Anda di halaman 1dari 4

Sistem Imun – dr. Fairuz Quswain, Sp.PA, M.

Kes
Fungsi sistem imun - Pertahanan thdp invasi mikroba
- Membedakan sel diri dari sel asing
- Mengeliminasi/menetralisasi mikroba esktrasel
Pembagian sistem imun Innate (nonspecific)
Adaptive (antigen-specific)
Komponen pembangun sistem Imunitas humoral
imun  Diperantarai oleh protein antibodi terlarut
 Dihasilkan oleh limfosit B
Imunitas selular
 Diperantarai oleh limfosit
Cara kerja limfosit Limfosit B
- Menetralkan secara langsung mikroba ekstrasel
- Mengaktivasi komplemen & sel efektor tertentu (neutrofil &
makrofag) utk membunuh mikroorganisme
Limfosit T
- Secara langsung menghancurkan sasaran (oleh sel T sitotoksik)
- Memandu respons imun antimikroba sel lain dgn menghasilkan
mediator protein terlarut yg disebut sitokin (oleh sel T helper)
Catatan:
Limfosit B: sel B & antibodinya dpt mengenali dan berikatan pd
antigen yg utuh
Limfosit T: sel T hanya dpt melihat antigen yg telah diproses (dipecah
secara proteolitik menjadi bagian yg lebih kecil) dan yg disajikan oleh
APC (makrofag & sel dendrit) dlm molekul MHC,
selain memerlukan APC, sel T jg memerlukan sel efektor utk
menghilangkan rangsang yg menyerang
Limfosit T  Mengarahkan beragam unsur imunitas selular
 Penting utk menginduksi imunitas humoral yg berasal dr sel B, thdp
banyak antigen
 Berjumlah 60-70% dr limfosit dlm sirkulasi darah
 Diprogram secara genetik utk mengenali suatu fragmen peptida yg
diproses, menggunakan reseptor sel T (TCR) spesifik
Limfosit B  Berasal dr sumsum tulang, atau “B”
 Td atas 10-20% dr populasi limfosit perifer yg beredar dlm sirkulasi
 Tdpt dlm sumsum tulang, jar. limfoid perifer (limfonodus, limpa,
tonsil), serta dlm organ nonlimfoid (spt. traktus GI)
 5 isotipe Ig dasar: 95% antibodi dlm sirkulasi  IgG, IgM, IgA,
peranan IgE dan IgD relatif minimal
 Mengenali antigen melalui perm. monomerik IgM, yg disebut dgn
reseptor sel B (BCR)
 Spt. kompleks TCR-CD3, BCR berinteraksi dgn beberapa molekul
yg berfungsi utk transduksi sinyal dan utk melengkapi aktivasi sel B
Makrofag  Berperan dlm induksi & fase efektor respons imun
 Berperan penting dlm pemrosesan dan penyajian antigen ke sel T
helper CD4+  makrofag (bersama sel dendrit) mengeluarkan MHC
kls II
 Memfagosit (dan akhirnya membunuh) mikroba yg diikat oleh
antibodi dan/ komplemen
 Merupakan unsur efektor yg penting pd imunitas humoral
Sel dendrit  Sel yg memiliki morfologi dendritik mempunyai 2 tipe berbeda
secara fungsional:
1. Sel dendrit interdigitans (sel dendrit)
- Sel nonfagositik yg mengeluarkan molekul MHC kls II
dan kostimulator dlm kadar tinggi
- Tersebar luas, tdpt dlm jar. limfoid dan ruang interstitium
organ nonlimfoid (jantung & paru); sel Langerhans
epidermis
- Secara ideal sesuai utk menyajikan antigen ke sel T
CD4+
2. Sel dendrit folikular
- Terutama terletak pd sentrum germinativum folikel
limfoid dlm limpa & limfonodus
- Membawa reseptor Fc utk IgG shg secara efisien akan
menjerat antigen yg terikat pd antibodi
- Mempermudah pemeliharaan memori imunologis
- Penting dlm respons imun yg terus berlangsung
Sel Natural Killer  Berjumlah 10-15% limfosit darah perifer
 Mampu menghancurkan sel tumor, sel yg terinfeksi virus, dan
beberapa sel normal, tanpa sensitisasi sebelumnya
 Lapis pertama pertahanan bagian sistem imun bawaan thdp berbagai
macam serangan
Reaksi hipersensitivitas  Meskipun aktivasi imun menyebabkan dihasilkannya antibodi serta
respons sel T, respons tsb secara potensial dpt pula merusak jaringan
pejamu
 Istilah hipersensitivitas menunjukkan sensitivitas thdp suatu antigen
yg abnormal/berlebihan
 Rx hipersensitivitas dibagi ke dlm 4 tipe; 3 tipe pertama merupakan
variasi pd cedera yg diperantarai oleh antibodi, tipe ke-4 diperantarai
oleh sel
Hipersensitivitas tipe I:  Merupakan suatu respons jaringan yg terjadi secara cepat (dlm
alergi dan anafilaksis bilangan menit) stlh interaksi antara alergen dgn antibodi IgE, yg
sebelumnya berikatan pd perm. sel mast & basofil pd pejamu yg
tersensitisasi
 Dpt terjadi sbg rx lokal yg benar2 mengganggu (mis. rhinitis
musiman, atau hay fever) atau sgt melemahkan (asma) atau dpt
berpuncak pd suatu gangguan sistemik yg fatal (anafilaksis)
 Rx tipe I yg terlokalisasi mempunyai 2 fase:
(1) Respons awal  ditandai dgn vasodilatasi, kebocoran
vaskular, dan spasme otot polos; biasanya muncul dlm rentang
waktu 5-30 menit stlh terpajan oleh alergen; menghilang stlh
60 menit
(2) Rx fase lambat  muncul 2-8 jam kemudian dan
berlangsung selama beberapa hari; ditandai dgn infiltrasi
eosinofil dan sel peradangan akut & kronis lainnya pd
jaringan, dan penghancuran jaringan dlm bentuk kerusakan sel
epitel mukosa
 Diperantarai oleh antibodi IgE
 Dimulai dgn pajanan awal thdp alergen  alergen merangsang
induksi sel T CD4+ tipe TH2  sel CD4+ mensekresi sitokin IL-4 &
IL-5 terutama yg menyebabkan produksi IgE oleh sel B, yg akan
bertindak sbg faktor pertumbuhan utk sel mast, serta merekrut &
mengaktivasi eosinofil  antibodi IgE berikatan pd reseptor Fc
berafinitas tinggi pd sel mast & basofil  menimbulkan
hipersensitivitas tipe I
 Pajanan ulang thdp alergen yg sama mengakibatkan pertautan silang
pd IgE yg terikat sel dan memicu suatu kaskade sinyal intrasel shg
terjadi pelepasan beberapa mediator kuat (mediator primer &
sekunder)
Mediator primer:
- Histamin  mediator praformasi terpenting, menyebabkan
meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi,
bronkokonstriksi, dan meningkatnya sekresi mukus
- Adenosin (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat
agregasi trombosit) serta faktor kemotaksis utk neutrofil &
eosinofil
- Mediator lain dlm matriks granula  heparin & protease
netral
Mediator sekunder:
- Mencakup 2 kelompok senyawa: mediator lipid & sitokin
- Mediator lipid  leukotrien, prostaglandin D2
- Sitokin  TNF, IL-1, IL-4, IL-5, dan IL-6
Manifestasi klinis  Dpt terjadi sbg gangguan sistemik atau rx lokal
hipersensitivitas tipe I  Pemberian antigen protein atau obat (mis. bee venom atau penisilin)
secara sistemik (parenteral) menimbulkan anafilaksis sistemik 
rasa gatal, urtikaria (bintik merah & bengkak), dan eritema kulit,
diikuti oleh kesulitas bernapas berat akibat bronkokonstriksi paru
dan diperkuat dgn hipersekresi mukus
 Rx lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pd tempat
tertentu sesuai jalur pemajanannya, spt. kulit (kontak, urtikaria),
traktus GI (ingesti, diare), paru (inhalasi, bronkokonstriksi) 
bentuk umum alergi kulit & makanan, hay fever, serta bentuk
tertentu asma = contoh rx anafilaksis yg terlokalisasi
 Pasien yg menderita alergi nasobronkial (termasuk hay fever dan
beberapa bentuk asma) seringkali mempunyai riwayat keluarga yg
menderita kondisi serupa
Hipersensitivitas tipe II:  Diperantarai oleh antibodi yg diarahkan utk melawan antigen target
bergantung antibodi pd perm. sel atau komponen jaringan lainnya
1. Reaksi yg bergantung komplemen
- Komplemen dpt memerantarai hipersensitivitas tipe II
melalui 2 mekanisme: lisis langsung dan opsonisasi
- Pd sitotoksisitas yg diperantarai komplemen, antibodi yg
terikat pd antigen perm. sel menyebabkan fiksasi
komplemen pd perm. sel yg diikuti lisis melalui MAC
- Rx yg diperantarai oleh antibodi terjadi pd keadaan sbb:
Rx transfusi
Erythroblastosis fetalis
Anemia hemolitik autoimun
Rx obat
Pemphigus vulgaris
2. Sitotoksisitas selular bergantung antibodi (ADCC)
- Bentuk jejas ini meliputi pembunuhan melalui jenis sel yg
membawa reseptor Fc IgG; sasaran yg diselubungi oleh
antibodi dilisiskan tanpa fagositosis ataupun fiksasi
komplemen
- Dpt diperantarai oleh berbagai macam leukosit, termasuk
neutrofil, eosinofil, makrofag, dan sel NK
3. Disfungsi sel yg diperantarai antibodi
- Pd beberapa kasus, antibodi yg diarahkan utk melawan
reseptor perm. sel merusak atau mengacaukan fungsi tanpa
menyebabkan jejas sel /pun inflamasi
- Pd myasthenia gravis, antibodi thdp AchR dlm motor end-
plate otot2 rangka mengganggu transmisi neuromuskular
 kelemahan otot
- Pd Graves’ disease, antibodi thdp TSHR merangsang sel
epitel tiroid  hipertiroidisme
Hipersensitivitas tipe III:  Diperantarai oleh pengendapan kompleks Ag-Ab (imun), diikuti dgn
diperantarai kompleks imun aktivasi komplemen dan akumulasi leukosit PMN
 Jejas akibat kompleks imun dpt bersifat sistemik jika kompleks tsb
terbentuk dlm sirkulasi mengendap dlm berbagai organ, atau
terlokalisasi pd organ tertentu (mis. ginjal, sendi, atau kulit) jika
kompleks tsb terbentuk dan mengendap pd tempat khusus
 Patogenesis penyakit kompleks imun sistemik dpt dibagi menjadi 3
tahap: (1) pembentukan kompleks Ag-Ab dlm sirkulasi, (2)
pengendapan kompleks imun di berbagai jaringan, shg mengawali
(3) rx radang, di berbagai tempat di seluruh tubuh
 Prototype (bentuk dasar) penyakit kompleks imun sistemik:
Rx arthus
Serum sickness akut
Lupus erythematosus sistemik
Bentuk tertentu dr glomerulonephritis akut
Hipersensitivitas tipe IV:  Merupakan mekanisme utama respons thdp berbagai macam
selular mikroba, termasuk patogen intrasel spt. Mycobacterium tuberculosis
dan virus
 Dpt pula menyebabkan kematian sel & jejas jaringan, baik akibat
clearance of infection normal maupun sbg respons thdp antigen
sendiri
 Diperantarai oleh sel T tersensitisasi secara khusus, bukannya
antibodi, dan dibagi lebih lanjut menjadi 2 tipe dasar:
1. Hipersensitivitas tipe lambat, diinisiasi oleh sel T CD4+ (tipe
TH1)
2. Sitotoksisitas sel langsung, diperantarai oleh sel T CD8+
 Prototype (bentuk dasar) penyakit:
Tuberculosis
Dermatitis kontak
Penolakan transplan

Anda mungkin juga menyukai