Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


TEKNOLOGI PENGOLAHAN UMBI-UMBIAN
PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN
(Solanum tuberosum L.)

Oleh :
Nama : Syifa Nurul Fauzia
NRP : 143020307
No Meja : 5 (Lima)
Kelompok :K
Tanggal Praktikum : 08 Maret 2017
Asisten : Yosi Hertianto,ST
Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2017

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2017
TUJUAN DAN PRINSIP
I. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan penepungan adalah untuk menurunkan kadar air dalam
bahan pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba
dan insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut.
II. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan penepungan adalah berdasarkan perpindahan panas
secara konduksi dan konveksi serta berdasarkan pengurangan kadar air sampai
batas tertentu dan dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh
sehingga terbentuk tepung.
III. Rumus
mg
1. Ppm = L
Wt halus
2. % t halus = 𝑥 100%
Wawal
Wt kasar
3. % t kasar = x 100%
Wawal
% bahan
4. W bahan = 𝑥 W basis
100

5. W Lost Produk = Wbahan kering – Wt halus – Wt kasar


𝑊 𝑙𝑜𝑠𝑡 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
6. % Lost Produk = W bahan kering 𝑥 100%

7. % Produk = 100% - (% t halus + % t kasar)


IV. Foto Proses

Sortasi

Umbi Trimming Pencucian Penimbangan

Hasil Pengeringan Penirisan Perendaman Reduksi


Air Biasa t=5’ Ukuran

Penimbangan Peniggilingan Pengayakan Tepung Kasar Tepung Halus

Penimbangan
Pengamatan Tepung
Tepung Halus
Halus dan Kasar
dan Kasar
Gambar 1. Foto Proses Penepungan Metode Air Biasa
Gambar 2. Foto Proses Penepungan dengan Proses Blanching
Gambar 3. Foto Proses Penepungan dengan Na2S2O5
V. Diagram Alir

Umbi-umbian
Kotoran dan
Sortasi benda asing

Trimming Kulit

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Penimbangan

Reduksi Ukuran

Perendaman Air Biasa t=5’

Penirisan Air

Pengeringan T = 70oC, t = 5 – 6 jam

Penggilingan

Pengayakan Tepung Kasar

Tepung

Penimbangan

Pengamatan

Gambar 4. Diagram Alir Penepungan Air Biasa


Umbi-umbian
Kotoran dan
Sortasi benda asing

Trimming Kulit

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Penimbangan

Reduksi Ukuran

Blanching t=3’

Penirisan Air

Pengeringan T = 70oC, t = 5 – 6 jam

Penggilingan

Pengayakan Tepung Kasar

Tepung

Penimbangan

Pengamatan

Gambar 5. Diagram Alir Penepungan Dengan Metode Blanching


Gambar 6. Diagram Alir Penepungan Dengan Metode Natrium Metabisulfit
VI. HASIL PENGAMATAN
Produk : Tepung Kentang
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Perendaman Na2S2O5
Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Kentang
Bahan Tambahan Na2S2O5
Berat Produk 6,94 gram
Organoleptik
1. Warna Cokelat Muda
2. Rasa Hambar (tidak ada rasa)
3. Aroma Khas Kentang
4. Tekstur Halus
5. Kenampakan Agak Menarik
Foto Produk

Sumber: (Meja 5 dan 6, Kelompok K, 2017).


Tabel 2. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Blanching.
Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Kentang
Bahan Tambahan Uap Air
Berat Produk 8 gram
Organoleptik
1. Warna Abu-abu
2. Rasa Tidak Ada Rasa
3. Aroma Khas Tepung
4. Tekstur Halus
5. Kenampakan Tidak Menarik
Foto Produk

Sumber: (Meja 5 dan 6, Kelompok K, 2017).


Tabel 3. Hasil Pengamatan Penepungan dengan Perendaman Air Biasa.
Keterangan Hasil
Basis 70 gram
Bahan Utama Kentang
Bahan Tambahan Air
Berat Produk 6,85 gram
Organoleptik
1. Warna Abu-abu
2. Rasa Sedikit Khas Kentang
3. Aroma Khas Kentang
4. Tekstur Halus
5. Kenampakan Tidak Menarik
Foto Produk

Sumber: (Meja 5 dan 6, Kelompok K, 2017).


VII. Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada sampel


kentang dengan menggunakan metode Na2S2O5 500 ppm berbasis 70 gram
didapatkan berat produk sebesar 6,94 gram, kadar tepung halus sebesar 9,91%,
kadar tepung kasar sebesar 0,26%, berat lost produk sebesar -0,12 gram, dan
kadar dari lost produk sebesar -1,71%.
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada sampel
kentang dengan menggunakan metode Blanching berbasis 70 gram didapatkan
berat produk sebesar 8 gram, kadar tepung halus sebesar 11,43%, kadar tepung
kasar sebesar 1,386%, berat lost produk sebesar 0,03 gram, dan kadar dari lost
produk sebesar 0,33%.
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada sampel
kentang dengan menggunakan metode perendaman air biasa berbasis 70 gram
didapatkan berat produk sebesar 6,85 gram, kadar tepung halus sebesar 9,786%,
kadar tepung kasar sebesar 0,5%, berat lost produk sebesar -0,2 gram, dan kadar
dari lost produk sebesar -2,857%.

Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceaee


yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Kentang merupakan lima
kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu.
Kentang memiliki kadar air yang cukup tinggi yaitu sekitar 80 %. Itulah yang
menyebabkan kentang segar mudah rusak, sehingga harus disimpan dan ditangani
dengan baik. Pengolahan kentang menjadi kerupuk, tepung, dan pati, merupakan
upaya untuk memperpanjang daya guna umbi tersebut (Andres, 2009).
Pada percobaan pengeringan dan penepungan dilakukan beberapa tahapan
yang memiliki peran yang berbeda-beda, diantaranya yaitu sortasi, trimming,
pencucian, penimbangan, reduksi ukuran, blanching, pencucian, penirisan,
pengeringan, penggilingan, pengayakan, penimbangan, dan pengamatan.
Sortasi merupakan kegiatan dalam penanganan pasca panen yang bertujuan
untuk memisahkan bahan utama dengan bahan pengotor atau yang sering disebut
dengan kegiatan operasi pemisahan. Pemilihan atau sortasi adalah pemisahan
bahan baku ke dalam kategori-kategori yang berbeda karakteristik fisiknya seperti
ukuran, bentuk, dan warna (Wirakartakusumah, 1992).
Trimming adalah suatu proses/kegiatan/pemotongan/penghilangan bagian-
bagian yang tidak dikehendaki pada bahan. Pada proses praktikum dilakukan
proses peeling yaitu penghilangan kulit dari singkong sehingga diperoleh bagian
bahan yang akan diolah lebih lanjut (Sandi, 2012).
Reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu proses yang penting
dalam industri pangan. Tujuan dari pengecilan ukuran ini adalah untuk
memperbesar luas permukaan bahan yang dapat membantu dan memperlancar
proses, dalam hal ini mempercepat waktu pengeringan bahan dan mempercepat
proses blanching (Brennan, 1974).
Proses perendaman dilakukan dengan menggunakan 2 larutan yang berbeda,
yaitu menggunakan Na2S2O5 dan air biasa. Selain dengan perendaman, proses
penepungan juga dilakukan dengan metode Blanching. Tujuan dari perendaman
menggunakan Na2S2O5 adalah untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan
yang dapat terjadi karena adanya reaksi oksidasi antara bahan atau kentang
dengan oksigen.
Setelah dilakukan perendaman dengan Na2S2O5 dilakukan pencucian yang
bertujuan untuk menghilangkan Na2S2O5 yang menempel pada bahan. Karena
konsentrasi Na2S2O5 yang digunakan adalah 500 ppm sedangkan ambang batas
penggunaan Na2S2O5 pada bahan pangan untuk dikonsumsi yaitu sebanyak 200
ppm sehingga dilakukan pencucian. Proses pencucian ini dilakukan pada air
mengalir dengan cara diremas, dimana parameter sudah tidak terkandungnya
Na2S2O5 dalam bahan adalah ketika dilakukan pencucian tidak terasa licin pada
bahan. Na2S2O5 tidak dapat digunakan untuk pembuatan semua tepung, hanya
digunakan untuk pembuatan tepung yang diinginkan hasil akhirnya berwarna
putih. Na2S2O5 dapat diganti dengan asam sitrat atau zat yang bersifat
menghambat terjadinya oksidasi.
Selain dengan perendaman, proses penepungan juga dilakukan dengan
metode Blanching. Blanching bertujuan untuk menginaktifkan enzim fenolase
yang ada pada bahan, untuk melunakkan jaringan dari bahan sehingga dapat
mempercepat proses pengeringan, dan pada proses Blanching suhu yang
digunakan adalah 70 – 80C. Pada suhu tersebut pigmen warna dari bahan akan
keluar sehingga dapat mempertahankan warna dari bahan, tapi jika suhu > 80C
maka pigmen warna akan memudar.
Blanching yang digunakan pada percobaan ini dengan menggunakan sistem
uap panas. Keuntungan dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan
komponen-komponen yang terlarut dalam air, sedangkan kerugianya pembersihan
bahan terbatas, membutuhkan pencucian, blanching tidak merata jika terjadi
tumpukan bahan pada ayakan (Fellows, 1990).
Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air pada sampel sampai
batas tertentu sehingga sampel memiliki kadar air yang rendah yang akan
memudahkan proses penggilingan atau penepungan. Hal yang harus diperhatikan
pada proses pengeringan adalah suhu dan tekanan yang harus benar-benar diatur
dan disesuaikan dengan karakteristik bahan, sepeti ketebalan dan luas permukaan
bahan. Suhu yang digunakan harus sesuai karena dikhawatirkan jika melebihi
suhu optimum pengeringan akan mengakibatkan terjadinya case hardening.
Suhu yang digunakan pada saat pengeringan yaitu 70oC yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya case hardening. Case hardening merupakan keadaan
yang terjadi pada bahan pangan dimana pada permukaan berada dalam keadaan
kering sedangkan pada bagian dalam masih berada dalam keadaan basah. Hal ini
disebabkan karena terjadinya perbedaan kecepatan difusi dari dalam bahan dan
penguapan air dari permukaan bahan. Sedangkan permukaan bahan sudah tidak
seluruhnya jenuh oleh air, bahan makin berkurang terus sehingga pada permukaan
terjadi penguapan sampai menjadi tidak jenuh dan merupakan tahapan dari
keceptan menurun yang kedua (second falling rate periode) dimana kecepatan
aliran atau gerakan air didalam bahan menentukan kecepatan laju pengeringan
(Afrianti, 2008).
Pengayakan dilakukan bertujuan untuk memperoleh partikel bahan dengan
ukuran yang seragam. Ayakan yang digunakan yaitu 100 mesh. Standar ukuran
partikel bahan yang berbentuk tepung yaitu 100 mesh, sedangkan untuk ukuran
partikel bahan yang berbentuk serbuk atau bubuk yaitu berkisar antara 60-80
mesh. Kadar air yang masih tinggi pada produk tepung adalah merupakan
penyebab utama terjadinya proses kerusakan pada tepung. Hal ini dapat diketahui
dengan bersatunya partikel antara butiran tepung yang ditandai dengan terjadinya
poses penggumpalan. Kadar air yang sesuai untuk tepung yaitu berkisar antara 4 –
11 % (Dep.Kes.RI., 1989).
Sodium metabisulfit atau Natrium metabisulfit merupakan salah satu
pengawet makanan organik. Senyawa yang memiliki penampakan kristal atau
bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam
alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul 190,12. Densitas kamba
senyawa ini adalah 1,2 -1,3 kg/L dan titik leburnya 150°C. Padatan sodium
metabisulfit dilarutkan sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning pucat
hingga jernih. Sodium metabisulfit sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk,
dalam wadah tertutup rapat, dan di area berventilasi baik, karena senyawa ini
sensitif terhadap kelembaban (Wikipedia, 2014).
Natrium metabisulfit mempunyai sifat kimia diantaranya penampilan dari
natrium metabisulfit berupa bubuk putih, bau yang timbul dari saat natrium
metabisulfit bereaksi adalah bau samar yang berasal dari SO2, kepadatan natrium
metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3, padatan natrium metabisulfit yang dilarutkan
sebanyak 20% akan tampak berwarna kuning pucat sampai jernih, titik lebur
natrium metabisulfit yaitu > 170C (dimulai dari 150C), natrium metabisulfit
sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol (Septiyani, 2012).
Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan sehingga
mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai
rendah yang dapat diterima, menggunakan panas. Pada proses pengeringan ini air
diuapkan menggunakan udara tidak jenuh yang dihembuskan pada bahan yang
akan dikeringkan. Air (atau cairan lain) menguap pada suhu yang lebih rendah
dari titik didihnya karena adanya perbedaan kandungan uap air pada bidang antar-
muka bahan padat-gas dengan kandungan uap air pada fasa gas. Gas panas disebut
medium pengering, menyediakan panas yang diperlukan untuk penguapan air dan
sekaligus membawa air keluar (Maharani, 2012).

Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringakan secara termal, ada


dua proses yang berlangsung secara simultan, yaitu :
1. Perpindahan energi dari lingkungan
Untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat.
Perpindahan energy dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi,
konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh
temperature, kelembaban, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas
permukaan yang kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan
proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak teikat
dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan
oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui
lapisan film tipis udara.
2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan
temperature sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke
permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan
mekanisme aliran internal bahan (Rohman, 2008).
Proses pengeringan menggunakan alat pengering tunnel dryer. Alat
pengering jenis tunnel dryer disebut alat pengering lorong ini bekerja secara semi
kontinyu. Bahan pangan yang akan dikeringkan dapat diletakkan dalam tray yang
kemudian dimasukkan ke dalam lori, kemudian lori yang berisi tray beserta bahan
pangan yang akan dikeringkan tersebut dimasukkan ke dalam pemanas yang
dilengkapi fan dan selanjutnya melalui buffle yang berfungsi untuk
menyeragamkan aliran udara panas ke dalam alat pengering lorong (tunnel dryer)
(Wirakartakusumah, 1992).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan adalah:
1. Faktor Internal
a. Sifat Bahan
Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan
ukuran dan bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama,
kedua potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang
sama pada awal pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
b. Ukuran
Kecepatan pengeringan dari sebuah lempengan basah yang tipis
berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan
bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan
mengalami pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali
kecepatan asalnya (Wirakartakusumah, 1992).
c. Unit Permuatan
Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak
pengeringan dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan,
sehingga akan mengurangi kecepatan dari pengeringan. Perbedaan
rasio muatan denga luas permukaan akan menurun selama pengeringan
berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak akan
lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh
lapisan. Kapasitas pengeringan rak, yaitu berat basah yang dapat
dikeringkan persatuan waktu naik dari nol pada waktu tanpa muatan
sampai maksimum pada satuan muatan intermedit (Wirakartakusumah,
1992).
2. Faktor Eksternal
a. Depresi Bola Basah
Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering)
dengan suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting
dalam pengeringan. Jika depresi bola basah udara yang melewati
bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan terjadi pengeringan. Jika
depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi dan
kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum
(Wirakartakusumah, 1992).
b. Suhu Udara
Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola
basah, kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap
selanjutnya, kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang
lebih tinggi karena pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan
terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada suhu bahan
mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat dengan
meningkat suhu pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
c. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari
permukaan air tergantung kecepatan udara yang melewati bahan.
Pengaruh perbedaan kecepatan sangat nyata pada kecepatan udara
beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan kecepatan udara pada
kisaran 1000 kaki per menit kecil pengaruhnya terhadap laju
pengeringan (Wirakartakusumah,1992).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu
bahan pangan adalah:
1. Sifat fisik dan kimia dari produk yaitu bentuk, ukuran, komposisi dan
kadar air.
2. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas seperti nampan untuk pengeringan.
3. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering yaitu suhu, kelembaban,
dan kecepatan udara.
4. Karakteristik alat pengering seperti efisiensi pemindah panas (Buckle,
1987).
Blanching merupakan suatu proses yang dilakukan pada bahan pangan
sebelum dilakukan pengeringan pengalengan atau pembekuan. Blanching
merupakan suatu proses pemanasan pada bahan pangan dengan menggunakan
suhu dibawah 100°C. Blanching dapat digunakan menjadi dua metode, yaitu
dengan menggunakan bak air panas dan dengan menggunakan uap panas.Proses
Blanching dilakukan setelah proses perendaman selesai. Proses Blanching hanya
digunakan untuk perlakuan awal dalam menginaktivasi enzim, dan sebagai
persiapan bahan baku sebelum proses pengeringan. Blanching yang digunakan
dalam percobaan ini adalah dengan menggunakan sistem uap panas. Keuntungan
dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan komponen-komponen
yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan bahan terbatas,
membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi penumpukan
bahan pada ayakan (Fellows, 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching, yaitu :
1. Tipe dari buah-buahan dan sayuran
2. Besarnya ukuran potongan makanan
3. Temperatur blanching
4. Metode Pemanasan
Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan
menggunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut di
hancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi
berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam
keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efesien dan
efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya
menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992).
Indeks glikemik adalah angka yang menunjukkan potensi peningkatan
gula darah dari karbohidrat yang tersedia pada suatu pangan atau secara sederhana
dapat dikatakan sebagai tingkatan atau ranking pangan menurut efeknya terhadap
kadar glukosa darah. Untuk menentukan indeks glikemik suatu bahan makanan,
beberapa subjek manusia diberi porsi makanan tunggal, kemudian gula darah
mereka diukur setelah waktu tertentu. Kurva respon yang dihasilkan dibandingkan
dengan glukosa dan dinilai dalam angka. Glukosa murni memiliki indeks
glikemik 100, dan semua makanan lain diukur relatif terhadapnya. Indeks
glikemik > 70 termasuk tinggi, antara 56 – 69 sedang, dan < 55 rendah (Truswell,
1992).
Syarat tepung yang baik menurut SNI adalah harus lolos ayakan 100 mesh
minimal 95% dari total tepung. Hal ini sesuai dengan tepung yang dihasilkan pada
proses blanching yang memiliki % produk lolos sebanyak 99,67%. Namun, pada
tepung yang dilakukan perlakuan perendaman dengan Na2S2O5% produk yang
dihasilkan sebanyak 101,71% dan pada perendaman dengan air biasa sebesar
102,857%. Penyimpangan ini disebabkan karena adanya kontaminan yang ikut
tertimbang serta penggunaan neraca yang tidak sensitif sehingga mempengaruhi
kredibilitas data.
Berdasarkan hasil dari ketiga pengamatan dapat dilihat dari segi
organoleptik, maka tepung yang paling menarik kenampakannya adalah tepung
yang direndam dengan Na2S2O5karena warnanya lebih muda dan aroma khas
kentangnya masih tercium. Namun jika dilihat dari rasa, maka tepung yang
direndam dengan air biasa yang baik karena memiliki rasa yang masih
menyisakan khas kentangnya namun kenampakannya tidak menarik dan berwarna
abu-abu. Tepung yang melalui proses blanching tidak ada rasanya dan
kenampakannya tidak menarik. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tepung
yang paling baik adalah yang direndam oleh Na2S2O5.
Proses saat pembuatan tepung kentang yang perlu diperhatikan yaitu
bahaya yang dapat muncul pada proses dan membuat mutu dari produk tersebut
menjadi kurang baik. CCP (Critical Control Point) adalahsuatu titik, prosedur
atau tahapan dimana akan terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan resiko
yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk.
CCP pada proses pembuatan tepung kentang, hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu saat proses pencucian harus dilakukan dengan baik supaya
kentang bersih dan terhindar dari kotoran yang menempel yang dapat
menimbulkan bahaya saat dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi
ukuran yang perlu diperhatikan yaitu saat kentang di slicerharus cepat
dimasukkan kedalam air agar mencegah proses pencoklatan, sehingga tepung
yang dihasilkan menjadi putih bersih.
Bahan pemucat tepung yang dapat digunakan selain Na2S2O5 antara lain
adalah benzoil peroksida ((C6H5CO)2). Zat ini berfungsi hanya sebagai zat
pemucat saja. Bahan lain yang berfungsi tidak hanya sebagai pemucat namun juga
pengembang tepung antara lain gas Cl2, gas ClO2, NOCl dan gas nitrogen yang
akan langsung bereaksi ketika kontak dengan tepung. Semua tepung dapat
disediakan sebagai tepung yang dipucatkan atau tidak dipucatkan. Bila tepung
gandum lunak ingn dipucatkan, pada umumnya dilakukan dengan klor yang
memiliki pengaruh pengerasan terhadap gluten yang terbatas; besarnya pengaruh
pengerasan berbanding langsung dengan jumlah klor yang digunakan. Sebagai
pedoman tepung yang dipucatkan dengan klor tidak dianjurkan untuk
memproduksi kue keringan, kecuali hanya digunakan untuk jenis kue keringan
lunak, dimana jumlah yang relatif besar dari bahan yang mengempukkan dan
menahan air digunakan, seperti misalnya gula, sortening dan kuning telur
(Desrosier, 1988).
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada sampel
kentang dengan menggunakan metode Na2S2O5 500 ppm berbasis 70 gram
didapatkan berat produk sebesar 6,94 gram, kadar tepung halus sebesar 9,91%,
kadar tepung kasar sebesar 0,26%, berat lost produk sebesar -0,12 gram, dan
kadar dari lost produk sebesar -1,71%.
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada
sampel kentang dengan menggunakan metode Blanching berbasis 70 gram
didapatkan berat produk sebesar 8 gram, kadar tepung halus sebesar 11,43%,
kadar tepung kasar sebesar 1,386%, berat lost produk sebesar 0,03 gram, dan
kadar dari lost produk sebesar 0,33%.
Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dan penepungan pada
sampel kentang dengan menggunakan metode perendaman air biasa berbasis 70
gram didapatkan berat produk sebesar 6,85 gram, kadar tepung halus sebesar
9,786%, kadar tepung kasar sebesar 0,5%, berat lost produk sebesar -0,2 gram,
dan kadar dari lost produk sebesar -2,857%.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti. 2008. Teknologi Pengawetan. Bandung: Alfabeta.


Andres. 2009. Tanaman Umbi Batang :Pengertian Tentang Tanaman
Kentang. http://umbibatang.blogspot.com. Diakses : 11 Maret 2017.
Brennan, J.G, et. Al, 1974.Food Engineering Operations. London: Applied
Science Publishers Limited.
Bucle, K. A., 1987. Ilmu pangan. Jakarta: UIP.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Fellows. P.J. 1990. Food processing Technology. England: Ellis forwood.
Limited.
Maharani. 2012. Pengeringan. http://dewimayamaharani.lecture.ub.ac.id/files/
2012/09/4.-Pengeringan-.pdf/. Diakses : 11 Maret 2017.
Rohman, Saeful. 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan.
http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-
makanan/. Diakses : 11 Maret 2017.
Sandi, 2012. Trimming.http://senoarisandi.blogspot.com/2012/02/trimming.html/.
Diakses : 11 Maret 2017.
Septiyani, Naning., 2012. Ilmu Teknologi Pangan Bahan Tambahan Makanan
Natrium Metabisulfit. http://naning-septiyani.blogspot.co.id/2012/06/ilmu
teknologi-pangan-bahantambahan.html. Diakses: 11 Maret 2017.
Truswell, A. A., 1992. Glycaemic Index of Food. Eur. J. Clin. Nutr. 46 (Suppl.
2), 91S – 101S
Wikipedia, 2014. Natrium Metabisulfit. http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_
metabisulfit/. Diakses : 11 Maret 2017.
Winarno, F.G., 1992. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Wirakartakusumah, 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
STANDAR MUTU TEPUNG

Jenis Uji Satuan Persyaratan


Keadaan:
a. Bentuk - Serbuk
b. Bau - Normal (bebas bau asing)
c. Warna - Putih, khas terigu
Benda Asing - Tidak Ada
Serangga dalam semua
bentuk stadia dan - Tidak Ada
potongan-potongannya
yang tampak
Kehalusan, lolos ayakan
212 mikron (mesh No. % Minimal 95
70) (b/b)
Kadar air (b/b) % Maksimal 14,5
Kadar abu (b/b) % Maksimal 0,70
Kadar protein (b/b) % Minimal 7,0
Keasaman mg KOH/100g Maksimal 50
Falling number (atas Detik Minimal 300
dasar kadar air 14%)
Besi (Fe) mg/kg Minimal 50
Seng (Zn) mg/kg Minimal 30
Vitamin B1 (Tiamin) mg/kg Minimal 2,5
Vitamin B2 (Riboflavin) mg/kg Minimal 4
Asam Folat mg/kg Minimal 2
Cemaran Logam:
a. Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 1,0
b. Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 0,05
c. Kadmium (Cd) mg/kg Maksimal 0,1
Cemaran Arsen mg/kg Maksimal 0,50
Cemaran Mikroba:
a. Angka Lempeng Koloni/g Maksimal 1x106
Total
b. E. coli APM/g Maksimal 10
c. Kapang Koloni/g Maksimal 1x104
d. Bacillus cereus Koloni/g Maksimal 1x104
(Sumber: SNI, 1996)
LAMPIRAN
KUIS

1. Faktor yang mempengaruhi pengeringan?


Jawab:
Suhu pengeringan, waktu pengeringan, kecepatan aliran udara, luas
permukaan bahan, kapasitas dryer, kadar air dalam bahan pangan, kelembaban
alat pengering dan bahan pangan yang akan dikeringkan.
2. Diketahui akan dibuat Na2S2O5 dengan konsentrasi 350 ppm, dibuat di labu
takar 500 mL. Berapa mg Na2S2O5 yang harus ditimbang?
Jawab:
𝑚𝑔
Ppm = → mg = ppm x L
𝐿

= 350 x 0,5 = 175 mg atau 0,175 g.


3. Apa yang dimaksud dengan foaming agent?
Jawab:
Foaming agent adalah bahan atau material yang dapat membentuk busa
menjadi surfaktan atau blowing agent. Surfaktan akan mengurangi tegangan
permukaan suatu cairan (atau mengecilkan usaha untuk membuat foam) atau
meningkatkan stabilitas koloidal dengan mencegah penggabungan gelembung.
4. Tujuan dan fungsi penggaraman kimchi?
Jawab:
Tujuan penggaraman adalah untuk menurunkan kadar air produk pangan
sehingga bakteri asam laktat dapat tumbuh dengan baik (menyesuaikan kondisi).
Selain itu untuk menarik air keluar dari sayuran sehingga proses fermentasi dapat
berjalan dengan baik. Fungsi penggaraman adalah menciptakan lingkungan
tumbuh yang baik bagi BAL, sebagai metode fermentasi tradisional, menjadi
medium selektif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen
atau pengganggu fermentasi.
5. Bagaimana menurut Anda produk tepung yang baik?
Jawab:
Tepung yang baik memiliki rasa dan bau yang normal (bebas dari bau
asing), warna putih khas terigu, benda asing tidak ada, tidak ada serangga, tekstur
halus khas tepung dan tidak menggumpal, serta memiliki kadar gluten yang cukup
untuk proses pengolahan.
LAMPIRAN
SOAL DISKUSI

1. Jelaskan tujuan blanching dalam pembuatan tepung!


Jawab:
Untuk menonaktifkan enzim sehingga mencegah terjadinya proses
browning enzimatis yang dapat mengubah kenampakan tepung.
2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis atau
browning non enzimatis!
Jawab:
Browning enzimatis terjadi karena adanya enzim fenolase dalam suatu
bahan pangan yang kontak dengan oksigen sehingga dapat menguraikan senyawa
fenolik dalam bahan pangan sehingga memunculkan warna kecokelatan.
Browning non enzimatis dapat disebabkan karena reaksi maillard, yaitu reaksi
antara gugus karbonil gula pereduksi dengan amina dari asam amino (protein).
Oksidasi vitamin C juga merupakan salah satu penyebab browning non enzimatis.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengering alami dan pengering
buatan, dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari pengeringan tersebut.
Jawab:
a. Pengeringan Alami
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua,
dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer dikalangan petani
terutama di daerah tropis. Teknik pengeingan dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung (dikeringkan), dengan rak-rak maupun lantai semen atau tanah
serta penampung bahan lainya. Penjemuran atau pengeringan dengan sinar
matahari, memiliki peranan udara dan cuaca dalam pengeringan dengan sinar
matahari sangat penting, terutama bila dihubungkan dengan transfer panas,
kapasitas pengeringan, tekanan udara dan laju pengeringan. Pengeringan alami
juga dapat dengan cara diangin-anginkan bahan pangan. Keuntungan: Murah,
energy panas melimpah. Kerugian: memerlukan tempat pengeringan yang luas,
waktu pengeringan yang lama dan waktu pengeringan bahan yang dikeringkan
tergantung pada cuaca.
b. Pengeringan Buatan
Pengeringan dengan pemanasan buatan mempunyai beberapa tipe alat
dimana panas berlangsung secara konduksi atau konveksi, meskipun berbeda
dapat pula dilakukan secara radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara
konveksi pada umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga
energi panas merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas secara
konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat sebagai penghantar
panasnya. Keuntungan: , suhu kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan
waktu pengeringan dapat diatur dan di awasi, kebersihan lebih terjaga. Kerugian:
memerlukan operator teknis berpengalaman, alat mahal.
4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap kualitas
tepung, coba jelaskan!
Jawab:
Proses pengeringan dapat terjadi jika kombinasi suhu dan kelembaban
udara memungkinkan bahan melepaskan air agar tercapai kadar air seimbang.
Kombinasi terbaik bagi proses pengeringan adalah udara dengan kelembaban
rendah dan bersuhu tinggi. kadar air keseimbangan menentukan batasan
pengeringan, dengan udara pada kelembaban nisbi dan suhu tertentu bahan
higroskopis hanya dapat kering sampai tercapai kadar air keseimbangan saja.
Kalau kombinasi keseimbangan yang lebih tinggi dari pada kadar air bahan mula-
mula, maka bahan tersebut akan menyerap air dan kadar airnya akan naik sampai
mencapai kadar air keseimbangan. Laju pengeringan tergantung dari pada beda
antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangannya. Bila kelembaban nisbi
bahan berbeda maka kadar air keseimbangannya juga akan berbeda. Pada saat
tercapainya kadar air keseimbangan, penguapan air bahan akan terhenti, dan
jumlah molekul-molekul air yang akan diuapkan sama dengan molekul-molekul
air yang diserap oleh permukaan bahan.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance
tepung yang dihasilkan?
Jawab:
Menurut Departement of Agricultural Food Division (1985) zat yang
termasuk ke dalam kelompok sulfit atau “sulfiting agent” meliputi sulfur dioksida,
sodium sulfit, sodium bisulfit, potasium bisulfit, sodium metabisulfit, dan
potasium metabisulfit. Penggunaan sulfit dinyatakan aman, hal ini telah diketahui
dinyatakan sulfit masuk ke dalam kelompok bahan yang berstatus GRAS
(Generally Recognize as Safe) oleh Food and Drug Administration (IFT, 1986).
NaHSO3 merupakan salah satu “sulfiting agent” yang cukup efektif dan sering
digunakan untuk mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang
dihasilkan selama pengolahan dan penyimpanan, baik untuk buah-buahan maupun
sayuran.
LAMPIRAN
PR

1. Bakteri yang ada pada sawi dan metabolit yang dihasilkan.


Jawab:
Bakteri yang ada pada sawi antara lain Leuconostoc mesenteroides,
Lactobacillus cucumeris, L. plantarum, dan L. pentoaceticus. Metabolit yang
dihasilkan antara lain asam laktat, asam asetat, ethanol, karbondioksida, dan
senyawa komponen flavor lainnya.
2. Tahapan fermentasi.
Jawab:
Proses fermentasi kimchi terdiri atas 3 tahap. Pada early step, Leuconostoc
mesenteroides, Leuconostoc citreum dan Streptococus faecalis aktif tumbuh pada
tahap awal fermentasi. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc citreum
memproduksi metaboli asam laktat, asam asetat, ethanol, mannitol,
karbondioksida, asam-asam organik (memberi rasa asam yang khas pada kimchi
serta menciptakan suasana anaerob /menginhibisi propagasi bakteri aerob).
Memasuki mid-stage, jumlah Leuconostoc mesenteroides berkurang.
Lactobacillus plantarum, bakteri asam laktat homofermentatif, aktif berpolimerasi
dan memproduksi asam laktat pada pH 3. Bakteri ini menciptakan rasa asam pada
kimchi. Leuconostoc citreum dan Pediococus juga aktif pada mid
stage.Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis aktif pada tahap akhir
fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada tahap ini, pertumbuhan
Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karena Lactobacilus plantarum
mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN

 Penepungan Air Biasa


Basis = 70 gram

Bahan utama : Kentang

Bahan Tambahan : Air basa

Berat produk : 6,85 gram

𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
% T Halus = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

6,85
= x 100% = 9,786%
70

𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% T Kasar = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

0,35
= x 100% = 0,5%
70

W Lost Product = W berat kering – (W tepung halus + W tepung kasar)

= 7 – (6,85+0,35) = -0,2 gram

𝑊 𝐿𝑜𝑠𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
% Lost Product = 𝑊 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 x 100%

−0,2
= x 100% = -2,857%
7

 Penepungan Natrium Metabisulfit


Basis = 70 gram

Bahan utama : Kentang

Bahan Tambahan : Na2S2O5

Berat produk : 6,94 gram


𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
% T Halus = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

6,94
= x 100% = 9,91%
70

𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% T Kasar = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

0,18
= x 100% = 0,26%
70

W Lost Product = W berat kering – (W tepung halus + W tepung kasar)

= 7 – (6,94+0,18) = -0,12 gram

𝑊 𝐿𝑜𝑠𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
% Lost Product = 𝑊 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 x 100%

−0,12
= x 100% = -1,71%
7

 Penepungan Blanching
Basis = 70 gram

Bahan utama : Kentang

Bahan Tambahan : Uap air

Berat produk : 8 gram

𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠
% T Halus = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

8
= 70 x 100% = 11,43%

𝑊 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟
% T Kasar = x 100%
𝑊 𝐴𝑤𝑎𝑙

0,97
= x 100% = 1,386%
70
W Lost Product = W berat kering – (W tepung halus + W tepung kasar)

= 9 – (8+0,97) = 0,33 gram

𝑊 𝐿𝑜𝑠𝑡 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑡
% Lost Product = 𝑊 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 x 100%

0,03
= x 100% = 0,33%
7

Anda mungkin juga menyukai