Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS SZIKOFRENIA PARANOID

Oleh :
Kevin Wewengkang

Masa KKM : 17 September 2018 – 30 September 2018

Pembimbing :
dr. Anita E. Dundu, SpKJ

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK SEBAGAI

PASIEN LAPORAN KASUS

Seorang Pasien dengan Diagnosis Skizofrenia Paranoid

Nama : Tn. M

Telah disetujui untuk menjadi Pasien Laporan Kasus pada 23 September 2018

Mengetahui,

dr. Frida Agu, SpKJ

i
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kevin Wewengkang

NRI : 16014101040

Masa KKM : 17 September 2018 – 30 September 2018

Dengan ini menyatakan bahwa saya benar – benar telah melakukan

wawancara psikiatri terhadap pasien laporan kasus saya.

Manado, 23 September 2018

Kevin Wewengkang

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Membaca Laporan Kasus dengan judul

“SEORANG PASIEN DENGAN DIAGNOSIS


SKIZOFRENIA PARANOID”

Oleh :
Kevin Wewengkang

Masa KKM : 27 Agustus – 23 September 2018

Telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal September 2018.

Pembimbing :

dr. Anita E. Dundu, SpKJ (K)

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PASIEN LAYAK JADI PASIEN................................ i

SURAT PERNYATAAN........................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... iii

DAFTAR ISI............................................................................................................ iv

LAPORAN KASUS................................................................................................. 1

Identitas Pasien............................................................................................... 1
Riwayat Psikiatrik........................................................................................... 2
Riwayat Kehidupan Pribadi............................................................................ 4
Pemeriksaan Status Mental............................................................................. 11
Pemeriksaaan Fisik Interna dan Neurologi..................................................... 15
Ikhtisar Penemuan Bermakna......................................................................... 17
Formulasi Diagnostik...................................................................................... 19
Evaluasi Multiaksial........................................................................................ 20
Daftar Masalah................................................................................................ 21
Rencana Terapi................................................................................................ 21
Prognosis......................................................................................................... 23
Diskusi............................................................................................................ 23
Kesimpulan..................................................................................................... 31
Wawancara Psikiatri........................................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 45
LAMPIRAN............................................................................................................. 46

iii
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M. W.
Umur : 43tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Lemo, 15 Maret 1975
Status Perkawinan : Belum Menikah
PendidikanTerakhir : SMP
Pekerjaan : Tidak ada
Suku/ Bangsa : Minahasa / Indonesia
Agama : Kristen Katolik
Alamat : Lemo Uner, Minahasa, Sulawesi Utara
Tanggal MRS :-
Cara MRS :-
Tanggal Pemeriksaan : 22 September 2018
Tempat Pemeriksaan : Rumah Pasien

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Riwayat psikiatri diperoleh melalui :
1. Autoanamnesis dengan pasien Tn. M di rumah pasien di Lemo Uner,

Tanawangkpo, Minahasa pada tanggal 22 September 2018.


2. Alloanamnesis dengan Ibu pasien Ny. L di rumah pasien di Lemo

Uner, Tanawangkpo, Minahasa pada tanggal 22 September 2018.


A. Keluhan Utama
Pasien sering marah tiba-tiba tanpa alasan yang jelas.
B. Riwayat Gangguan Sekarang

1
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien memiliki gangguan yaitu sering

marah – marah tidak jelas dan tanpa penyebab kepada orang rumah dan

sekitarnya sudah sejak 15 tahun yang lalu.


Pasien tidak mengetahui alasan kenapa pasien marah – marah dan

tidak bisa mengontrol diri saat marah, marah akan reda dengan sendirinya.

Saat marah-marah pasien ingin memukul orang disekitarnya, terkadang juga

ia melempar barang. Pasien juga mengatakan bahwa pasien kadang melihat

suatu sosok hitam seperti manusia yang berjenis kelamin laki-laki saat

keadaan gelap, sosok itu seperti berbicara namun pasien tidak bisa mendengar

dengan jelas apa yang dikatakan sosok itu, pasien mengatakan hanya ia yang

mampu melihat sosok tersebut, sosok tersebut hanya muncul saja namun tidak

mengganggu pasien. Ibu pasien mengatakan pasien juga gampang marah dan

ingin melempar tetangga ketika ada suatu acara atau kegiatan di rumah

tetangga yang ramai dan rebut, ibu pasien mengatakan pasien curiga bahwa

tetangga-tetangga sedang membicarakan dirinya.


Ibu pasien mengatakan bahwa gejala – gejala yang muncul pasien ini

sejak 15 tahun yang lalu sejak pasien kabur dari sekolah dan memilih bekerja

sendiri di Tomohon. Pertama kali muncul 15 tahun lalu pasien tiba-tiba

berteriak di rumahnya di Desa Lemo kemudian marah-marah dan bicara kacau

kepada ibunya, saat itu ibunya mengantar ke RS Bethesda Tomohon, dan

kemudian dirujuk ke RSJ Ratumbuysang, namun saat tiba di RSJ

Ratumbuysang pasien sudah tenang dan pasien meminta untuk pulang.


Pasien sekarang sedang dalam pengobatan anti psikotik yang sudah

digunakan pasien sejak kurang lebih 14 tahun yang lalu. Pasien kadang patuh

2
dalam meminum obat namun kadang tidak ingin minum, pasien tidak

mengetahui kenapa harus meminum obat tersebut, menurut pasien obat itu

hanya untuk penenang agar dia tidak banyak pikiran.


Menurut ibu pasien, keadaan pasien sekarang sudah lebih membaik

dibandingkan beberapa tahun yang lalu, namun kadang - kadang masih timbul

gejala marah – marah dan juga gejala kejang pada pasien walaupun hanya

setiap 2 kali per minggu. Pasien sekarang sudah tidak bekerja dan hanya

membantu pekerjaan rumah. Pasien juga lebih banyak tidur semenjak

mengkonsumsi obat yang diberikan dokter.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya disangkal.
2. Riwayat Gangguan Medis Umum
Pasien tidak pernah dirawat inap karena kondisi medis umum.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Saat ditanyakan tentang merokok dan minum minuman beralkohol

pasien mengatakan bahwa ia merokok kira 6-7 batang per hari saat

sekolah SMEA dulu namun sekarang sudah tidak pernah lagi dan dulu saat

SMEA juga pernah mengkonsumsi alkohol namun sekarang sudah tidak.

Untuk riwayat penggunaan narkoba, ibu pasien mengatakan bahwa pasien

tidak menggunakan narkoba maupun obat – obatan lainnya.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki satu

orang kakak berjenis kelamin perempuan yang tinggal di Kalimantan. Selama

masa kehamilan kondisi kesehatan fisik dan mental ibu pasien cukup baik.

3
Pasien lahir ditolong bidan di rumah. Menurut ibu pasien, pasien lahir dengan

usia kehamilan normal dan lahir sehat.

B. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)


Saat lahir, pasien dibesarkan oleh ibu dan ayah di Lemo. Pada stadium

oral (0-1 tahun), pasien mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai

usia 18 bulan. Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar

(0-1 tahun), pasien di rawat oleh ibunya dan pada saat ditinggal sendiri pasien

akan menangis.
Pada stadium otonomi lawan rasa malu-malu usia (1-3 tahun) tepatnya

pada usia 2 tahun pasien masih tinggal dengan ibu dan ayah pasien. Menurut

ibu pasien, pasien bisa berjalan pada usia 1 tahun dan mulai bisa berbicara

pada usia 2 tahun sesuai anak pada umumnya. Lalu nenek pasien mengatakan

bahwa yang mengajarkan pasien berbicara, berjalan, makan, BAB, dan BAK

adalah ibu pasien. Pasien dapat mengetahui kalau rasa kencing pasien harus

ke toilet. Pada tahap ini, pasien mulai bermain dengan saudara-saudara dan

teman-temannya dan pasien adalah orang yang sangat periang dan senang

bermain. Pasien juga termasuk anak yang patuh terhadap orangtuanya.

C. Masa Kanak Pertengahan (usia 4 - 11 tahun)


Stadium inisiatif lawan rasa bersalah (usia 3 – 5 tahun), menurut ibu

pasien, dia adalah anak yang pendiam namun suka bermain dengan teman –

temannya.
Stadium industri lawan inferioritas ( usia 6 – 11 tahun) pasien mulai

menempuh pendidikan. Pasien masuk Sekolah Dasar pada usia 6 tahun di

Sekolah Dasar di Lemo. Menurut ibu pasien, pasien merupakan anak yang

4
cukup baik sama dengan anak – anak pada umumnya dan pasien juga suka

bermain di luar.

D. Masa Kanak Akhir dan Remaja

Stadium identitas lawan difusi peran (usia 11 – 20 tahun). Pasien

menempuh pendidikan SMP di Lemo kemudian melanjutkan di SMEA di

Sario, Manado. Saat pasien menempuh pendidikan di SMEA pasien pernah

mengalami bullying di lingkungan bermain pasien dimana pasien dipukul

sampai babak belur. Pada saat SMEA pasien sudah tidak tinggal lagi bersama

ibunya dan hanya tingal di rumah kerabatnya di Manado dan hanya

berkunjung ke ibu atau ayahnya untuk berlibur.

E. Riwayat Masa Dewasa


1. Riwayat Pendidikan
Pasien masuk Sekolah dasar di Lemo pada usia 7 tahun kemudian

melanjutkan di SMP Lemo dan SMEA di Manado, pasien berhenti sekolah

saat kelas 2 SMEA.


2. Riwayat Pekerjaan
Pasien sekarang sudah tidak bekerja lagi, namun 15 tahun yang lalu

sebelum keluhan pasien muncul, pasien pernah bekerja di salah satu toko di

kota Tomohon namun berhenti semenjak pasien sering marah-marah.

3. Riwayat Psikoseksual
Pasien mengetahui identitas seksualnya sebagai seorang laki - laki

karena ia menyadari bahwa secara biologis dan karakteristik dia adalah

seorang laki - laki. Orientasi seksual pasien baik (menyukai lawan jenis)

namun pasien mengatakan pernah memiliki 1 pacar saat SMEA namun sudah

5
putus, hal ini diragukan oleh ibu pasien, karena setahu ibu pasien anaknya

belum pernah pacaran, sekarang pasien tidak dekat dengan perempuan

manapun dan belum tertarik untuk menikah.


4. Riwayat Pernikahan

Pasien belum menikah.

5. Riwayat Beragama

Pasien dibesarkan dalam lingkup agama Kristen Katolik. Menurut

pasien ia harus ke gereja ketika hari minggu. Pasien karang mengikuti

persekutuan ibadah di gereja, sekarang pasien sudah tidak pernah ke gereja

lagi semenjak ia sakit, karena merasa malu, karena dianggap orang gila.

6. Aktivitas sosial
Pasien jarang bergaul dengan orang sekitar pasien, pasien jarang

keluar rumah.
7. Riwayat pelanggaran hukum
Menurut ibu pasien pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hokum

8. Situasi kehidupan sekarang

Saat ini pasien tinggal dengan ibu dan ayahnya di rumah. Pasien

tinggal di dalam keluarga yang berstatus sosial menengah kebawah. Rumah

kayu dengan 3 kamar, 1 kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.

Rumah tersebut milik sendiri. Terdapat 2 orang yang tinggal serumah dengan

pasien. Pasien tidur dikamar sendiri. Pasien sudah jarang bersosialisasi dan

tidak memiliki teman dekat.

6
Pasien saat ini sudah diberikan pengobatan dan ibu pasien menyatakan

gejala marah – marah pasien sudah cukup berkurang. Pasien suah bisa bekerja

membantu ibunya mengambil air, namun sebagian besar waktunya pasien

hanya duduk dan tidur di rumah.

DENAH RUMAH PASIEN

WC Dapur Kamar Pasien

Kamar 2 Ruang keluarga

Kamar 1 Ruang Tamu

9. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayah dan ibu pasien

sampai sekarang masih tinggal bersama.


Ayah pasien adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ayah pasien

bekerja di kebun milik sendiri


Ibu pasien merupakan anak kelima dari lima bersaudara, pekerjaan ibu

pasien hanya sebagai ibu rumah tangga.


Ibu pasien mengatakan pasien hanya takut dan taat pada ayahnya

daripada ibunya.

SILSILAH KELUARGA / GENOGRAM

7
Keterangan:

: Laki-laki atau : Sudah meninggal

: Perempuan : Pasien
Faktor Herediter : Tidak ada
F. Persepsi Pasien Terhadap Diri dan Kehidupannya
Pasien tidak merasa terjadi sesuatu dengan dirinya, menurutnya ia

hanya banyak pikiran. Pasien merasa ia tidak sedang sakit dan tidak

mengetahui kenapa dia harus minum obat.

G. Persepsi Pasien Terhadap Keluarga


Pasien mengatakan bahwa dirinya menyayangi keluarganya. Pasien

mengatakan bahwa yang paling dia sayang adalah ibunya karena dia yang

merawat pasien sejak pasien kecil.

H. Persepsi Keluarga Terhadap Pasien


Menurut ibu pasien, ia menyayangi pasien. Ibu pasien ingin anaknya

sembuh dan berusaha membujuk pasien agar ikut periksa ke dokter dan

minum obat dan berharap akan kesembuhan pasien. Ayah pasien sudah pasrah

dan tidak terlalu memusingkan keadaan pasien. Ibu pasien juga merasa adanya

perubahan yang lebih baik sejak pasien memulai pengobatan sehingga ia ingin

agar anaknya terus melanjutkan pengobatan.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Gambaran Umum
1. Penampilan
Pasien merupakan seorang laki - laki berusia 43 tahun, tampak dan

berpenampilan sesuai usia. Kulit pasien kuning kecoklatan dan rambut

8
pendek yang sedikit berdiri dan berwarna hitam. Saat dianamnesis di

rumah pasien, keadaan cukup kooperatif, pakaian pasien memakai kaos

rumah berwarna merah, celana panjang, dan sendal, tampak seperti orang

normal.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Selama wawancara di rumah, pasien sedang duduk dan berbicara

menjawab pertanyaan yang di ajukan, namun kadang – kadang ada sedikit

pertanyaan yang tidak dijawab sesuai oleh pasien. Saat ditanyakan ada

pertanyaan yang dijawab dengan baik namun ada juga yang tidak dijawab.

3. Sikap pasien terhadap pemeriksa


Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik juga

kooperatif bila di tanya oleh pemeriksa.

B. Mood dan Afek


1. Mood : Eutimia
2. Afek : Menyempit
3. Kesesuaian : Sesuai

C. Pembicaraan
1. Kualitas : pasien menjawab pertanyaan dengan kurang jelas namun masih

bisa diartikan singkat namun kadang tidak menjawab. Volume suara

pasien cukup pelan, kadang harus mengulangi agar dapat diartikan.


2. Kuantitas : pasien berbicara secukupnya sesuai pertanyaan.
3. Hendaya berbahasa : pasien berbahasa Indonesia, namun ada hendaya

berbahasa yaitu ketidakjelasan pengucapan kata - kata.

D. Gangguan Persepsi
Saat anamnesis diketahui pasien mengalami halusinasi visual yang sudah

ada sejak 1 tahun yang lalu, yaitu pasien melihat sosok hitam sperti manusia

9
berjenis kelamin laki-laki saat gelap, yang berbicara namun tidak jelas apa

yang dikatakan sosok itu, sosok itu hanya menampakkan diri namun tidak

menganggu pasien, namun 1 tahun terakhir pasien sudah tidak melihat sosok

itu lagi.

E. Proses Pikir
1. Bentuk pikiran : inkoheren
Pada saat wawancara berlangsung terlihat pasien menjawab sesuai

dengan pertanyaan, namun ada juga yang dijawab namun dengan jawaban

yang tidak sesuai pertanyaan, kadang juga pasien diam saat di tanya dan harus

di bantu ibu pasien dalam menjawab pertanyaan.


2. Isi pikiran : Waham (+), Pasien marah dan ingin melempar rumah tetangga

bila ada acara dan rebut, menurut pasien para tetangga

sedang membicarakan dirinya, dan menganggap pasien

gila.

F. Sensorium dan Kognisi


1. Kewaspadaan dan Tingkat Kesadaran
Keadaan pasien compos mentis. Pasien dapat mengarahkan,

mengalihkan dan memusatkan perhatiannya.


2. Orientasi
 Orientasi waktu : Baik. Pasien dapat membedakan pagi, sore dan

malam.
 Orientasi tempat : Baik. Pasien mengetahui dimana pasien saat

diwawancarai.
 Orientasi orang : Baik. Pasien dapat mengenali orang di sekitarnya.
3. Daya ingat
 Jangka panjang : Kurang baik, pada awal wawancara pasien

tidak ingat kapan tanggal lahir dan umurnya, ibunya yang

mengingatkan.

10
 Jangka sedang : Kurang baik, pasien tidak ingat kapan

terakhir kali bekerja.


 Jangka pendek : Baik. Pasien mengingat bahwa 2 jam lalu

dia baru saja makan.


4. Kemampuan membaca dan menulis
Pasien bisa membaca dan menulis .
5. Kemampuan visuospasial
Pasien dapat berjalan tanpa menabrak benda-benda di sekitarnya.
6. Kemampuan menolong diri sendiri
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri seperti makan,

minum, dan mandi.


7. Pengendalian impuls
Pasien mengikuti wawancara dalam waktu yang cukup lama dengan

duduk tenang.

G. Pertimbangan dan Tilikan


a. Daya nilai sosial : Baik. Pasien duduk diam dan menatap ke pemeriksa

dan menjawab pertanyaan sebisa pasien.


b. Uji daya nilai : Baik. Menurut ibu pasien, pasien kadang membantu

ibunya bekerja di rumah.


c. Tilikan : Derajat tilikan 1, dimana pasien tidak menyadari bahwa dirinya

sakit dan tidak tahu kenapa harus minum obat.

H. Taraf Dapat Dipercaya


Secara keseluruhan ada yang bisa dipercaya ada juga kata – kata

pasien yang harus ditanyakan kepada keluarga karena pasien saat

diwawancarai sesekali menjawab tidak sesuai pertanyaan.

V. PEMERIKSAAN FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI

A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang, kesadaran compos mentis

11
Tanda vital : TD 120/80 mmHg, N 82x/menit, RR 20x/menit,
S 36,5°C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : SI-SII reguler, bising (-) gallop (-)

Paru : suara pernapasan vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Hepar/Lien tak teraba, BU: normal


Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

B. Status Neurologikus.
- N. olfaktorius (N.I)
Tidak dilakukan evaluasi.
- N. optikus (N.II)
Tidak dilakukan evaluasi.
- N. okulomotorius (N.III), n. trochlearis (N.IV), n. abducens (N.VI)
Selama wawancara dapat dilihat bahwa pasien memiliki gerakkan bola

mata yang wajar.


- N. trigeminus (N.V)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
- N. facialis (N.VII)
Selama wawancara berlangsung terlihat wajah pasien simetris.
- N. vestibulocochlearis (N.VIII)
Selama wawancara pasien mampu menjawab pertanyaan tanpa harus

pemeriksa menggunakan suara yang keras. Hal ini memberi kesan

bahwa pendengaran pasien normal. Saat berjalan pasien terlihat stabil

dan tidak terjatuh.


- N. glosssopharyngeus (N.IX),
Tidak dilakukan evaluasi.
- N. vagus (N.X)
Tidak dilakukan evaluasi
- N. aksesorius (N.XI)
Selama wawancara berlangsung terlihat bahwa pasien dapat

menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan tanpa ada hambatan, hal

12
ini menandakan bahwa fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam

keadaan normal.
- N. hypoglossus (N.XII)
Tidak dilakukan evaluasi.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Dari hasil autoanamnesis dan alloanamnesis, didapatkan bahwa pasien

berjenis kelamin laki-laki, berusia 43 tahun. Pasien lahir di Lemo pada tanggal

15 Maret 1975. Pasien belum menikah dan belum mempunyai anak. Pasien

menempuh pendidikan sampai jenjang SMEA Kelas 2. Saat ini, pasien tidak

bekerja. Pasien adalah seorang yang menganut agama Kristen Katolik. Suku

pasien adalah Minahasa. Saat ini, pasien tinggal di Lemo, Tanawangko,

Minahasa. Ibu pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Jiwa RSJ

Ratumbuysang Manado pada hari Selasa tanggal 21 September 2018 untuk

melakukan kotrol obat pasien.

Pasien memiliki gangguan yaitu sering marah – marah tidak jelas dan

tanpa penyebab kepada orang rumah dan sekitarnya sudah sejak 15 tahun

yang lalu, marah – marah timbul tanpa penyebab dan dapat hilang tiba – tiba

tanpa dikendalikan oleh pasien. Saat marah pasien juga ingin memukul dan

melempar barang ke sekitarnya. Pasien juga mengatakan bahwa pasien

kadang melihat suatu sosok hitam bila dalam gelap yang mirip manusia jenis

kelamin laki-laki,, sosok tersebut mengatakan sesuatu yang tidak bisa

dimengerti pasien dan akan hilang dengan sendirinya. Ibu pasien juga

mengatakan pasien marah dan ingin melempar rumah tetangga bila ada acara

13
dan keributan, pasien mengganggap tetangga sedang membicarakan dirinya

yang dianggap gila.

Ibu pasien mengatakan bahwa gejala – gejala yang muncul pasien ini sejak

15 tahun yang lalu sejak pasien berhenti sekolah dan bekerja di Tomohon

Sejak berhenti bekerja pasien sudah tidak bekerja lagi dan hanya lebih sering

mengahabiskan waktu di rumah dengan tidur.


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah ditinggal orang tuanya sejak

masih masa kanak – kanak hingga SMA pasien pindah ke Manado untuk

bersekolah. Pasien memiliki seorang kakak perempuan yang sekarang sudah

tinggal di Kalimantan, Ayah pasien bekerja di kebun. Ibu pasien bekerja

sebagai ibu rumah tangga.


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien menjalani masa kecilnya layaknya

anak-anak lain, hanya saja pasien merupakan anak yang pendiam.


Pasien mempunyai penampilan tampak sesuai umur. Saat di rumah, pasien

berpakaian rapih dan menjawab pertanyaan dengan volume suara yang kecil

dan jawaban yang secukupnya. Pasien menjawab sesuai pertanyaan namun

terkadang tidak menjawab. Pasien melakukan kontak mata dengan pemeriksa.


Saat dianamnesis didapatkan mood eutimia, afek menyempit, disertai

adanya halusinasi visual. Dari pertimbangan tilikan terhadap penyakit, pasien

tidak sadar dirinya sakit.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

14
Diagnosis pada pasien ini diformulasikan dalam diagnostik multiaksial.

A. Pada aksis I didapatkan gejala klinik bermakna yaitu halusinasi visual.

Adanya marah – marah dan bicara kacau tanpa penyebab pada pasien, yang

disertai keinginan untuk memukul dan disertai kecurigaan bahwa tetangga

sedang membicarakan dirinya.

B. Pada aksis II, pasien memiliki ciri kepribadian skizoid, dimana pasien

sekarang hanya tinggal di rumah saja, tidak punya teman dekat dan sudah

tidak mau untuk bergaul dengan orang – orang sekitarnya dan hanya

bersosialisai dengan keluarga dekatnya saja.


C. Pada aksis III, tidak ditemukan kondisi medis umum yang bermakna,

sehingga tidak ada diagnosis untuk aksis III.


D. Pada aksis IV, Pasien dulu pernah kabur dai sekolah karena pernah dipukuli

teman-temannya dan merasa tidak betah lagi di sekolah, sehingga

memutuskan pergi dan bekerja di Tomohon.


E. Pada aksis V, Global Assasment of Functioning (GAF) scale, Current 70-61,

terdapat beberapa gejala ringan dan menetap atau beberapa kesulitan dalam

fungsi sosial atau pekerjaan, tetapi biasanya berfungsi cukup baik, memiliki

hubungan interpersonal yang penuh arti. Terdapat gejala halusinasi, gangguan

dalam pekerjaan, tetapi hubungan sosial dan hubungan interpersonal pasien

masih baik. Global Assasment of Functioning (GAF) scale High Level Past

Year (HLPY) 50-41, gejala berat dan adanya disabilitas yang berat.

VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL

A. Aksis I : Skizofrenia Paranoid


B. Aksis II : gangguan kepribadian avoidant

15
C. Aksis III : Tidak ada
D. Aksis IV : Masalah berkaitan interaksi dengan lingkungan pergaulan.
E. Aksis V : Global Assasment of Functioning (GAF) scale, Current 70-

61, terdapat beberapa gejala ringan dan menetap atau beberapa kesulitan

dalam fungsi sosial atau pekerjaan, tetapi biasanya berfungsi cukup baik,

memiliki hubungan interpersonal yang penuh arti. Global Assasment of

Functioning (GAF) scale High Level Past Year (HLPY) 50-41, gejala berat

dan adanya disabilitas yang berat.

IX. DAFTAR MASALAH

A. Organobiologi : Tidak ada


A. Psikologi : Marah-marah disertai bicara kacau dan keinginan memukul

sekitarnya, pasien juga berhalusinasi melihat hal – hal aneh.


B. Lingkungan dan sosial ekonomi : pasien lebih sering mengurung diri di rumah

dan jarang bersosialisasi.

X. RENCANA TERAPI

A. Psikofarmaka
Risperidon 2 mg 2 x ½ tablet
Trihexilphenidil 2 mg 2 x ½ tablet
B. Psikoedukasi
1. Terhadap pasien
a. Menjelaskan kepada pasien tentang gangguan yang dialaminya sehingga

pasien dapat mengerti akan gangguan yang terjadi pada dirinya.


b. Menjelaskan pada pasien tentang pengobatan yang akan diberikan, efek

samping yang dapat muncul, serta pentingnya kepatuhan dan

keteraturan minum obat.


c. Memberikan motivasi dan dukungan kepada pasien untuk berobat dan

memperbaiki produktivitasnya sehingga pasien dapat kembali bekerja.

16
2. Terhadap keluarga
a. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang gangguan yang terjadi

pada pasien, penyebab terjadinya gangguan tersebut, dan perjalanan

penyakit sehingga keluarga pasien dapat mengerti dan menerima

kondisi pasien.
b. Menjelaskan kepada keluarga tentang pengobatan, efek samping obat

yang akan diberikan, dan pentingnya keteraturan minum obat.


c. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang gejala-gejala kekambuhan

agar keluarga pasien dapat mengenali gejala-gejala tersebut dan dengan

cepat membawa pasien ke dokter.


d. Memberikan pengertian kepada keluarga mengenai peran keluarga yang

sangat penting pada perjalanan penyakit pasien.


e. Meminta keluarga untuk memastikan pasien tetap berada dalam

pengawasan keluarga. Mengawasi pasien agar terhindar dari benda-

benda yang dapat mengancam keselamatan diri dan orang sekitar.


f. Meminta keluarga untuk mengawasi pasien agar teratur minum obat dan

berperilaku sabar dalam menghadapi pasien serta selalu mendampingi

pasien dan berikan motivasi serta dukungan kepada pasien.

XI. PROGNOSIS

A. Ad vitam : dubia ad bonam


B. Ad fungsionam : dubia ad bonam
C. Ad sanationam : dubia ad bonam

XII. DISKUSI

A. Diagnosis
Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis berat yang mempengaruhi

bagaimana seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku. Skizofrenia merupakan

17
gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di dunia

menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala Skizofrenia biasanya

muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki

biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Onset

setelah usia 40 tahun jarang terjadi. Etiologi yang pasti mengenai skizofrenia

masih belum ditemukan. Terdapat beberapa hasil penelitian yang dilaporkan

saat ini dan berdasarkan penelitian biologik, genetik dan fenomenologik

dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan dan belum ada

penemuan yang patognomonik untuk penyakit ini. Berdasarkan teori di atas,

pasien berumur 24 tahun dan masuk dalam kriteria umur onset terjadinya

skizofrenia.1-2

Gejala skizofrenia terbagi dalam tiga kategori: positif, negatif, dan kognitif.

Gejala positif adalah perilaku psikotik yang umumnya tidak terlihat pada orang

sehat, seperti halusinasi, delusi, gangguan pikiran (cara berpikir yang tidak

biasa atau disfungsional), serta gangguan gerakan. Gejala negatif berhubungan

dengan gangguan emosi dan perilaku normal, seperti afek datar, berkurangnya

perasaan senang dalam kehidupan sehari-hari, kesulitan memulai dan

mempertahankan kegiatan, serta bicara yang kurang. Gejala kognitif untuk

beberapa pasien tidak terlihat, namun ada juga yang berat dan memperlihatkan

perubahan dalam ingatan atau aspek pemikiran lain. Yang termasuk dalam

gejala kognitif adalah miskin “fungsi eksekutif” (kemampuan untuk

memahami informasi dan menggunakannya untuk membuat keputusan),

18
kesulitan untuk fokus dan atensi, masalah dengan “memori kerja” (kemampuan

untuk menggunakan informasi segera setelah mempelajarinya).1

Diagnosis skizofrenia menurut sejarahnya mengalami perubahan-

perubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis.2 Pedoman untuk

menegakkan diagnosis adalah DSM-V (Diagnostic and Statistical manual).

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM V:3

1. Terdapat dua (atau lebih) gejala di bawah ini, masing-masing ada selama

sebagian waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau kurang jika

berhasil diobati). Setidaknya salah satu dari gejala (1), (2), dan (3) harus

ada:
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara yang tidak terorganisasi
4) Tingkah laku katatonik
5) Gejala-gejala negatif
2. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan, fungsi dari

satu atau lebih area, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau

perawatan diri, secara nyata berada dibawah tingkat dicapai sebelum onset.
3. Tanda yang terus menerus menetap setidaknya 6 bulan. Periode enam bulan

ini harus termasuk setidaknya satu bulan gejala (atau kurang jika berhasil

diobati) yang memenuhi kriteria A (gejala fase aktif) dan dapat termasuk

periode prodromal atau gejala residual. Selama periode prodormal atau

residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala

19
negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam

bentuk yang diperlemah.


4. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan gejala

psikotik harus dikesampingkan karena salah satu 1) tidak ada episode

depresif atau manik yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase

aktif, atau 2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi

totalnya relatif singkat disbanding durasi periode aktif dan residual.


5. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya

penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.


6. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan komunikasi

dari onset anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia dibuat hanya jika

waham atau halusinasi menonjol, sebagai tambahan pada gejala skizofrenia

yang sudah ada setidaknya satu bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

Skizofrenia memiliki beberapa subtipe yang diidentifikasikan

berdasarkan variabel klinik. Kriteria diagnosis skizofrenia paranoid menurut

DSM V, sebagai berikut:3

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.


 Sebagai tambahan :
- Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengar (humming), atau bunyi tawa

(lauhing)
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol;

20
(c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;


- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relative tidak nyata/tidak menonjol


Penderita skizofrenia mengalami gangguan jiwa berat dan gejala-gejala

yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain pada fase aktif. 4 Gejala yang

terlihat sering paranoid. Penderita sering tidak kooperatif dan sulit bekerjasama,

dan mungkin agresif, marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali

memperlihatkan perilaku inkoheren atau disorganisasi. Waham dan halusinasi

menonjol sedangkan afek dan pembicaraan hampir tidak terpengaruh. Beberapa

contoh gejala paranoid yang sering ditemui antara lain :2


1. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan

cemburu.
2. Halusinasi auditorik berupa ancaman, perintah, atau menghina. Halusinasi

diartikan sebagai persepsi dalam keadaan sadar tanpa adanya stimulus

eksternal yang mana memiliki kualitas persepsi yang nyata.


Dari autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan status mental yang

dilakukan, serta berdasarkan pada kriteria diagnostik DSM V dan DSM IV,

didapatkan bahwa pasien mengalami skizofrenia paranoid. Gejala yang

ditemukan berupa halusinasi visual 1 tahun yang, disertai waham rujukan dan

gejala – gejala negatif yang muncul, serta disfungsi pekerjaan dan sosial yang

telah berlangsung selama 1 5tahun. Gangguan tidak disebabkan oleh efek

21
penggunaan zat atau kondisi medis umum. Pada pemeriksaan status mental

didapatkan mood pasien adalah mood eutimia dan afek menyempit.


B. Ciri Kepribadian
Berdasarkan anamnesis, ciri kepribadian yang terdapat pada pasien adalah

ciri kepribadian skizoid, dimana pasien lebih sering di dalam rumah dan tidak

mau bersosialisai dengan lingkungan sekitar, tidak memiliki teman akrab dan

sudah tidak mau bekerja lagi, pasien selama 1 tahun ini hanya bergaul dengan

keluarga dekat saja yang tinggal bersama dia yaitu ayah dan ibunya
Pedoman diagnostik kepribadian skizoid (menghindar) menurut PPDGJ

menunjukkan 3 atau lebih dari gejala berikut :3


 Sedikitnya (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
 Emosi dingin, efek mendatar, atau tak peduli (detachment)
 Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan

atau kemarahan terhadap orang lain


 Tampak nyata ketidak-pedulian baik terhadap pujian maupun

kecaman
 Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan

orang lain (perhitungkan usia penderita)


 Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
 Preokupasi dengan fantasi dan intropeksi yang berlebihan
 Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang

akrab (kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk

menjalin hubungan seperti itu


 Sangat sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang

berlaku

C. Rencana Terapi
Terapi somatik pada skizofrenia meliputi tiga fase yaitu fase akut,

stabilisasi dan stabil atau rumatan. Fase akut ditandai dengan gejala psikotik

yang membutuhkan penatalaksanaan segera. Gejalanya dapat terlihat pada

22
episode pertama atau ketika terjadinya kekambuhan skizofrenia. Fokus terapi

pada fase akut yaitu untuk menghilangkan gejala psikotik. Fase akut biasanya

berlangsung selama 4-8 minggu. Setelah fase akut terkontrol, ODS (orang

dengan skizofrenia) memasuki fase stabilisasi. Risiko kekambuhan sangat

tinggi pada fase ini terutama bila obat dihentikan atau ODS terpapar dengan

stresor. Selama fase stabilisasi, fokus terapi adalah konsolidasi pencapaian

terapetik. Dosis obat pada fase stabilisasi sama dengan pada fase akut. Fase ini

berlangsung paling sedikit enam bulan setelah pulihny ai gejala akut. Fase

selanjutnya adalah fase stabil atau rumatan. Penyakit pada fase ini dalam

keadaan remisi. Target terapi pada fase ini adalah untuk mencegah kekambuhan

dan memperbaiki derajat fungsi.5


Terapi standar pada skizofrenia adalah obat antipsikotik. Obat

antipsikotik dibagi dalam dua kelompok, yaitu dopamine receptor antagonist

(DRA) juga disebut antipsikotika generasi I (APG-I) obat antipsikotik tipikal

dan serotonin dopamine antagonist (SDA) juga disebut antipsikotika generasi

II (APG-II) obat antipsikotik atipikal.3


Pemilihan obat sering ditentukan oleh pengalaman orang dengan

skizofrenia (ODS) dengan antipsikotika sebelumnya, misalnya respon

terhadap gejala, pengalaman efek samping, dan cara (route) pemberian obat. 5

Data penelitian menyatakan bahwa risperidone lebih efektif dalam mengobati

gejala positif maupun gejala negatif dari skizofrenia. Data penelitian juga

menyatakan bahwa risperidon disertai dengan efek samping neurologis yang

kurang bermakna dan kurang parah dibandingkan obat antagonis dopamin

yang tipikal. Oleh sebab itu, risperidon menjadi obat lini pertama dalam

23
pengobatan skizofrenia.6 Terdapat sediaan risperidon dalam bentuk tablet

yaitu 1 mg, 2 mg, dan 3 mg. Sementara itu, dosis yang dianjurkan adalah 2-8

mg per hari.7
Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis

yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 dan pada reseptor dopamine tipe

2. Risperidon menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena

kemungkinan obat ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis

reseptor dopaminergic yang tipikal.4,6


Bila terjadi efek samping sindroma ekstrapiramidal, misalnya distonia akut,

akathisia atau parkinsonisme, terlebih dahulu dilakukan penurunan dosis. Bila

tidak dapat ditanggulangi, diberikan obat-obat antikolinergik, misalnya

triheksifenidil, benztropin, sulfas atropin, atau difenhidramin injeksi IM atau

IV. Obat yang paling sering digunakan adalah triheksiphenidyl dengan dosis 3

kali 2 mg per hari. Bila tetap tidak berhasil mengatasi efek samping tersebut

disarankan untuk mengganti jenis antipsikotika yang digunakan ke golongan

APG-II yang lebih sedikit kemungkinannya mengakibatkan efek samping

ekstrapiramidal.5
Tatalaksana skizofrenia yang optimal merupakan keterpaduan antara

intervensi medis dengan intervensi psikoedukasi. Berbagai studi membuktikan

bahwa intervensi psikoedukasi bermanfaat dalam menurunkan frekuensi

kekambuhan, mengurangi kebutuhan rawat kembali di rumah sakit, mengurangi

penderitaan akibat gejala-gejala penyakitnya, meningkatkan kapasitas

fungsional, memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan berkeluarga. Intervensi

psikososial bisa dimulai sedini mungkin namun hendaknya disesuaikan dengan

24
fase perjalanan penyakitnya, dengan melibatkan orang dengan Skizofrenia dan

keluarganya sejak awal. Melalui intervensi psikoedukasi, orang dengan

Skizofrenia dan keluarga diajak untuk memahami perjalanan penyakit,

perkembangan gejala, dan menyusun harapan yang lebih realistik untuk

kehidupan dan masa depannya.4

XIII. KESIMPULAN

A. Pasien didiagnosis dengan Skizofrenia Paranoid.

B. Terapi pada pasien dengan skizofrenia paranoid adalah farmakoterapi dan

terapi psikoedukasi.

C. Pasien membutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan untuk keberhasilan

terapi, baik dari segi materi, waktu, dan terutama motivasi untuk pasien.

XIV. WAWANCARA PSIKIATRI

25
Wawancara dilakukan di rumah pasien di Tanggari, Airmadidi, Minahasa

Utara pada tanggal 29 Agustus 2018 pukul 18.00 WITA. Saat wawancara:

Ket K : Kevin

P: Pasien

I: Ibu Pasien

K: bapak pe nama dang, nama lengkap?

P: Marthen Walewangko

K: umur berapa bapak?

P: 43 tahun

K: lahir dimana &tanggal berapa bapak?tahun berapa?

P: disini, tahun 1973 sto

K: oh baru - baru dang, sudah menikah?

P: belum menikah

K: pendidikan terakhir dang?

P: terakhir sekolah di SMEA

K: ada kerja apa dang sekarang?

P: so nda cuman ja di rumah

K: alamat lengkap sini dang dimana?

26
P: Lemo uner jaga 3

K: masih ada pergi gereja bapak?

P: so lama nda,

K: kemaren nda datang poeriksa kang?

I: iyo ,nmau ja pigi dia

K: obat-obat ada minum jo?

I: kadang minum kadang nda

K: makan minum lancar?ada merokok / konsumsi alkohiol?

P: ada makan bagus

K: pertama kali sakit kapan ?

I: saat umur 20an tahun,pertama dia bajadi pas di tomohon

K: pas bajadi dulu bagaimana?

P: nda gila kita, orang sebelah sto yg bajadi itu

K: minum obat rajin dang? Ada pengaruh jo tu obat?

P: kalo minum biking nd banyak pikiran

K: ada pernah balia-lia ato badengar sesuatu

P: nnda noh, nda ada

K: masa le?balia hantu begitu pernah?

27
P: kalo itu pernah kita lia satu tahun lalu depe kejadian

K: ada liat apa dang itu?

P: ada liat bayangan hitam, pas ada gelap-gelap malam hari, da mnegalir rupa air

begitu

K: depe bentuk bagaimana?cewek ato cowok?

P: depe bentuk rupa cowok begitu noh

K: ada basuara dia?ato ada basuruh2?

P: nda noh, ada rupa bicara mar nda dapa dengar apa yang dia bilang

K: sekarang masih ja balia?

P: sekarang so nda pernah, terkahir itu noh satu taun lalu

K: sekarng da sibuk apa dang?

P: Cuma ja tidor-tdidor di rumah

K: nda ada keluar kumoul deng temang-tamang?

P: nda, paling dorang yang berkunjung

K: kemaren pas kontrol kenapa nda datang?

P: malas kita

K: masih ingat jo dulul sekolah di mana ?

P: masih noh, SD & SMP disini kita, SMA di manado

28
K: masih ingat jo tu teman-teman dulu?

P: so banyak lupa

K: ada maitua jo dulu?

P: (tertawa) ada cuman dekat begitu

K: sekarang dang?

P: nda ada noh, dorang bilang kita sakit

Ibu pasien ke dapur, kemudian pewawancara ikut ke belakang, sedangkan pasien

ditemani teman pewawancara.

K: Ibu bagaimana ini depe kejadian pertama? Soalnya pasien rupa nda mengaku apa-

apa tadi?

I: iyo dokter, dia memang begitu, tadi so mo bajadi, dia nda suka kalo ditanya-tanya

begitu, dia mo marah pa kita

K: oo begitu, jadi bagaimana dang dulu depe sakit pertama sekali?

I: itu kira-kira 15 tahun lalu, dia da kabur dari SMEA, kong kerja di toko di

Tomohon, pas kerja dia tiba-tiba datang ke depe bos pe rumah deng tu baju so penuh

pece & kotor, kong dorang bawa ke rumah sakit, kong dia minta pulang, nah itu kita

da ambe dia di tomohon, habis itu dia so nda kerja, baru 1 tahun dari itu dia tiba-tiba

kumat pas di rumah

K: oo bagaimana itu dia bajadi ibu?

29
I: dia tiba-tiba bataria keluar dari kamar kong pegang-pegang dp kepala, dia somo

pukul pa kita, dia bicara-bicara nda jelas le dokter, torang so tako sekali kong torang

bawa di RS Bethesda Tomohon, dari sana dorang ika kong antar ke RS Jiwa manado,

tapi pas so di manado dia so nda bajadi dan dia minta pulang

K: oh begitu kang, kong habis itu?

I: habis itu dia ja bajadi tiba-tioba dok, mar ada torang pe tetangga bilang bawa jo

ambe obat di Manado, mulai dari situ noh kita ja ambe obat kontrol pa dia

K: sebelum dia kumat ada kejadian apa ibu? Ada orang meninggal ato apa?

I: dia oernah dipukul depe tamang pas SMEA rame-rame, mulai dari situ dia so malas

sekolah kong itu noh dia kabur kong kerja di Tomohon

K: sebelumnya dang ?

I: nda pernah, normalnormal dia, cuman memang dia pendiam dan sadiki dp teman

K: sekarang di ape kerja apa ibu?

I: cumn ja duduk dan tidur di rumah, mar kadang babantu angka aer, mar kalo teralalu

lelah dia mo bajadi ulang dok

K: oo, kalo obat dang ada minum teraturjo?

I: nah itu dok, kadang dia minum kadang nda, kalo dia lagi bae dia minum noh, mar

kadang dia lempar tu obat, dia anggap dia nda saki

K: ada sakit-sakit lain dia ibu?

30
I: nda ada dokter cuman itu depe saki

K: keluarga dang suka dia mo sembuh?

I: kalo kita suka noh dok, cuman kalo depe bapak so menyerah, dia cuman sebiar

K: dia waktu kecil ada minum ASI ibu?

I: ada, sampai satu tahun stengah dok

K: kong ibu da ikuti dang depe perkembangan waktu kecil?

I: ada ikuti dok, kita rawat dia sampe besar

K: dia waktu kecil bicara jalan lancar?

I: iyo lancer-lancar dok

K: lahir normal bu? Ada sakit-sakit?

I: iyo dia lahir nomal sehat dok

K: kong waktu kecil yang ja ajar pa dia ibu dang?

I: iyo ibu yang ajar

K: waktu kecil dia aktif? Badengar pa ibu?

I: aktif, badengar no pa ibu, mar dia agak pendiam dok, cuman kallo ada tamang ajak

bermin ya dia bermain rupa anak-anak biasa dok

K: oh begitu kang? Kong depe masa remaja dang?

I: dia waktu remaja biasa-biasa jo dok

31
K: dia ada teman?

I: ada mar nd banyak dok

K: kalo maitua dang?

I: setau kita nda ada dok, dia rupa kurang bergaul begitu dengan cewek

K: kong dia sekarang ja pi greja ibu?

O: so jarang dok, malas kata

K: oiy ibu disini yang tinggal siapa2?

I: cuman bertiga, kita deng paitua deng dia dok

K: oke ibu, makase untuk waktunya, rajin-rajin ba kontrol, kalo bisa ajak marthen

biar dokter jiwa bisa periksa langsung,deng obat ja minum trus.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. National Institute of Mental Health. Schizophrenia. 2016 February [cited 2018

July 15]. Available from: https://www.nimh.nih.gov/health/topics/schizophrenia/

index.shtml
2. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta. 2013.


3. American Psychiatric Association. DSM-5 Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders: Fifth Edition. American Psychiatric Publishing; Washington

DC. 2013.
4. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 2014.

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. PT Nuh Jaya; Jakarta. 2014.
5. Konsensus Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Perhimpunan Dokter

Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia; 2011;h.1-80.


6. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku

Psikiatri Klinis Jilid I. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010.


7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indoensia Nomor

HK.02.02/Menkes/73/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

Jiwa

33
LAMPIRAN

34
Gambar 1. Foto bersama pasien di rumah pasien (29/8/18)

35
Gambar 2. Foto rumah pasien (29/8/18)

RUMAH
PASIEN
Tanggari

Gambar 6. Denah Menuju Rumah Pasien (Desa Lemo, tanawangko, Minahasa)

36
37

Anda mungkin juga menyukai