Berbagai bentuk serangan, konspirasi, dan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang
musyrik Mekah telah menyebabkan Nabi dan sejumlah besar kaum Muslimin hijrah
meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka di Mekah menuju ke Madinah.
Kelompok tersebut dalam sejarah Islam disebut dengan kaum Muhajirin. Sebagian warga
Madinah yang telah beriman kepada Nabi Saw dan menerima kedatangan kaum Muhajirin
disebut kaum Anshar. Guna menguatkan hubungan persaudaraan di antara kedua kelompok
ini, Nabi Muhammad Saw menciptakan suatu perjanjian ikatan persaudaraan di antara
meraka.
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi
pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-
orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu
melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu
dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap
kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan."
Ayat ini menyinggung ikatan perjanjian tersebut, yang telah menciptakan ikatan persahabatan yang
kuat antara kaun Anshar dan Muhajirin. Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik,
yaitu:
1) Berhijrah dari lingkungan kufur, syirik dan dosa untuk menjaga agama dan melaksanakan tugas-
tugas agama merupakan suatu perkara yang diharuskan.
2) Perjanjian dan perbatasan antara negara tidaklah menghalangi seorang muslim untuk melakukan
tugas-tugas agamanya. Jika ada seorang muslim yang berada di negara lain dalam kondisi teraniaya
dan meminta pertolongan kepada kita, kita sebagai saudara sesama muslim harus memberikan
pertolongan kepadanya.
3) Berpegang teguh pada perjanjian yang dijalin, termasuk dengan kaum kafir sekalipun adalah
sebuah keharusan. Selama pihak lain juga komitmen terhadap janji mereka.
Ayat ini telah menegaskan atau melarang melakukan dugaan buruk yang
tanpa mendasar, karena akan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam
dosa. Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk, maka kita akan
hidup tenang dan tentram serta produktif. Ayat tersebut juga membentengi
setiap anggota masyarakat dari tuntutan terhadap yang baru bersifat
prasangka.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turut berkenaan dengan
Salman Al-Farisi yang apabila ia telah selesai makan maka ia langsung suka
tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada yang menggunjing perbuatannya,
maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang mengumpat dan
menceritakan aib orang lain.