A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna, salah satu kesempurnaan Islam terletak pada kitab
suci al-Qur’an yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai pedoman bagi
seluruh umat manusia. Allah menurunkan al-Qur’an yang tidak memiliki cela, cacat, serta
keragu-raguan dalam isinya. Kebenaran al-Qur’an relevan dengan semua zaman sampai hari
kiamat nanti.
Kebenaran al-Qur’an bersifat mutlak, tidak ada yang bisa membantah kebenaran al-
Qur’an, sebab al-Qur’an merupakan doktrin dari Allah Swt. yang disampaikan kepada manusia.
Maka semua kebenaran wajib bersesuaian dengan al-Qur’an, sebab standarisasi kebenaran
adalah ajaran-ajaran di dalam al-Quran. Sehingga kebenaran yang diklaim manusia jika
bertentangan dengan al-Qur’an tidak bisa dikataan benar atau tertolak kebenarannya.
Salah satu kebenaran al-Qur’an terletak pada mukjizat-mukjizat yang terkandung Al-
Qur’an. Kemukjizatan al-Qur’an tidak bisa ditandingi oleh kitab suci manapun di muka bumi ini.
Sebab al-Qur’an terjamin keasliannya, tidak ada satu huruf pun, bahkan satu baris pun yang
berubah dari al-Quran sejak diturunkan di masa kerasulan Muhammad Saw.
Mukjizat al-Qur’an menjadi perhatian kebanyakan ulama dan menarik untuk dikaji,
diantara ulama-ulama itu adalah Al-Rummany, Al-Zamlakany, Al-Imam Al-Razy, Ibn Suraqah,
Abu Bakar Al-Baqillany, dan Ibnu Al-‘Araby berkata bahwa karya-karya mereka sangat bernilai
tinggi tentang mukjizat al-Qur’an (As-Suyuthy, 2008 : 1873). Mu’jizat al-Qur’an dalam
perkembangan zaman bisa dibuktikan, terutama oleh temuan ilmiah. Seperti cerita-cerita yang
terkandung dalam al-Qur’an yang ditemukan kebenarannya oleh ilmu pengetahuan dan semakin
menguatkan al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw. yang masih eksis
sampai saat ini. Hal ini kemudian semakin menarik minat ilmuwan dunia baik muslim maupun
non-muslim untuk “membicarakan” mukjizat al-Qur’an.
Maka penulis kembali akan membahas mukjizat al-Qur’an. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai pengertian mukjizat al-Qur’an dan mukjizat-mukjizat al-Qur’an dari berbagai
segi, yaitu segi bahasa, segi sejarah, segi ramalan masa depan, segi ilmu pengetahuan, dan
sharfah.
“Walakum fil qishashi hayatuy yaa ulil albaab”, merupakan satu rumusan padat yang
mencerminkan penyederhanaan redaksional secara sempurna, sehingga melahirkan bentuk kalam
yang indah namun tetap utuh, karena makna yang dimaksud dapat dipahami dari konteks kalimat
secara keseluruhan. Menurut Tafsir al-Azhar maksud dari kalimat di atas adalah Artinya, dengan
adanya hukum qishash, nyawa bayar nyawa, sebagai hukum tingkat pertama, terjaminlah
kehidupan masyarakat. Orang yang akan membunuh berfikir terlebih dahulu sebab diapun akan
dibunuh. Lantaran itu hiduplah orang dengan aman dan damai, dan dapatlah dibendung
kekacauan dalam masyarakat karena yang kuat berlaku semena-mena kepada yang lemah
(http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Baqoroh/al-baqoroh_ayat_178_179.htm).
Menurut Rasyid Ridha, penyederhanaan redaksional juga terjadi dalam pengungkapan
tema-tema al-Qur’an. Misalnya pengungkapan tentang doktrin-doktrin akidah, norma-norma
hukum dan etik, yang menurut dia, kalau diungkapkan secara detil, akan membuat kitab suci al-
Qur’an menyerupai buku-buku hasil karya ulama.
b) Bentuk-bentuk tasybih
Bentuk tasybih dalam ilmu balaghah biasa diartikan sebagai ungkapan yang
memperlihatkan bahwa sesuatu itu sama dengan sesuatu yang lain dalam satu atau beberapa sisi
atau sifat. Contoh surah an-Nur/24 : 39.
ۡان ۡ َما ٓ ًء ۡ َحت َّ َٰ ٓى ۡإِذَا ۡ َجا ٓ َء ۥهُ ۡلَم ۡيَ ِجدهُ ۡشَيۡا َّ سبُه
ُۡ ُۡۡٱلظم ِ ِۢ س َرا
َ ب ۡبِ ِقيعَ ٖة ۡيَح َ َوٱلَّذِينَ ۡ َكفَ ُر ٓواْ ۡأَع َٰ َملُ ُهم ۡ َك
ۡ٣٩ۡب ِ سا
َ س ِري ُعۡٱل ِح َّ ۡو
َ ُۡٱَّلل َ ُسابَ ۗۥه ِ ۡٱَّللَۡ ِعندَهُۥۡفَ َوفَّ َٰىه
َ ُۡح َّ ََو َو َجد
39. Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar,
yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat
perhitungan-Nya.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan amal ibadah orang kafir, untuk menjelaskannya secara
aktual, dia menyamakan sifat amal tersebut dengan sifat fatamorgana, yaitu terlihat seperti ada,
padahal tidak ada. Dengan pola ini Allah menjelaskan sesuatu yang konsepsional kepada
kehidupan aktual agar lebih dipahami para pembaca. Pola seperti sekaligus membuat susunan
redaksi al-Qur’an jauh lebih indah, sehingga nikmat untuk dibaca, disimak, dan dihayati.
Disamping itu, ada pula tasybih yang membuat sesuatu yang tidak dapat dijangkau akal,
dengan mudah dapat dipahami, seperti al-Hadid/57: 21.
ۡ َض ۡأ ُ ِعدَّت ۡ ِللَّذِين
ِ ۡوٱۡلَر
َ س َما ٓ ِء ِ ض َها ۡ َك َعر
َّ ض ۡٱل ُ ۡو َجنَّ ٍة ۡ َعرَ ۡر ِب ُكم ِ سا ِبقُ ٓواْ ۡ ِإلَ َٰى ۡ َمغ ِف َر ٖة
َّ ۡمن َ
َٰ
ۡ٢١ۡٱَّللُۡذُوۡٱلفَض ِلۡٱلعَ ِظ ِيم َ شا ٓ ۚ ُء
َّ ۡو َّ س ِل ِۚۦهۡذَ ِل َكۡفَضل
َ َُۡٱَّللِۡيُؤتِي ِهۡ َمنۡي ُۡ ۡو ُر َّ َِءا َمنُواْۡب
َ ِٱَّلل
21. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Dalam ayat ini Allah memperkenalkan surga pada manusia, tapi sifat-sifat surga tersebut
tidak dapat dijangkau akal manusia.
Lebih lanjut Subhi Ash-Sholih lebih jauh menjelaskan bahwa pemakaian tasybih dalam
al-Qur’an adakalanya berbentuk tasybih tunggal dan tasybih ganda. Tasybih tunggal adalah
penyamaan sesuatu pada sesuatu yang lain karena ada sifat atau unsur kesamaannya, seperti
contoh ayat 21 surah al-Hadid di atas. Sedangkan tasybih ganda adalah bentuk penyamaan
sesuatu yang sukar dipahami maksudnya, baik secara nalar maupun empirik, pada sesuatu yang
lain yang aktual bagi kehidupan manusia, seperti surah Yunus/10 : 24. Yang memberitahu umat
manusia tentang kehidupan dunia seperti air hujan, yang dapat membawa rahmat bagi manusia,
dan juga bisa membawa malapetaka.
ۡاسُ َّۡم َّماۡيَأ ُك ُلۡٱلن ِ ض ِ طۡ ِب ِهۦۡنَبَاتُ ۡٱۡلَر َ َس َما ٓ ِءۡفَٱختَل ِ ِإنَّ َماۡ َمث َ ُلۡٱل َحيَ َٰوةِۡٱلدُّنيَاۡ َك َمآءٍ ۡأَنزَ ل َٰنَه
َّ ُۡمنَ ۡٱل
ۡٓظ َّن ۡأَهلُ َها ٓۡأَنَّ ُهم ۡ َٰقَد ُِرونَ ۡ َعلَي َهۡا ٓۡأَت َ َٰى َها
َ ۡو َّ اۡو
َ ٱزيَّنَت َ ۡزخ ُرفَ َه ُ ض ُ ت ۡٱۡلَر ِ ََوٱۡلَن َٰ َع ُم ۡ َحت َّ َٰ ٓى ۡإِذَآ ۡأ َ َخذ
ۡت ۡ ِلقَو ٖم ِ ص ُل ۡٱۡل ٓ َٰ َيِ َس ۡ َك َٰذَ ِل َك ۡنُف ۚ ِ صيدا ۡ َكأَن ۡلَّم ۡتَغنَ ۡ ِبٱۡلَم ِ أَم ُرنَا ۡلَي ًًل ۡأَو ۡنَ َهارا ۡفَ َج َعل َٰنَ َها ۡ َح
ۡ٢٤ۡ َيَتَفَ َّك ُرون
24. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami
turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di
antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira
bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam
atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.
Dalam ayat ini Allah memperlihatkan sikap orang-orang kafir yang sangat resisten
terhadap ajaran Islam yang dibawa Muhammad Saw. bahwa setiap kali mendengar seruan
kebenaran, mereka menyumbatkan jari-jarinya (ashabi’ahum) pada telinga, padahal sebenarnya
yang mereka sumbatkan adalah ujung jari.
Sedangkan isti’arah adalah bentuk-bentuk majaz yang disusun dengan meminjam kata
untuk ditempatkan pada posisi bukan sebenarnya. Atau al-Rumany dan al-Baqilany menyamakan
isti’arah dengan majaz.
Shihab, dkk (2001 : 125) mengatakan bahwa ayat ini turun dalam konteks pemberitaan
kisah Nabi Nuh dan para pengikutnya yang menyelamatkan diri dari musibah banjir besar
sebagai cobaan bagi kaum yang menentang dakwahnya. Selain itu al-Qur’an juga mengisahkan
nabi-nabi lain, seperti Ibrahim, Ismail, Isa, Musa, Luth, Ya’kub, Yusuf, Musa, dan Harun.
Lebih lanjut Shihab, ddk, mengatakan bahwa rangkaian kisah-kisah tersebut di atas
diungkapkan guna menguraikan ajaran-ajaran keagamaan, serta menggambarkan akibat-akibat
bagi penentangnya. Ini merupakan salah satu keistimewaan dan kekuatan al-Qur’an. Kisah-kisah
tersebut bukanlah fiktif, tapi diyakini sebagai sejarah yang pernah ada di muka Bumi. Hal ini
terbukti dengan kontribusi besar kisah Nabi Nuh dalam keilmuan antropologi, seperti yang
diungkapkan Umar Anggara bahwa berdasarkan tradisi-tradisi kisah Yahudi dan diperkuat hadis
Nabi, keragaman umat manusia di Dunia diawali dari kisah Nabi Nuh yang memiliki empat
orang anak, yaitu Sam, Ham, Yafat, dan Kan’an. Kan’an mrupakan anak Nabi Nuh yang
menentang dakwahnya sehingga terkena azab banjir besar dan mati, namun dia punya keturunan
yang selamat.
Lebih lanjut Umar Anggara mngatakan bahwa Sam anak pertama Nabi Nuh, melahirkan
keturunan yang kemudian menjadi bangsa Arab dan Persia. Ham adalah nenek moyang orang
Afrika. Yafat adalah bangsa Arya yang kemudian melahirkan bangsa Eropa dan Asia Tengah.
Sedangkan Kan’an melahirkan bangsa Phinisia, namun dibasmi dan diserap oleh Israel. Sebab
itulah, bangsa-bangsa Timur Tengah sering disebut bangsa Samit atau Semit, dan bangsa Afrika
biasa disebut Hamit. Sedangkan Eropa banyak yang membangsakan dirinya sebagai bangsa
Arya. Inilah rekonstruksi historis yang berdasarkan pada kisah-kisah dalam tradisi Yahudi dan
sunah Nabi.
Selain itu lanjut Shihab, dkk (2001 : 125-126), terdapat pula kisah-kisah peradaban yang
sukar dibuktikan dengan penelitian sejarah karena sukarnya pelacakan data, kecuali melalui
penelitian-penelitian arkeologis yang sangat mahal. Seperti penelitian tentang kota Iram yang
diungkap al-Qur’an dalam Surah al-Fajr/89 : 6-8.
ۡ٨ِۡۡمثلُ َهاۡ ِفيۡٱل ِب َٰلَد
ِ ۡۡٱلَّ ِتيۡلَمۡيُخلَق٧ِۡۡ ِإ َر َمۡذَاتِۡٱل ِع َماد٦ٍۡۡرب َُّكۡ ِب َعاد َ أَلَمۡت َ َرۡ َكي
َ فۡفَ َع َل
ۡ
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad. Yaitu
penduduk Iram yang memiliki bangunan-bangunan yang tinggi. Yang belum pernah dibangun
(suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain”.
Melalui penelitian yang sangat mahal kota Iram tersebut bisa ditemukan kembali di
Gurun Arabia Selatan, pada Februari 1992 pada kedalaman 183 m. dibawah permukaan pasir.
Kota tersebut menurut Umar Anggara ditemukan tim peneliti yang dipimpin Nichilas Clapp dari
California Institute of Technology’s Jet Propulision (CIT-JTL). Dia mengawali penelitiannya
dengan bantuan pesawat ulang alik Challenger yang memiliki sistem Satellit Imaging Radar
(SIR), dan satelit Prancis dengan sistem penginderaan optik, Clapp mampu mendeteksi
permukaan bawah gurun Arabia Selatan. Sehingga pada kedalaman 183 m. menemukan
keajaiban besar, sebuah bangunan segi delapan, dengan dinding-dinding dan menara mencapai
ketinggian 9 meter. Diperkirakan, gedung tersebut menampung sebanyak 150 orang. Disamping
itu, dia juga menemukan situs perjalanan kafilah beratus-ratus kilometer. Dengan demikian dia
menyimpulkan bahwa bangunan tua tersebut merupakan bagian dari kota Iram, pusat kegiatan
dakwah Nabi Hud, cucu Nabu Nuh, dan merupakan peninggalan historis dari kaum ‘Ad, yang
tetap hidup dalam legenda Arab berupa legenda kota Ubhar. Kini bangsa Arab sendiri meyakini
bahwa Ubhar dan Iram adalah dua nama untuk subjek yang sama.
Ayat ini diturunkan ketika Rasul masih tinggal di Mekah. Kemudian pada tahun ke 8
hijriah mereka (kaum musyrikin) dikalahkan secara total dalam peristiwa Fathul Makkah
(Shihab, 2001 : 127).
Selain contoh di atas, al-Qur’an juga menyatakan bahwa kerajaan Romawi Timur
(Byzantium) akan dikalahkan umat Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam Surah al-Rum/30
:1-4.
َ ۡ ۡم ِۢن ۡبَع ِد ۡ َغلَبِ ِهم
ِۡ ۡفِي ۡبِضع٣ۡ َسيَغ ِلبُون ِ ۡو ُهم
َ ض ِ ۡ ۡفِ ٓي ۡأَدنَى ۡٱۡلَر٢ۡ ۡٱلرو ُمُّ ت ُ ۡ ۡ١ۡ ا ٓل ٓم
ِ َغ ِلب
ۚ َّ ِ َِسنِي ۗن
ِ َّۡللِۡٱۡلَم ُر
َ ُُۡو ِم ِۢنۡبَعد
ۡ٤ۡ َۡويَو َمئِ ٖذۡيَف َر ُحۡٱل ُمؤ ِمنُون َ ۡمنۡقَبل
1. Alif Laam Miim.
2. Telah dikalahkan bangsa Rumawi.
3. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menan.
4. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).
Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.
Berkaitan dengan ayat ini al-Zarqany menjelaskan bahwa pada tahun 614 M, kurang
lebih tiga tahun setelah masa kerasulan Muhammad Saw., kerajaan Romawi Timur dikalahkan
oleh kerajaan Persia dalam pertempuran besar, yang populer sebagai peperangan Thahihah.
Kekalahan tersebut merupakan salah satu tragedi besar bagi kehidupan umat beragama, karena
bangsa Romawi adalah penganut agama samawi penerus Musa as. dan Isa as., sedangkan Bangsa
Persia adalah penganut Majusi, sebuah ajaran keagamaan produk manusia. Sebab itu bangsa
Quraiys mencemooh dakwah Muhammad, karena penganut agama samawi terkalahkan oleh
penganut agama majusi. Kini Muhammad Saw. dengan kitab yang dibawanya hendak
mengalahkan orang Quraisy. Bagaimana mungkin keinginan itu terwujud, yang akan terjadi
justru orang-orang Quraisy akan mengalahkan mereka, sebagaimana penganut Majusi
mengalahkan Romawi (Shihab, 2001 : 127-128).
Apa yang disampaikan dalam ayat di atas tidak dijawab oleh al-Qur’an sebagaimana
jawaban ilmiah yang dikenal oleh astronom, tetapi jawabannya justru diarahkan kepada upaya
memahami hikmah dibalik kenyataan itu. Namun demikian, karena al-Qur’an adalah kitab
petunjuk untuk kebahagian dunia dan akhirat, tidak heran jika al-Qur’an mengandung banyak
pesan tersurat maupun tersirat tentang ilmu pengetahuan guna mendukung fungsinya sebagai
kitab petunjuk.
Hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung dalam al-Qur’an disampaikan secara singkat
dan padat makna. Tapi memuaskan banyak orang dan para pemikir. Orang kebanyakan
memahami isyarat ilmiah tersebut ala kadarnya, namun, para pemikir akan melakukan
perenungan yang mendalam untuk memahi isyarat-isyarat ilmiah tersebut, sehingga
menghasilkan karya ilmiah yang kebanyakan orang tidak memahaminya.
Adapun mukjizat al-Qur’an berupa isyarat-isyarat ilmiah dapat dilihat dari kebanyakan
ayat-ayat yang berisi sinyal-sinyal ilmu pengetahuan atau sains (Ilyas, 2013 : 258-268). Berikut
isyarat-isyarat ilmiah yang dirangkum Ilyas dari ayat-ayat al-Qur’an :
1. Tentang reproduksi manusia
Terdapat sedikitnya tiga ayat al-Qur’an yang berbicara tentang reproduksi manusia.
Surah al-Qiyamah/75 : 36-39.
ۡۡث ُ َّمۡ َكانَ ۡ َعلَقَة٣٧ۡيۡيُمن ََٰى ِ ۡۡأَلَمۡ َيكُ ۡنُطفَة٣٦ۡسدًى
ٖ ۡمنۡ َّم ِن ُ ۡس ُنۡأَنۡيُت َر َك
َ َٰ ۡٱۡلن
ِ ب ُ س َ أ َ َيح
ۡ٣٩ۡۡوٱۡلُنث َ َٰ ٓى
َ ُۡٱلزو َجي ِنۡٱلذَّ َك َر
َّ ۡمنه ِ ۡفَ َجعَ َل٣٨ۡس َّو َٰى َ َفَ َخلَقَ ۡف
ۡ
36. Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung
jawaban).
37. Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim).
38. kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya.
39. lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.
Ayat di atas mengandung penjelasan bahwa ada dua air laut yang berbeda sifatnya, yang
satu tawar dan segar, sedangkan yang lain pahit dan asin. Diantara kedianya dibatasi oleh
dinding (barzakh). Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ibrahim as-Sumaih, seorang
ilmuwan Universitas Qatar di Teluk Oman dan Teluk Persia (1984-1988), menemukan
perbedaan rinci dengan angka-angka dan gambar pada kedua teluk tersebut. Dia menemukan
adanya dua daerah diantara kedua teluk tersebut yang dinamai mixed water area atau daerah
barzakh (istilah al-Qur’an). Penelitian ini juga menemukan dua tingkat air pada area tersebut.
Pertama, tingkat permukaan yang bersumber dari Teluk Oman. Kedua, tingkat permukaan yang
bersumber dari Teluk persia. Adapun area yang jauh dari daerah barzakh tersebut tingkat airnya
seragam.
Jadi, penemuan ini menunjukkan benar-benar ada dua sifat air laut yang berbeda. Bukan
seperti anggapan orang selama ini tentang pertemuan air sungai dan air lait. Sebab garis pemisah
atau barzakh yang memisahkan kedua tingkat air laut tersebut berupa daya tarik stabil
(grativitional stability). Garis pemisah tersebut terdapat pada kedalaman 10 hingga 50 meter jika
pertemuan air itu secara horizontal.
3. Tentang kejadian alam semesta
Surah al-Anbiya’/21 : 30.
َۡاۡمنَ ۡٱل َۡما ٓ ِء َ اۡرتقاۡفَفَتَق َٰنَ ُه َم ۖا
ِ ۡو َجعَلن َ ۡوٱۡلَر
َ َ ضۡ َكانَت َ ت َّ أ َ َوۡلَمۡيَ َرۡٱلَّذِينَ ۡ َكفَ ُر ٓواْۡأ َ َّنۡٱل
ِ س َٰ َم َٰ َو
ۡ٣٠ۡ َُك َّلۡشَيءٍ ۡ َح ۚي ٍۡأَفَ ًَلۡيُؤ ِمنُون
30. Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman.
Enstein menduga bahwa alam semeta statis, namun, observasi Edwin P. Huble (1889-
1953) melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam
semesta, yang menunjukkan bahwa alam semesta berekspansi, hal ini membantah dugaan
Einstein.
Ekspansi itu menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968) melahirkan sekitar
seratus milyar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki seratus milyar bintang. Tetapi
sebelumnya bila ditarik kebelakang kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari
neutron. Gumpalan itu meledak yang dikenal dengan Big Bang (teori ledakan besar).
4. Tentang awan
Surah an-Nur/24 : 43.
ۡۡمن ُ ُفۡبَينَهُۥۡث ُ َّمۡيَج َعلُه
ِ ۥۡر َكاماۡفَت َ َرىۡٱل َودقَ ۡيَخ ُۡر ُج ُ س َحاباۡث ُ َّمۡيُ َؤ ِل َ ۡۡٱَّللَۡيُز ِجي َّ أَلَمۡت َ َرۡأ َ َّن
ِ ُاۡم ِۢن ۡبَ َر ٖد ۡفَي َٰ
ۡۡويَص ِرفُهُۥ َ شا ٓ ُء
َ َيب ۡ ِب ِهۦۡ َمنۡي
ُ ص ِ ال ۡفِي َهٖ َنۡجبِ ۡم ِ س َما ٓ ِءَّ ۡمنَ ۡٱلِ ۦۡويُن َِز ُل َ ِخلَ ِل ِه
ۡ٤٣ۡص ِر َ َٰ َبۡ ِبٱۡلَب
ُ سنَاۡ َبرقِ ِهۦۡ َيذه َ ُۡشا ٓ ۖ ُءۡ َي َكاد
َ َعنۡ َّمنۡ َي
43. Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara
(bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan
keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu)
dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-
butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang
dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.
Ayat tersebut di atas menggambarkan tentang awan dan proses terjadinya hujan, dimulai
dari pernyataan Allah yang mengarak awan, kemudian mengumpulkan kawanan awan, kemudian
menjadikan awan bertindih-tindih, lalu turunlah hujan ke bumi. Hal ini sejalan dengan ilmu
pengetahuan modern, awan yang mengandung hujan menurut ilmuwan adalah awal tebal
cumulus rain clouds, sebelumnya berupa cumulus clouds. Ini salah satu awan yang mengandung
embun tinggi (es), kilat, dan guruh. Awan ini memiliki atap yang besar mencapai 15 km. dan
menyerupai gunung.
5. Tentang gunung
Surah an-Naml/ 27 : 88.
ٓ ۡٱَّللِ ۡٱلَّذ
ِۡي ۡأَتقَنَ ۡ ُك َّل َّ صن َع ِ ۚ س َحا
ُ ۡب َّ ي ۡت َ ُم ُّر ۡ َم َّر ۡٱل
َ ۡو ِه
َ امدَة َ َوت َ َرى ۡٱل ِجبَا َل ۡتَح
ِ سبُ َها ۡ َج
ُ ِۢ ِشَي ۚ ٍءۡ ِإنَّهُۥۡ َخب
ۡ٨٨ۡ َيرۡبِ َماۡتَفعَلُون
88. Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-
tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Gunung-gunung bergerak, bukan diam. Hal ini terbukti dari rekaman satelit tentang
gunung-gunung di Jazirah Arabia bergerak mendekati Iran beberapa sentimeter setiap tahunya.
Sebelumnya sekitar lima tahun yang lalu Jazirah Arab bergerak memisahkan diri dari Afrika dan
membentuk Laut Merah. Di sekitar Somalia sepanjang pantai Timur ke selatan saat ini berada
dalam proses pemisahan yang lamban dan telah membentuk Lembah Belah yang membujur
keselatan deretan danau Afrika.
6. Tentang pohon hijau
Surah Yasin/36 : 80.
ِ ُ ض ِرۡنَاراۡفَإِذَآۡأَنت
ۡ٨٠ۡ َمۡمنهُۡتُو ِقدُون َ ش َج ِرۡٱۡلَخ ِ ٱلَّذِيۡ َج َع َلۡلَ ُك
َّ مۡمنَ ۡٱل
80. yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu
nyalakan (api) dari kayu itu".
Pada plasma sel tumbuh-tumbuhan terdapat zat yang dinamai chromotophone (pembawa
zat warna). Dari sekian warna yang dibawa warna hijaulah yang terpenting , dikenal dengan
nama chlorophyll, dari bahasa Yunani yang berarti “zat hijau daun”. Namun, istilah ini tidaklah
tepat dimana zat di atas tidak hanya pada daun, tapi juga pada ranting-ranting yang muda,
terutama pada semua ranting yang hijau. Maka terbuktilah istilah yang digunakan al-Qur’an
lebih dapat, yaitu “asy-syajar al-akhdhar”, secara harfiah berarti pohon hijau.
Chlorophyll terdiri dari ikatan zat-zat karbon, hidrogen, nitrogen, dan magnesium.
Aktivitas utama chlorophyll adalah merubah zat organik dari zat anorganik sederhana dengan
bantuan sinar matahari, yang disebut dengan photosyinthesis (fotosintesis) yakni mengadakan
sintesis dengan photon (cahaya). Ringkasnya chlorophyll mengubah tenaga radiasi matahari
menjadi tenaga kimiawi melalui proses fotosintesis atau dengan kata lain menyimpan tenaga
matahari dalam tubuh tumbuhan berupa makanan dan bahan bakar yang nantinya akan muncul
sebagai api atau tenaga kalori sewaktu terjadi pembakaran.
Proses fotosintesis ini dikemukakan oleh seorang sarjana Belanda J. Ingenhousz, di akhir
abad ke 18 M. Sedangkan al-Qur’an telah memberitakannya pada abad ke 7 M.
7. Tentang kalender Syamsiah dan Qamariah
Surah al-Kahfi/18 : 25.
ۡ٢٥ۡۡوٱزدَاد ُواْۡتِسعا
َ َۡماْئ َ ٖةۡ ِسنِين
ِ ثَ ََولَبِثُواْۡفِيۡ َكه ِف ِهمۡث َ َٰل
25. Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Dijelaskan pada ayat di atas bahwa Ashhabul Kahfi (penghuni gua) ditidurkan dalam gua
selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi. Penambahan semibilan tahun ini
adalah akibat penanggalan Syamsiah dan Qamariyah. Penanggalan Syamsiah dikenal dengan
Gregorian Calender yang baru ditemukan pada abad ke 16, berselisih sekitar sebelas hari dengan
penanggalan Qamariyah, sehingga tambahan sembilan tahun yang disebutkan dalam ayat di atas
adalah hasil perkalian 300 X 11 hari = 3300 hari atau sekitar sembilan tahun lamanya.
Selain mukjizat-mukjizat yang disebutkan diatas, masih banyak lagi mukjizat al-Qur’an (lihat
buku Iktisar ‘Ulumul Qur’an Praktis, karangan Syaikh Ash-Shabuni) seperti segi pendidikan,
segi memenuhi kebutuhan manusia, segi pengaruhnya dalam hati, segi terbebasnya isi al-Qur’an
dari pertentangan, segi menepati janji, dan segi tidak adanya pertentangan dengan ilmu
pengetahuan (kesatuan alam, pembagian atom, berkurangnya oksigen, perkawinan antara tiap-
tiap benda, perkawinan lantaran angin, sel-sel mani, perbedaan sidik jari manusia).
G. Paham Sharfah
Uraian di atas telah dijelaskan tentang berbagai kemukjizatan al-Qur’an tentang bahasa,
sejarah, berita gaib, dan kandungan al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan. Inilah pendapat
kebanyakan ulama berkaitan dengan mukjizat al-Qur’an. Namun, sebagian ulama Muktazilah,
yakni Abu Ishaq Ibrahim bin Sayyar al-Nazam dan para pengikutnya memiliki pendapat lain
tentang kemukjizatan al-Qur’an, yaitu paham sharfah.
Abu Ishak Al-Nazzam dan pengikutnya berpendapat bahwa kemukjizatan al-Qur’an
bukan terletak pada faktor-faktor sebagaimana yang diuraikan di atas, melainkan Allah
mengalihkan perhatian bangsa Arab untuk tidak bisa menandingi al-Qur’an, padahal mereka
sebenarnya mampu melakukannya (Az-Zarkasyi, : 93-94), pendapat serupa juga dikemukakan
oleh Abu Hasan ‘Ali ibn Isa al-Rumani yang merupakan tokoh besar Muktazilah. Namun,
pendapat ini diantah oleh ulama-ulama lain, seperti Imam Murtadha dari ulama Syi’ah, yang
mengaakan bahwa pendapat Abu Ishak al-Nazzam menyimpang, sebab, seolah-olah dia
mengatakan bahwa kalaulah Allah Swt. tidak memalingkan orang Arab, niscaya kemampuan
sastra mereka bisa menandingi al-Aqur’an. Ash-Shabuni sendiri pun membantah pendapat ini di
dalam bukunya (Ash-Shabuni, 1999 : 134).
Ash-Shabuni (1999 : 134-135) juga membantah paham sharfah, dan mengatakan bahwa itu
merupakan pendapat yang batil. Berikut sanggahannya :
1. Jika paham sharfah benar, maka letak kemukjizatan alQur’an itu bukan pada al-Qur’an, tapi
pada sharfah. Ini tidak dibenarkan oleh ijma’.
2. Jika benar paham sharfah, maka al-Qur’an itu dimukjizatkan, bukan mukjizat. Sama halnya kita
memotong lidah seseorang lalu kita suruh dia berbicara. Dengan demikian dia tidak bisa bicara
bukan karena tidak mampu, tapi karena dibuat tidak mampu.
3. Seandainya benar bahwa ada rekayasa Allah yang membuat mereka lemah dan bermalas-
malasan, lalu mengapa bangsa Arab datang kepada Nabi, mengapa mereka menyakiti Nabi dan
para sahabatnya, apa perlunya mereka menahan Nabi, keluarganya, bahkan mengepungnya
hingga mera memakan dedaunan. Kenapa pula mereka mengajak Nabi untuk meninggalkan
dakwahnya, dan untuk apa pula mereka memojokkan Nabi dan sahabatnya sehingga hijrah.
4. Seandainya paham sharfah benar, tentulah mereka akan menceritakan itu kepada manusia agar
mereka bisa memaklumi. Dan tentu setelah al-Qur’an diturunkan mereka yang ahli sastra akan
lebih sedikit dari sebelum al-Qur’an diturunkan.
5. Seandainya penyelewengan diatas terjadi tentu bagi kita di jaman sekarang akan memungkinkan
mampu menandingi al-Qur’an, begitu juga bagi mereka yang menandingi sastra Arab di setiap
masa, tentu akan bisa menerangkan kedustaan kemukjizatan al-Qur’an.
Lebih lanjut, al-Zarkasyi (Shihab, 2001 : 112-113) dengan rinci mengemukakan
kelemahan-kelemahan argumentasi al-Nazzam dan al-Rumani di atas, yaitu :
1. Firman Allah Swt. pada surah al-Isra’ ayat 88 memperlihatkan kelemahan bangsa Arab
menyusun karya besar yang sejajar dengan al-Qur’an. Dan kalaulah Allah Swt. yang melarang
mereka, maka yang mu’jiz (melemahkan) itu bukanlah al-Qur’an, tapi justru Allah sendiri.
Padahal ayat ini menantang mereka untuk membuat karya yang sejajar dengan al-Qur’an, bukan
untuk menandinginya.
2. Bahwa kemukjizatan al-Qur’an terhadap masyarakat Arab saat itu berupa karya spesifik, yaitu
dari segi isi dan pembahasannya belaka, mungkin saja mereka mampu, tapi dari segi isi dan
ilustrasinya, mereka akan sangat mengalami kesukaran dan tidak akan mampu.
3. Al-Qur’an mengemukakn hal-hal gaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang dalam
kehidupan dunia ini, disamping berita tentang akhirat yang akan dialami manusia kelak. Segala
yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, kemudian terbukti dalam perjalanan hidup manusia.
Seperti Allah Swt. menceritakan bahwa umat Islam akan menjadi adikuasa di dunia ini yang
terdapat dalam surah al-Nur/24 : 55, dan telah terjadi pada puncak kejayaan Abbasiyah dan tiga
kerajaan besar Safawi, Mughal, dan Turki Utsmani diantara abad 15-17 M.
Al-Qur’an mengemukakan kisah-kisah lama yang tidak terangkat dalam cerita-cerita bangsa
Arab, seperti kisah Nabi Nuh as., Nabi Luth as., Nabi Musa as., dan Nabi Harun as., serta kisah-
kisah nabi lain dan perlawanan mereka terhadap dakwah para nabi dan akibatnya.
Dengan demikian paham sharfah merupakan paham yang diperselisihkan oleh para ulama,
bahkan disesatkan oleh mayoritas ulama. Sebab mayoritas ulama menolak dan menganggap
pendapat ini menyimpang dan bisa merusak akidah umat Islam. Apa yang disampaikan al-
Zarkasyi dan Ash-Shabuni di atas dengan tegas membantah kekeliruan paham sebagian ulama
muktazilah tentang kemukjizatan al-Qur’an, sebab dikalangan ulama muktazilah pun berbeda
pendapat tentang kemukjizatan al-Qur’an. Namun, pendapat ini perlu dikemukakan dalam ranah
akademik, sehingga memperkaya pengetahuan akademisi Muslim.
H. Penutup
Berbagai bentuk mukjizat al-Qur’an telah diuraikan di bahasan-bahasan sebelumnya.
Banyak ulama (ilmuwan Muslim) yang mengkaji masalah mukjizat al-Qur’an, bukan hanya
zaman sekarang saja, tapi mukjizat al-Qur’an sudah menjadi tema menarik yang banyak dikaji
ulama-ulama terkemuka, seperti Al-Rummany, Al-Zamlakany, Al-Imam Al-Razy, Ibn Suraqah,
dan Abu Bakar Al-Baqilany. Tema utama kajian ulama-ulama terdahulu lebih kepada gaya
bahasa al-Qur’an, struktur bahasa al-Qur’an, sejarah yang ada didalam al-Qur’an, berita tentang
masa depan yang ada di dalam al-Qur’an, dan sebagainya.
Di zaman sekarang pun, banyak ilmuwan muslim yang mengkaji kembali mukjizat al-
Qur’an yang lebih menekankan kepada temuan-temuan ilmiah tentang keajaiban al-Qur’an.
Misalnya, Rasyad Khalifah yang menemukan mukjizat al-Qur’an tentang kaitan kata-kata dan
huruf yang dipakai al-Qur’an dengan matematika. Kemudian Umar Anggara yang
mengemukakan temuan-temuan arkeolog tentang Kota Iram yang ada di dalam al-Qur’an. Selain
itu banyak lagi temuan-temuan ilmiah yang mengungkap mukjizat al-Qur’an, seperti penciptaan
gunung, pohon hijau, proses penciptaan manusia, tentang awan, pertemuan dua laut, dan
kejadian alam semesta.
Disisi lain, ada pendapat sebagian ulama muktazilah yang berpaham Sharfah, bahwa al-
Qur’an tidak bisa ditandingi karena Allah Swt. menjadikan lemah orang Arab. Namun, pendapat
ini ditentang oleh mayoritas ulama, termasuk sebagian ulama muktazilah itu sendiri, sebagian
ulama syi’ah, dan ulama ahlus sunah wal jama’ah.
Mukjizat-mukjizat yang terkandung di dalam al-Qur’an tidak semuanya bisa diungkap
oleh manusia, karena keterbatasan manusia. Sehingga hal ini seharusnya semakin menambah
keimanan kita sebagai seorang Muslim tentang kebenaran al-Qur’an. Sebab tuduhan-tuduhan
orientalis tentang al-Qur’an adalah karya Nabi Muhammad Saw., secara tidak langsung telah
dibantah oleh mukjizat al-Qur’an. Dan al-Qur’an sendiri membuktikan bahwa al-Quran bukanlah
karangan Nabi Muhammad Saw., misalnya dengan ayat-ayat yang berisi teguran atas kesalahan-
kesalahan yang dilakukan Nabi, seperti dalam surat An-Naba’, Allah menegur Nabi karena tidak
menanggapi Abdullah Bin Umi Maktum yang meminta nasehat kepada Nabi. Namun, Nabi lebih
mementingkan pemuka Quraiys yang belum tentu mau beriman kepada Allah.
Berbagai bukti di atas menunjukkan kebenaran al-Qur’an yang mencakup semua
kandungan al-Qur’an. Seandainya pun, bukti-bukti diatas tidak bisa dibuktikan oleh manusia,
maka al-Qur’an tetap akan menjadi kitab yang suci dari campur tangan manusia. Maka
kebenaran dan keaslian al-Qur’an akan tetap abadi sepanjang masa. Inilah mukjizat terbesar al-
Qur’an yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab suci agama lain. Wallahu ‘alam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Manna’ Khalil. (1999). Mabahits Fii ‘Ulumi al-Qur’an. Beirut Lebanon : Al-Resalah
Publisher.
As-Suyuti, Jalaluddin. (2008). Al-Itqan fii ‘Ulumil Qur’an. Saudi Arabiah : Mu’assisah ar-Risalah.
Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. (1999). Studi Ilmu Al-Qur’an, edisi terjemahan. Bandung : Pustaka
Setia.
Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. (2001). Ikhtisar ‘Ulumul Qur’an Praktis, edisi terjemahan. Jakarta
: Pustaka Amani.
Az-Zarkaysi, Imam Badruddin Muhammad bin ‘Abdullah. (tahun terbit tidak diketahui). Al-Burhaan fii
‘Uluumil Qur’an, Juz 2. Kairo : Maktabah Daarut Turaats.
Az-Zarqany, Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Azhim. (1995). Manaahilul ‘Irfaan fii ‘Uluumil Qur’an, Juz 2.
Beirut : Darul Kitab al-‘Araby.
Shihab, M Quraish. (2013). Mukjizat al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Berita Gaib. Bandung : Mizan Pustaka.
Shihab, M Quraish, dkk. (2001). Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Tafsir al-Azhar. Diunduh tanggal 3 Mei 2014. Tafsir Surat al-Baqarah ayat 178-179. Website :
http://tafsiralazhar.net46.net/myfile/S-Al-Baqoroh/al-baqoroh_ayat_178_179.htm