Anda di halaman 1dari 7

Wenny Oktaviani

G1A113052
Ulasan Farmakologi tentang Nonsteroid Anti-inflamation Drugs (NSAIDs)

Diklofenak
I. Farmakodinamik
Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai flurbiprofen
maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase (COX) yang kuat
dengan efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, dan potensinya jauh lebih besar
daripada indometasin, naproksen, atau beberapa senyawa lain. Dalam klasifikasi
selektivitas penghambatan COX, termasuk kelompok preferential COX-2 inhibitor.
II. Farmakokinetik
Absorpsi. Diklofenak diabsorpsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian oral;
konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 2 sampai 3 jam. Pemberian bersama
dengan makanan memperlambat laju absorpsi tetapi tidak mengubah jumlah yang
diabsorpsi. Distribusi. Ada efek lintas pertama yang bermakna sehingga biovabilitas
diklofenak hanya sebesar 50%. Obat ini banyak terikat pada protein plasma (99%), dan
waktu paruhnya dalam plasma 1 sampai 2 jam. Diklofenak berakumulasi dalam cairan
sinovial setelah pemberian oral yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang
dari waktu paruhnya dalam plasma. Metabolisme. Diklofenak dimetabolisme di hati
oleh isozim sitokrom P450 subfamili CYP2C menjadi 4-hidroksidiklofenak, metabolit
utama, serta bentuk terhidroksilasi lain. Ekskresi. Setelah mengalami glukuronidasi dan
sulfasi, metabolit tersebut diekskresi dalam urin (65%) dan empedu (35%).
III. Indikasi
Natrium diklofenak diizinkan penggunaannya dalam penanganan simtomatik jangka
lama pada artritis reumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Senyawa ini juga
berguna untuk penanganan jangka pendek cedera otot rangka akut, nyeri bahu akut
(bisipital tendinitis dan subdeltoid bursitis), nyeri pascaoperasi, dismenorea primer, dan
migren akut.
IV. Interaksi obat
Diklofenak (50 mg dan 75 mg, tablet salut enterik), dan misoprostol, suatu analog
prostaglandin E1 (200 g), telah diformulasikan bersama dalam suatu sediaan
(Arthrotec). Sediaan ini dirancang untuk mempertahankan efikasi diklofenak sambil
mengurangi frekuensi ulser dan erosi saluran cerna.
V. Efek samping
Efek saluran cerna merupakan efek yang paling umum terjadi, berupa perdarahan dan
pembentukan ulser atau perforasi dinding usus. Peningkatan aktivitas aminotransferase
hati dalam plasma terjadi pada sekitar 15% pasien – nilai ini dapat meningkat lebih dari
tiga kali lipat pada pasien osteoartritis. Respons lain yang tidak diinginkan terhadap
diklofenak antara lain efek SSP, ruam kulit, reaksi alergi, retensi cairan dan edema, dan
yang jarang, gangguan fungsi ginjal.
VI. Bentuk sediaan obat, dosis, dan cara pemberian
Sebanyak 4 formulasi oral tersedia: tablet dan kapsul pelepasan sedang (Cataflam dan
Zipsor), tablet pelepasan tertunda (Voltaren), tablet pelepasan diperpanjang (Voltaren-
XR), dan bubuk (Cambia). Diklofenak untuk penggunaan topikal tersedia dalam bentuk
gel (Voltaren) dan tempel transdermal (Flector). Selain itu, larutan mata diklofenak
Wenny Oktaviani
G1A113052
tersedia untuk penanganan radang pascaoperasi setelah pengangkatan katarak. Dosis oral
harian 100 sampai 200 mg, diberikan dalam beberapa dosis terbagi (50 mg 3 kali/hari,
atau 75 mg 2 kali/hari). Untuk migren, dapat diberikan satu paket bubuk (50 mg) yang
dilarutkan dalam 30-60 ml.
VII. Indeks keamanan kehamilan dan menyusui
Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak, ibu yang menyusui, atau wanita hamil.

Indometasin
I. Farmakodinamik
Indometasin merupakan derivat indol-asam asetat. Indometasin mempunyai sifat anti-
inflamasi yang menonjol dan analgesik-antipiretik yang mirip dengan turunan salisilat.
Indometasin mempunyai sifat analgesik yang berbeda dari efek anti-inflamasinya, dan
terbukti melalui kerja pusat dan kerja perifer. Indometasin merupakan suatu inhibitor
kuat siklooksigenase; obat ini juga menghambat motilitas leukosit polimorfonuklear.
Seperti banyak NSAID lain, indometasin mencegah berpasangannya fosforilasi oksidatif
pada konsentrasi di atas terapeutik dan menekan biosintesis mukopolisakarida.
II. Farmakokinetik
Absorpsi. Indometasin diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dari saluran cerna
setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak dalam plasma tercapai dalam 1 sampai 2 jam
pada subjek yang puasa tetapi mungkin agak lambat jika obat ini diminum setelah
makan. Distribusi. Indometasin sebanyak 90% terikat pada protein plasma dan juga
banyak yang terikat pada jaringan. Waktu paruh dalam plasma berubah-ubah, tetapi rata-
rata sekitar 2,5 jam. Konsentrasi obat ini dalam CSS rendah, tetapi konsentrasinya dalam
cairan sinovial sama dengan konsentrasi dalam plasma setelah 5 jam pemberian.
Metabolisme. Indometasin dikonversi terutama menjadi metabolit inaktif. Metabolit ini
antara lain terbentuk melalui O-demetilasi (sekitar 50%), konjugasi dengan asam
glukuronat (sekitar 10%), dan N-deasilasi. Konjugat dan mungkin indometasin sendiri
mengalami daur enterohepatik. Ekskresi. Beberapa metabolit ini dapat terdeteksi dalam
plasma; metabolit bebas dan metabolit terkonjugasi dieliminasi dalam urin, empedu, dan
feses. Antara 10-20% obat ini diekskresi dalam bentuk tidak berubah dalam urin, di
antaranya melalui sekresi tubulus.
III. Indikasi
Karena tingginya insidensi dan keparahan efek samping akibat pemberian jangka lama,
indometasin tidak umum digunakan untuk terapi analgesik atau antipiretik. Obat ini
berguna pada keadaan khusus, termasuk artritis gout akut, spondilitis ankilosa, dan
osteoartritis pada panggul dan juga efektif pada keadaan peradangan ekstra-artikular
seperti perikarditis dan pleuritis, serta sindrom Bartter. Pada gout akut, indometasin
menggantikan kolkisin sebagai terapi awal. Indometasin paling tidak mempunyai dua
kegunaan dalam pengobatan obstetri dan neonatal. Obat ini dapat digunakan sebagai
senyawa tokolitik untuk menekan kontraksi uterus pada persalinan dengan kehamilan
yang kurang dari 32 minggu. Selain itu, gagal jantung pada neonatus yang disebabkan
oleh duktus arteriosus yang terbuka dapat dikontrol dengan pemberian indometasin.
Terapi ini diindikasikan terutama bagi bayi prematur yang bobotnya antara 500 dan 1750
g, yang memiliki duktus arteriosus terbuka dan signifikan secara hemodinamik.
Wenny Oktaviani
G1A113052
Pengobatan dengan indometasin juga menurunkan insidensi dan keparahan hemoragia
intraventrikel pada neonatus yang bobotnya rendah.
IV. Interaksi obat
Konsentrasi indometasin total dalam plasma ditambah metabolit inaktifnya meningkat
pada pemberian bersamaan dengan probenesid, mungkin karena terjadi penurunan
sekresi indometasin di tubulus. Namun, indometasin tidak mengganggu efek urikosurik
probenesid. Indometasin dikatakan tidak memodifikasi efek obat antikoagulan oral.
Namun, pemberian bersamaan dapat membahayakan karena meningkatnya resiko
perdarahan saluran cerna. Indometasin mengantagonis efek natriuretik dan
antihipertensif furosemid; efek antihipertensif diuretik tiazid, senyawa bloker -
adrenergik, atau inhibitor enzim pengonversi angiotensin juga dapat berkurang.
V. Efek samping
Keluhan saluran cerna dan komplikasi terdiri atas anoreksia, mual, dan nyeri abdomen.
Ulser di saluran cerna bagian atas yang kadang disertai perforasi dan hemoragi,
pankreatitis akut, dan diare yang disertai dengan lesi usus karena ulser telah dilaporkan.
Beberapa kasus hepatitis dan ikterus yang fatal juga telah dilaporkan, walaupun jarang
terjadi. Efek SSP yang paling sering berupa sakit kepala bagian depan yang parah,
pusing, vertigo, light-headedness, dan kebingungan mental. Depresi parah, psikosis,
halusinasi, dan bunuh diri juga pernah terjadi. Indometasin juga dilaporkan menyebabkan
agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia. Hiperkalemia dapat terjadi akibat
hambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal. Alergi dapat timbul
dengan manifestasi urtikaria, gatal, dan serangan asma.
VI. Bentuk sediaan obat, dosis, dan cara pemberian
Sekitar dua pertiga pasien terbantu oleh penanganan dengan indometasin oral yang
diawali dengan dosis 25 mg 2-3 kali/hari. Karena efek samping indometasin tampak
ditoleransi lebih baik jika digunakan pada malam hari, dosis tunggal 75-100 mg dapat
pula diberikan. Indometasin juga tersedia dalam bentuk yang dapat diinjeksikan untuk
mengobati duktus arteriosus paten pada bayi prematur. Administrasi intravena 0,1-0,25
mg/kg setiap jam untuk 3 dosis.
VII. Indeks keamanan kehamilan dan menyusui
Indometasin dikontraindikasikan pada wanita hamil dan ibu menyusui, dan tidak
diberikan pada anak-anak kecuali untuk pengobatan duktus arteriosus paten.

Ibuprofen
I. Farmakodinamik
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat. Obat ini bersifat analgesik dengan daya
anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Pada dosis sekitar 2400 mg perhari, efek anti-
inflamasi ibuprofen setara dengan 4 g aspirin.
II. Farmakokinetik
Absorpsi. Ibuprofen diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral, dan konsentrasi
puncak dalam plasma teramati setelah 15 sampai 30 menit. Waktu paruh dalam plasma
sekitar 2 jam. Distribusi. Ibuprofen banyak (99%) terikat pada protein plasma, tetapi
obat ini hanya menduduki sebagian dari seluruh tempat ikatan obat pada konsentrasi
biasa. Ibuprofen melintas dengan lambat ke dalam ruang sinovial dan mungkin tetap
Wenny Oktaviani
G1A113052
berada pada konsentrasi yang lebih tinggi jika konsentrasi dalam plasma menurun.
Metabolisme. Ibuprofen dimetabolisme secara luas oleh hati. Ekskresi. Ekskresi
ibuprofen cepat dan sempurna. Lebih dari 90% dosis yang teringesti diekskresi dalam
urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolit utamanya adalah suatu senyawa
terhidroksilasi dan senyawa terkarboksilasi.
III. Indikasi
Indikasi yang diizinkan untuk penggunaan ibuprofen antara lain penanganan simtomatik
artritis reumatoid, osteoartritis, spondilitis ankilosa, dan artritis pirai akut; senyawa ini
juga digunakan sebagai analgesik untuk tendinitis, bursitis akut, dan dismenorea primer.
IV. Interaksi obat
Pemberian dengan warfarin harus diwaspadai karena adanya gangguan fungsi trombosit
yang memperpanjang masa perdarahan, walaupun ibuprofen tidak mengubah efek
antihipoglikemik warfarin. Ibuprofen dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis
furosemid dan tiazid, juga mengurangi efek antihipertensi obat -bloker, prazosin, dan
kaptopril. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin di ginjal.
Pemberian ibuprofen bersama aspirin mengantagonis efek aspirin terhadap trombosit
sehingga meniadakan sifat kardioprotektif aspirin.
V. Efek samping
Efek samping saluran cerna dialami 5-15% pasien yang menggunakan ibuprofen; nyeri
epigastrik, mual, nyeri ulu hati, dan rasa ‘penuh’ di saluran cerna merupakan gangguan
yang umum. Namun, insidensi efek samping ibuprofen ini lebih sedikit daripada dengan
aspirin atau indometasin. Efek samping lain ibuprofen yang lebih jarang, yaitu
trombositopenia, ruam kulit, sakit kepala, pusing, dan penglihatan kabur, dan pada
beberapa kasus, ambliopia toksik, retensi cairan, dan edema.
VI. Bentuk sediaan obat, dosis, dan cara pemberian
Ibuprofen disuplai dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet, dan gelcap mengandung 50-800
mg; dalam bentuk tetes oral; dan dalam bentuk suspensi oral. Hanya tablet 200 mg
(Advil, Nuprin, dan lain-lain) dapat diperoleh tanpa resep. Untuk artritis reumatoid dan
osteoartritis, dapat diberikan dosis harian sampai 3200 mg dalam dosis terbagi, walaupun
dosis total lazimnya 1200 sampai 1800 mg. Juga memungkinkan mengurangi dosis untuk
tujuan pemeliharaan. Untuk nyeri yang ringan sampai sedang, terutama nyeri dismenorea
primer, dosis lazimnya 400 mg setiap 4 sampai 6 jam sesuai keperluan. Obat ini dapat
diberikan dengan susu atau makanan untuk meminimalkan efek samping saluran cerna.
Untuk nyeri atau demam, ibuprofen intravena diberikan pada dosis 100-800 mg selama
30 menit setiap 4-6 jam.
VII. Indeks keamanan kehamilan dan menyusui
Ibuprofen tidak dianjurkan untuk digunakan oleh wanita hamil, atau oleh ibu yang
sedang menyusui bayi.

Piroksikam
I. Farmakodinamik
Piroksikam merupakan salah satu turunan oksikam, suatu golongan asam enolat yang
memiliki aktivitas anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Pada dosis yang dianjurkan,
piroksikam tampak ekuivalen dengan aspirin, indometasin, atau naproksen dalam hal
Wenny Oktaviani
G1A113052
penanganan artritis reumatoid jangka lama atau osteoartritis. Piroksikam merupakan
suatu obat anti-inflamasi yang efektif; potensinya sebagai inhibitor biosintesis
prostaglandin in vitro kira-kira sama dengan indometasin. Piroksikam juga dapat
menghambat aktivasi neutrofil yang tidak tergantung pada kemampuannya untuk
menghambat siklooksigenase; dengan demikian, diduga merupakan cara kerja anti-
inflamasi yang lain, meliputi penghambatan proteoglikanase dan kolagenase di dalam
tulang rawan.
II. Farmakokinetik
Absorpsi. Piroksikam diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral; konsentrasi puncak
dalam plasma terjadi dalam 2 sampai 4 jam. Antasid tidak mengubah laju dan banyaknya
absorpsi, tetapi makanan dapat mengubah laju absorpsi. Distribusi. Setelah diabsorpsi,
piroksikam banyak terikat pada protein plasma (99%). Pada keadaan tunak (misalnya
setelah 7 sampai 12 hari), konsentrasi piroksikam dalam plasma dan cairan sinovial kira-
kira sama. Piroksikam mengalami siklus enterohepatik, dan perkiraan waktu paruh dalam
plasma beragam; nilai rata-rata sekitar 50 jam. Metabolisme. Transformasi metabolik
utama pada manusia berupa hidroksilasi cincin piridil yang diperantarai sirokrom P450
(terutama oleh isozim subfamili CYP2C), dan Ekskresi. metabolit takaktif ini serta
konjugat glukuronidanya merupakan sekitar 60% dari obat yang diekskresi dalam urin
dan feses. Kurang dari 5% obat ini diekskresi dalam urin dalam bentuk tidak berubah.
III. Indikasi
Piroksikam digunakan dalam penanganan artritis reumatoid dan osteoartritis. Obat ini
juga telah digunakan dalam penanganan spondilitis ankilosa, gangguan otot rangka akut,
dismenorea, nyeri pascaoperasi, dan pirai akut.
IV. Interaksi obat
Pasien yang mengonsumsi litium harus dimonitor karena pemberian piroksikam yang
bersamaan dapat menurunkan ekskresi obat ini melalui ginjal dan menyebabkan
toksisitas.
V. Efek samping
Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna, antara lain yang berat adalah
tukak lambung. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala, dan eritema kulit.
VI. Bentuk sediaan obat, dosis, dan cara pemberian
Piroksikam tersedia dalam bentuk sediaan kapsul (Feldene) 10 mg dan 20 mg untuk
dikonsumsi secara oral dengan dosis lazim sehari 20 mg, kadang-kadang diberikan dalam
dua dosis. Karena diperlukan waktu yang lama untuk mencapai keadaan tunak, respons
terapeutik maksimal tidak dapat diharapkan sebelum 2 minggu.
VII. Indeks keamanan kehamilan dan menyusui
Piroksikam tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan ibu menyusui.

Celecoxib
I. Farmakodinamik
Celecoxib berdasarkan selektivitas penghambatannya termasuk ke dalam COX-2
selective NSAID. Celecoxib digunakan dalam klinis umumnya karena efek analgesik dan
anti-inflamasi yang dimilikinya.
Wenny Oktaviani
G1A113052
II. Farmakokinetik
Absorpsi. Biovabilitas celecoxib oral tidak diketahui, tetapi kadar puncak dalam
plasmanya terjadi dalam 2 sampai 4 jam. Distribusi. Celecoxib berikatan secara luas
(97%) dengan protein plasma. Rata-rata waktu paruh eliminasinya sekitar 11 jam
(berkisar dari 6 sampai 12 jam). Metabolisme. Celecoxib dimetabolisme terutama oleh
CYP2C9. Meskipun bukan merupakan substrat, celecoxib adalah inhibitor CYP2D6.
Sebagai contoh, celecoxib menghambat metabolisme metoprolol dan dapat berdampak
pada akumulasinya. Ekskresi. Sedikit obat diekskresikan dalam bentuk tak berubah;
kebanyakan diekskresikan dalam bentuk metabolit asam karboksilat dan glukuronida
dalam urin dan feses.
III. Indikasi
Celecoxib diizinkan penggunaannya dalam penanganan nyeri akut pada pasien dewasa,
osteoartritis, artritis reumatoid, artritis reumatoid yuvenil, spondilitis ankilosa, dan
dismenorea primer.
IV. Interaksi obat
Walaupun tidak berinteraksi untuk mencegah efek antiplatelet aspirin, celecoxib
kehilangkan keuntungannya terhadap pasien yang menderita gangguan saluran cerna
akibat pemberian NSAID tradisional, apabila digunakan bersama-sama dengan aspirin.
Pengalaman dengan celecoxib pada pasien yang memperlihatkan hipersensitivitas aspirin
terbatas.
V. Efek samping
Celecoxib menimbulkan resiko infark miokard dan stroke; hal ini menggambarkan
hubungan antara dosis dan resiko utama penyakit kardiovaskular. Efek yang didukung
oleh penghambatan produksi prostaglandin di ginjal – hipertensi dan edema – muncul
juga pada pemberian celecoxib. Resiko trombosis, hipertensi, dan aterogenesis
dipercepat dipadukan secara mekanik. Oleh karena itu, celecoxib harus dihindari oleh
pasien yang rentan terhadap penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular.
VI. Bentuk sediaan obat, dosis, dan cara pemberian
Celecoxib tersedia dalam bentuk kapsul (Celebrex), dan diberikan oral dengan dosis
tunggal 200 mg/hari atau terbagi menjadi dua dosis 100 mg untuk penanganan
osteoartritis. Dalam penanganan artritis reumatoid, dosis yang disarankan adalah 100-
200 mg dua kali/hari. Mengingat bahaya kardiovaskular yang ditimbulkannya, dokter
disarankan untuk menggunakan dosis serendah mungkin untuk waktu yang sesingkat
mungkin.
VII. Indeks keamanan kehamilan dan menyusui
Celecoxib tidak dianjurkan diberikan pada wanita hamil dan ibu menyusui.
Wenny Oktaviani
G1A113052
Daftar Pustaka

Brunton L, Chabner B, Knollman B. 2011. Goodman and Gilman’s: The pharmacological


Basis of Therapeutics 12th Edition. New York: McGraw-Hill

Brunton L, Chabner B, Knollman B. 2007. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi
Edisi X Volume I. Jakarta: EGC

Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, N. 2007. Farmakologi dan Terapi
Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Katzung, Bertram G. 1995. Farmakologi Dasar and Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai