Anda di halaman 1dari 13

Alexandra Mahandita

November 3, 2014March 26, 2015

Pancasila dalam Kajian Sejarah

Pancasila Dalam Kajian Sejarah

KATA PENGANTAR

Sebuah Negara pada hakikatnya dibangun berdasarkan suatu landasan yang kemudian dijadikan
dasar Negara. Pengertian dasar negara sendiri yaitu alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia pun juga
dibangun berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa Indonesia
sejak dahulu. Nilai-nilai essensial yang terkandung dalam Pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup.
Pancasila sering juga disebut dengan ilmu yang bersifat ilmiah. Ilmu baru bisa dikatakan ilmiah
apabila ilmu itu mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat universal 
Menilik sejarah bangsa Indonesia, proses terbentuknya negara dan bangsa Indonesia sendiri yaitu
sejak zaman batu kemudian timbulnya kerajaan-kerajaan pada abad ke IV, ke V kemudian dasar-
dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya kerajaan
Sriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di
Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Dalam kaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia, Pancasila dibagi menjadi 5 era, yaitu:
1. Era Pra Kemerdekaan
2. Era Kemerdekaan
3. Era Orde Lama
4. Era Orde Baru
5. Era Reformasi

Berikut ini kajian pancasila dalam ke-5 era tersebut beserta kekurangan, kelebihan, serta kesimpulan
dan solusi atas permasalahan yang muncul di era tersebut!

A.Era Pra Kemerdekaan


1. Zaman Pra Sejarah
Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam pertengahan zaman tersier, kira-
kira 60 juta tahun silam. Baru pada zaman quarter yang dimulai sekitar 600.000 tahun yang silam
Indonesia didiami oleh manusia berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan. Berdasarkan artefak yang
mereka tinggalkan, mereka mengalami hidup tiga zaman yaitu: Paleolitikum, Mesolitikum,
Neolitikum.
Pada masa prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari kehidupan mereka adalah nilai-nilai Pancasila itu
sendiri. Yaitu:
1. Nilai Religious
Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya kuburan serta kerangka di
dalamnya. Selain itu juga ditemukan alat-alat yang digunakan untuk aktivitas religi seperti upacara
mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan
menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat
yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia manusia dan roh leluhur.
2. Nilai Perikemanusiaan
Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan
yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal
ini menggambarkan perilaku berbuat baik terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya
merupakan wujud kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal sistem barter
antara kelompok pedalaman dengan pantai dan persebaran kapak. Selain itu mereka juga menjalin
hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini menandakan bahwa mereka sudah bisa menjalin
hubungan sosial.
3. Nilai Kesatuan
Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia, sehingga muncul
kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan teori perbandingan bahasa
menurut H.Kern dan benda- benda kebudayaan Pra Sejarah Von Heine Gildern. Kecakapan berlayar
karena menguasai pengetahuan tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya
kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lautan juga
merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah sebabnya mereka menyebut negerinya dengan
istilah Tanah Air.
4. Nilai Musyawarah
Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka sudah memiliki aturan untuk
kepentingan bercocok tanam, sehingga memungkinkan tumbuh kembangnya adat sosial.
Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku yang dipimpin oleh
seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama
diantara yang sama).
5. Nilai Keadilan Sosial
Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti masyarakat pada saat itu
telah berhasil meninggalkan pola hidup foodgathering menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini
menunjukkan bahwa pada saat itu upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran
bersama sudah ada.

2. Kerajaan Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7
yupa (tiang batu). Diyakini prasasti tersebut berasal dari kerajaan yang bernama Kutai. Berdasarkan
prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman
keturunan dari Kudungga. Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah
kepada Brahmana dan para Brahmana membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih kepada Raja
yang dermawan.
Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-
nilai politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para brahmana.

3. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Wijaya, di bawah kekuasaaan
bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat
Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M. yang ditulis dalam bahasa melayu kuno huruf
Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci
lalu-lintas laut di sebelah barat dikuasainya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka (775).
Pada zaman itu kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan Asia
Selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang
disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat
mudah untuk memasarkan dagangannya. Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat
pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis
pembangunan gedung-gedung dan patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam
menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan.
Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agama Budha, yang
sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar
terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta
sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari India yang
mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam suatu
negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya
dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).

4. Zaman Kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit


Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai
nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti.
Kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun
candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah
bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam
periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama
Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur muncullah kerajaan-kerajaan Isana
(pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) demikian juga kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja
Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam
beragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa
yang hidup berdampingan secara damai. Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah
mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini
menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir
dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan
memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai
nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga
memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang merupakan
nilai-nilai sila kelima.
Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian
sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.

5. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada
pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana
Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara.
Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah
“Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka
persatuan nasional yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda tapi tetap satu jua.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menteri-
menteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara raya sebagai berikut : ‘saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa jikalau
seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru,
Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan.
Dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk mengadakan hubungan bertetangga
dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Champa, dan Kamboja.
Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai-
nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17Agustus 1945.
6. Zaman Penjajahan
Setelah Majapahit rutuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam dengan
pesatnya di Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah Kerajaan-kerajaan Islam seperti
kerajaan Demak, dan mulailah berdatangan orang-orang eropa di nusantara, antara lain orang
Portugisa portgis yang kemudian di ikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat
tanaman rempah-rempah.
Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa
portugis. Namun lama kelamaan bangsa portugis mulai menunjukkan peranannya dalam bidang
perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511
dikuasai oleh Portugis.
Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan
diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang
bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan
istilah ‘Kompeni’.
Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan
penyerangan ke Bataviapada tahun 1628 dan 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun
Gubernur Jendral J .P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang ke dua itu.
Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka mataram menjadi bagian kekuasaan kompeni.
Dimakasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhsil juga dikuasai oleh kompeni tahun
(1667) dan timbulah perlawanan dari rakyat makasar dibawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah
banten (Sultan Agung Tirtoyoso) dapat di tundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684.
Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII, nampaknya tidak
mampu meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian Belanda pada awalnya
menguasai daerah-daerah yang strategis yang kaya akan hasil rempah-rempah pada abad ke XVII
dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer.
Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan
mengintensi an kekuasaan di Indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka
meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain : Pa imura di maluku
(1817), Baharudin di Palembang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran
Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam
perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di
tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya.
Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui tanam
paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban terhadap rakyat yang tidak berdosa.

7. Zaman Kebangkitan Nasional


Pada abad XX Di punggung Politik Internasional terjadilah pergolakan kebangkitan dunia Timur
dengan suatu kesadaran akan kekuatan sendiri. Partai Kongres di india dengan tokoh Tilak dan
Gandhi, adapun di indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan
nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan ini lah
yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki
kehormatan akan kemerdekaan dan kekuasaannya sendiri.
Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang merupakan pergerakan nasional,
sehingga segera setelah itu muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-
organisasi pergerakan nasional itu antara lain : Sarakat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian
dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi
Sarikat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto.
Berikutnya muncullah Indische Partij (1913),yang di pimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes
Dekker,Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih di kenal dengan nama Ki
Hajar Dewantoro), partai ini tidak menunjukkan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur
panjang karena pemimpinnya di buang di luar negeri (1913).
Dalam siuasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang
dipelopori oleh Soekarno, Cipto mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Perjuangan Nasional
Indonesia di titik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan Indonesia Merdeka. Tujuan u
kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain : M. Yamin,
Wongsonegoro, Kuncoro Purbo Pranoto, Serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan
kesatuan Nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, satu
bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali
dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan kesadaran berbangsa.
Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya dengan partai Indonesia
dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lai : Moh. Ha a, dan St.
Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan
Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri.

8. Zaman Sebelum Proklamasi


Pada tanggal 29 Mei 1945 dibentuk Suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuriti Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga di umumkan nama-nama Ketua, Wakil
ketua serta para anggota sebagai berikut :
Ketua (Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase ( Seorang anggota luar biasa)
(Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin )
Ketua Muda : R.P. Soeroso ( merangkap kepala)
(Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo ).
Nama para anggota Iin menurut nomor tempat duduknya dalam sidang adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno
2. Mr. Muh Yamin
3. Dr. R. Kusuma Atmaja
4. R. AbdulrahimPratalykrama
5. R. Aris
6. K. H. Dewantara dan masih banyak lagi yang lainnya
Sidang BPUPKI Pertama dilakukan untuk menentukan dasar Negara Indonesia. Sidang berlangsung
selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk berpidato menyampaikan usulannya adalah
sebagai berikut:
1. Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia
sebagai berikut :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan,
III. Peri Ketuhanan,
IV. Peri Kerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan )
V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial).
2. Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945)
Prof. Dr. Soepomo Mengemukakan teori-teori sbb:
(1). Teori negara perseorangan (individualis).
(2). Paham negara kelas (Class Theory)
(3). Paham negara Integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, adam muler Hegel (abad 18 dan 19).
Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan hal-hal
mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat.
3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI Pertama berikutnya adalah pidato dari Ir. Soekarno yang
disampaikan lisan tanpa teks, Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang
rumusannya adalah sbb :
1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
Soekarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan,
lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima
dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Oleh karena itu, ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.

Kesimpulan Kajian Pada Era Pra Kemerdekaan


a. Kelebihan:
1. Pada zaman prasejarah pun, masyarakatnya sudah mengenal nilai-nilai Pancasila dan sudah
diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari meskipun dalam bentuk yang sederhana
2. Pada zaman kerajaan-kerajaan, sudah muncul nilai-nilai luhur, seperti:
a. Kekeluargaan
b. Kebersamaan
c. Keadilan sangat ditegakkan
d. Persatuan diutamakan
e. Mempertahankan keamanan
f. Tidak membedakan kasta untuk mempin kerajaan. Pemilihan dilakukan melalui musyawarah.
Dan nilai-nilai luhur ini sudah mengandung asas Pancasila.
3. Setelah merasakan bagaimana rasanya dijajah, munculah keinginan untuk merdeka. Akan tetapi
keinginan itu masih belum dapat terwujud sepenuhnya. Meski begitu, kemunculan kesadaran anak
bangsa ini menjadi pelopor atas gerakan Sumpah Pemuda dan pertama kalinya mereka menyanyikan
lagu Indonesia Raya, lagu yang nantinya akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
4. Sewaktu diajajah Jepang pun, tak henti-hentinya para tokoh bangsa memperjuangkan untuk
kemerdekaan Indonesia. Dan mereka merumuskan dasar Indonesia dari nilai-nilai yang sudah ada
bahkan sejak zaman dulu. Sehingga rasa nasionalisme bangsa sangat tinggi.
b. Kekurangan:
1. Pada zaman kerajaan-kerajaan, masih banyak timbul perang saudara yang menyimpang dari nilai-
nilai persatuan bangsa.
2. Mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila yang luhur di antara masyarakat Indonesia, khususnya nilai
persatuan. Sehingga penjajah pun relative gampang untuk menjajah Indonesia.
3. Indonesia Negara yang sangat luas, sehingga masyarakatnya tidak saling mengenal. Dan saat
berjuang mengusir penjajah, mereka hanya berjuang untuk daerahnya. Bukan untuk kemerdekaan
Indonesia secara keseluruhan. Sehingga perjuangan mereka dapat ditumpas penjajah.
c. Kesimpulan dan solusi
Untuk mewujudkan kehidupan suatu Negara yang baik, nilai-nilai luhur Pancasila harus diterapkan
ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga rakyat Indonesia tidak ada yang tertinggal dalam
perekonomian, pendidikan, teknologi, serta sandang.

B. Era Kemerdekaan
Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial, dan
saat mulai berlakunya tertib hukum nasional.
2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas nasib sendiri
dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia.
Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta Wakilnya.
Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini:
1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)
Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel
resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27
Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain :
a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2)
b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-
mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat
2)
c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan
UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci.
d) Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu
persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan
kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”

2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950


Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik secara
politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan
UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
pemerintah negara…….” yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah
negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan
unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri
dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang
berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :
1. Negara Bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara
bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan
UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi
Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang rata-rata
hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun
program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan
menimbulkan pertentangan – pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta penyelewengan –
penyelewengan dalam masyarakat.
b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati perumusan
otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of Independence bangsa Indonesia.
Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun
bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia
Serikat.

Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang mendorong
Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Kajian Kesimpulan Pada Era Kemerdekaan
a. Kelebihan:
1. Rakyat Indonesia sudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan berusaha untuk
menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membnuat berbagai penyesuaian yang cocok dan padu dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Kekurangan:
1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. Baik itu dari segi politik, social, ekonomi.
2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal seharusnya Pancasila tidak
tergantikan.
c. Kesimpulan dan Solusi:
Keadaan di Indonesia masih terombang ambing dan tidak stabil. Lalu terjadi masalah yang alot di
konstituante sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.

C. Era Orde Lama


Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945,
Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu
demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung
didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-
kepentingan tertetnu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan
UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi
politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah
munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah
kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala
tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan
jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.

Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Lama


a. Kelebihan
1. Munculnya aksi-aksi positif dari masyarakat sebagai bentuk demokrasi.
b. Kekurangan
1. Munculnya komunisme dan liberalisme.
2. Meletusnya pemberontakkan G 30 S/PKI.
3. Sering jatuhnya kabinet.
4. Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang ironisnya dilakukan oleh Presiden Indonesia
sendiri.
c. Kesimpulan dan solusi
Pada masa orde lama ini banyak terjadi penyimpangan dalam badan UUD dan Pancasila. Juga terjadi
hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti munculnya liberlaisme dan komunisme. Puncaknya
yaitu saat G 30 S/PKI dan pemeritah dinilai tidak mampu mengatasinya sehingga Presiden Soekarno
memberikan mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan.

D. Era Orde Baru


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa juga
dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam artian tidak banyak gejolak
g p y gp g y g j
yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya
pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme
dari banyak kalangan.
Di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan
Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di
Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan
hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang
mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi”
Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk memperoleh
kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi
dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga sangat kental,
toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi.
Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal
dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik
itu organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan
Pancasila sebagai asas utamanya.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila, yaitu
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila,
terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Wawasan
Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme.
Kebijakan tersebut disosialisaikan pada seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk
penataran P4 untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA),
yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara
menyeluruh melalui Badan Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi
semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Seakan-
akan ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai dengan keinginan
penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendaknya. Sikap politik
masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan
mudahnya dikriminalisasi.
Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di
masyarakat, berdasarkan perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap
ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab
setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan
serta tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakat pun tidak menerima adanya penataran yang
tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang benar-benar pro-rakyat.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri
seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan
penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam
Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu
force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato
tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial”
dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”, serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber
tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974,
Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami
dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain Pancasila di Indonesia,
pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.
Meskipun dianggap Panccasila hal yang paling luhur dan diagung-agungkan, pada tahun-tahun
akhir pemerintahan Presiden Soeharto malah banyak timbul KKN dan meningkatnyta inflasi.
Hutang Indonesia semakin banyak dan ekonomi pun terpuruk. Puncaknya yaitu Mei 1998 yang
akhirnya menyebabkan Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh wakilnya B.J.
Habibie
Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Baru
a. Kelebihan
1. Pancasila betul-betul dilaksanakan secara nyata
2. Pada awal-awal, ekonomi Indonesia sangat kuat.
3. Membangun irigasi
4. Membentuk badan PPL
b. Kekurangan
1. Pancasila hanya dijadikan kedok untuk “pembenaran” pembangunan yang dilakukan
2. Adanya politisasi Pancasila
3. Semaraknya KKN
4. Tidak mampu menguasai pimpinan Negara
5. Terbatasnya kebebasan berpendapat (pers)
c. Kesimpulan dan Solusi
Meskipun pada awalnya Pancasila begitu diagung-agungkan, dan masa Orde Baru ini menunjukkan
kinerja positif, tetapi lama kelamaan hanya menjadi alat untuk orang yang berkepentingan. Sehingga
Indonesia mencapai masa terburuk pada tahun 1998. Peristiwa lengsernya Soeharto membawa
Indonesia pada era reformasi.
E. Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan
ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki
pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan,
peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola
berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya.
Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila
Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai
Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai berikut :
• Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari.
• Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
• Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan.
• Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
• Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu
falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian
bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana
pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika
dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang
memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru TNI
terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya
atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu
(philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya
perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan
aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal
titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu
pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai proses menggambarkan suatu
aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi,
eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah
beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik. Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan
dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan yang parameter kebenaran serta
kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu
sendiri. Aksilogis, yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan
efek pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan
secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila.
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di
abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya
untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan
persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di
era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila
sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai ceminan
kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang
bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.
Idealitasnya bahwa idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna,
melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para
warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif.
Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan dalam
kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi
kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai
hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai penyangga bagi
kehidupan bangsa dan negara.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat terkesan
masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan vitalnya. Sebab
utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila sebagai alat kekuasaan
yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini, yang
diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih konseptual,
komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Kajian Kesimpulan Pada Era Reformasi


a. Kelebihan
1. Munculnya kebebasan pers
2. Kembalinya jati diri bangsa Indonesia
b. Kekurangan
1. Masih banyak system yang berantakan
2. Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila.
3. Menjamurnya globalisasi
4. Kurangnya kepedulian akan Indonesia ini
c. Kesimpulan dan Solusi
Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga diwarnai dengan politisasi
uang. Sehingga percuma ada demokrasi. Demokrasi sudah hamper mati. Kurangnya juga
penanaman nilai- nilai pancasila dalam diri anak, sehingga tidak ada rasa cinta pada tanah air.
Solusinya, kita sebagai generasi muda harus berjuang memajukan Negara ini dengan Pancasila
sebagai pedoman dan pembimbing kita.

PENUTUP

Berdasarkan kenyataan tersebut maka untuk memahami Pancasila secara lengkap dan utuh tertama
dalam kaitannya dengan jati diri bangsa indonesia. Secara epistemologis sekaligus sebagai
pertanggung jawaban Ilmiah, bahwa Pancasila selain sebagai dasar negara Indonesia juga sebagai
pandangan hidup bangsa, jiwa dan kepribadian bangsa serta sebagai perjanjian luruh bangsa
indonesia pada waktu mendirikan negara.
Keputusan-keputusan lain adalah untuk membentuk panitia kecil yaitu: (1) panitia perancang
undang-undang dasar yang diketuai Ir. Soekarno, (2) Panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai
Drs. Moh. Ha a,(3) Panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso.
Untuk membentuk Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan Umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam suatu UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang maha Esa,
kebangsaan, Persatuan Indonesia , dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

DAFTAR REFERENSI

h p://grupsyariah.blogspot.com (h p://grupsyariah.blogspot.com)
h p://viper-conn.blogspot.com (h p://viper-conn.blogspot.com)
h p://rohimzoom.blogspot.com (h p://rohimzoom.blogspot.com)
h p://kuliahkumanajemenpendidikan.wordpress.com
(h p://kuliahkumanajemenpendidikan.wordpress.com)

Published by

Alexa

singe, song writer, guitarist, pianist | a dog lover | a learner View all posts by Alexa

 Tugas Kuliah, Pancasila, Sejarah, Semester 1, Tugas Leave a comment


Create a free website or blog at WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai