PENDAHULUAN
ASI merupakan nutrisi terbaik untuk bayi karena mengandung zat bioaktif
yang baik untuk sistem pencernaan dan kekebalan tubuh.1 Pada tahun 2002 WHO
merekomendasikan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan pertama kehidupan.2
Academy of Nutrition and Dietetics juga menegaskan pemberian ASI ekslusif
selama 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan dengan makanan pendamping
ASI sampai dengan usia 24 bulan. 1,2
Pada tahun 2010 persentase pemberian ASI ekslusif pada bayi sampai usia
6 bulan di Amerika Serikat adalah 43%.2 Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes
tahun 2016, persentase bayi yang mendapatkan ASI ekslusif adalah 54%, di
Sumatera Selatan, persentase bayi yang mendapat ASI ekslusif adalah 55%.3
Pemerintah Indonesia membuktikan komitmennya dalam menurunkan angka
kematian bayi dan mendukung pemberian ASI eksklusif dengan mengeluarkan
Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, pasal 128 yang menekankan hak
bayi untuk mendapat ASI eksklusif kecuali atas indikasi medis dan ancaman
hukuman pidana bagi yang tidak mendukungnya, termasuk diantaranya para
petugas kesehatan.4
Pada kondisi klinis tertentu ASI tidak bisa diberikan pada bayi sehingga
pemberian susu formula dapat dipertimbangkan. Kondisi klinis tersebut seperti
pada beberapa kelainan metabolik genetik dimana tubuh tidak memiliki enzim
tertentu untuk mencerna salah satu komponen dalam susu, baik susu manusia
maupun hewan sehingga bayi tidak boleh menyusu. Bayi tersebut memerlukan
formula khusus yang disesuaikan dengan kebutuhannya dan memerlukan
penanganan komprehensif.4 Pada kondisi tertentu seperti ibu yang terinfeksi dan
dapat terjadi penularan melalui ASI maka pemberian susu formula perlu
dipertimbangkan. 5.6
Sari pustaka ini akan mengemukakan indikasi medis yang dapat diterima
untuk memberi susu formula pada bayi baru lahir yaitu beberapa situasi khusus
dimana ASI memang tidak boleh diberikan, atau susu formula diperlukan sementara
1
atau diperlukan tambahan susu formula disamping pemberian ASI. Pada tinjauan
ini juga akan dijelaskan jenis susu formula itu sendiri, kontraindikasi, aturan dan
cara penyiapan susu formula sebelum diberikan kepada bayi.
BAB II
2
DEFINISI DAN HAL - HAL TERKAIT SUSU FORMULA
3
Pada 1920-an, para ilmuwan juga mulai mengembangkan formula berbasis
non susu sapi untuk bayi yang alergi terhadap susu sapi. Formula non susu sapi
pertama didasarkan pada tepung kedelai dan tersedia untuk umum pada tahun 1929.
formula kedelai tidak memiliki nutrisi penting, terutama vitamin namun masalah
ini dapat diselesaikan dengan fortifikasi vitamin pada tahun 1960.10,11
Indikasi Medis pada Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula
khusus sebagaimana dimaksud di atas adalah kelainan metabolisme bawaan (inborn
errors metabolism). Kelainan metabolisme bawaan meliputi:12
a. Bayi dengan galaktosemia klasik memerlukan formula khusus bebas
galaktosa
b. Bayi dengan maple syrup urine disease memerlukan formula khusus bebas
leusin, isoleusin, dan valin
c. Bayi dengan fenilketonuria memerlukan formula khusus bebas fenilalanin
d. Kelainan metabolisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
4
Indikasi Medis pada Bayi dengan kebutuhan makanan selain ASI dalam
jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud di atas adalah dengan kriteria sebagai
berikut:12
a. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seribu lima ratus gram atau bayi
lahir dengan berat badan sangat rendah
b. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang
sangat prematur
c. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi
metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada bayi
prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress
iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi yang sakit dan Bayi
yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon
pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus
mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar pelayanan medis sebagaimana
dimaksud adalah: 12
a. Ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui secara permanen
b. Ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui sementara waktu.
Kondisi medis ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui secara
permanen adalah jika ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Ibu
dengan infeksi HIV diberikan informasi tentang kemungkinan menggunakan donor
ASI atau Susu Formula Bayi. Penggunaan Susu Formula Bayi tersebut harus
memenuhi syarat AFASS, meliputi dapat diterima (acceptable), layak (feasible),
terjangkau (affordable), berkelanjutan (sustainable) dan aman (safe).12
5
b. ibu yang menderita infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) dan HSV-
2
c. ibu dalam pengobatan:
1) menggunakan obat psikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsy
dan opioid
2) radioaktif iodine 131
3) penggunaan yodium atau yodofor topical
4) sitotoksik kemoterapi
Pemberian susu formula dan produk bayi lainnya pada keadaan ibu tidak
ada atau ibu terpisah dari Bayi, meliputi:12
a. ibu meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa berat;
b. ibu tidak diketahui keberadaannya
c. ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya
dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga ibu tidak dapat memenuhi
kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.
6
kedelai oleh karena itu tidak diindikasikan dalam manajemen enteropati atau
enterokolitis yang terjadi akibat alergi protein susu sapi.15
Susu kedelai harus dihindari pada bayi prematur atau bayi dengan kerusakan
ginjal karena beban alumunium fosfat yang tinggi. Kedelai mengandung phyto-
estrogen, yang merupakan kelompok besar flavonoid. Ada tiga kelas flavonoid
yaitu coumestans, lignan dan isoflavon. Isoflavon yang ditemukan dalam kedelai
memiliki aktivitas estrogen paling kuat karena berinteraksi dengan reseptor
estrogen dan memodulasi konsentrasi estrogen di endogen. Kadar phyto-estrogen
darah menjadi lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula kedelai sejak lahir
hingga usia 4 bulan dibandingkan bayi yang tidak diberikan susu formula.15
The British Dietetic Association Pediatric Group menyatakan bahwa susu
merupakan sumber nutrisi selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi yang diberi susu
kedelai akan mengkonsumsi sekitar 4 mg isoflavon / kg berat badan / hari. Selama
tahap perkembangan ini, ini dapat menghasilkan perubahan hormon permanen.
Setelah 6 bulan, risikonya berkurang, karena dosis phyto-estrogen per kg berat
badan kemungkinan lebih rendah setelah bayi mengonsumsi makanan padat. Juga,
sistem organ bayi yang berpotensi rentan telah matang pada usia ini, semakin
mengurangi risiko kerusakan jangka panjang.15
7
susu formula telah dikaitkan dengan isu-isu utama yang berefek tidak baik bagi
kesehatan.10
Di Indonesia, aturan mengenai susu formula diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.00.05.1.52.3920 Tentang Pengawasan Formula Bayi Dan Formula Bayi Untuk
Keperluan Medis Khusus. Formula Bayi merupakan produk yang berbahan dasar
susu sapi atau susu hewan lain atau campuran kedua susu tersebut dan atau bahan-
bahan lain yang telah terbukti sesuai untuk makanan bayi. Keamanan dan
kecukupan kandungan zat gizi susu formula harus terbukti secara ilmiah dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Mengacu pada rekomendasi
internasional, formula bayi siap konsumsi di Indonesia juga harus mengandung
energi tidak kurang dari 60 kkal dan tidak lebih dari 70 kkal per 100 ml produk.
Sedangkan, kandungan zat gizi formula bayi siap konsumsi per 100 kkal harus
memenuhi ketentuan nilai minimum, maksimum, atau Acuan Batas Atas (ABA).
ABA digunakan untuk zat gizi yang tidak mempunyai informasi cukup tentang
kajian risiko berbasis ilmiah. Kandungan zat gizi formula bayi biasanya tidak boleh
melebihi ABA kecuali jika tidak dapat dihindari sehubungan dengan keragaman
kandungan formula atau karena alasan teknologi.16
a. Protein
Isolat asam amino dapat ditambahkan pada formula bayi untuk
meningkatkan nilai gizi. Asam amino esensial dan semi-esensial dapat ditambahkan
hanya sejumlah yang diperlukan untuk meningkatkan mutu protein. Hanya asam
amino bentuk L yang dapat digunakan. Untuk nilai energi formula bayi yang sama
dengan ASI, formula harus mengandung asam amino esensial dan asam amino semi
- esensial sekurang-kurangnya sama dengan kandungan pada protein acuan ASI.
Jumlah minimum kandungan protin pada susu sapi adalah 1.8 gr/100 kkal,
maksimum 3 gr/100 kkal, sedangkan pada isolate kedelai kandungan protein
minimum adalah 2.25 gr/100 kkal dan maksimum adalah 3 gr/10 kkal.16
b. Lemak
8
Minyak dan lemak terhidrogenasi tidak boleh digunakan pada formula bayi.
Asam laurat dan asam miristat merupakan unsur dari lemak, kandungan kombinasi
asam lemak tersebut tidak boleh lebih dari 20% dari total asam lemak. Kandungan
asam lemak trans tidak boleh lebih dari 3% dari total asam lemak. Kandungan asam
erusat (erucic acid) tidak boleh lebih dari 1% total asam lemak. Kandungan total
fosfolipid tidak boleh lebih dari 300 mg/100 kkal. Kandungan minimum lemak pada
susu formula adalah 4.4 gr/100 kkal dan maksimum adalah 6 gr/100 kkal.16
c. Karbohidrat
Laktosa dan polimer glukosa merupakan karbohidrat pilihan utama yang
digunakan pada formula berbahan protein susu sapi dan protein hidrolisat.
Kandungan karbohidrat minimum pada susu formula adalah 9 gr/100 kkal dan
maksimum adalah 14 gr/100 kkal. Pati yang diperbolehkan untuk ditambahkan ke
dalam formula bayi hanya pati yang secara alami bebas gluten yang telah dimasak
dan atau pati yang telah digelatinisasi. Penambahan pati tersebut maksimum 30%
dari total karbohidrat dan maksimum 2 g/100 ml. Penambahan sukrosa harus
dihindarkan, kecuali bila diperlukan (maksimum 20% dari total karbohidrat), dan
fruktosa tidak boleh digunakan.16
d. Vitamin
Tabel 1. Aturan Kandungan Vitamin Susu Formula 16
Vitamin Satuan Minimum Maksimum ABA
Vitamin A Mcg RE /100 kkal 60 180 -
Vitamin D3 Mcg/100 kkal 1 2,5 -
Vitamin E Mcg α-TE /100 kkal 0,5 - 5
Vitamin K Mcg/100 kkal 4 - 27
Tiamin Mcg/100 kkal 60 - 300
Riboflavin Mcg/100 kkal 80 - 500
Niasin Mcg/100 kkal 300 - 1500
Piridoksin Mcg/100 kkal 35 - 175
Vitamin B12 Mcg/100 kkal 0,1 - 1,5
Asam Pentoneat Mcg/100 kkal 400 - 2000
Asam Folat Mcg/100 kkal 10 - 50
Vitamin C Mcg/100 kkal 10 - 70
Biotin Mcg/100 kkal 1,5 - 10
9
e. Mineral dan Trace Elemen
Tabel 2. Aturan Kandungan Mineral dan Trace Elemen Formula 16
Vitamin Satuan Minimum Maksimum ABA
Besi Mcg/100 kkal 0,45 - 2
Kalsium Mcg/100 kkal 50 - 140
Fosfor Mcg/100 kkal 25 - 100
Magnesium Mcg/100 kkal 5 - 15
Natrium Mcg/100 kkal 20 60 -
Klorida Mcg/100 kkal 50 160 -
Kalium Mcg/100 kkal 60 180 -
Mangan Mcg/100 kkal 1 - 100
Iodium Mcg/100 kkal 10 - 60
Selenium Mcg/100 kkal 1 - 9
Tembaga Mcg/100 kkal 35 - 120
Seng Mcg/100 kkal 0,5 - 1,5
f. Kompnen lain
Selain persyaratan komposisi seperti ditetapkan diatas bahan lain yang
secara normal terdapat dalam ASI dapat ditambahkan pada formula bayi. Hal ini
dilakukan untuk menjamin bahwa formulasi tersebut adalah merupakan sumber zat
gizi satu - satunya bagi bayi atau untuk memberikan manfaat lain yang serupa
dengan manfaat yang didapat oleh bayi yang mendapat ASI. Kelayakan dan
keamanan zat - zat gizi tersebut bagi bayi harus dibuktikan secara ilmiah. Formula
harus mengandung bahan dengan jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat
yang diharapkan, dengan mempertimbangkan jumlah kandungannya pada ASI.
Beberapa bahan seperti taurin dapat ditambahkan pada susu formula dengan batas
maksimum 12 Mcg/100 kkal.16
Nukleotida sekurang-kurangnya terdiri dari 4 jenis yaitu adenosin
(nukleotida purin) dan guanosin (nukleotida purin), serta cytidine (nukleotida
pirimidin) dan uridin (nukleotida pirimidin). Kandungan nukleotida purin
maksimum 45% dari total nukleotida yang ditambahkan. Penambahan DHA pada
formula bayi harus disertai penambahan asam arakhidonat (ARA) dengan rasio 1:1-
10
2. Kandungan asam eikosapentaenoat (EPA), yang dapat terbentuk dari sumber
asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang, tidak boleh lebih dari kandungan
DHA. 16
Hanya bakteri penghasil asam laktat bentuk L (+) yang boleh digunakan.
Fluor tidak boleh ditambahkan pada formula bayi. Dalam keadaan apapun,
kandungan fluor tidak boleh lebih dari 100 mcg/100 kkal dalam produk formula
bayi siap konsumsi. Produk harus bebas gumpalan dan partikel besar serta dapat
disajikan sesuai kebutuhan bayi. Semua produksi susu formula telah diatur mulai
dari bahan penegemulsi dan pengental, tingkat hiegenitas, pengatur keasaman,
antioksidan, kemasan, hingga pelabelan untuk menjaga kualitas susu formula demi
pertumbuhan dan perkembangan bayi.16
11
b. pemberian suplai gratis, potongan harga, atau bentuk apapun atas pembelian
susu formula sebagai daya tarik dari penjual;
c. pemberian hadiah bagi yang mampu menjual dan/atau membeli susu
formula;
d. menjual atau menawarkan dengan cara melebih-lebihkan produk melalui
telepon, email dan sarana elektronik lainnya;
e. penawaran atau penjualan langsung susu formula dengan menggunakan jasa
sales marketing baik yang datang ke rumah atau tempat sarana umum;
f. penggunaan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu
formula bayi kepada masyarakat;
g. menggunakan gambar bayi sehat yang seolah-olah menjadi sehat karena
penggunaan produknya; dan
h. mengidealkan produknya seolah-olah yang terbaik.
Adapun untuk ketentuan pelabelan nama produk susu formula adalah sebagai
berikut:12
Produsen dan/atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk Bayi
Lainnya wajib mencantumkan label pada setiap kemasan Susu Formula Bayi
dan/atau Produk Bayi Lainnya, dengan mencantumkan nama produk
“Formula Bayi”
Label sebagaimana dimaksud harus ditulis secara jelas dengan menggunakan
Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan sekurang-kurangnya memuat:
nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih (dinyatakan dalam
per 100 g atau per 100 ml dan per 100 kkal), informasi nilai gizi, tanggal
kedaluwarsa dan petunjuk penyimpanan, keterangan tentang peruntukan
(usia bayi), cara penggunaan, nama dan alamat pihak yang memproduksi
atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia dan keterangan lain yang
perlu diketahui.
12
b. uraian tentang vitamin dan mineral dibuat tersendiri dan tidak harus secara
berurutan menurut jumlahnya;
c. untuk bahan-bahan yang berasal dari hewan atau tanaman serta bahan
tambahan pangan harus ditulis secara spesifik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. sumber protein yang digunakan pada produk harus dinyatakan dengan jelas
pada label;
e. bila susu sapi merupakan satu-satunya sumber protein, produk dapat
mencantumkan “Formula Bayi Berbahan Dasar Susu Sapi”; dan
f. produk yang tidak mengandung susu atau hasil olahnya harus mencantumkan
tulisan “Tidak Mengandung Susu atau Hasil Olahnya” atau kalimat sejenis.
Untuk penulisan tanggal kadaluawarsa harus dinyatakan dengan tanggal,
bulan dan tahun serta didahului dengan kalimat “Baik Digunakan Sebelum…” harus
dicantumkan pada label. Produk yang mempunyai masa simpan lebih dari tiga
bulan, cukup ditulis bulan dan tahun saja. Pencantuman bulan boleh dinyatakan
dengan huruf Latin sekurang-kurangnya 3 digit, dan tahun dinyatakan dengan
angka sekurang-kurangnya 2 digit. Jika bulan dan tahun dinyatakan dengan angka
maka tahun harus dinyatakan dengan lengkap (4 digit). Serta jika masa simpan
produk sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan khusus, maka kondisi
penyimpanan khusus tersebut harus dituliskan pada label dalam bentuk petunjuk
penyimpanan dan dicantumkan berdekatan dengan tanggal kedaluwarsa. label Susu
Formula Bayi harus memuat penjelasan tentang tanda-tanda yang menunjukkan
Susu Formula Bayi sudah tidak baik lagi, tidak boleh diberikan pada Bayi dan label
produk harus memuat petunjuk yang jelas tentang penyimpanan produk setelah
wadah dibuka.12
13
c. formula Bayi dalam bentuk konsentrat harus mencantumkan petunjuk
pengenceran dengan air minum;
d. formula Bayi dalam bentuk bubuk harus mencantumkan petunjuk
rekonstitusi dengan air minum;
e. memuat cara penyiapan dan penggunaan produk, termasuk cara
penyimpanan dan pembuangan produk setelah disiapkan, misal sisa susu
yang tidak diminum harus dibuang;
f. memuat ilustrasi tentang cara penyiapan;
g. petunjuk penggunaan harus dilengkapi dengan peringatan tentang bahaya
terhadap kesehatan apabila cara penyiapan, penyimpanan dan penggunaan
tidak tepat;
Selain cara penyiapan dan penyajian susu formula juga diatur undang -
undang dan harus dicantumkan pada label. Pelabelan pada susu formula tidak boleh
bertentangan dengan program pemberian ASI. Pada label juga harus disertakan
kalimat “ASI adalah Makanan Terbaik untuk Bayi Anda” atau kalimat sejenis yang
menyatakan keunggulan menyusui/ASI serta tidak boleh memuat gambar bayi dan
wanita atau sesuatu yang mengunggulkan penggunaan susu formula bayi baik
dalam bentuk gambar ataupun kalimat. Label tidak boleh menyatakan susu formula
bayi memiliki kualitas yang sama dengan ASI. Susu formula juga hanya digunakan
atas anjuran dokter berdasarkan indikasi medis dan disertai penjelasan cara
penggunaan yang benar. Pada label harus dicantumkan informasi bahwa bayi usia
6 (enam) bulan ke atas harus diberi MP-ASI selain formula lanjutan, sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya, dan pemberian
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebelum usia 6 (enam) bulan harus atas
petunjuk dokter.12
BAB III
KLASIFIKASI SUSU FORMULA
14
Susu formula dapat diklasifikasikan menurut tiga kriteria dasar yaitu
kepadatan kalori, sumber karbohidrat, dan komposisi protein.1 Susu formula
merupakan susu buatan pabrik yang telah diformulasikan menyerupai ASI. Bayi
yang tidak mendapatkan ASI harus diberikan susu formula bayi yang sesuai dengan
kebutuhan dan umurnya.9 Menurut usianya, susu formula dibuat sesuai golongan
usia bayi, yaitu mulai dari usia premature, usia 0-6 bulan, 6-12 bulan, dan usia batita
1-3 tahun, usia prasekolah 3-5 tahun, serta usia sekolah lima tahun ke atas.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010), penggolongan formula bayi menurut
European Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (ESPGAN)
adalah:9
1) Formula awal (starter formula) Merupakan susu formula yang dipergunakan
sejak lahir hingga usia 6 bulan
2) Formula Lanjutan (follow-on formula). Perbedaan dengan formula awal
biasanya pada kandungan mineral seperti zat besi dan kalsium.
15
Bayi prematur memiliki kebutuhan protein dan kalori yang lebih tinggi.
Selain itu, mereka membutuhkan lebih banyak kalsium, magnesium, dan fosfor
(mineral ditransfer dalam rahim selama trimester ketiga). Persyaratan khusus ini
mengarah pada pengembangan formula diperkaya dan prematur yang dirancang
untuk memfasilitasi kejar pertumbuhan. Formula prematur mengandung 24 kkal per
ons, sedangkan formula yang diperkaya mengandung 22 kkal per ons. Formula
diperkaya tersedia di toko-toko sebagai cairan atau bubuk. Formula prematur harus
dipesan dalam botol siap saji dan harganya lebih mahal.17
Saat ini standar perawatan untuk meresepkan formula ini untuk bayi
prematur. Cut-off untuk berat badan dan usia kehamilan didasarkan pada pendapat
ahli, dengan variasi antar institusi. Bayi biasanya dialihkan dari 24 menjadi 22 kkal
per ons ketika mereka mencapai berat 1.800 g (3 lb, 15 oz) atau usia kehamilan 34
minggu. Meskipun formula prematur dan diperkaya dapat meningkatkan parameter
pertumbuhan jangka pendek, mereka tampaknya tidak mempengaruhi pertumbuhan
atau perkembangan jangka panjang pada usia 18 bulan.18
Beberapa jenis susu formula alternatif yang tersedia sebagai pengganti antara lain:19
1. Susu formula hidrolisat ekstensif (Extensively Hydrolyzed Formula/ EHF).
16
Pada susu ini, protein susu sapi terdapat dalam bentuk yang telah dipecah
menjadi komponen yang lebih kecil dengan berat moleku <3,000 Da. Sebagian
besar bayi dan anak alergi susu sapi dapat mentoleransi susu jenis ini dengan baik.
Susu yang termasuk jenis ini misalnya Nutramigen®, Pregestimil®, Alimentum®
dan Pepti-Yunior®.19,20,21
Susu formula ini rasanya memang tidak begitu enak dan relatif lebih mahal.
Protein Whey sering lebih mudah di denaturasi (dirusak) oleh panas dibandingkan
protein kasein yang lebih tahan terhadap panas. Sehingga proses denaturasi whey
dapat diterima oleh penderita alergi susu sapi, seperti susu sapi
evaporasi. European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunology
(ESPACI) mendefinisikan formula ekstensif hidrolisa adalah formula dengan bahan
dasar protein hidrolisa dengan fragmen yang cukup kecil untuk mencegah
terjadinya alergi pada anak.19,22
Formula ekstensif hidrolisa akan memenuhi criteria klinis bila secara klinis
dapat diterima 90% oleh penderita proven IgE-mediated alergi susu sapi (95%
confidence interval) seperti yang direkomendasikan American Academy of
Paediatrics Nutritional Committee.20
Sejauh ini sekitar 10% penderita alergi susu sapi dapat menimbulkan reaksi
terhadap susu formula ekstensif hidrolisa. Secara pasti penderita yang alergi
terhadap formula ekstensif hidrolisa belum diketahui, diperkirakan lebih dari 19%.
Pengalaman penggunaan hidrolisa kasein telah dilakukan hampir 50 tahun lebih.
Beberapa penelitian menunjukkan sangat efektif untuk penderita alergi susu sapi.
Susu Hidrolisa kasein yang terdapat dipasaran adalah Pregestimil (Mead
Johnson). Sedangkan hidrolisa whey dalam waktu terakhir ini mulai dijadikan
alternatif, dan tampaknya toleransi secara klinik hampir sama dengan hidrolisa
kasein. Beberapa contoh susu hidrolisa whey adalah Pepti-Junior (Nutricia). Protein
Whey lebih mudah didenaturasi dengan suhu panas tetapi kasein sangat tahan
panas.21,22
17
Formula yang mengandung asam amino bebas (bentuk paling sederhana
dari protein) sebagai sumber nitrogen ini merupakan pilihan terbaik untuk bayi
dengan alergi susu sapi, terutama pada kasus berat. Formula asam amino dianggap
sebagai pengobatan pilihan pertama untuk alergi susu sapi. Formula yang termasuk
jenis ini misalnya Neocate®. Neocate adalah sintetis asam amino 100% yang
merupakan bahan dasar susu formula hipoalergenik. Rasa susu formula ini relatif
lebih enak dan lebih bisa diterima oleh bayi pada umumnya, tetapi harganya sangat
mahal. Formula berbasis asam amino dibuat dari asam amino penyusun dan telah
menunjukkan kemanjuran sekitar 99% (Level I evidence); mereka dapat dianggap
sebagai alternatif langsung atau sekunder untuk EHFs. Namun, bahkan AAFs
mengandung bahan alergen yang berpotensi, seperti lesitin kedelai, sehingga
penggunaannya harus dipantau. Rasa formula mungkin menjadi masalah untuk
kepatuhan; sebagai aturan praktis, semakin terhidrolisis formula, semakin buruk
rasanya.20
Meskipun dalam teori, formula asam amino dapat digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk alergi susu sapi, faktor harga yang tinggi sangat
mempengaruhi pilihan. Rekomendasi BSACI untuk formula asam amino termasuk
yang berikut: bayi dan anak-anak dengan (1) Alergi susu sapi berat (gagal tumbuh
dan darah melimpah di tinja), (2) alergi makanan ganda, (3) gejala alergi atau eksim
atopik berat saat ASI eksklusif, (4) bentuk parah Alergi susu sapi non-IgE-
mediated, seperti esophagitis eosinofilik, enteropathies, dan sindrom enterocolitis
yang diinduksi protein makanan, (5) pertumbuhan yang goyah, dan / atau (6) bayi
dengan risiko gizi dengan reaksi terhadap atau penolakan untuk mencerna jumlah
formula hidrolisat yang banyak. Jadi AAF dianjurkan untuk bayi dengan kriteria di
atas, jika tidak memenuhi 1 dari kriteria tersebut dan tidak ada riwayat anafilaksis
saa menerima EHF, maka EHF lebih direkomendasikan.19
18
protein kedelai sebagai bahan dasar. Isolat protein kedelai tersebut memiliki
kandungan protein tinggi yang setara dengan susu sapi. Karbohidrat pada formula
soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang dapat ditoleransi oleh
sistem pencernaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun oleh sistem
pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu formula soya
(kedelai) kurang lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat
ekstensif, tetapi lebih murah dan rasanya lebih familiar.23
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi
didapatkan susu soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi
baik IgE dan Non IgE. Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk
jarang. Namun, meskipun tidak mengandung susu sapi, dapat terjadi reaksi silang
antara protein susu sapi dengan protein kedelai, sehingga 30 – 40% bayi alergi susu
sapi dapat mengalami reaksi alergi dengan penggunaan susu ini. The North
American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition and
ESPGHAN tidak menganjurkan formula soy untuk bayi di bawah 6 bulan. Formula
ini dapat dipertimbangkan pada bayi dengan keadaan khusus, misalnya masalah
ekonomi keluarga, bayi tidak dapat mentoleransi susu formula jenis lain, atau
adanya preferensi khusus (pola makan vegetarian).19
19
yang dapat ditimbulkan. Kesalahan yang sering terjadi susu hipoalergenik bukan
pengganti sebagai alergi susu sapi, tetapi hanya sebagai pencegahan. Banyak kasus
ditemui anak dianggap atau dicurigai alergi susu sapi lansung direkomendasikan
susu formula hipoalergenik parsial.19
20
Orangtua sering mengubah formula sebagai respons terhadap kolik bayi.
Formula kedelai dan bebas laktosa sangat dipasarkan untuk kolik tanpa diagnosis
laktosa intoleransi formal. Kebanyakan kolik meningkat secara spontan antara usia
empat dan enam bulan. Formula baru yang dicoba selama waktu ini dapat
dikreditkan dengan peningkatan, mengabadikan kepercayaan populer bahwa kolik
diperparah oleh formula tertentu. Karena bukti untuk formula kedelai dalam
pengobatan kolik terbatas dan didasarkan pada uji kualitas yang buruk, AAP
menyimpulkan bahwa tidak ada peran yang terbukti untuk kedelai dalam
manajemen atau pencegahan kolik. Tidak ada bukti yang mendukung formula bebas
laktosa baik, tetapi percobaan singkat mungkin masuk akal pada bayi dengan kolik
yang juga memiliki gejala gastrointestinal. Dua tinjauan sistematis telah
menemukan beberapa manfaat dengan formula hypoallergenic. manfaat potensial
ini harus ditimbang dengan biaya yang jauh lebih besar. Dokter mungkin
merekomendasikan uji coba formula hypoalergenic satu sampai dua minggu untuk
kasus-kasus refraktori. Orang tua sebaiknya melakukan konsultasi ke spesialis
untuk kasus – kasus seperti ini.17
BAB IV
RESIKO KESEHATAN TERKAIT SUSU FORMULA DAN CARA
PENYIAPANNYA
21
negara-negara kaya sumber daya, anak-anak yang diberi susu formula selama bayi
beresiko hingga lima kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit pada masa bayi
daripada anak-anak yang sepenuhnya mendapat ASI. Beberapa mekanisme di mana
pemberian susu formula dapat memfasilitasi infeksi dipahami, misalnya, konsumsi
protein asing seperti protein susu dalam susu formula bayi dapat merusak selaput
lendir pelindung usus sehingga mempermudah kolonisasi oleh patogen.
Penggunaan susu formula juga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit non-
infeksi seperti penyakit alergi dan diabetes tipe 1 dan 2. Paparan awal makanan
"asing" dianggap sebagai faktor dalam pengembangan penyakit ini. Selain itu,
pemberian susu formula dikaitkan dengan gangguan perkembangan kognitif. Hal
ini terjadi mungkin karena susu formula bayi kekurangan banyak bahan yang
dianggap terlibat dalam perkembangan otak. Akhirnya, pemberian susu formula
dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian karena Sudden Infant Death
Syndrome (SIDS) yang 3,7 kali lebih besar dibandingkan bayi yang diberi ASI, dan
peptida dalam susu formula telah diidentifikasi sebagai kemungkinan penyumbang
SIDS.24
22
terkontaminasi Enterobacter sakazakii telah dicatat. WHO merekomendasikan
untuk menggunakan air yang telah dipanaskan hingga 70 - 90 ℃ mampu
menonaktifkan Enterobacter sakazakii.27
23
selama proses persiapan. Bahkan di rumah sakit, kontaminasi bakteri selama
persiapan formula adalah umum dan telah mengakibatkan wabah penyakit.
Penelitian telah berulang kali menemukan bahwa di lingkungan rumah,
rekomendasi untuk persiapan formula bayi yang aman dan higienis tidak diikuti.
Kebanyakan orangtua tidak selalu mencuci tangan sebelum menyiapkan formula
untuk memberi makan dan pembuatan formula bayi dengan air keran hangat
seringkali terjadi. Pembersihan yang tidak efektif dari persiapan dan pemberian
makan juga bisa menjadi sumber kontaminasi. Sebuah penelitian di Inggris
menemukan bahwa lebih dari 60% sampel botol “dibersihkan” terkontaminasi
dengan bakteri (termasuk Staphylococcus aureus) pada tingkat yang tidak dapat
dianggap bersih. Susu formula bayi menyediakan medium yang sangat baik untuk
proliferasi bakteri dan jika disimpan secara tidak tepat, perbanyakan bakteri dapat
menyebabkan dosis infeksi yang diberikan kepada bayi. Penyimpanan yang tidak
sesuai tampaknya merupakan penyebab yang paling umum tejadi. Misalnya
Herbold et al. menemukan bahwa 60% ibu tidak menyimpan botol susu formula
bayi yang dingin selama transportasi.31,32
Selain kontaminasi bakteri yang terjadi dengan persiapan formula bayi,
terlalu pengenceran formula bayi yang terlalu banyak juga tampaknya umum
terjadi. Kurangnya formula bayi dapat menyebabkan dehidrasi hipernatromat dan
pengenceran berlebihan pada hiponatremia (intoksikasi air), keduanya berpotensi
fatal.33,34
Keamanan pangan adalah tentang bahaya yang cenderung membuat
konsumen lebih buruk dari yang seharusnya jika mereka tidak mengkonsumsi
makanan tersebut. Namun, kekhawatiran tentang manfaat kesehatan fokus pada
apakah konsumen lebih baik sebagai akibat dari mengonsumsi makanan. Ketika
mengevaluasi produk makanan, penting untuk memberikan perhatian tidak hanya
pada bahaya tetapi juga manfaat. Tentunya, formula bayi seharusnya tidak
berbahaya. Ini juga harus memberikan manfaat yang seharusnya diberikan. Jika
manfaat diharapkan tetapi tidak diperoleh, itu juga merupakan jenis bahaya. Ini
berarti bahwa susu formula bayi harus dipandang sebagai cukup nutrisi hanya jika
terbukti sama baiknya untuk anak-anak seperti menyusui.1,35
24
Kualitas makanan bayi sangat penting untuk pertumbuhan, perkembangan,
dan kesehatan jangka panjang. Agar bayi dan anak kecil tumbuh dan berkembang
secara normal, WHO merekomendasikan agar bayi disusui secara eksklusif selama
enam bulan pertama kehidupan dan kemudian terus disusui, dengan tambahan
makanan pendamping, hingga dua tahun atau lebih. Dimana bayi tidak dapat
menerima semua kebutuhan mereka untuk susu langsung dari payudara ibu,
berbagai alternatif dimungkinkan. Strategi Global untuk Pemberian Makan Bayi
dan Anak Kecil menyatakan bahwa untuk beberapa situasi kesehatan di mana bayi
tidak dapat, atau tidak seharusnya diberi ASI, pilihan alternatif terbaik bisa
menggunakan ASI dari ibu bayi sendiri (ASI botol), ASI dari air susu yang sehat
(wet nursing), atau susu formula. Bayi yang tidak dapat diberi ASI, yang seharusnya
tidak menerima ASI, atau yang tidak tersedia ASI memerlukan susu formula bayi
berkualitas tinggi.24 Sebagian besar bayi di Amerika Serikat diberi makan pengganti
susu manusia pada usia 6 bulan. Sumber makanan ini, meskipun lebih rendah dari
ASI dalam beberapa hal, mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan
keseimbangan gizi yang lebih efisien daripada susu sapi yang tersedia secara
komersial.10
Dari sudut pandang pengaturan, efek dari bahan baru untuk formula bayi
biasanya didorong oleh keinginan produsen untuk menghasilkan produk yang
meniru keuntungan dari menyusui. Motivasi ini menyiratkan bahwa formula dalam
keadaan mereka saat ini kurang berkhasiat (misalnya, secara neurologis atau
imunologis), meskipun tidak selalu tidak aman, jika dibandingkan dengan ASI.
Dengan demikian keamanan dari penambahan bahan baru untuk formula bayi perlu
dinilai terhadap dua kontrol yaitu iterasi sebelumnya dari formula tanpa bahan
tambahan dan susu manusia.24
25
dari 6 bulan, maka sebaiknya diberikan ASI bukan susu formula. Susu botol atau
susu formula untuk bayi kurang dari 6 bulan boleh diberikan jika ibu tidak
memungkinkan untuk menyusui bayi, misalnya terjadi produksi ASI yang sangat
sedikit. Hal ini dapat terjadi karena adanya ketidakmampuan kelenjar mammae
untuk memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup.24,36 Sedangkan menurut Pasal
7 PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif susu formula
dapat diberikan kepada bayi atas indikasi medis, terpisah dari ibu, atau ibunya tidak
ada.8
Pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus disesuaikan
dengan umur, kondisi bayi dan sesuai dengan takaran saji yang dianjurkan dan/atau
standar yang ditetapkan. Prinsip pemilihan susu yang tepat dan baik untuk anak
adalah susu yang sesuai dan bisa diterima oleh tubuh bayi. Susu terbaik tidak harus
susu yang disukai bayi atau susu yang harganya mahal. Yang dimaksud dengan susu
terbaik yaitu susu yang tidak menimbulkan gangguan saluran cerna seperti, diare,
muntah, atau kesulitan buang air besar.37
Pada pemberian susu formula perlu diperhatikan takaran susu formulanya
karena takaran yang kurang tepat dapat mengganggu pertumbuhan bayi. Jika
jumlah takarannya berlebihan dapat menyebabkan bayi berisiko mengalami
obesitas. Sebaliknya, jika pemberian susu formula terlalu encer atau jumlah
takarannya kurang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Apabila ibu mengalami
kesulitan dalam menentukan jumlah takarannya dengan tepat, sebaiknya
menggunakan botol susu yang ada petunjuk ukurannya sehingga memudahkan
dalam menyiapkan susu formula dengan jumlah yang tepat.37
Untuk frekuensi pemberian susu formula biasanya setiap 3 - 4 jam pada
bulan pertamanya atau bila bayi lapar. Semakin besar, frekuensi menyusui semakin
berkurang, tapi jumlah susu formula semakin meningkat. Namun pada dasarnya
pemberian makanan tambahan seperti susu formula dapat menurunkan pemasukan
ASI pada bayi tersebut, akibatnya tubuh menjadi rentan terhadap penyakit infeksi
dan pada akhirnya akan menurunkan status gizi 24 bayi. Dan apabila susu formula
yang diberikan tidak disukai anak atau takaran yang diberikan tidak sesuai, anak
26
dapat kehilangan nafsu makan. Hal seperti inilah yang dapat mengganggu tumbuh
kembang anak tersebut.38
Penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus dilakukan
dengan memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi. Persyaratan higiene dan
sanitasi sebagaimana dimaksud meliputi:12
a. cuci tangan dengan sabun dan dibilas pada air mengalir sebelum menyajikan
susu formula bayi;
b. cairkan susu dengan air yang telah dididihkan dan tunggu 10 menit;
c. lihat petunjuk takaran yang terdapat pada kemasan susu formula bayi atau
dengan mengikuti saran dokter; dan
d. jika dalam waktu 2 jam susu tidak habis harus dibuang;
Penggunaan Produk Bayi Lainnya dilakukan secara higiene dan sesuai standar
yang ditetapkan, meliputi:12
a. perhatikan tanggal kadaluarsa;
b. perhatikan keutuhan kemasan;
c. cuci setiap bagian alat yang digunakan untuk penyiapan/penyajian susu
formula bayi; dan
d. rebus alat yang digunakan untuk penyiapan/penyajian Susu Formula Bayi
dengan air mendidih.
27
polycarbonate (PC) yang menghasilkan produk samping saat dipanaskan
berupa bisphenol-A (BPA) yang sangat berbahaya. Zat kimia tersebut bisa
berbahaya pada sistem reproduksi, saraf dan sistem daya tahan tubuh pada proses
perkembangan anak, seperti menyebabkan kanker. Selain itu berhubungan dengan
kesehatan pertumbuhan dan fungsi organ-organ tubuh. Plastik PC baru-baru ini
tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai produk bayi oleh FDA AS dan
penggunaan semacam itu juga telah dibatasi atau dilarang di beberapa yurisdiksi
lain seperti Kanada, Minnesota dan beberapa negara Uni Eropa.39,40
Selain memilih botol yang tepat sebaiknya para ibu juga membaca kode
berupa huruf atau simbol di bawah kode botol seperti simbol segitiga yang
menentukan jenis bahan plastiknya. Berikut jenis bahan dasar botol plastic sesuai
dengan nomornya: 41,42
28
HDPE (high density polyethylene) memiliki sifat bahan yang lebih kuat,
keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. HDPE biasa dipakai untuk botol
kosmestik, botol obat, botol minuman, botol susu yang berwarna putih susu,
tupperware, galon air minum, kursi lipat, dan jerigen, pelumas, dan lain-lain.
Walaupun demikian HDPE hanya direkomendasikan untuk sekali pakai, karena
pelepasan senyawa SbO3(Antimon Trioksida) terus meningkat seiring waktu.
Bahan HDPE bila ditekan tidak kembali ke bentuk semula.
PVC (polyvinyl chloride), yaitu jenis plastik yang paling sulit didaur ulang.
Jenis plastik PVC ini bisa ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), untuk
mainan, selang, pipa bangunan, taplak meja plastik, botol kecap, botol sambal dan
botol sampo. PVC mengandung DEHA yang berbahaya bagi kesehatan. Makanan
yang dikemas dengan plastik berbahan ini dapat terkontaminasi karena DEHA
melebur/ lumer pada suhu -150C. DEHA juga mudah melebur jika terdapat kontak
antara permukaan plastik dengan minyak.
29
plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek. LDPE dipakai untuk tutup plastik,
kantong / tas kresek dan plastik tipis lainnya. Walaupun baik untuk tempat
makanan, barang berbahan LDPE ini sulit dihancurkan. Selain itu pada suhu di
bawah 600C sangat resisten terhadap senyawa kimia.
5. PP (polypropylene)
6. PS (polystyrene)
30
Untuk jenis plastik ini ada 4 jenis, yaitu: SAN (styrene acrylonitrile), ABS
(acrylonitrile butadiene styrene), PC (polycarbonate), dan Nylon. SAN dan ABS
memiliki resistensi yang tinggi terhadap reaksi kimia dan suhu, kekuatan,
kekakuan, dan tingkat kekerasan yang telah ditingkatkan sehingga merupakan salah
satu bahan plastik yang sangat baik untuk digunakan dalam kemasan makanan
ataupun minuman. Biasanya terdapat pada mangkuk mixer, pembungkus termos,
piring, alat makan, penyaring kopi, dan sikat gigi, sedangkan ABS biasanya
digunakan sebagai bahan mainan lego dan pipa.
PC atau Polycarbonate dapat ditemukan pada botol susu bayi, gelas anak
batita (sippy cup), botol minum polikarbonat, dan kaleng kemasan makanan dan
minuman, termasuk kaleng susu formula. Pada penggunaanya (dipanaskan) PC
dapat melepaskan bahan utamanya yaitu Bisphenol-A ke dalam makanan dan
minuman yang berbahaya bagi kesehatan sehingga dianjurkan untuk tidak
digunakan sebagai tempat makanan ataupun minuman. Ironisnya banyak botol susu
yang terbuat dari PC dan sangat mungkin mengalami proses pemanasan untuk
tujuan sterilisasi dengan cara merebus, dipanaskan dengan microwave, atau
dituangi air mendidih atau air panas.
BPA adalah bahan kimia industri kunci dalam pembuatan polikarbonat.
Dengan kata lain plastik dengan simbol 7 menggandung BPA. Dan plastik kode 3
juga dapat mengandung BPA sebagai antioksidan dalam plasticizer. Kode 1, 2, 4,
5, dan 6 tidak mengandung BPA selama polimerasi atau membentuk paket.
Walaupun masih dalam perdebatan penelitian terakhir menyebutkan bahayanya
Bisphenol-A.
31
Rantai kimia Bishpenol-A
Paparan terbesar manusia harus BPA adalah melalui mulut dari sumber-
sumber seperti kemasan makanan, lapisan epoxy makanan logam dan kaleng
minuman, dan botol plastik. Pada 2017 Badan Kimia Eropa menyimpulkan bahwa
BPA harus terdaftar sebagai substansi yang sangat prihatin karena sifatnya
sebagai pengganggu endokrin.43 Pada tahun 2012, Administrasi Makanan dan
Obat Amerika Serikat (FDA) melarang penggunaan BPA dalam botol bayi.44
The Endocrine Society mengatakan pada tahun 2015 bahwa hasil penelitian
laboratorium yang sedang berlangsung memberikan alasan untuk kekhawatiran
tentang potensi bahaya bahan kimia yang mengganggu endokrin - termasuk BPA -
di lingkungan, dan bahwa atas dasar prinsip kehati - hatian , zat ini harus terus
dikaji dan diatur secara ketat.45 Sebuah tinjauan literatur 2016 mengatakan bahwa
potensi bahaya yang disebabkan oleh BPA adalah topik perdebatan ilmiah dan
bahwa penyelidikan lebih lanjut adalah prioritas karena hubungan antara paparan
BPA dan efek kesehatan manusia yang merugikan termasuk efek reproduksi dan
perkembangan dan penyakit metabolik. Adapun sebagai alternatif khusus botol
susu bayi anda bisa menggunakan produk berupa botol susu yang terbuat dari bahan
kaca atau crystal.46
BAB V
RINGKASAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34
2. Martin CR, Ling P-R, Blackburn GL. Review of Infant Feeding: Key Features
of Breast Milk and Infant Formula. Nutrients. 2016; 8(5):279
3. Infant and Young Child Nutrition. Fifty-Fifth World Health Assembly.
AA55/15, 16 April 2002.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.Tersediadi:http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1303887905_U U%
2036-2009%20Kesehatan.pdf
5. Kozhimannil KB, Jou J, Attanasio LB, Joarnt LK, McGovern P. Medically
Complex Pregnancies and Early Breastfeeding Behaviors: A Retrospective
Analysis. Laine K, ed. PLoS ONE. 2014;9(8): e104820
6. U.S. Food and Drug Administration Guidance for Industry. Demostration of the
Quality Factor Reguirements Under 21 CFR 106.96 (i) for “Eligible Infant
Formulas”.
7. Safe preparation, storage and handling of powdered infant formula Guidelines.
World Health Organization in collaboration with Food and Agriculture
Organization of the United Nations. 2007
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian ASI Eksklusif.
9. Mahardhika, Adriansyah; Suharto, Gatot dan Prahmono, Dodik. Tingkat
Kepatuhan Pelaksanaan PP No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif Terhadap Penggunaan Susu Formula. 2014.
10. Stevens E.E., Patrick T.E., Pickler R. A history of infant feeding. J. Perinat.
Educ. 2009; 18:32–39.
11. Institute of Medicine (US) Committee on the Evaluation of the Addition of
Ingredients New to redmond. Infant Formula: Evaluating the Safety of New
Ingredients. Washington (DC): National Academies Press (US); 2004. 3,
Comparing Infant Formulas with Human Milk.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2013
Tentang Susu Formula Bayi Dan Produk Bayi Lainnya.
35
13. Correa FF, Vieira MC, Yamamoto DR, Speridião PG, de Morais MB. Open
challenge for the diagnosis of cow’s milk protein allergy. J Pediatr (Rio J).
2010;86(2):163-166.
14. Children Nutritionals – Prescription Required. State of Winconsin.
15. Tewari A, Meyer R, Fisher H, Du Toit G. Soya Milk and Allergy: Indications
and Contraindications. Current Allergy & Clinical Immunology, August 2006
Vol 19, No.3.
16. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor Hk.00.05.1.52.3920 Tentang Pengawasan Formula Bayi Dan Formula
Bayi Untuk Keperluan Medis Khusus. 2009.
17. O'Connor, Nina., Infant Formula. Am Fam Physician. 2009 Apr 1;79(7):565-
570.
18. Appleton J, Laws R, Russell CG, Fowler C, Campbell KJ, Denney-Wilson E.
Infant formula feeding practices and the role of advice and support: an
exploratory qualitative study. BMC Pediatrics. 2018;18:12.
19. Lifschitz C, Szajewska H. Cow’s milk allergy: evidence-based diagnosis and
management for the practitioner. European Journal of Pediatrics.
2015;174:141-150.
20. Brill H. Approach to milk protein allergy in infants. Canadian Family Physician.
2008;54(9):1258-1264.
21. Formula Options for Infants with Food Allergies. Kids with Food Allergies
A Division of the Asthma and Allergy Foundation of America.
22. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, et al. Guidelines for the diagnosis and
management of cow’s milk protein allergy in infants. Archives of Disease in
Childhood. 2007;92(10):902-908.
23. Bhatia J, Greer F, for the American Academy of Pediatrics Committee on
Nutrition. Use of soy protein-based formulas in infant feeding. Pediatrics.
2008;121(5):1062–1068.
24. Gribble KD, Hausman BL. Milk sharing and formula feeding: Infant feeding
risks in comparative perspective. The Australasian Medical Journal.
2012;5(5):275-283.
36
25. Forsythe SJ. Enterobacter sakazakii and other bacteria in powdered infant milk
formula. Mat Child Nutr. 2005;1((1)):44–50.
26. Jourdan N, Le Hello S, Delmas G, Clouzeau J, Manteau C, Desaubliaux B,
Chagnon V, Thierry-Bled F, Demare N, Weill F, de Valk H.. Nationwide
outbreak of Salmonella enterica serotype gives infections in infants in France,
linked to infant milk formula. Euro Surveill. 2008;13((39)):25
27. Drudy D, Mullane NR, Quinn T, Wall PG, Fanning S. Enterobacter sakazakii:
An emerging pathogen in powdered infant formula. Clin Infect Dis.
2006;42((7)):996–1002.
28. US Food and Drug Administration. Melamine contamination in China. Tersedia
di: http://www.fda.gov/NewsEvents/PublicHealthFocus/ucm179005.htm.
2011.
29. Schier JG, Wolkin AF, Valentin-Blasini L, Belson MG, Kieszak SM, Rubin CS,
Blount BC. Perchlorate exposure from infant formula and comparisons with the
perchlorate reference dose. J Expo Sci Environ Epidemiol. 2010;20((3)):281–
287.
30. Fattal-Valevski A, Kesler A, Sela B-A. et al. Outbreak of life-threatening
thiamine deficiency in infants in Israel caused by a defective soy-based formula.
Pediatrics. 2005;115((2)):e233–238.
31. Redmond EC, Griffith CJ. The importance of hygiene in the domestic kitchen:
Implications for preparation and storage of food and infant formula. Perspect
Public Health. 2009;129((2)):69–76.
32. Herbold NH, Scott E. A pilot study describing infant formula preparation and
feeding practices. Int J Environ Health Res. 2008;18((6)):451–459.
33. Leung C, Chang W-C, Yeh S-J. Hypernatremic dehydration due to concentrated
infant formula: Report of two cases. Pediatr Neonatol. 2009;50((2)):70–73.
34. Moritz M, Ayus J. New aspects in the pathogenesis, prevention, and treatment
of hyponatremic encephalopathy in children. Pediatr Nephrol.
2010;25((7)):1225–1238.
37
35. Wright CM, Waterston AJR. Relationships between paediatricians and infant
formula milk companies. Archives of Disease in Childhood. 2006;91(5):383-
385. doi:10.1136/adc.2005.072892.
36. Koletzko B, Shamir R. Standards for infant formula milk: Commercial interests
may be the strongest driver of what goes into formula milk. BMJ: British
Medical Journal. 2006;332(7542):621-622.
37. Khasanah, Nur. Asi Atau Susu Formula Ya? Panduan Lengkap Seputar Asi dan
Susu Formula. Jogjakarta: Flash Books; 2011.
38. Kalay, Hertina. Hubungan Antara Tindakan Pemberian Susu Formula
DenganKejadian Diare Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ranotana Weru Kota Manado. Manado:Universitas Sam Ratulangi; 2012.
39. Yang CZ, Yaniger SI, Jordan VC, Klein DJ, Bittner GD. Most Plastic Products
Release Estrogenic Chemicals: A Potential Health Problem That Can Be
Solved. Environmental Health Perspectives. 2011;119(7):989-996.
doi:10.1289/ehp.1003220.
40. Bittner GD, Yang CZ, Stoner MA. Estrogenic chemicals often leach from BPA-
free plastic products that are replacements for BPA-containing polycarbonate
products. Environmental Health. 2014;13:41. doi:10.1186/1476-069X-13-41.
41. Different Types of Plastics and Their Classification. Tersedia di:
https://www.ryedale.gov.uk/attachments/article/690/Different_plastic_polyme
r_types.pdf
42. Andrady AL, Neal MA. Applications and societal benefits of
plastics. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological
Sciences. 2009;364(1526):1977-1984. doi:10.1098/rstb.2008.0304.
43. MSC unanimously agrees that Bisphenol A is an endocrine disruptor.
echa.europa.eu. 2017.
44. Mirmira P, Evans-Molina C. Bisphenol A, Obesity, and Type 2 Diabetes
Mellitus: Genuine Concern or Unnecessary Preoccupation Translational
research : the journal of laboratory and clinical medicine. 2014;164(1):13-21.
38
45. Gore AC, Chappell VA, Fenton SE, et al. Executive Summary to EDC-2: The
Endocrine Society’s Second Scientific Statement on Endocrine-Disrupting
Chemicals. Endocrine Reviews. 2015;36(6):593-602.
46. Giulivo M, Lopez de Alda M, Capri E, Barceló D. Human exposure to
endocrine disrupting compounds: Their role in reproductive systems, metabolic
syndrome and breast cancer. A review. Environ Res. 2016 Nov;151:251-264.
39