perawatan Infeksi.
Jurnal Kedokteran Terapi Intensif. Vol.2 No.3 April 2012.
11. Clinical Practice Guidelines: Burn Patien Management. ACI Statewide Burn
Injury Service 2011.
12. Dzulfikar. Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif Anak. Jurnal
Kedokteran Terapi Intensif.Vol 2.No.3 April 2012

Anda mungkin juga menyukai