Anda di halaman 1dari 9

NAPAS DALAM MENURUNKAN TINGKAT KELELAHAN PASIEN POST

HEMODIALISIS DI RUANG HEMODIALISIS RUMAH SAKIT

Astuti1, Kusmiran E2, Gatingingsih Y


1 STIKes Rajawali Bandung
2. Dosen Program Studi S1 Keperawatan STIKes Rajawali Bandung
3. Perawat RS Rajawali Bandung
Korespondensi enykusmiran@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang. Kelelahan adalah salah satu keluhan yang sering dijumpai pada pasien
hemodialisis. Pasien yang menjalani hemodialisis jarang mendapatkan penanganan karena keluhan
kelelahan atau gangguan psikologis lainnya, serta petugas kesehatan tidak banyak memperhatikan
masalah ini. Latihan pernafasan sebagai perawatan nonfarmakologis, disarankan untuk mengobati
atau membantu penyembuhan kelelahan pada pasien hemodialisis
Tujuan. untuk mengetahui pengaruh napas dalam terhadap tingkat kelelahan pasien post
hemodialisis di Rumah Sakit.
Metode.Penelitian ini menggunakan Quasy experiment dengan pre-post test without control.
Subyek penelitian berjumlah 26 orang. Analisis data menggunakan uji Mcnemar.
Hasil. Tingkat kelelahan pada pasien post hemodialisis sebelum dilakukan napas dalam yaitu 16
responden (61,5%). Tingkat kelelahan pada pasien post hemodialisis sesudah dilakukan napas
yaitu 6 responden (23,1%). Terdapat pengaruh antara napas dalam terhadap tingkat kelelahan pada
pasien post hemodialisis dengan nilai p sebesar 0,002 dan secara klinis terdapat perbedaan sebesar
38,4%.
Simpulan. Latihan pernafasan dalam dapat mengurangi tingkat kelelahan pada pasien
hemodialisis, oleh karena itu disarankan perawat untuk dapat mengembangkan intervensi
keperawatan untuk memperbaiki kelelahan pasca-dialisis pasien.

Kata Kunci : hemodialisis, kelelahan, napas dalam


DEEP BREATHING EXERCISE REDUCED LEVEL OF FATIQUE IN HEMODIALYSIS
PATIENTS

Astuti1, Kusmiran E2, Gatingingsih Y


1 STIKes Rajawali Bandung
2. Dosen Program Studi S1 Keperawatan STIKes Rajawali Bandung
3. Perawat RS Rajawali Bandung
Korespondensi enykusmiran@gmail.com

ABSTRACT

Background : Fatigue is one of the most frequent complaints of dialysis patients. The hemodialysis
patients rarely refer to treat their fatique and other psychological disorders, and health care
workers have little attention to this issue. Deep breathing exercise as a nonpharmacological care,
are suggested to treat or help to cure fatigue in patients on hemodialysis
The purpose of this study was to measure effect of deep breathing exercise on fatigue level in post
hemodialysis patient.
Method. This research used Quasy experiment design with pre-post test without control. The
subjects for this study were 26 patients who were receiving hemodialysis in outpatient dialysis
clinics in Hospital. Data was analyzed by Mcnemar test.
Result.Level of fatigue before deep breathing exercise was 16 subjects (61,5% ). Level of fatigue
after deep breathing exercise was 6 subjects (23,1%). There was significant difference level of
fatigue before and after deep breathing exercise (𝑃 = 0.002) and There was clinically difference
38,4%.
Conclusion.Deep breathing exercise could reduce the level of fatique in hemodialysis patients/
therefore it is suggested for nurses to develop a nursing intervention for improving their post-
dialysis fatigue.

Keywords: hemodialysis, fatigue, deep breathing exercise

PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan kedua ginjal ini bersifat
irreversible, eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vaskuler akibat diabetes
mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan jaringan parut
pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif (Baradero, 2009). Menurut Lewis,
2008 penyebab utama ESRD adalah diabetes nefrotik (45%), hipertensi (27%), glomerulonephritis
(8,5%), penyakit ginjal sistik dan penyebab lain (16,5%).
Kelelahan adalah salah satu keluhan pasien dialisis yang paling sering dikaitkan dengan gangguan
kualitas hidup terkait kesehatan (HRQOL). Prevalensi kelelahan berkisar antara 60% sampai 97%
pada pasien dengan terapi penggantian ginjal jangka panjang. Pentingnya kelelahan pada pasien
dengan penyakit ginjal ditegaskan dengan pengamatan bahwa 94% pasien hemodialisis
mendukung kemauan untuk menjalani dialisis lebih sering jika terjadi peningkatan tingkat energi
yang terkait [1, 2]. Kelelahan post-hemodialisis adalah gejala umum yang sering kali tidak dapat
disembuhkan dan dapat diperbaiki dengan penanganan yang lebih sering. Lindsay, dkk., Melihat
kelelahan pasca-dialisis pada 45 subjek dan menemukan hubungan positif antara "waktu untuk
pulih (minutes) dari HD" dan kelelahan; Pasien dengan waktu pemulihan lebih lama cenderung
memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi [3]. Juga, hubungan antara waktu pemulihan dan
kelelahan sangat kuat segera setelahnya

Hemodialisis sangat diperlukan pada klien dengan penyakit terminal seperti ESRD yang sudah
tak mampu lagi untuk disembuhkan. Pasien hemodialisis tergolong ke dalam asuhan keperawatan
kritis dengan pendekatan palliatif care, karena tindakan ini hanya mencegah kecacatan organ
berlanjut dan memperlambat kematian, tetapi tidak menyembuhkan penyakit ginjal. Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami perubahan perfusi diakibatkan karena ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit yang ada dalam tubuhnya karena proses hemodialisis, sehingga
mengakibatkan munculnya berbagai komplikasi intradialisis (Nekada, 2014).

Penelitian Sulistini, (2012), menyajikan hasil bahwa hemodialisis memiliki dampak bervariasi,
diantaranya komplikasi intradialisis, efek hemodialisis kronik berupa kelelahan. Kelelahan
memiliki prevalensi yang tinggi pada populasi pasien dialisis.Pada pasien yang menjalani
hemodialisis dalam waktu lama, gejala kelelahan dialami 82% sampai 90%.Jadwal hemodialisis
untuk ESRD harus terus dilakukan secara intermiten sepanjang hidup klien kecuali dengan
transplantasi ginjal yang berhasil dilakukan. Jadwal yang khas adalah 3 sampai 4 jam pengobatan
dalam 3 hari seminggu. Jadwal ini beragam dengan besarnya klien, jenis dialiser yang digunakan,
kisaran aliran darah, dan faktor-faktor lainnya (Black & Hawks, 2014).

Dalam penelitian Septiwi, (2013) menyatakan bahwa proses terapi hemodialisis yang
membutuhkan waktu selama 5 jam, umumnya akan menimbulkan stres fisik pada pasien setelah
hemodialisis. Pasien akan merasakan kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat
tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan efek hemodialisis. Adanya status nutrisi yang
buruk juga dapat menyebabkan penderita mengeluh malaise dan kelelahan. Selain itu kadar
oksigen rendah karena anemia akan menyebabkan tubuh mengalami kelelahan yang ekstrem
(kelelahan) dan akan memaksa jantung bekerja lebih keras untuk mensuplay oksigen yang
dibutuhkan.

Terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi kondisi kelelahan pada pasien
hemodialysis. Hasil penelitian Septiwi (2013) mengungkapkan kondisi yaitu uremia, anemia,
malnutrisi, dan depresi. Sindrom uremia pada pasien hemodialisis merupakan sumber masalah
utama penyebab terjadinya kelelahan, disamping dapat menyebabkan pasien kehilangan nafsu
makan, mual, muntah, letargi dan gangguan tidur (Lewis, 2008).

Beberapa terapi dan teknis medis alternatif dan komplementer bersifat umum dan menggunakan
proses alami seperti latihan pernapasan yaitu napas dalam. Napas dalam menggunakan jenis pola
pernapasan untuk merelaksasi, memperkuat, atau membuka jalur emosional (Black & Hawks,
2014). Napas dalam adalah latihan pernapasan yang paling sering dilakukan dikalangan medis
khususnya perawat.Selain mudah, ekonomis dan mampu merelaksasi, teknik napas dalam bisa
dilakukan kapan dan dimana saja.

METODE
Rancangan penelitian ini menggunakan quasy experimental pre-post test without control design.
Variabel dalam penelitian ini yaitu tingkat kelelahan sebelum dan tingkat kelelahan sesudah
dilakukan napas dalam. Populasi penelitian ini adalah pasien post hemodialisis yang menjalani
terapi hemodialisis di Rumah Sakit pada bulan Maret – April tahun 2016. Teknik sampel
menggunakan consecutive sampling pada 26 responden. kriteria inklusi adalah pasien yang
menjalani hemodialisis selama ≥ 6 bulan, dapat berkomunikasi dengan baik, mampu membaca dan
menulis dan bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah pasien yang tidak tuntas
menyelesaikan hemodialisis sesuai waktu yang telah ditetapkan, pasien dengan komplikasi yang
memperberat kelelahan seperti edema paru, riwayat asthma dan pasien yang terpasang terapi
oksigen intradialisis.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner tingkat kelelahan Fatigue Severity
Scale (FSS). FSS terdiri dari 9 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan memiliki pilihan
jawaban dari nomor 1 sampai 7. Keseluruhan skor dari 9 pertanyaan adalah 63 yang terbagi
menjadi 2 tingkat kelelahan yaitu : skor <36 diartikan tidak lelah dan skor ≥36 diartikan lelah.
Peneliti melakukan informed concent dan kontrak waktu kepada calon responden yang telah dipilih
meliputi penjelasan tentang tujuan, prosedur pelaksanaan, dan manfaat dari intervensi yang akan
diberikan. Data dianalisis menggunakan uji McNemar untuk mengetahui tingkat kelelahan
sebelum dan sesudah dilakukan napas dalam.

HASIL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kelelahan Responden Sebelum Dilakukan Napas
Dalam

Tingkat kelelahan n %
Tidak lelah 10 38,5
Lelah 16 61,5
Jumlah 26 100

Berdasarkan tabel 4.1 distribusi frekuensi tingkat kelelahan sebelum dilakukan napas dalam, dapat
dilihat hasil dari 26 responden menunjukkan bahwa sebanyak 10 responden (38,5%) tidak
mengalami kelelahan dan sebanyak 16 responden (61,5%) mengalami kelelahan pada pasien post
hemodialisis.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Kelelahan Responden Sesudah Dilakukan Napas
Dalam

Tingkat kelelahan n %
Tidak lelah 20 76,9

Lelah 6 23,1

Jumlah 26 100
Berdasarkan tabel 4.2 distribusi frekuensi tingkat kelelahan sesudah dilakukan napas dalam, dapat
dilihat hasil dari 26 responden menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (76,9%) tidak
mengalami kelelahan dan sebanyak 6 responden (23,1%) mengalami kelelahan pada pasien post
hemodialisis.

Tabel 4.3 Pengaruh Napas Dalam terhadap Tingkat Kelelahan pada Pasien Post
Hemodialisis
Tingkat Kelelahan
Sesudah dilakukan Napasa Dalam
Tidak Lelah Lelah Total p
Tingkat Kelelahan Tidak Lelah 10 0 10 0.002
Sebelum dilakukan
Napas Dalam
Lelah 10 6 16
Total 20 6 26
*uji McNemar

Tabel 4.3 menunjukkan perubahan tingkat kelelahan antara sebelum dan sesudah dilakukan napas
dalam secara statistik menunjukkan bahwa ada perubahan yang bermakna antara sebelum dan
sesudah dilakukan napas dalam

PEMBAHASAN
Kelelahan merupakan manifestasi yang umum terjadi pada sebagian besar penyakit akut dan kronis
ataupun pada fungsi organ yang sehat. Kelelahan dapat didefinisikan sebagai” perasaan lelah yang
berlebihan dan penurunan kapasitas kerja fisik serta mental”. Kelelahan merupakan indikasi awal
proses abnormal dan mungkin berkembang menjadi kondisi yang kronis dan semakin menurun
(Black & Hawks, 2014). Menurut Lewis (2008) bahwa kelelahan merupakan salah satu gejala yang
disebabkan oleh sindrom uremia yang dialami oleh pasien dengan kegagalan ginjal. Selain itu juga
kaitannya dengan pembatasan diet yang harus dipatuhi sehingga secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap intake nutrisi (Black & Hawks, 2014).

Napas dalam merupakan intervensi non farmakologi berupa suatu teknik pernapasan yang dapat
dilakukan secara mandiri untuk meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan perfusi oksigen ke
jaringan perifer. Pada umumnya pasien hemodialisis mengalami tingkat kelelahan dikarenakan
terganggunya homeostasis tubuh akibat akumulasi limbah produk metabolisme. Hemodialisis
merupakan terapi wajib yang harus dilakukan secara rutin untuk mengekskresikan akumulasi
limbah tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan bermakna mengenai tingkat
kelelahan pasien antara sebelum dan sesudah nafas dalam. Hal tersebut sesuai dengan konsep teori
yang menyatakan bahwa napas dalam merupakan salah satu teknik pernapasan secara mandiri
untuk meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan perfusi oksigen ke jaringan perifer dan
merupakan salah satu bentuk terapi yang mampu meringankan gejala kelelahan (Black & Hawks,
2014). Selain itu, napas dalam juga dapat dilakukan kapan dan dimana saja tidak harus dalam
pengawasan tenaga medis mengingat napas dalam tidak memiliki efek samping yang berbahaya.

Beberapa penelitian mengenai intervensi non farmakologi seperti latihan dan atau program olah
raga reguler memiliki peran penting dalam penurunan depresi di Pasien hemodialisis (Jahangir
Rezaei,1 Alireza Abdi,1 Mansour Rezaei,2 Jafar Heydarnezhadian, and Rostam Jalali, 2014).
Temuan penelitian di Turki (2004) telah menunjukkan bahwa berjalan 3 kali seminggu
meningkatkan keadaan fisik dan psikologis penderita hemodialisis. Hasil penelitian Su- Jeong Han
dan Hye- Won Kim (2015) menunjukkan ada korelasi positif yang signifikan antara kelelahan pasca-dialisis
dan penambahan berat badan (r = 0,18, p = 0,38). Terdapat korelasi positif yang signifikan antara
penambahan berat badan dan tingkat kelelahan. Korelasi positif yang signifikan antara kelelahan
pascaoperasi dan usia (r = .19, p = .035), komorbiditas (r = .14, p = .031), tekanan darah post dialisis (r = -
17, p = 0,04), perubahan berat (r = .14, p = .034), dan hemoglobin (r = - 27, p = .005). Juga, Usia,
komorbiditas tekanan darah pasca-dialisis, perubahan berat badan, dan nilai prediksi hemoglobin
menyumbang 16,8% varians pada kelelahan pasca-dialisis (F = 13,08, p <.001). Kelelahan memiliki
prevalensi yang tinggi pada populasi pasien dialisis. Pada pasien yang menjalani hemodialisis
dalam waktu lama, gejala kelelahan dialami 82% sampai 90%. Kelelahan terjadi tidak terlepas dari
karakteristik yang melekat pada pasien seperti penambahan usia, jenis kelamin, frekuensi napas,
lama menjalani hemodialisis, dan pekerjaan (Sulistini , 2012).

Kelelahan mempengaruhi kinerja peran individu dan status fungsional. Peran perawat di ruang
hemodialisa harus menekankan pentingnya pendekatan holistik terhadap pasien yang
mengeluhkan kelelahan seperti dengan teknik nafas dalam, karena kelelahan berpotensi
menurunkan kualitas hidup pasien tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan
keperawatan dengan pemberian nafas dalam terbukti menurunkan tingkat kelelahan pasien.
Perawat harus peduli untuk mengenali kelelahan pasca-dialisis sebagai masalah keperawatan yang
penting untuk pasien hemodialisis.

SIMPULAN
Tingkat kelelahan pada pasien post hemodialisis sebelum dilakukan napas dalam yaitu 16
responden (61,5%). Tingkat kelelahan pada pasien post hemodialisis sesudah dilakukan napas
yaitu 6 responden (23,1%). Terdapat pengaruh antara napas dalam terhadap tingkat kelelahan pada
pasien post hemodialisis dengan nilai p sebesar 0,002 dan secara klinis terdapat perbedaan sebesar
38,4%. Berdasarkan hasil tersebut maka disampaikan rekomendasi kepada pihak rumah sakit
untuk menerapkan nafas dalam sebagai salah satu tindakan keperawatan untuk menurunkan tingkat
kelelahan pasien yang menjalani hemodialysis. Rekomendasi bagi perawat di ruang hemodialisis
untuk dapat melakukan implementasi napas dalam sebagai tindakan dalam asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien.

REFERENSI
Baradero, M dkk. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Black & Hawks. (2014). Terjemahan Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
yang Diharapkan. Ed 8. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Black & Hawks.(2014). Terjemahan Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
yang Diharapkan Ed 8 Buku 2. Jakarta: Salemba Medika
Dharma KK. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan : panduan melaksanakan dan
menerapkan hasil penelitian. Jakarta: Trans Info Media
Jahangir Rezaei,1 Alireza Abdi,1 Mansour Rezaei,2 Jafar Heydarnezhadian, and Rostam Jalali.
(2014). Effect of Regular Exercise Program on Depression in Hemodialysis Patients.
International Scholarly Research Notices . Available at
http://dx.doi.org/10.1155/2015/182030
Lewis. (2008). Medical Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical Problems
Seventh Edition Volume 2. Philippines: Mosby Elsevier.
Lubis, N. L. (2009). Depresi: Tinjauan Psikologis. Jakarta: Prenada Media Grup
Nekada, C et al. (2014). Pengaruh Gabungan Relaksasi Napas Dalam Dan Otot Progresif Terhadap
Komplikasi Intradialisis Di Unit Hemodialisis Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
[Serial Online] [Cited 2015 September 23].
Septiwi, C. (2013) Pengaruh Breathing Exercise terhadap level fatigue pada pasien hemodialisa di
RSPAD Gatot Subroto Jakarta. [serial Online] [Cited 12 Mei 2015].
Sulistini, R. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue pada pasien yang menjalani
hemodialysis.Jurnal Keperawatan Indonesia. Volume 15. No. 2, Juli 2012, hal; 75-
82.[serial Online] [Cited 12 Mei 2015

Su- Jeong Han & Hye- Won Kim (2015). Influencing Factors on Post-Dialysis Fatigue in
Hemodialysis Patients. International Journal of u- and e- Service, Science and
Technology Vol.8, No. 10 pp.151-158. Available at
http://dx.doi.org/10.14257/ijunesst.2015.8.10.15

Anda mungkin juga menyukai