SC Selesai 420
SC Selesai 420
ASUHAN KEBIDANAN
KELAHIRAN SEKSIO CAESARIA (SC)
II.ETIOLOGI
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan
janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah
hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
2
III.PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit,
luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena
insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif
akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini
juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
3
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka
peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi
sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.
4
Pathway SC
Nyeri melahirkan Tindakan SC
Ejeksi ASI
Perdarahan
Tidak efektif
Kekurangan
vol cairan &
Efektif
elektrolit
Nutrisi bayi
Hipovolemi terpenuhi
Kurang
Hb
informasi
tentang
perawatan
Kurang O2 payudara
Kelemahan Defisit
pengetahuan
Keletihan
Bengkak
Defisit
perawatan Menyusui tidak efektif
diri
IV. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
V. PROGNOSIS
1. Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah
yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada
dahulu.
2. Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten <
2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan
atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan
berlangsung.
3. Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara -
negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian
perinatal sekitar 4 - 7%.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan awal
Letakan pasien dalam posisi pemulihan
Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
Transfusi jika diperlukan
Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C.
8
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
1. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah
3. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kunuing
4. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
7. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri
3 jari dibawa pusat.
8. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
9. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
2 Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Kaji kesiapan bayi untuk menyusu
berhubungan dengan : keperawatan selama 3x24 melalui payudara
Fisiologis : jam menyusui efektif dengan Pantau keterampilan menyusu bayi
Ketidakadekuatan suplai kriteria hasil: Pantau kemampuan bayi mengisap,
ASI Asupan cairan dan makanan menelan dna bernafas
Anomali payudara ( missal adekaut Demonstrasikan breast care dan
putting yang masuk ke Bayi dapat pantau kemampuan klien untuk
dalam) mengkoordinasikan melakukan secara teratur
Ketidakadekautan reflex pengisapan dan penelana Pilih putting yang paling sesuai
menghisap bayi dengan pernafasan Tenangkan bayi sebelum menyusui
Payudara bengkak Cengkraman dan kompresi Sendawakan bayi dengan sering
bayi tepat pada areola Ajarkan cara mengeluarkan ASI
DS : mamae dengan benar, cara menyimpan,
Kelalahan maternal Pertumbuhan dan cara transportasi sehingga bisa
Kecemasan maternal perkembangan bayi dalam diterima oleh bayi
rentang normal Berikan dukungan dan semangat
Ibu terbebas dari nyeri tekan pada ibu untuk melaksanakan
DO : pada payudara pemberian Asi eksklusif
Bayi tidak mampu melekat Berikan penjelasan tentang tanda
pada payudara ibu dan gejala bendungan payudara,
ASI tidak menetes / infeksi payudara
memancar Anjurkan keluarga untuk
BAK bayi kurang dari 8 kali memfasilitasi dan mendukung klien
dalam 24 jam dalam pemberian ASI
Nyeri dan/atau lecet terus Diskusikan tentang sumber-sumber
menerus setelah minggu yang dapat memberikan
kedua informasi/memberikan pelayanan
Intake bayi tidak adekuat KIA
Bayi menghisap tidak terus Edukasikan :
menerus Berikan informasi mengenai :
Bayi menangis saat disusui Fisiologi menyusui
Bayi rewel dan manangis Keuntungan menyusui
terus dalam jam-jam Perawatan payudara
pertama setelah menyusui Kebutuhan diit khusus
Menolak untuk menghisap
Faktor-faktor yang
menghambat proses
menyusui
11
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan: keperawatan selama 3x 24 komprehensif termasuk lokasi,
Agen pencedera fisik jam pasien tidak mengalami karakteristik, durasi, frekuensi,
(prosedur operasi) nyeri, dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi,
Mampu mengontrol nyeri skala nyeri
(tahu penyebab nyeri, Observasi reaksi nonverbal dari
DS: mampu menggunakan ketidaknyamanan
Mengeluh nyeri tehnik non farmakologi Kontrol lingkungan yang dapat
untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu
DO: mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan
Tampak meringis Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
Bersikap protektif berkurang dengan Ajarkan tentang teknik non
(waspada, posisi menggunakan manajemen farmakologi: napas dalam,
menahan nyeri ) nyeri relaksasi, distraksi, kompres
Gelisah Mampu mengenali nyeri hangat/ dingin
Pucat (skala, intensitas, frekuensi Tingkatkan istirahat
Rentang perhatian dan tanda nyeri) Monitor vital sign sebelum dan
terbatas Menyatakan rasa nyaman sesudah pemberian analgesik
Frekwensi nadi setelah nyeri berkurang Kolaborasi :
meningkat Tanda vital dalam rentang Analgetik untuk mengurangi
Sulit tidur normal nyeri
Tekanan darah Tidak mengalami gangguan Edukasikan :
meningkat tidur Informasi tentang nyeri seperti
Pola nafas berubah penyebab nyeri, berapa lama
Nafsu makan berubah nyeri akan berkurang dan
Berfokus pada diri antisipasi ketidaknyamanan
sendiri dari prosedur
Diaforesis Penggunaan dosis, frekwensi, efek
samping obat
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Pantau tingkat kekuatan dan
berhubungan dengan : keperawatan selama 3x24 jam toleransi aktivitas
Kelemahan defisit perawatan diri teratas Pertimbangkan usia pasien ketika
dengan kriteria hasil: aktivitas perawatan diri
DS : Mampu melakukan aktivitas Fasilitasi pasien untuk berpakaian,
Menolak melakukan perawatan fisik dan pribadi menyisir rambut, berhias
perawatan diri secara mandiri dengan atau Pertahankan privasi pasien saat
tanpa alat bantu berpakaian
Monitor kemampuan klien untuk
perawatan diri yang mandiri.
12
6 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Auskultasi suara nafas, catat
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 3x 24 adanya suara tambahan
dengan: jam pasien menunjukkan Anjurkan pasien untuk istirahat
Hipersekresi jalan nafas keefektifan jalan nafas dan napas dalam
Sekresi yang tertahan dibuktikan dengan kriteria Posisikan pasien untuk
hasil memaksimalkan ventilasi
DS : Mendemonstrasikan batuk Keluarkan sekret dengan batuk
Dispnea efektif dan suara nafas atau suction
Sulit bicara yang bersih,tidak ada Monitor respirasi dan status O2,
Ortopnea sianosis dan dyspneu status hemodinamik
(mampu mengeluarkan Berikan O2 dengan menggunakan
DO: sputum, bernafas dengan nasal
Batuk tidak efektif mudah, tidak ada pursed Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Tidak mampu batuk lips) Atur intake cairan untuk
Sputum berlebih Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan.
Mengi, wheezing, ronkhi yang paten (klien tidak Pastikan kebutuhan oral / tracheal
kering merasa tercekik, irama suctioning.
Mekonium dijalan nafas nafas, frekuensi Auskultasi suara nafas sebelum
Gelisah pernafasan dalam rentang dan sesudah suctioning
Sianosis normal, tidak ada suara Informasikan pada pasien dan
Bunyi nafas menurun nafas abnormal) keluarga tentang suctioning
Frekuensi nafas berubah Mampu mengidentifikasikan Kolaborasi :
Pola nafas berubah dan mencegah faktor Berikan bronkodilator :
penyebab Edukasikan :
Saturasi O2 dalam batas Batuk dan tehnik nafas dalam
normal untuk memudahkan pengeluaran
Foto thorak dalam batas secret
normal Penggunaan peralatan pendukung
Perbahan sputum : warna,
jumlah, bau
13
7 Retensi urin berhubungan Setelah dilakukan tindakan Monitor intake dan output
dengan: keperawatan selama 3x 24 Monitor derajat distensi bladder
Block springter jam retensi urin pasien teratasi Instruksikan pada pasien dan
Disfungsi neurologis ( dengan kriteria hasil: keluarga untuk mencatat output
trauma urethra) Kandung kemih kosong urine
secara penuh Sediakan privacy untuk eliminasi
DS: Tidak ada residu urine >100- Stimulasi reflek bladder dengan
Sensasi penuh pada 200 cc kompres dingin pada abdomen.
kandung kemih Intake cairan dalam Monitor tanda dan gejala ISK
Dribbing rentang normal (panas,hematuria, perubahan bau
Bebas dari ISK dan konsistensi urine)
DO : Tidak ada spasme bladder Monitor penggunaan obat
Distensi kandung kemih Balance cairan seimbang antikolinergik
Disuria/anuria Kolaborasi
Inkontinensia berlebih Kateterisasi jika perlu
Residu urin 150 ml atau Obat antikolionergik
lebih Edukasikan :
Tanda dan gejala ISK
Pentingnya mengkonsumsi
cairan
Pelatihan pengosongan
kandung kemih
8 Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda dan gejala konstipasi
dengan : keperawatan selama 3x24 jam Monitor bising usus
konstipasi pasien teratasi Monitor feses : frekwensi,
Fisiologis : dengan kriteria hasil: konsitensi dan volume
Penurunan motilitas Pola BAB dalam batas Identifikasi faktor-faktor yang
gastrointestinal normal menyebabkan konstipasi
Kelemahan otot Feses lunak Jelaskan penyebab dan rasionalisasi
abdomen Cairan dan serat adekuat tindakan pada pasien
Aktivitas adekuat Dukung intake cairan
Hidrasi adekuat Jelaskan pada pasien manfaat diet
DS: (cairan dan serat) terhadap
Defekasi kurang dari 2 eliminasi
kali seminggu Dorong peningkatan aktivitas yang
Pengeluaran feses lama optimal
dan sulit Sediakan privacy dan keamanan
Mengejan saat defekasi selama BAB
Mual Jelaskan pada klien konsekuensi
Rasa rectal penuh menggunakan laxative dalam waktu
yang lama
DO: Konsultasikan dengan dokter
Feses keras tentang peningkatan dan
Peristaltik usus menurun penurunan bising usus
Distensi abdomen Kolaborasi jika ada tanda dan gejala
Kelemahan umum konstipasi yang menetap
Teraba massa pada Kolaborasi dengan ahli gizi diet
rectal tinggi serat dan cairan
Borbogiritmi Edukasikan :
Pentingnya diet tinggi serat dan
cairan
Menghindari mengejan pada
defekasi
Konsekuensi penggunaaan
laksatif pada jangka panjang
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Mubarak Wahid Iqbal, Cahyatin Nurul, Susanto Joko. 2015. Standar Asuhan keperawatan dan
Prosedur Tetap Dalam Praktik Keperawatan. . Jakarta : Salemba Medika
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA, Jilid 1. . Yogyakarta : Mediaction Jogja
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA, Jilid 2. . Yogyakarta : Mediaction Jogja
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA, Jilid 3. . Yogyakarta : Mediaction Jogja
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. . Jakarta : DPP PPNI
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka