Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam arti luas sudah ada dan mulai dilaksanakan sejak manusia

berada di muka bumi ini. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia di sepanjang

hidupnya. Menurut Redja Mudyahardjo (2001: 3) pendidikan adalah segala

pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang

hidupnya yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Tujuan pendidikan adalah

perubahan-perubahan yang diharapkan terjadi pada subjek didik setelah mengalami

proses pendidikan, antara lain perubahan pada tingkah laku individu, kehidupan

pribadi individu maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu

itu hidup (Binti Maunah, 2009: 9). Oleh karena itu dengan adanya pendidikan maka

manusia dapat terus maju dan berkembang menjadi lebih baik.

Pendidikan yang terus dilakukan sepanjang waktu akan mengalami

perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Matematika merupakan salah satu ilmu yang berperan penting dalam menunjang

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini membuat pemerintah sebagai

penyelenggara pendidikan di Indonesia selalu berupaya untuk meningkatkan mutu

dan kualitas pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika.

Salah satu upaya yang terus dilakukan pemerintah adalah dengan

pengembangan kurikulum. Pada tahun 2006, pemerintah memberlakukan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum yang dikembangkan

1
oleh masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan KTSP yang mengacu pada

standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional

(BSNP, 2006: 3). KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (BSNP, 2006: 5). Sekolah dalam

hal ini sebagai satuan pendidikan mempunyai hak untuk mengembangkan kurikulum

yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam

Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Dalam pengembangan KTSP, sekolah harus mempersiapkan sarana dan

prasarana yang diperlukan dalam pelaksanakan kurikulum tersebut. Diantaranya

adalah dengan mempersiapkan kurikulum untuk setiap mata pelajaran termasuk mata

pelajaran matematika yang disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar masing-masing mata pelajaran.

KTSP dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan sehingga kurikulum dan

bahan ajar yang digunakan di setiap sekolah berbeda sesuai dengan kondisi dari

masing-masing sekolah. Selain itu bahan ajar yang dikembangkan masing- masing

sekolah juga harus disesuaikan dengan kurikulum dan karakteristik sekolahnya.

Walaupun kurikulum saat ini menuntut profesionalitas guru dalam

mengembangkan bahan ajar sendiri, namun sampai saat ini belum banyak guru yang

melakukannya. Kebanyakan para guru hanya menggunakan buku teks dari penerbit

tertentu. Hal ini memang dianggap lebih praktis bagi guru dari pada mereka harus

menyusun bahan ajar sendiri. Selain itu sebagian siswa yang tidak mempunyai buku

teks bahkan hanya mengandalkan catatan mereka sebagai sumber belajarnya. Akan

2
tetapi ini belum cukup untuk dijadikan sebagai satu- satunya sumber belajar. Di era

informasi seperti saat ini siswa dapat dengan mudah mencari informasi lain selain

informasi yang diperoleh dari guru atau buku pelajaran.

Selain itu sebagian besar pola pembelajaran saat ini juga masih bersifat

tansmitif, pengajar mentransfer dan menggerojokkan konsep-konsep secara langsung

pada peserta didik sehingga siswa hanya secara pasif menyerap struktur pengetahuan

yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran (Trianto, 2010: 18).

Sejalan dengan itu, Soedjadi dalam Trianto (2010:18) menyatakan bahwa dalam

kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada mata pelajaran eksak (matematika,

fisika, kimia) dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan

sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) Diajarkan teori/teorema/definisi; (2)

Diberikan contoh-contoh; dan (3) Diberikan latihan soal-soal. Sedangkan

pembelajaran yang dikembangkan saat ini harus berpusat pada siswa (student centered

approach) dimana guru hanya sebagai fasilitator yang menyediakan sarana dan situasi

agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus. Dengan adanya bahan ajar

dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan baru selain yang diperoleh dari guru

atau buku pelajaran. Selain itu, bahan ajar juga akan mengurangi ketergantungan

siswa pada guru sebagai satu-satunya sumber informasi/pengetahuan.

Ada banyak bentuk bahan ajar yang dapatdikembangkan oleh guru. Menurut

Abdul Majid (2006: 174), bentuk bahan dapat dapat dikelompokan menjadi empat

jenis yaitu bahan ajar cetak (printed), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar pandang

dengar (audio visual), dan bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching

3
material). Bahan ajar yang mudah untuk dikembangkan oleh guru adalah bahan ajar

cetak, dan salah satunya yang berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS).

Berbeda dengan jenis bahan ajar yang lain, LKS menyediakan aktivitas-

aktivitas yang berpusat pada siswa. LKS berisi petunjuk-petunjuk baik berupa

pertanyaan maupun pernyataan yang harus dijawab oleh siswa sehingga siswa belajar

secara terarah. Menurut Endang Widjajanti (2008: 1) LKS merupakan salah satu

bahan ajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan

belajar. LKS yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi

kegiatan pembelajaran yang dihadapi. Penggunaan LKS dalam pengajaran akan

membuat siswa untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan menggali kemampuannya

dalam mempelajari matematika.

Salah satu materi yang dapat disampaikan dengan menggunakan LKS adalah

materi bilangan bulat. Menurut Standar Isi mata pelajaran matematika, bbilangan

bulat merupakan materi yang diberikan di jenjang SMP kelas VII semester ganjil.

Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi ini Hasil ujian nasional

menunjukkan bahwa penguasaan siswa terhadap beberapa kemampuan yang

berkaitan dengan materi bilangan bulat menurun setiap tahunnya, seperti ditunjukkan

pada Tabel 1 berikut ini.

4
Tabel 1. Persentase Daya Serap Siswa SMP pada Materi Bilangan Bulat
Tahun Kemampuan yang diuji Daya serap
2009 Menghitung operasi tambah dan kurang pada 81,25%
bilangan bulat positif dan negatif.
Menghitung operasi kali dan bagi pada 79,64%
bilangan bulat positif dan negatif.
Mnentukan hasil operasi hitung campuran (+, 79,89%
2010
-, x, atau :) pada bilangan bulat.
2011 Menghitung 76,29%
hasil operasi tambah, kurang, kali, dan bagi
pada bilangan bulat.
Rata-rata 79,27%
Sumber: BSNP

Berdasarkan Tabel. 1, rata-rata daya serap siswa pada materi bilangan bulat

sebesar 79,27% dan tergolong dalam kategori baik. Daya serap siswa berdasarkan

hasil Ujian Nasional tersebut menurun setiap tahunnya. Jika penguasaan materi ini

dimaksimalkan maka hasil belajarnya pun juga akan lebih baik. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan penguasan materi bilangan bulat adalah dengan

menggunakan LKS yang dikembangkan dengan pendekatan tertentu, seperti LKS

dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah salah satu

pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran berbasis masalah

menurut Tan adalah inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis

masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja

kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah,

menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan

(Rusman, 2011: 229).

Pembelajaran berbasis masalah juga membantu siswa untuk mengembangkan

5
kemampuan berpikir dan ketrampilan mengatasi masalah (Richard I. Arends, 2008:

43). Sebuah LKS yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran berbasis masalah diharapkan akan tercipta suatu pembelajaran yang

efektif. Penggunaan masalah awal dalam LKS berbasis masalah diambil dari masalah-

masalah kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan bilangan bulat diharapkan

memudahkan siswa dalam memahami materi bilangan bulat.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengembangkan LKS

berbasis masalahm pada materi bilangan bulat untuk siswa kelas VII SMP.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah

sebagai berikut.

1. Dengan berlakunya KTSP, guru diwajibkan untuk memiliki kemampuan

mengembangkan bahan ajar secara mandiri, namun pada kenyataannya masih

guru guru yang belum mampu mengembangkan bahan ajar secara mandiri.

2. Perlu adanya pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga guru hanya

bertindak sebagai fasilitator, namun pada kenyataannya pembelajaran masih

berpusat pada guru.

3. Bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang bervariasi.

4. Persentase penguasaan materi soal matematika UN untuk tahun 2009 hingga

tahun 2011 pada beberapa kemampuan yang berkaitan dengan materi bilangan

bulat menurun setiap tahunnya.

6
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka

permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana mengembangkan LKS berbasis masalah pada materi bilangan

bulat untuk siswa kelas VII SMP?

2. Bagaimana kualitas LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat untuk

siswa kelas VII SMP yang ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan

keefektifan LKS?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Menghasilkan LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat untuk siswa

kelas VII SMP.

2. Mendeskripsikan kualitas LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat

untuk siswa kelas VII SMP yang ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan,

dan keefektifan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi siswa

Dengan menggunakan LKS sebagai sumber belajar matematika diharapkan

dapat tercipta suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga siswa

dapat lebih aktif dalam belajar dikelas.

2. Bagi Guru

Penggunaan LKS sebagai salah satu bahan ajar diharapkan dapat memberikan

7
gambaran pada guru tentang pembelajaran yang berpusat pada siswa, dimana

guru hanya sebagai fasilitator yang menyediakan sarana dan situasi agar

proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus.

3. Bagi Penulis

Penulis akan mendapatkan pengalaman berharga dalam penelitian. Sebagai

cal on guru yang dituntut untuk mampu mengembangkan bahan ajar sendiri,

penulis akan memiliki dasar-dasar kemampuan mengembangkan bahan ajar

yang berupa LKS. Selain itu juga dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi

dalam mengembangkan bahan ajar.

8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Bahan Ajar

a. Pengertian bahan ajar

Menurut National Center for Vocational Education Research Ltd/National

Center for Competency Based Training bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang

digunakan untuk membantu guru atau instruktor dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar di kelas (Abdul Majid, 2006: 174). Bahan yang dimaksud bisa

berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar atau materi

pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar

kompetensi yang telah ditentukan (Depdiknas, 2006: 4). Bahan ajar merupakan

seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,

metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang di desain secara sistematis dan

menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai

kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya (Chomsin S.

Widodo dan Jasmadi, 2008: 40).

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

adalah segala bentuk bahan, baik bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis, yang

digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan

9
berisikan materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa untuk mencapai standar

kompetensi yang telah ditentukan.

b. Jenis bahan ajar

Terdapat berbagai macam bentuk atau jenis bahan ajar. Abdul Majid (2006:

174) mengelompokan bentuk bahan ajar menjadi empat kelompok, yang meliputi:

1. Bahan ajar cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kegiatan

siswa), brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.

2. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact

disk audio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film.

4. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti compact disk

interactif

Dari keempat jenis bahan ajar tersebut, yang lebih mudah untuk

dikembangkan adalah bahan ajar cetak. Selain itu, Steffen Peter Ballstaedt dalam

Abdul Majid (2006: 175) mengemukakan bahwa bahan ajar cetak juga memiliki

beberapa keuntungan, antara lain:

1. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi

seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang

sedang dipelajari.

2. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit.

3. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah dipindah- pindahkan.

4. Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu.

5. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja.

10
6. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan

aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa.

7. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar.

8. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.

c. Tujuan dan manfaat pengembangan bahan ajar

Depdiknas (2008: 9) mengemukakan bahwa suatu bahan ajar disusun

bertujuan untuk:

1. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan

mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan

karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.

2. Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-

buku teks yang terkadang sulit diperoleh.

3. Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Manfaat pengembangan bahan ajar bagi guru menurut Depdiknas (2008: 9)

antara lain:

1. Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan

kebutuhan belajar siswa.

2. Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh.

3. Bahan ajar menjadi labih kaya karena dikembangkan dengan

menggunakan berbagai referensi.

4. Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis bahan

ajar.

5. Bahan ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif

11
antara guru dengan siswa karena siswa akan merasa lebih percaya kepada

gurunya.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

a. Pengertian LKS

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang

harus dikerjakan oleh peserta didik (Abdul Majid, 2008: 176). Menurut Depdiknas

(2008: 23) LKS diartikan sebagai lembar kegiatan yang berisi petunjuk, langkah-

langkah untuk menyelesaikan tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar

kegiatan harus jelas Kompetensi dasar yang akan dicapainya. Menurut Collete dan

Chiappetta dalam Bakharuddin (2012), pemilihan materi pembelajaran seharusnya

berpijak pada pemahaman bahwa materi pembelajaran tersebut menyediakan

aktivitas-aktivitas yang berpusat pada siswa yang dapat dikemas dalam bentuk LKS.

Lembar kerja siswa sebagai sumber belajar dapat digunakan sebagai alternatif

media pembelajaran karena dapat digunakan secara bersama dengan sumber belajar

atau media pembelajaran yang lain. Menurut Surachman dalam Endang Widjajanti

(2008:1) LKS merupakan jenis handout yang dimaksudkan untuk membantu siswa

belajar secara terarah. LKS juga dapat menjadi buku pegangan bagi guru di samping

buku lainnya.

Endang Widjajanti (2008: 1-2) menyatakan beberapa fungsi pembelajaran

menggunakan LKS, antara lain sebagai berikut:

1. Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran suatu kegiatan

tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar.

2. Dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai

12
siswa.

3. Dapat membantu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran.

4. Dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa, meningkatkan motivasi belajar

dan rasa ingin tahu.

5. Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal

karena dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya.

6. Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

b. Penyusunan LKS

Dalam menyusun LKS diperlukan model pengembangan yang tepat, agar LKS

yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mencapau tujuan pembelajaran yang sudah

ditetapkan. Salah satunya dengan model ADDIE (Analysis, Design, Development,

Implementation, dan Evaluation) yang langkah-langkahnya meliputi:

1. Analisis (Analysis)

Pada tahap ini dilakukan analisis untuk menentukan LKS seperti apa yang

akan dikembangkan.

2. Desain (Design)

Pada tahap ini disusun desain awal LKS yang bertujuan untuk memperjelas

pembagian/urutan penyajian materi.

3. Pengembangan (Development)

Pada tahap ini disusun sebuah draft awal LKS yang kemudian divalidasi dan

direvisi sehingga diperoleh draft LKS yang siap diujicobakan dalam

pembelajaran di sekolah.

4. Implementasi (Implementation)

13
Pada tahap ini dilakukan implementasi/uji coba draft LKS dalam

pembelajaran di sekolah.

5. Evalusi (Evaluation)

Pada tahap ini dilakukan analisis hasil uji coba sebagai bahan perbaikan LKS

untuk selanjutnya dilakukan revisi kembali terhadap LKS.

c. Kualitas LKS

Untuk menentukan kualitas hasil pengembangan model dan perangkat

pembelajaran diperlukan tiga kriteria: kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan, yang

mengacu pada kriteria kualitas hasil penelitian pengembangan yang dikemukakan

oleh Van den Akker dan kriteria kualitas produk yang dikemukakan oleh Nieveen

(Rochmad, 2011: 14).

Menurut Nieveen (Rochmad, 2011: 14-17) aspek validitas dapat dilihat dari:

(1) apakah kurikulum atau model pembelajaran yang dikembangkan berdasar pada

state-of-the art pengetahuan; dan (2) apakah berbagai komponen dari perangkat

pembelajaran terkait secara konsisten antara yang satu dengan lainnya.

Aspek kepraktisan dilihat dari segi pengguna: (1) apakah para ahli dan praktisi

berpendapat bahwa apa yang dikembangkan dapat digunakan dalam kondisi normal;

dan (2) apakah kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat

diterapkan oleh guru dan siswa. Dan aspek keefektifan juga dikaitkan dengan dua hal,

yaitu: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa produk

tersebut efektif, (2) dalam operasionalnya model tersebut memberikan hasil yang

sesuai dengan harapan (hasil belajar siswa).

Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992:41-46), agar

14
memiliki kualitas yang baik maka LKS yang disusun harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Syarat didaktik

Artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran efektif, seperti:

a. Memperhatikan perbedaan individu sehingga dapat digunakan oleh

seluruh siswa dengan kemampuan yang berbeda.

b. Menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga

berfungsi sebagai petunjuk bagi siswa untuk mencari informasi bukan

sebagai alat pemberi informasi.

c. Memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa

sehingga dapat memberikan kepada siswa untuk menulis, menggambar,

berdialog dengan temannya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata

dan sebagainya.

d. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral dan

estetika pada diri anak, sehingga tidak hanya ditujukan untuk mengenal

fakta dan konsep akademis.

e. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan

pengembangan pribadi siswa.

2. Syarat kontruksi

Berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata,

tingkat kesukaran dan kejelasan dalam LKS yang meliputi:

a. menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak;

b. menggunakan struktur kalimat yang jelas;

15
c. memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan

siswa;

d. menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka, pertanyaan dianjurkan isian

jawabannya merupakan hasil dari pengolahan informasi, bukan

mengambildari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas;

e. mengacu pada sumber belajar yang masih dalam kemampuan dan

keterbacaan siswa;

f. menyediakan ruang yang cukup untuk memberi keluasan pada siswa untuk

menulis maupun meggambarkan hal-hal yang ingin siswa sampaikan

dengan memberi bingkai tempat menulis dan menggambar jawaban;

g. menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek;

h. gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata;

i. memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi;

j. mempunyai identitas untuk mempermudahkan administrasi, misalnya

kelas, mata pelajara, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok dan

sebagainya.

3. Syarat teknis

Menekankan pada tulisan, gambar dan penampilan yang dipaparkan sebagai

berikut:

a. Tulisan, tulisan dalan LKS harus memperhatikan hal-hal seperti:

1. menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin;

2. menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik;

3. meggunakan bingkai untuk membedakan pertanyaan dan j awaban;

16
4. perbandingan antara huruf dan gambar serasi.

b. Gambar, penggunaan gambar dalam LKS harus mendukung kejelasan

konsep.

c. Penampilan, ukuran lembar kegiatan siswa, desain, tata letak dan ilustrasi

harus dibuat menarik.

Dalam penelitian ini kualitas LKS yang dikembangkan dinilai dari:

1. Aspek kevalidan

LKS berbasis masalah dikatakan valid jika memenuhi kriteria yaitu hasil

penilaian validator menyatakan bahwa LKS layak digunakan dengan revisi

atau tanpa revisi didasarkan pada landasan teoritik yang kuat. Pengembangan

LKS berbasis masalah memenuhi aspek kesesuain LKS dengan syarat

didaktik, syarat konstruksi, syarat teknis, kesesuaian dengan pendekatan

pembelajaran berbasis masalah dan aspek kualitas materi LKS.

2. Aspek kepraktisan

LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat dikatakan praktis jika para

responden (guru dan siswa) menyatakan bahwa LKS dapat diterapkan di kelas

dan bermanfaat, yang ditunjukkan oleh hasil lembar penilaian guru dan hasil

angket respon siswa.

3. Aspek Keefektifan

LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat dikatakan efektif jika

memberikan hasil yang sesuai dengan harapan dengan ditunjukkan oleh hasil

belajar siswa.

17
3. Masalah

Masalah adalah suatu situasi yang mendorong seseorang untuk

menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk

menyelesaikannya (Erman Suherman, dkk., 2003: 92). Suatu pertanyaan akan

merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum

tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertnyaan

tersebut (Herman Hudojo, 2001: 162).

Pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa pada suatu saat,

tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi seorang siswa tersebut pada saat

berikutnya, bila siswa tersebut sudah mengetahui cara/proses mendapatkan

penyelesaian masalah tersebut. Adapun syarat suatu masalah menurut Herman Hudojo

(2005: 124) adalah sebagai berikut.

1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat

dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan

tantangan baginya untuk menjawabnya.

2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah

diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah

janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.

Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah dalam konteks pembelajaran

matematika adalah suatu hal yang secara sadar dimengerti oleh siswa untuk dicari

penyelesaiannya, namun untuk mendapatkan penyelesaian tersebut tidak dapat

menggunakan cara yang sudah secara mudah untuk diketahui prosedurnya.

Menurut Polya yang dikutip oleh Herman Hudojo (2001: 164) terdapat dua

18
macam masalah.

1. Masalah untuk menemukan, dapat toritis/praktis, abstrak/konkret/, termasuk

teka-teki. Bagian utama dari masalah ini adalah apakah yang dicari,

bagaimana data yang diketahui, dan bagaimana syaratnya. Ketiga bagian

utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis ini.

2. Masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu

pernyataaan itu benar atau salah-tidak kedua-duanya. Bagian utama dari

masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang harus

dibuktikan kebenarannya.

4. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Dewey dalam Trianto (2010: 91), belajar berdasarkan masalah adalah

interaksi antara stimulus dan respons yang merupakan hubungan antara dua arah

belajar dan lingkungan, dimana lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa

bantuan dan masalah, untuk kemudian bantuan yang diperoleh ditafsirkan secara

efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari

pemecahannya dengan baik.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) atau biasa

disingkat PBM dinilai sangat efektif untuk pengajaran berpikir tingkat tinggi. PBM

membantu siswa untuk mengembangkan ketrampilan berpikir dan ketrampilan

mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pembelajar

yang mandiri (Richard I.Arends, 2007: 43). Menurut Tan dalam Rusman (2011: 229),

PBM merupakan inovasi dalam pembelajaran karena PBM membuat kemampuan

berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok, sehingga

19
siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Menurut Djamilah B.W. (2011: 3) PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah nyata atau masalah simulasi yang kompleks sebagai titik awal

pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa PBM

adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata

atau masalah simulasi yang kompleks yang bertujuan untuk mengembangkan

ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi dan kemampuan memecahkan masalah agar

siswa menjadi pembelajar mandiri yang aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Dave S. Knolton dan David C. Sharp (2003: 26-27), menyatakan ada 5 kriteria

masalah dalam PBM yang menunjang aktivitas berfikir siswa adalah sebagai berikut.

1. Appropriate for students

Masalah itu tepat untuk siswa atau dengan kata lain sesuai dengan tingkat

perkembangan intelektualnya.

2. Ill-srtuctured

Masalah itu seharusnya mempunyai struktur yang tidak jelas. Masalah yang

tidak jelas dapat diselesaikan dengan jawaban sederhana, tetapi menggunakan

berbagai macam langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

3. Collaborative

Masalah itu dibuat supaya siswa lebih berfikir tingkat tinggi yang memerlukan

kerjasama diantara siswa.

4. Authentic

Masalah itu seharusnya autentik atau dikaitkan dengan pengalaman rill siswa.

20
5. Promotes lifelong and self-directed learning

Djamilah B.W. (2011: 3) menyatakan bahwa karakteristik PBM meliputi: (1)

pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang; (2) Para siswa bekerja dalam

kelompok kecil; (3) Guru mengambil peran sebagai fasilitator dalam pembelajaran.

Arends (2007: 381) menuliskan karakteristik PBM menurut para pengembang PBM

meliputi.

1. Pertanyaan atau masalah perangsang. PBM mengorganisasikan pengajaran di

seputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna bagi

siswa.

2. Fokus antar disiplin ilmu. Masalah yang diinvestigasi dipilih karena

solusinya menuntut siswa untuk menggali banyak subyek.

3. Investigasi yang mandiri dan keompok. PBM mengharuskan siswa untuk

melakukan investigasi mandiri dan kelompok yang berusaha menemukan

solusi nyata untuk masalah nyata.

4. Menghasilkan produk dan menyajikannya. PBM menuntut siswa untuk

mengonstruksikan produk bisa dalam bentuk laporan dan menyajikanya.

5. Kolaborasi. PBM ditandai oleh siswa yang bekerja bersama-sama siswa lain.

Tabel 2. Sintaks untuk Pembelajaran Berbasis Masalah

21
Fase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasi Guru membahas tujuan pelajaran,
tentang mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik
permasalahannya kepada penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat
siswa dalam kegiatan mengatasi-masalah.
Fase 2: Mengorganisasikan siswa Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
untuk meneliti mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
terkait dengan permasalahannya.
Fase 3: Membantu investigasi Guru mendorong siswa untuk mendapatkan
mandiri dan kelompok informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen,
dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4: Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
mempressentasikan menyiapkan produk yang tepat, seperti laporan,
produk dan rekaman video, dan model-model, dan membantu
menyajikannya mereka untuk menyampaikannya kepada orang
lain.
Fase 5: Menganalisis dan Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
mengevaluasi proses terhadap investigasinya dan proses- proses yang
mengatasi masalah- mereka gunakan.
masalah
(Arends, 2007: 394)

Arends (2007: 381-382) menyatakan bahwa PBM dirancang terutama

bertujuan untuk:

1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berpikir, ketrampilan

pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektulnya.

2. Mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui

berbagai situasi nyata atau situasi yang disimulasikan.

3. Menjadi pembelajar yang mandiri.

Menurut Trianto (2010: 96-97) pendekatan pembelajaran berbasis masalah

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PBM sebagai suatu pendekatan

pembelajaran antara lain:

1. sesuai dengan kehidupan siswa;

2. konsep sesuai dengan kebutuhan siswa;

22
3. memupuk sifat ingin tahu siswa;

4. pemahaman konsep jadi kuat; dan

5. memupuk kemampuan pemecahan masalah.

Selain kelebihan tersebut PBM juga memiliki kekurangan antara lain:

1. persiapan pembelajaran (alat, masalah, konsep) yang kompleks;

2. sulitnya mencari masalah yang relevan;

3. sering terjadi perbedaan konsep; dan

4. konsumsi waktu yang sering tersita untuk proses penyelidikan.

5. Matematika SMP

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang penting dalam berbagai

disiplin ilmu dan mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika yang

dimaksud dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah

matematika sekolah. Matematika sekolah merupakan matematika yang diajarkan

jenjang persekolahan. Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang

dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk

pribadi serta berorientasi pada perkembangan IPTEK (Erman Suherman, 2003: 56).

Pembelajaran matematika di sekolah dilaksanakan agar para siswa dapat

memahami konsep matematika untuk digunakan dal am memecahkan permasalahan.

Menurut Erman Suherman (2003: 58) tujuan umum pembelajaran matematika di

sekolah adalah memberikan penekanan pada penataan nalar, pembentukan sikap

siswa, dan keterampilan dalam penerapan ilmu matematika baik dalam kehidupan

sehari-hari maupun membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan

menurut BSNP (2006: 346) pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik

23
memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta

sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan pembelajaran

matematika, para siswa SMP diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri,

sikap ulet, dan dapat berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Tujuan khusus

pembelajaran matematika di SMP adalah sebagai berikut (Erman Suherman, 2003:

58):

1. Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan

matematika.

2. Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke

pendidikan menengah.

24
3. Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan

dari matematika sekolah dasar untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,

cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

3. Materi Bilangan Bulat

Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika SMP

yang berkaitan dengan materi bilangan bulat diperlihatkan dalam table berikut.
Tabel 3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
1. Memahami sifat-sifat operasi hitung 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan
bilangan dan bulat dan pecahan
penggunaannya dalam pemecahan 1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung
masalah bilangan bulat dan pecahan dalam
pemecahan masalah
Sumber: BSNP (2006: 347).

Bilangan bulat terdiri atas bilangan asli atau bilangan bulat positif, nol, dan

lawan bilangan asli atau bilangan bulat negatif (lawan dari bilangan asli), yaitu B =

{..., -3, -2,-1,0,1,2,3,...}.


^_l ll l llll l l l l l l l l l l l l !_►
-10 -9 -8 -7 -6- -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

< --------------- I ----------------- ►


Bilangan bulat negatif nol bilangan bulat positif

Gambar 2 Garis bilangan bulat

Operasi bilangan bulat adalah operasi yang dilakukan terhadap bilangan

bulat. Setiap operasi dasar dapat dilakukan terhadap bilangan bulat, yang meliputi

operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian (St. Negoro dan B.

Harahap, 1990: 308-312).

Operasi Hitung Bilangan Bulat antara lain:

25
1. Penjumlahan

Bila a dan b bilangan asli, maka:


a+b=b+a

(-a) + (—b) = —(a + b)

a + (-b) = a - b, dimana a > b

a + (-b) = (-b) + a = -(b - a), dimana a <


Lawan dari bilangan a adalah (- a). Lawan dari bilangan (- a) adalah a.

Sehingga berlaku a + (—a) = (—a) + a = 0. Sifat-sifat penjumlahan

bilangan bulat adalah sebagai berikut:

a. Asosiatif, yaitu untuk setiap a, b dan c bilangan bulat berlaku (a + b) +

c = a + (b + c).

b. Komutatif, yaitu untuk setiap a dan b bilangan bulat berlaku a + b = b

+ a.

c. Pada bilangan bulat, terdapat unsur identitas 0 sehingga untuk setiap a

bilangan bulat berlaku a + 0 = 0 + a = a.

d. Tertutup, yaitu untuk setiap a dan b bilangan bulat maka a + b juga

bilangan bulat.

2. Pengurangan
Jika a dan b bilangan asli, maka berlaku a — b = a + (- b'). Pada operasi

pengurangan bilangan bulat hanya berlaku sifat tertutup, yaitu untuk

setiap

a dan b bilangan bulat, maka a — b juga bilangan bulat.

3. Perkalian

Aturan perkalian bilangan bulat adalah sebagai berikut.

26
a. Perkalian dua bilangan bulat dengan tanda sama adalah bilangan bulat

positif.

b. Perkalian dua bilangan bulat dengan tanda berbeda adalah bilangan

bulat negatif.

c. Peerkalian sebarang bilangan dengan nol adalah nol maka a x0 = 0x a =

0.

Sifat-sifat perkalian pada bilangan bulat.

a. Tertutup, yaitu untuk setiap a dan b bilangan bulat maka a x b bilangan

bulat.

b. Terdapat unsur identitas yaitu 1, sehingga untuk setiap a bilangan bulat

berlaku a x1 = 1x a = a.

c. Komutatif, yaitu untuk setiap a dan b bilangan bulat berlaku a x b = b x

a.

d. Asosiatif, yaitu untuk setiap a, b dan c bilangan bulat berlaku

(a x b) x c = a x (b x c).

4. Pembagian. Aturan pembagian bilangan bulat adalah sebagai berikut.

a. Hasil bagi dua bilangan bertanda sama adalah bilangan positif.

b. Hasil bagi dua bilangan yang berbeda tanda adalah bilangan negatif.

Pembagian sebagai invers (operasi kebalikan) dari perkalian. Untuk setiap a,

b dan b bilangan bulat dan b ^ 0, maka a - b = c ^ a = b x c. Pembagian dengan

nol. Untuk setiap a bilangan bulat dan b ^ 0, maka 0 = 0 - a = 0 dan ^ = a ■ 0

= ~ , dengan 0.

27
6. Penelitian yang relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Mujianti dari Universitas Negeri Yogyakarta

dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Matematika Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 4 Yogyakarta” pada tahun 2010

diperoleh kesimpulan bahwa setelah dilakukan pembelajaran matematika

dengan Pembelajaran Berbasis

Masalah (Problem-Based Learning), kemampuan penalaran matematika siswa

mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kemampuan

penalaran yang dicapai siswa dari pra tindakan ke siklus I dilanjutkan ke siklus

II.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Uki Rahmawati dari UniversitasNegeri

Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Pengembangan Student

Worksheet Berbahasa Inggris dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas

VII Program BilingualMateri Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu

Variabel Berbasis Konstruktivisme dengan Pendekatan Pemecahan Masalah”

pada tahun 2011 menghasilkan Student Worksheet yang berjudul

“Mathematics Student Worksheet Linear Eqution and Inequality for junior

High School Grade VII”. Kualitas Student Worksheet ditinjau dari aspek

kevalidan dan kepraktisan telah memenuhi kriteria valid dan praktis. Kualitas

Student Worksheet ditinjau dari aspek keefektifan berdasarkan hasil belajar

siswa memenuhi kriteria efektif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data

dapat disimpulkan bahwa Student Worsheet yang dikembangkan telah

28
memenuhi kriteria kualitas yang meliputi valid, praktis, dan efektif sehingga

layak untuk digunakan.

B. Kerangka Berpikir

Dengan berlakunya KTSP, guru dituntut untuk meningkatkan kreativitasnya

dalam menciptakan pembelajaran yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Pembelajaran yang diciptakan haruslah suatu pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Salah satu caranya adalah dengan menyediakan bahan ajar yang lebih variatif dan

fungsional untuk mendukung keberhasilan pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Ada banyak bentuk bahan ajar yang dapat dikembangkan, akan tetapi yang efektif dan

efisien untuk dikembangkan secara mandiri adalah bahan ajar cetak.

LKS adalah salah satu bahan ajar cetak yang dapat mendukung pembelajaran

yang berpusat pada siswa. Penggunaan LKS dalam pembelajaran akan membuat siswa

lebih aktif untuk belajar. Siswa jadi lebih terarah dalam belajar karena dalam LKS

terdapat petunjuk-petunjuk baik yang berupa pertanyaan maupun pernyataan yang

harus dijawab oleh siswa. Dengan begitu LKS akan membuat pembelajaran menjadi

berpusat pada siswa.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah

pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning), karena dalam

pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul

dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga

siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan

berpikirnya secara berkesinambungan (Rusman, 2011: 229). Kegiatan mencari sendiri

solusi dari berbagai masalah nyata akan melatih siswa melaksanakan tugasnya secara

29
mandiri, sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan

memecahkan masalah, sehingga diharapkan akan tercipta suatu pembelajaran yang

efektif.

Bilangan bulat merupakan materi wajib dan penting dalam pembelajaran

matematika di SMP, karena merupakan dasar dari materi berikutnya. Untuk itu

diperlukan cara kreatif dalam mengajarkan materi tersebut sehingga siswa dapat

memahaminya dengan baik dan mampu memecahkan masalah yang ada di sekitar

menggunakan konsep yang ada dalam bilangan bulat.

Berdasarkan uraian di atas pengembangan LKS berbasis masalah pada materi

bilangan bulat perlu dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan

berpusat pada siswa.

30
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan. Penelitian ini bertujuan

untuk menghasilkan suatu bahan ajar berupa LKS berbasis masalah pada materi

bilangan bulat untuk siswa kelas VII SMP.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model

ADDIE yang terdiri dari lima tahap, yaitu analisis (analysis), desain (design),

pengembangan (development), implementasi (implementation), dan evaluasi

(evaluation).

1. Analisis (Analysis)

Pada tahap ini dilakukan analisis kurikulum, analisis kebutuhan bahan ajar,

dan analisis siswa.

1. Analisi s kurikulum

Analisis kurikulum dilakukan dengan mengidentifikasi standar kompetensi

dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan materi bilangan bulat untuk

menentukan indikator-indikator pencapaian tujuan pembelajaran yang

digunakan sebagai dasar dalam pengembangan LKS yang akan disusun.

2. Analisis kebutuhan bahan ajar

Analisis kebutuhan bahan ajar yang dilakukan berupa analisis terhadap

ketersediaan bahan ajar yang berkaitan dengan materi bilangan bulat.

Peneliti dapat menginventarisasi ketersediaan bahan ajar di sekolah untuk

menentukan perlu atau tidaknya LKS dikembangkan sebagai bahan ajar yang

31
digunakan.

3. Analisis siswa

Analisis siswa bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi dan karakteristik

siswa yang akan menggunakan LKS yang akan dikembangkan.

2. Desain (Design)

Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah merancang LKS yang akan

dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam merancang LKS meliputi:

1. Penyusunan peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS disusun untuk mengetahui banyaknya LKS yang harus

ditulis. Peta kebutuhan LKS disusun berdasarkan standar kompetensi dan

kompetensi dasar yang berkaitan dengan materi bilangan bulat.

2. Penentuan judul-judul LKS

Judul LKS ditentukan sesuai dengan kompetensi dasar, indikator-indikator

yang tecantum dalam kurikulum berkaitan dengan materi bilangan bulat.

3. Penyusunan desain isi LKS

Penyusunan desain isi LKS dilaksanakan untuk menentukan semua unsur

yang diperlukan dalam LKS yang akan dikembangkan, seperti kegiatan-

kegiatan yang tercakup dalam LKS yang akan dikembangkan serta urutan

penyajiannya.

4. Pengumpulkan referensi

Peneliti dapat mencari dan mengumpulkan buku-buku referensi yang relevan

dengan materi bilangan bulat. Selain itu, juga dilakukan pengumpulan

gambar, ilustrasi, dan soal-soal yang akan digunakan dalam penyusunan LKS.

32
3. Pengembangan (Development)

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti dalam mengembangkan LKS

adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan draft LKS

Penyusunan draft LKS dilakukan sesuai dengan desain awal yang telah

disusun. Pada langkah penyusunan draft LKS akan diperoleh produk awal

LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat. Selanjutnya draft LKS yang

telah selesai disusun, dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk

mendapatkan masukan tentang kekurangan-kekurangan yang ada dalam draft

LKS.

2. Penyusunan instrumen penilaian LKS

Selama proses penyusunan draft LKS, peneliti juga menyusun instrumen yang

akan digunakan dalam penelitian. Sebelum digunakan instrumen ini harus

divalidasi terlebih dahulu oleh dua ahli agar diperoleh instrumen LKS yang

valid.

3. Validasi

Setelah penyusunan draft LKS selesai tahap selanjutnya adalah

validasi/penilaian draft LKS oleh validator. Validasi dilakukan oleh dosen

jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta, yaitu dua

dosen ahli materi dan dua dosen ahli media. Pada langkah ini diperoleh data

kevalidan LKS yang diperoleh dari hasil penilaian LKS oleh ahli materi dan

ahli media. Tujuan dari validasi adalah untuk memperoleh penilaian, masukan

dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan draft LKS sehingga akan

diperoleh produk LKS awal yang terhindar dari kesalahan agar LKS layak

33
untuk diujicobakan.

4. Revisi

Setelah draft LKS divalidasi dan dinilai kelayakannya oleh ahli materi dan

ahli media, tahap selanjutnya dilakukan revisi atau perbaikan seperlunya

terhadap LKS sesuai dengan masukan dan saran para ahli. Setelah LKS

diperbaiki maka LKS telah siap untuk diujicobakan.

4. Implementasi (Implementation)

LKS yang sudah dinyatakan layak oleh ahli materi dan ahli media, tahap

selanjutnya adalah implementasi dalam pembelajaran yaitu menguji cobakan LKS

kepada 32 siswa kelas VIIA SMP Negeri 3 Berbah. Pada tahap implementasi

diperoleh data keefektifan LKS dan data kepraktisan LKS. Data keefektifan LKS

diperoleh dari hasil tes tertulis dan hasil observasi penggunaan LKS dalam

pembelajaran, sedangkan data kepraktisan LKS diperoleh dari hasil penilaian LKS

oleh guru dan hasil pengisian angket respon siswa.

5. Evalusi (Evaluation)

Tahap selanjutnya adalah evaluasi terhadap LKS yang telah diujicobakan.

Evaluasi yang dilakukan adalah dengan menganalisis data hasil penilaian LKS oleh

guru, hasil pengisian angket respon siswa, hasil tes tertulis, dan hasil observasi

penggunaan LKS dalam pembelajaran. Selanjutnya LKS direvisi kembali sesuai

tanggapan guru dan siswa, sehingga LKS dapat digunakan kembali dalam proses

pembelajaran.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini meliputi:

1. Guru matematika SMP

34
Guru matematika sebagai subjek penelitian ini adalah 2 guru matematika SMP

Negari 3 Berbah. Guru matematika akan memberikan penilaian dan masukan

terhadap LKS yang dikembangkan dengan mengisi lembar penilaian LKS

untuk guru.

2. Siswa SMP kelas VII

Siswa SMP kelas VII sebagai subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA

SMP Negeri 3 Berbah sebanyak 32 siswa. Siswa akan mengerjakan tes tertulis

setelah mengikuti pembelaharan menggunakan LKS dan memberikan

tanggapan dan masukan terhadap LKS yang dikembangkan dengangan

mengisi angket resspon siswa.

D. Setting Penelitian

Implementasi LKS dilakukan pada Bulan September 2012 di SMP Negeri 3

Berbah.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Instrumen untuk mengukur kevalidan LKS

a. Lembar penilaian LKS untuk ahli materi

Lembar penilaian ahli materi ini diberikan kepada 2 dosen ahli materi untuk

menilai LKS, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan kevalidan LKS.

Penilaian ahli materi ini bertujuan untuk mengetahui komentar dan saran perbaikan

dari ahli materi yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

perbaikan LKS dan mengetahui layak tidaknya LKS diujicobakan di sekolah.

Penilaian ahli materi terdiri dari beberapa aspek yaitu aspek kualitas materi

35
LKS, aspek kesesuaian LKS dengan syarat didaktik, aspek kesesuaian LKS dengan

syarat konstriksi, dan kesesuaian LKS dengan pendekatan pembelajaran berbasis

masalah.

Lembar penilaian untuk ahli materi ini disusun dalam 32 butir penilaian

berbentuk dengan 4 alternatif jawaban yaitu sangat baik (4), baik (3), kurang baik (2)

dan tidak baik (1).

b. Lembar penilaian LKS untuk ahli media

Lembar penilaian ahli media ini diberikan kepada 2 dosen ahli media untuk

menilai LKS, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam menentukan kevalidan LKS.

Penilaian ahli media ini bertujuan untuk mengetahui komentar dan saran perbaikan

dari ahli media yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

perbaikan LKS dan mengetahui layak tidaknya LKS diujicobakan di sekolah.

Penilaian ahli materi dilihat dari aspek kesesuaian LKS dengan syarat teknis.

Lembar penilaian untuk ahli media ini disusun dalam 20 butir penilaian

dengan 4 alternatif jawaban yaitu sangat baik (4), baik (3), kurang baik (2) dan tidak

baik (1).

2. Instrumen untuk mengukur kepraktisan LKS

a. Lembar penilaian LKS untuk guru

Lembar penilaian LKS untuk guru ini diberikan kepada 2 guru matematika

untuk mengukur aspek kepraktisan LKS. Penilaian guru ini bertujuan untuk

mendapatkan data mengenai penilaian guru sebagai pengguna terhadap LKS yang

dikembangakan. Penilaian guru terdiri dari 5 aspek yaitu aspek kualitas materi LKS,

aspek kesesuaian bahasa, aspek teknik penyajian, aspek kemudahan, dan aspek

keterbantuan.

36
Lembar penilaian untuk guru ini disusun dalam 27 butir penilaian dengan 4

kategori jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat

tidak setuju (STS).

b. Angket respon siswa

Angket respon siswa ini diberikan kepada 32 siswa kelas VIIA SMP untuk

mengukur aspek kepraktisan LKS. Angket ini bertujuan mendapatkan data mengenai

pendapat siswa tentang proses pembelajaran menggunakan LKS . Angket respon

siswa terdiri dari 4 aspek yaitu aspek kemenarikan, aspek kemudahan, aspek

keterbantuan, dan aspek sikap siswa.

Angket respon siswa ini disusun dalam 22 butir pernyataan terdiri dari 15

pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif. Angket ini disusun dengan 4 kategori

jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju

(STS).

3. Instrumen untuk mengukur keefektifan LKS

a. Soal tes tertulis

Tes tertulis digunakan untuk mengukur aspek keefektifan LKS. Tes tertulis

dilakukan pada akhir pembelajaran menggunakan LKS kepada 32 siswa kelas VIIA

SMP untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menggunakan LKS yang telah

dikembangkan. Dari hasil tes tertulis ini diketahui persentase ketuntasan belajar

klasikal untuk menentukan kriteria keefektifan LKS. Soal Tes tertulis ini terdiri dari

5 soal uraian.

b. Lembar observasi penggunaan LKS

Lembar observasi penggunaan LKS digunakan untuk memperoleh data

mengenai keterlaksanaan penggunaan LKS pada saat pembelajaran. Lembar observasi

37
ini diisi oleh observer yang melakukan bservasi selama proses pembelajaran

berlangsung. Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan penggunaan LKS

selama proses pembelajaran dan kendala-kendala yang dihadapi selama menggunakan

LKS.

F. Jenis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian pengembangan ini, maka jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Data proses pengembangan LKS berbasis masalah pada materi bilangan bulat

sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Data ini berupa data deskriptif

meliputi data sesuai dengan model pengembangan yang dipilih, yaitu ADDIE

(data analysis, design, development, implementation, dan evaluation).

2. Data kuantitatif mengenai kualitas kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan

LKS yang dikembangkan yaitu: data hasil penilaian LKS oleh ahli materi dan

ahli media, data hasil penilaian LKS oleh guru, data hasil angket respon siswa,

data hasil tes tertulis, dan data hasil observasi penggunaan LKS.

G. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah dalam menganalisis kreiteria kualitas LKS yang

dikembangkan yang terdiri dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan adalah

sebagai berikut.

1. Analisis kevalidan LKS

Data kevalidan LKS diperoleh dari hasil penilaian LKS oleh ahli materi dan

hasil penilaian LKS oleh ahli media, data yang diperoleh akan dianalisis secara

kuantitatif untuk mengetahui kinerja kelayakan LKS. Langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut.

38
1. Tabulasi data hasil penilaian LKS oleh ahli dengan mengubah data kualitatif

menjadi data kuantitatif dengan pedoman penskoran sebagai berikut.

Tabel 4. Pedoman Penskoran Lembar Penilaian LKS untuk Ahli


Kategori Skor
Sangat baik 4
Baik 3
Cukup baik 2
Tidak baik 1
2. Menghitung skor total, Xt, dan 5b; berdasarkan tabulasi data.

3. Mengkonversi skor total menjadi data kualitatif berdasarkan kriteria

penilaian berikut:

Tabel 5. Konversi Skor Data Kuantitatif menjadi Data Kualitatif


Rentang Skor Nilai Kriteria Kualitatif
X > Xf + 1,805b; A Sangat baik
X,- + 0,605b; < X ≤^ + 1,805b; B Baik
X,- — 0,605b; < X ≤^ + 0,605b; C Cukup baik
Xi — 1,805b; < X≤X^ — 0,605b; D Kurang baik
X > Xi — 1,805b; E Sangat kurang baik
(Eko Putro Widoyoko, 2009: 238)

Keterangan:

X : skor total

Xt : rata-rata ideal
—1
X[ = ^ x (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)

Sfy : simpangan baku ideal

1
Sb[ = ^ x (skor maksimum ideal — skor minimum ideal)

LKS yang dikembangkan dikatakan memiliki kevalidan yang baik jika

minimal tingkat kevalidan yang dicapai masuk dalam kategori baik. Selain itu jika

kevalidan minimal mencapai kategori baik maka LKS layak untuk diujicobakan

dalam pembelajaran matematika.

39
2. Analisis kepraktisan LKS

a. Analisis hasil penilaian LKS oleh guru

Data kepraktisan LKS yang diperoleh dari hasil penilaian LKS oleh guru akan

dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui kriteria kualitatif LKS. Langkah-

langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Tabulasi data hasil penilaian LKS oleh guru dengan mengubah data kualitatif

menjadi data kuantitatif dengan pedoman penskoran sebagai berikut:

Tabel 6. Pedoman Penskoran Lembar Penilaian LKS untuk Guru


Kategori Skor
Sangat setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak setuju (TS) 2
Sangat tidak setuju (STS) 1
2. Menghitung skor total, Xi, dan Sb* berdasarkan tabulasi data.

3. Mengkonversi skor total dari hasil penilaian LKS oleh guru ke dalam tabel

konversi skor (tabel 5).

LKS yang dikembangkan memiliki derajat kepraktisan yang baik jika

berdasarkan hasil lembar penilaian guru minimal masuk dalam kategori baik.

b. Analisis hasil angket respon siswa

Data kepraktisan LKS yang diperoleh dari hasil angket respon siswa akan

dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui kriteria kualitatif LKS. Langkah-

langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Tabulasi data hasil angket respon siswa dengan mengubah data kualitatif

menjadi data kuantitatif dengan pedoman penskoran sebagai berikut:

Tabel 7. Pedoman Penskoran Angket Respon Siswa

40
Skor
Kategori Pernyataan Pernyataan
positif negatif
Sangat setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak setuju (TS) 2 3
Sangat tidak setuju (STS) 1 4

2. Menghitung skor total, Xt, dan Sbt berdasarkan tabulasi data.

3. Mengkonversi skor total dari hasil angket respon siswa ke dalam tabel

konversi skor (tabel 5).

LKS yang dikembangkan memiliki derajat kepraktisan yang baik jika

berdasarkan hasil angket respon siswa minimal masuk dalam kategori baik.

3. Analisis Keefektifan LKS

a. Analisis hasil tes tertulis

Data keefektifan LKS diperoleh dari hasil tes tertulis. Hasil tes tertulis

dikoreksi dan dinilai berdasarkan pedoman penskoran yang telah ditentukan.

Langkah-langkah analisis keefektifan LKS adalah sebagai berikut.

1. Menghitung nilai yang diperoleh masing-masing siswa sesuai dengan

pedoman penskoran untuk menentukan ketuntasan belajar individu.

Ketuntasan belajar individu untuk SMP Negeri 3 Berbah minimal 75.

2. Nilai dari hasil tes tertulis dihitung rata-ratanya dengan cara yaitu:
_ _ £x
n

Keterangan:

x : rata-rata nilai tes tertulis

Z x : jumlah nilai tes tertulis seluruh siswa n :

banyaknya siswa

3. Mengubah nilai rata-rata menjadi nilai kualitatif kemudian diklasifikasikan

41
berdasarkan kriteria dengan menggunakan acuan pada tabel berikut.
Tabel 8. Kriteria Hasil Belajar Siswa
No Nilai kuantitatif (angka) Nilai huruf Kriteria
1 x ≥ 85 A Sangat Baik
2 75 ≤ x <85 B Baik
3 65 ≤ x < 75 C Cukup
4 45 ≤ x < 65 D Kurang
5 x ≤ 45 E Sangat Kurang

Berdasarkan hasil belajar siswa, LKS dikatakan efektif dalam pembelajaran

jika minimal hasil belajar seluruh siswa mencapai kriteria baik. Setelah dilakukan

analisis untuk menentukan kriteria kualitatif hasil belajar siswaselanjutnya dilakukan

analisis ketuntasan belajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menghitung persentase ketuntasan belajar secara klasikal dengan cara:


banyaknya siswa yang tuntas
p = : ---- , . ----- --------------- x 100%

banyaknya siswa yang ikut tes

2. Selanjutnya kriteria ketuntasan belajar secara klasikal mengacu pada tabel

berikut:

Tabel 9. Kriteria Ketuntasan Belajar Klasikal


No Presentase Ketuntasan Kriteria kualitatif
1. p > 80 Sangat baik
2. 60 < p ≤ 80 Baik
3. 40 < p ≤ 60 Cukup
4. 20 < p ≤ 40 Kurang
5. p ≤ 20 Sangat kurang
(Eko Putro Widoyoko, 2009: 242)

Keterangan:

p : presentase ketuntasan belajar klasikal

Dalam penelitian ini, LKS yang dikembangkan dikatakan efektif jika minimal

presentase ketuntasan belajar klasikal tes tertulis mencapai kriteria baik.

42
b. Analisis hasil observasi penggunaan LKS

Data keefektifan LKS yang diperoleh dari hasil observasi penggunaan LKS

akan dianalisis secara kuantitatif untuk mengetahui kriteria kualitatif penggunaan

LKS. Langkah-langkar yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tabulasi data hasil observasi penggunaan LKS dengan mengubah data

kualitatif menjadi data kuantitatif dengan pedoman penskoran 1 untuk

jawaban “Ya” dan 0 untuk jawaban “Tidak”.

2. Menghitung skor tiap pertemuan danp berdasarkan tabulasi data.

3. Mengkonversi p dari hasil observasi penggunaan LKS menjadi data kualitatif

kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria dengan menggunakan acuan

pada tabel berikut.

Tabel 10. Kriteria Observasi Penggunaan LKS


Rentang Presentse Kriteria
x ≥ 85 Sangat Baik
70 ≤ x < 85 Baik
50 ≤ x < 70 Kurang Baik
x < 50 Tidak Baik
(Yuni Yamasari, 2010: 4)
Keterangan:

p : presentase keterlaksanaan penggunaan LKS dalam pembelajaran

Skor tiap pertemuan


p = —: ------ --------------- x 100%
skor maksimum

LKS yang dikembangkan dapat dikatakan efektif dalam pembelajaran jika

berdasarkan hasil observasi minimal masuk dalam kategori baik.

43
44

Anda mungkin juga menyukai