Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN

“Proyek 35.000 MW Tak Terencana Matang PLN

Berpotensi Gagal Bayar Utang”

Disusun Oleh :

Moh.Rifky Innaman Najib(21060116083023)

PSD III TEKNIK ELEKTRO


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pembahasan 3

BAB III PENUTUP.............................................................................................10


A. Kesimpulan 10
B. Saran.............................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Program 35000 MW adalah proyek pemerintah untuk membangun
pembangkit listrik mencapai 35000 Megawatt hingga 2019. Program 35
ribu MW ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat
Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal ini tentu akan berdampak
signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di luar Jawa, yang sebelumnya
kekurangan suplai listrik.
Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan
listrik sebesar 35000 Megawatt (MW) dalam jangka waktu 5 tahun (2014-
2019). Sepanjang 5 tahun ke depan, pemerintah bersama PLN dan swasta
akan membangun 109 pembangkit; masing-masing terdiri 35 proyek oleh
PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh
swasta/Independent Power Producer (IPP) dengan total kapasitas 25.904
MW. Dan pada tahun 2015 PLN akan menandatangani kontrak
pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35
ribu MW.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen setahun,
penambahan kapasitas listrik di dalam negeri membutuhkan sedikitnya
7.000 megawatt (MW) per tahun. Artinya, dalam lima tahun ke depan,
penambahan kapasitas sebesar 35.000 MW menjadi suatu keharusan.
Kebutuhan sebesar 35 ribu MW tersebut telah dikukuhkan dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Dari 35 ribu MW pembangkit yang akan dibangun, dibutuhkan dana lebih
dari 1.127 triliun rupiah. Oleh karena itu, keterlibatan pihak swasta/IPP
yang akan membangun 10.681 MW mutlak dibutuhkan.
Kini proyek 35.000 MW telah berjalan kurang lebih selama 4
tahun. Dalam keberlangsungan proyek ini juga terdapat pihak pro-kontra.
Banyak pihak yang meragukan proyek ini akan tuntas sesuai target
Jokowi. Proyek ini bukan hanya dianggap ambisius tetapi juga tidak
realistis.Proyek ini juga diperkirakan bakal mengganggu sisi keuangan
PLN. .Namun, pemerintah tak mau revisi target 35.000 MW.Adapula yang
mengingatkan jangan sampai ambisi proyek PLTU 35.000 MW menjadi
ajang korupsi berjamaah, padahal dibiayai oleh utang luar negeri yang
sangat besar yakni lebih dari 1.127 triliun rupiah.

B. Rumusan Masalah
1. Benarkah kondisi keuangan PLN gawat?
2. Bagaimana keberlangsungan proyek 35.000 MW tersebut?
3. Apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani masalah
tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Target mega proyek ketenagalistrikan 35 ribu mega watt (MW) yang
sempat diributkan hampir 2 tahun silam, kembali mencuat setelah Menteri
Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuding keuangan PT PLN (persero) saat ini
tengah berpotensi default (gagal bayar) terhadap utang-utangnya.
Sebenarnya masalah ini sudah jauh-jauh hari dikritisi oleh Rizal Ramli
yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber
Daya, menyebut proyek 35.000 MW bakal mengganggu sisi keuangan PLN.
Namun sayangnya pemerintah dengan Menteri ESDM saat itu Sudirman Said
tetap ngotot untuk menjalankan proyek ini.
Dirinya menyebut, pada dua tahun lalu sudah meramalkan bahwa proyek
listrik tersebut bakal menekan keuangan PLN.Namun begitu, dirinya tidak sepakat
pernyataan Menkeu dengan memblow-up ke publik dan membocorkan PLN
berisiko default atau gagal bayar.
PLN sendiri sudah melakukan sejumlah langkah benar untuk menggenjot
keuangannya seperti melakukan revaluasi asset. Meski efisiensi PLN tetap perlu
ditingkatkan.
Sebuah BUMN yang mengurusi semua aspek kelistrikan yang ada di
Indonesia(PLN) diindikasikan adanya potensi kebangkrutan lantaran buruknya
kinerja keuangan PLN. Indikator itu dilihat dari kemampuan PLN membayar
utang jangka pendek (Liquiditas) dan jangka panjang (solvabilitas) semakin
memburuk. Bahkan Menteri Keuangan sudah mengajukan penundaan dan
keringan (waiver) pembayaran utang PLN untuk menghindari gagal bayar (cross
default) utang PLN.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan
menegaskan bahwa Pemerintah akan terus meningkatkan rasio elektrifikasi.
Untuk itu, program pembangunan pembangkit 35.000 mega watt (MW) tidak
mengalami perubahan.
Hingga September 2017, rasio elektrifiksi telah mencapai 93,08% atau
melebihi target tahun 2017 yang sebesar 92,75%.
Pada tahun 2017, hingga September, total kapasitas pembangkit adalah
sekitar 60 ribu MW. Adapun progres Proyek 35.000 MW yaitu 773 MW
pembangkit telah beroperasi secara komersial/COD.
Sebesar 15.266 MW tengah dalam tahap konstruksi. Sebanyak 10.255
MW telah melakukan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase
Agreement/PPA) namun belum konstruksi. Di samping itu, 4.563 MW saat ini
tengah dalam proses pengadaan dan 6.970 MW dalam tahap perencanaan.
Berikut rincian progres Proyek 35.000 MW yang dibangun oleh PLN dan
swasta (Independent Power Producer/IPP).
A. Dibagun oleh PLN
1. 168 MW telah COD
2. 5.205 MW dalam tahap konstruksi
3. 5.884 MW dalam tahap perencanaan dan pengadaan
B. Dibangun oleh IPP:
1. 605 MW telah COD
2. 10.061 MW dalam tahap konstruksi
3. 10.255 MW dalam kontrak
4. 5.649 MW dalam tahap perencanaan dan pengadaan
Di luar program 35.000 MW, tambahan kapasitas sebesar 480 MW juga
telah terpasang. Tambahan ini berasal dari Marine Vessel Power Plant (MVPP)
Sewa Amurang (120 MW), MVPP Sewa Sumut (240 MW), MVPP Sewa Kupang
(60 MW) dan MVPP Sewa Ambon (60 MW).
Sebelumnya pada 19 September 2017 Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati melayangkan surat dengan nomor S-781/MK.08/2017 bersifat penting
dan segera kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius
Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Ini
terkait dengan kekhawatiran soal utang dari PT PLN (Persero), program 35.000
MW hingga risiko keuangan negara.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa kondisi keungan dari PLN terus
mengkhawatirkan akibat besarnya kewajiban pembayaran pokok dan bunga
pinjaman yang tidak didukung oleh pertumbuhan kas bersih operasi.Ada potensi
terjadinya gagal bayar.
Beberapa hal yang disampaikan oleh Sri Mulyani sebagai berikut:
1. Kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus menurun seiring semakin
besarnya kewajiban untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman.
Tapi kondisi ini tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus
mengajukan permintaaan waiver kepada pemberi pinjaman (lender) PLN. Sebab,
terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman
untuk menghindari cross default utang PLN yang mendapatkan jaminan
pemerintah.
2. Keterbatasan dana internal PLN untuk melakukan investasi dalam rangka
melaksanakan penugasan pemerintah, menyebabkan pendanaan PLN bergantung
kepada pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan
obligasi, maupun dari lembaga keuangan internasional.
3. Berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga
pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan
adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL).
Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
4. Dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari
TTL yang dibayarkan pelanggan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan
peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan regulasi yang mendorong
penurunan biaya produksi tenaga listrik.
Selain itu, Sri Mulyani mengharapkan Menteri Jonan dan Rini mendorong PLN
melakukan efisiensi biaya operasi (utamanya energi primer) guna mengantisipasi
peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang.
5. Terkait dengan penugasan program 35 GW, menurut Sri Mulyani perlu
dilakukan penyesuaian target penyelesaian megaproyek tersebut. Hal ini dengan
memperhatikan ketidakmampuan PLN memenuhi pendanaan investasi dari arus
kas operasi, tingginya profil utang jatuh tempo, serta kebijakan pemerintah terkait
tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal negara (PMN). Langkah tersebut
bertujuan menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang
merupakan salah satu sumber risiko fiskal pemerintah.
Berdasarkan laporan keuangan triwulan II-2017 (unaudited), yang dikutip
dari situs https://www.pln.co.id, jumlah utang jangka panjang PLN sebesar Rp
299,364 triliun. Rinciannya, kewajiban pajak tangguhan-bersih Rp 116,912 miliar,
utang jangka panjang (setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun
penerusan pinjaman) Rp 29,995 triliun, utang kepada pemerintah dan lembaga
keuangan pemerintah non bank Rp 6,785 triliun.
Kemudian, utang sewa pembiayaan Rp 17,309 triliun, utang bank Rp
101,231 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp 94,675 triliun, utang listrik
swasta Rp 7,081 triliun.
Selanjutnya, utang pihak berelasi Rp Rp 2,712 miliar, kewajiban imbalan
kerja Rp 42,049 triliun, dan utang lain-lain sebesar Rp 115,728 miliar.
Jumlah utang jangka panjang di triwulan II-2017 itu naik Rp 40,025 triliun
dibandingkan triwulan II-2016 (audited) yang sebesar Rp 259,339 triliun.
Rinciannya, liabilitas pajak tangguhan-bersih Rp 488,856 miliar, utang jangka
panjang (setelah dikurangi bagian jatuh tempo dalam satu tahun penerusan
pinjaman) Rp 30,502 triliun, utang kepada pemerintah dan lembaga keuangan
pemerintah non bank Rp 7,766 triliun.
Kemudian, utang sewa pembiayaan Rp 22,091 triliun, utang bank Rp
79,049 triliun, utang obligasi dan sukuk ijarah Rp 69,395 triliun, utang listrik
swasta Rp 7,339 triliun.
Selanjutnya, utang pihak berelasi Rp 502 juta, kewajiban imbalan kerja Rp
42,555 triliun, dan utang lain-lain sebesar Rp 149,380 miliar.
Jokowi sempat memanggil Direktur Utama PLN Sofyan Basir ke Istana
Negara pada Juli 2015, untuk memastikan kondisi keuangan PLN. Sofyan waktu
itu menjelaskan bahwa dari jumlah itu, ada utang dari Independent Power
Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta, yang masuk ke dalam pencatatan
keuangan PLN. Sehingga bila dipisahkan maka tak ada persoalan utang.
Program berjalan, namun posisi PLN tak begitu kuat di mata investor.
Upaya penarikan utang sangat terbatas. Untuk itu, pada Septermber 2016,
diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan 130/PMK.08/2016 tentang tata cara
pelaksanaan pemberian jaminan pemerintah untuk percepatan pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan. Artinya ketika nanti PLN mendapatkan pinjaman
dari lenders (pemberi pinjaman), maka pinjaman tersebut akan ditanggung oleh
pemerintah ketika PLN di kemudian hari tidak bisa melunasi pinjaman tersebut.
Kewajiban meliputi pokok dan bunga pinjaman yang telah jatuh tempo beserta
biaya-biaya lain yang timbul berdasarkan pinjaman.
Jenis proyek yang dijamin meliputi keseluruhan yang terkait dengan
pembangunan pembangkit listrik dan transmisi serta yang terkait lainnya. Periode
penjaminan adalah sejak tanggal penerbitan jaminan sampai seluruh kewajiban
terpenuhi.
Pemerintah juga memberikan jaminan kelayakan usaha atas kerjasama
PLN melalui anak perusahaannya dan Perusahaan Penyedia Listrik (PPL) untuk
memastikan kemampuan finansial dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
(PJBTL). Meliputi kewajiban pembayaran pembelian listrik. Jaminan tersebut
bersifat garansi.
Utang kemudian mengalir deras kepada PLN.Pembangunan juga terus
berjalan.PLN terus melakukan kontrak dengan swasta agar program yang
direncanakan pemerintah bisa terwujud.
Kemenkeu berpandangan,pembayaran pokok dan bunga utang PLN terus
meningkat di beberapa tahun mendatang.Sementara itu pertumbuhan penjualan
listrik tak sesuai target akibat ekonomi yang lebih rendah dari
proyeksi.Pemerintah juga tidak ada kebijakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL).
Masalah utama penyebab potensi kebangkrutan adalah kegagalan
manajemen dalam mengelola PLN, terutama mencapai efisiensi. Pengeluaran
biaya non energi dasar cenderung boros. Manajemen tidak fokus pada core
business penyediaan dan distribusi listrik, tapi melalui anak-anak perusahan
merambah ke berbagai bisnis yang di luar core dan kompetensinya.
Atas dasar tersebut.Kemenkeu inginkan PLN untuk melakukan efisiensi
biaya operasi,khususnya energy primer.Selanjutnya program 35.000 MW harus
direvisi menjadi lebih rendah.
Sedangkan dari pihak Deputi Bidang Usaha Energi Logistik Kawasan dan
Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah Menanggapi surat yang
telah dikeluarkan oleh Kementrian Keuangan tersebut. Edwin Hidayat Abdullah
menyebut hal itu bentuk kepedulian dari Menteri Keuangan yang memiliki
tanggungjawab atas tatakelola keuangan yang pruden dan sehat.
Berkaitan dengan utang PLN, menurutnya setimpal dengan perkembangan
keberhasilan PLN dalam menjalankan program listrik 35 GW dan peningkatan
rasio elektrifikasi yang telah mencapai 92,8 persen.
Lebih lanjut jelasnya, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik juga
telah mampu ditekan dari Rp 1.419/kWh pada tahun 2014 menjadi Rp 1.303/kWh
pada tahun 2017.
Yang terpenting tegasnya, tentu PLN memiliki strategi menjaga kondisi
keuangan dalam porsi korporasi diantaranya melakukan revaluasi aset,
meningkatkan produktifitas aset eksisting, efisiensi operasi dan pengadaan barang
dan jasa.
Kemudian pinjaman dana juga diutamakan dari lembaga multilateral
development bank dengan cost of fund lebih murah serta penarikan pinjamannya
disesuaikan dengan progress kemajuan proyek.

Edwin Hidayat Abdullah juga menyatakan bahwa Business expansi yang


tidak fokus dan tidak prospektif merupakan penyumbang terbesar membengkakan
utang PLN hingga gagal bayar. Solusinya, ganti seluruh jajaran direksi dan
komisaris PLN. Direksi dan komisaris baru harus membenahi efisiensi dan
melakukan restrukturisasi keuangan, terutama strukturisasi utang.
Direktur Utama dan Keungan PLN masing-masing Sofyan Basir dan
Sarwono Sudarto akhirnya menggelar jumpa pers untuk menjelaskan duduk
perkara yang sebenarnya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Ignasius Jonan ikut hadir dalam jumpa pers tersebut.

Dalam jumpa pers tersebut Direktur Utama dan Direktur Keuangan PLN,
berpendapat lain. Ternyata PLN sama sekali tidak punya masalah dengan
keuangan.
Soal utang, Sofyan mengakui hingga kini mencapai Rp296 triliun. Dalam
tiga tahun terakhir utang perusahaan yang dipimpinnya itu hanya bertambah Rp58
triliun. Tapi, jumlah tersebut tidak berarti sudah gawat. Pasalnya, omzet PLN
menembus Rp300 triliun. Sedangkan jumlah aset paska revaluasi aset mencapai
Rp1.300 triliun.
Mantan Dirut BRI dua periode itu menambahkan, ekuitas PLN sebesar
Rp890 triliun. Dengan posisi seperti itu, sekarang PLN bisa melakukan pinjaman
Rp2.000 triliun, kalau mau. Investasi dalam tiga tahun Rp150 triliun. Sebagian
besar dibiayai sendiri. Tahun ini PLN menargetkan mencapai Rp6 triliun sampai
Rp7 triliun. Angka tadi sudah memperhitungkan potensial lost karena tidak ada
kenaikan tarif listrik, yaitu sekitar sekitar Rp8 triliun
Klaim segar-bugarnya keuangan PLN juga diamini Jonan. Mantan
Menhub ini yakin betul, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kinerja keuangan
PLN. Apalagi Sofyan Basir sebelumnya adalah bankir yang berhasil membawa
BRI sebagai peraih laba terbesar dalam beberapa tahun berturut-turut.
Sekarang pertanyaannya, mengapa Kemenkeu menulis surat yang seolah-
olah (bakal) ada badai keuangan di PLN. Di surat memang belum memvonis
gagal bayar. Dia ‘hanya’ menulis dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal
bayar PT PLN. Celakanya lagi, surat itu bocor kemana-mana. Itulah sebabnya
Direktur Utama dan Keungan PLN menggelar jumpa pers.
Pelajaran apa yang bisa dipetik publik dari kegaduhan kali ini. Pertama,
kekhawatiran Kemenkeu sama sekali tidak beralasan. Kondisi keuangan PLN
aman-aman saja. Jauh dari bayang-bayang gagal bayar seperti yang
dikhawatirkannya.
Direktu Utama dan Keungan PLN ,Sofyan Basir dan Sarwono Sudarto
juga berpendapat masyarakat pasti akan lebih mempercayai penjelasannya
daripada kekhawatiran dari Kementerian Keungan.Menurutnya juga kementrian
Keuangan tidak perlu sampai menulis surat,yang akhirnya bocor ke
masyarakat.Hal ini merupakan tindakan gegabah dari seorang Mentri Keungan
yang sudah diakui kehebatannya dalam mengatasi permasalahan keuangan.
Sofyan,selaku Dirut PLN juga mengungkapkan jika kemungkinan
motivasi sebenarnya ada kaitan dengan poin kelima(terakhir) dari surat
Kementrian Keuangan tersebut yang berbunyi; Terkait dengan penugasan 35 GW,
kami berpendapat perlu dilakukan penyesuaian target penyelesaian investasi PT
PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PT PLN dalam memenuhi
pendanaan investasi dari cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profil,
serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan penyertaan modal
negara (PMN). Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan
kondisi keuangan PT PLN yang merupakan salah satu sumber risiko fiskal
pemerintah.
Paragraf ini redaksinya memang melingkar-lingkar. Tapi benang
merahnya bisa ditemukan dalam satu tarikan nafas pendek; serahkan sebagian
pembangunan pembangkit 10 GW, dari megaproyek 35 GW, yang menjadi jatah
PLN kepada swasta. Menurut Dirut PLN isi dari poin terakhir surat tersebut
adalah untuk memberi swasta peluang lebih luas lagi.

Namun itu hanya pendapat yang diutarakan oleh Dirut PLN dalam jumpa
pers yang mana intinya tentang masalah keungan PLN masih aman dan tidak
perlu ada yang dikhawatirkan.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) bilang,


kondisi keuangan PT PLN (Persero) memasuki zona lampu kuning dan
berpotensi gagal untuk bisa melunasi utang-utangnya.Kemenkeu sangat
mengkhawtirkan hal tersebut sehingga mengeluarkan dengan nomor S-
781/MK.08/2017 bersifat penting dan segera kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Ini terkait dengan kekhawatiran
soal utang dari PT PLN (Persero), program 35.000 MW hingga risiko
keuangan negara.
Akan tetapi Kemenkeu tidak usah terlalu khawatir. Seperti apa
yang dikatakan oleh Direktur Utama PLN,Sofyan Basir dalam jumpa pers
bahwa sebenarnya PLN sama sekali tidak punya masalah dengan
keuangan.Sofyan menjelaskan memang utang PLN sekarang ini mencapai
Rp296 triliun. Dalam tiga tahun terakhir utang perusahaan yang
dipimpinnya itu bertambah Rp58 triliun. Tapi, jumlah tersebut tidak
berarti sudah gawat. Pasalnya, omzet PLN menembus Rp300 triliun.
Sedangkan jumlah aset paska revaluasi aset mencapai Rp1.300 triliun.Jadi
masalah PLN berpotensi gagal bayar utang itu tidak benar.PLN akan
mengupayakan berbagai macam stratagi agar masalah keuangan tetap
aman dan proyek 35.000 MW berjalan dengan lancar sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelum-sebelumnya.
B. Saran
Dalam membangun sebuah proyek yang besar seperti proyek
35.000 MW sangatlah susah,komunikasi yang baik sangat dibutuhkan di
dalamnya. Oleh sebab itu antara menteri-menteri yang bersangkutan dalam
proyek tersebut,seperti Kementrian Keuangan alangkah baiknya selalu
menjaga komunikasi yang baik dengan pihak-pihak yang menjalankan
proyek tersebut,seperti halnya dengan Direktur Utama PLN.
Jika kedepannya proyek tersebut memang susah untuk
mencapai targetnya diharapkan Presiden Jokowi tidak terlalu berambisius
untuk mencapai target tersebut dan selalu bisa menyiapkan strategi dalam
setiap permasalahannya agar proyek tetap berjalan dengan rencana awal
meski tidak tepat pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA

https://finance.detik.com/energi/3660358/kenapa-sri-mulyani-sangat-was-
was-dengan-utang-pln
https://finance.detik.com/energi/3660341/dikhawatirkan-sri-mulyani-
utang-pln-capai-rp-299-triliun
https://finance.detik.com/energi/3659974/khawatir-soal-utang-pln-sri-
mulyani-surati-jonan-dan-rini
http://www.aktual.com/pembicaraan-risiko-utang-pln-bocor-ke-publik-sri-
mulyani-marah/
http://www.aktual.com/kecemasan-sri-mulyani-atas-risiko-utang-pln-
ditanggapi-kementerian-bumn/
http://www.aktual.com/klaim-utang-untuk-infrastruktur-ekonom-
pemerintah-indonesia-harusnya-tiru-rusia/
http://www.aktual.com/pln-sesungguhnya-salah-manajemen-makanya-
berpotensi-gagal-bayar-utang/
http://www.aktual.com/rizal-ada-kepentingan-35-000-mw-ngotot-
diperjuangan-padahal-ganggu-keuangan-pln/
http://www.aktual.com/dpr-surat-menkeu-terkait-kondisi-keuangan-pln-
menunjukan-proyek-35-000-mw-tak-terencana-matang/
http://www.aktual.com/pln-dan-surat-sri-beraroma-neolib-itu/

Anda mungkin juga menyukai