Akreditasi Panduan
Akreditasi Panduan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat besifat
individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,
sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego
seoarang indibvidu (Mahon, 1994). Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam
tingkat tertentu, dan setiap individu juga memilki cara masing-masing utuk mengatasi
rasa nyeri yang dirasakan. Oleh karena itu, sering kali nyeri menganggu hubungan
personal mempengaruhi makna kehidupan klien dalam berinteraksi baik di lingkungan
kerja dan social. Apabila seseorang menrasakan nyeri maka perilakunya akan
berubah. Hal ini dipengaruhi oleh factor-faktor seperti usia, jenis kelamin, persepsi dan
kebudayaan yang berbeda-beda.
Perawat sebagai tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar dan holistic.
Untuk menjalankan perannya dengan baik, perawat perlu memiliki keterampilan dalam
mengklarifikasi nilai, konseling dan komunikasi.
B. Defenisi
1. Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
2. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan
bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
C. Pengkajian Nyeri
1. Riwayat Nyeri
Dalam hal ini perawat membiarkan klien untuk menjelaskan rasa nyeri dan
situasinya dengan menggunakan bahasa klien sendiri. Data yang harus
dikumpulkan dalam riwayat nyeri komprehensif meliputi:
1
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi 1) tingkat nyeri, nyeri dalam
atau superficial dan 2) posisi atau lokasi nyeri. Nyeri dapat pula dijelaskan
menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi : 1) nyeri terlokasir
adalah nyeri dapat jelas terlihat pada awal rasanya. 2) nyeri terproyeksi adalah
nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik. 3) nyeri radiasi adalah
penyebaran area asal yang tidak dapat dilokalisir. 4) reffered pain (nyeri alih)
adalah nyeri dipresepsikan pada area yang jauh dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas Nyeri
Beberapa factor yang mempengaruhi nyeri, 1) distraksi atau konsentrasi dari
klien pada suaatu kejadian, 2) status kesadaran pasien, 3) harapan pasien.
Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Penggunaan
skala intensitas nyeri adalah rasaa nyeri klien. Sebagian besar skala
menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan mengidentifikasikan 0 itu tidak
nyeri dan nomor tertinggi itu kemungkinan nyeri hebat bagi klien.
2
b) Pengukuran Nyeri Flacc pain scale
Indikasi : untuk bayi dan anak-anak (2 bulan-7tahun)
Face,legs,activity,cry,consolability
- Skala 0 : Tidak Nyeri
- Skala 1-3 : Nyeri Ringan
- Skala 4-7 : Nyeri Sedang
- Skala 8-10 : Nyeri Berat
Kategori Skor
1. Tidur pulas/ nyenyak
2. Tidur
Kewaspadaan 3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan waspada
5. Sangat waspada
Ketenangan 1. Tenang
3
2. Agak cemas
3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
1. Tidak ada respirasi dan tidak ada batuk
2. Respirasi spontan dengan sedikit/ tidak ada respons
terhadap ventilasi
Distres 3. Kadang batuk atau terdapat tahanan ventilasi
pernapasan 4. Sering batuk, terhadap tahanan/perlawanan
terhadap ventilator
5. Melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk
terus menerus/tersedak
1. Bernapas tenang, tidak menangis
2. Terisak-isak
Menangis 3. Meraung
4. Menangis
5. Berteriak
1. Tidak ada gerakan
2. Kadang bergerak perlahan
Gerakan 3. Sering bergerak perlahan
4. Gerakan aktif gelisah
5. Gerakan aktif termasuk badan dan kepala
1. Otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2. Penurunan tonus
3. Tonus otot normal
Tonus otot 4. Peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan
kaki
5. Kekuatan otot ekstrem dan fleksi jari tangan dan
kaki
1. Otot wajah sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2. Tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan
Tegangan wajah otot wajah yang nyata
3. Tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4. Tegangan hamper diseluruh otot wajah
4
5. Seluruh otot wajah tegang, meringis.
1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
Tekanan darah
(1-3x observasi selama 2 menit)
basal
4. Sering meningkat > 15% di atas batas normal (1-3x
observasi selama 2 menit)
5. Peningkatan terus menerus > 15%
1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
Denyut jantung 3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
basal (1-3x observasi selama 2 menit)
4. Sering menigkat > 15% di atas batas normal (1-3x
observasi selama 2 menit)
Interpretasi :
Nilai 8 - 16 : Nyeri Ringan
Nilai 17 – 26 : Nyeri Sedang
Nilai 27 – 45 : Nyeri Berat
Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen.
Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
- 0-1 : Sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
- 2-3 : Sedikit nyeri
- 4-5 : Cukup nyeri
- 6-7 : Lumayan nyeri
- 8-9 : Sangat nyeri
- 10 : Amat sangat nyeri (tak tertahankan)
5
2. Observasi langsung terhadap pasien respons perilaku dan psikologis klien.Tujuan
dari pengkajian adalah mendapatkan pemahaman objektif dari pengalaman yang
subyektif.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
2. Status Mental
a. Nilai orientasi pasien
b. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
c. Nilai kemampuan kognitif
d. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
3. Pemeriksaan Sendi
a. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
b. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan
gerak, diskinesis raut wajah meringis atau simetris
c. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat normal/ dikeluhkan oleh
pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut
wajah meringis atau asimetris
d. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
6
e. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
ligamen.
4. Pemeriksaan Motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
5. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum pin prick ) , getaran
dan suhu.
7
7. Pemeriksaan Sensorik (Radiologi)
a. Indikasi
a) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidak
segarisan, vertebra, spondilolistesis, sp[ondiliosis, neoplasma).
b) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang(herniasi disk
us, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruangdiskus, keganasan, kompre
si tulang belakang, infeksi)
c) CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,stenosis
spinal
d) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitia dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang).
8
b) Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam
menusuk, atau seperti ditikam
c) Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri Viscelar
a) Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic,
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang
bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
c. Nyeri Neuropatik
b) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh) hiperalgesia.
c) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
d) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.
9
2. Tentukan mekanisme nyeri
a) Nyeri neuropatik
b) Nyeri Otot
Tersering adalah nyeri miofasial, mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung
bawah, panggul,dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1
lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak. Biasanya muncul
akibat pekerjaan repetitif. Tatalaksana mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dengan manajemen faktor yang memperberat.
c) Nyeri Inflamsi
Contoh : Artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi.
Karakteristik : pembengkekan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Tatalaksana : Manajemen proses inflamasi dengan anti biotik/anti rematik,
OAINS, Kortikosteroid.
10
BAB II
RUANG LINGKUP
B. Rawat Jalan
C. Rawat Inap
D. ICU/NICU/HDU
11
BAB III
TATA LAKSANA
B. Strategi Terapi
1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi
a) Distraksi
12
b) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi nyeri, rasa
tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi, yoga dan
tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik relaksasi
terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan atara
lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau
stress, menurunkan nyeri otot, menolong individu untuk melupakan nyeri,
meningkatkan periode istirahat, meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan
menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
1. Pasien menarik nafas dalam
2. Menahannya di dalam paru
3. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor
dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
4. Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
5. Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan dan
hangat.
6. Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
7. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan.
Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
13
inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah
cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran
darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
mempercepat penyembuhan.
b. Terapi Farmakologi
a) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
a) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID
14
seperti disminore atau nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini
mengurangi nyeri dengan bekerja di ujung saraf perifer an daerah luka dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka.
Contoh obat analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID
yakni ibuprofen, narproksen dan indomeasin.
b) Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri kanker,
osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.
b. Terapi Fisik
a) SSET (Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus)
Tujuan SSET mengurangi nyeri kronisdan akut (pasca operasi) menurunkan
kebutuhan opiate dan memungkinkan depresi fungsi pernafasan karena
15
penggunaan narkotik serta memfasilitasi keterlibatan pasien dalam
penatalaksanaan nyeri
b) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
masase, kompres hangat dan dingin, akupuntur dan akupresur, stimulus
kontralateral (stimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri ),
serta plester penghangat
c) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.
3. Nyeri Berat
Opioid
d. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut
e. Pemberian Oral :
f. Injeksi Intramuscular
16
b) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya
tidak dapat diandalkan.
c) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
g. Injeksi Subkutan
h. Injeksi Intravena
i. Injeksi Supraspinal
k. Injeksi Perifer
l. Efek Samping
17
b) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan
skor sedasi, Yaitu
-0 = Sadar Penuh
-1 = Sedasi Ringan, kadang mengantuk,mudah dibangunkan
-2 = Sedasi Sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
-3 = Sedasi Berat, Samnolen, sukar dibangunkan
-4 = Tidur Normal
Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi yang
penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat menghubungi
dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat menghubungi
DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan rencana untuk
menghubungi Tim Nyeri
18
a. Mendengarkan (lestening)
e) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan
balik
b. Bertanya
19
b) Pertanyaan terbuka atau tertutup
c. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan
ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan
berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau
tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh
yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan
kepala seakan tidak percaya.
d Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan
member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan
mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).
e. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang
tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d
dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau
klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh
menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan
informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada
20
perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam
memahami klien.
f. Refleksi ( reflection )
g. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan
dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah
lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian
tujuan.
h. Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum
menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada
perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan
Sundeen, dalam Suryani, (2005).
j. Menyimpulkan (summerizing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak
melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani,
(2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik
dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
l. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami
klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi.
Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail
tentang masalah yang dialami klien.
n. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu
menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan
pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,
22
2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan
pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.
p. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutup rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
q. Memberikan Pujian
23
Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa leaflet
dan audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit.
24
E. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri
PASIEN
NYERI
25