Skenario 1
Skenario 1
Kelompok B6
1
Abstract
Functional dyspepsia is a syndrome with symptoms of stomach fullness and heartburn
during the last 3 months, with onset at least 6 months before diagnosis. It can be divided into
organic and functional type; functional dyspepsia is futire classified to postprandial distress
syndrome and epigastric pain syndrome (Rome Criteria III). It also can be classified to ulcer-
like dyspepsia and dysmotility-like dyspepsia. Research on pathomechanism focus on gastric
motoric function, H.pylori infection and psychosocial factor, particularly on anxiety and
depression. Diagnosis is based on Rome Criteria III, stressed on exclusion of organic causes.
It is important to detect alarming features and referred accordingly to more complete
facilities.
Abstrak
Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih gejala-
gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu
hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya
timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Dispepsia terbagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia
fungsional. Dispepsia fungsional diklasifikasikan kembali menjadi postprandial distress
syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu juga dibagi menjadi
ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia. Penelitian-penelitian patomekanisme
dispepsia berfokus pada mekanisme patofisiologi abnormalitas fungsi motorik lambung,
infeksi Helicobater pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait gangguan cemas
dan depresi. Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi
penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan pada
karakteristik detail gejala-gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan
berdasarkan Kriteria Roma III. Penting mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarm ing features)
pada pasien dengan keluhan dyspepsia agar segera dirujuk.
2
Pendahuluan
Dispepsia fungsional menurut konsensus roma III memiliki beberapa kriteria
diagnostik, diantaranya adalah keluhan dirasakan setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling
tidak sudah 3 bulan dengan keluhan begah, cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa panas
di epigastrium. Pada dispepsia fungsional tidak ditemukan kelainan struktural.Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi para pembaca, baik
masyarakat awam, praktisi medis dan mahasiswa kedokteran. Penulis juga akan membatasi
area-area yang dibahas dalam makalah ini sehingga yang dibahas hanyalah yang
berhubungan dengan skenario. Penulis berharap bahasa yang digunakan dapat dimengerti
oleh pembaca. Penulis mengalami beberapa masalah dalam membuat makalah ini, yakni sulit
mendapatkan sumber teori, membagi waktu antara menulis makalah ini dengan berorganisasi,
dan mengerjakan hal lainnya yang berkaitan dengan studi kedokteran.
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan
teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu
identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.1
Identitas: nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
Riwayat penyakit: keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Riwayat perjalanan penyakit
1) Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada
keluhan sampai dibawa berobat.
2) Pengobatan sebelumnya dan hasilnya.
3) Tindakan sebelumnya.
4) Perkembangan penyakit – gejala sisa atau cacat.
5) Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan apa
yang sudah pernah diterima saat itu.
Hasil anamnesis: seorang perempuan 25 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati sejak
3 hari yang lalu. Nyeri sering mengganggu dan hilang timbul sejak 1 tahun yang
3
lalu. Nyeri muncul saat terlambat makan & makan pedas. Keluhan terasa lebih
baik setelah minum obat maag. Tidak ada muntah dan BAB tidak hitam.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Terkadang pemeriksaan fisik membuat pasien merasa tidak
nyaman, takut akan rasa nyeri, ditelanjangi secara fisik, oleh karena itu kita harus melakukan
pemeriksaan fisik dengan terampil dan professional disertai rasa empati. Teknik pemeriksaan
fisik berikut dengan pemeriksaan visual (inspeksi), periksa raba (palpasi), pemeriksaan ketok
(perkusi), dan Pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi).1
Pada dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen.
Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen , pemeriksaan dibagi
berdasarkan kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4,
yaitu kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah.
Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri,
umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, dan inguinal kanan-kiri.2,3
Inspeksi
- Melihat bentuk abdomen: datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.
- Melihat ada / tidaknya bekas luka: pada bagian depan, yaitu kolesistektomi,
laparotomi, reseksi kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian
belakang, adrenalektomi, nefrektomi.
- Dinding perut: melihat ada/ tidaknya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/
hernia/ striae.
- Melihat ada/ tidaknya benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.
Auskultasi
- Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.
- Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar
menurun, meningkat atau normal.
- Mendengan bunyi patologis pada abdomen seperti metaliksound (ileus
paralitik) / bruit hepar (hepatoma)
4
Palpasi
- Palpasi hati: tidak teraba/ teraba/pembesaran (dg ukuran jari atau cm dari
arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus)/ tepi (tajam/ tumpul)/
konsistensi (lunak/ kenyal/ keras)/ permukaan (licin/ berbenjol-benjol)/ nyeri/
tidak.
- Palpasi limpa: pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi,
nyeri/ tidak.
- Palpasi ginjal: pemeriksaan Balotement.
- Palpasi khusus: appendicitis (pada titik McBurney, pemeriksaan nyeri lepas/
nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites
(pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).
Perkusi
- Dilakukan pada semua kuadran.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pankreatitis
(amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).2
Endoskopi
pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut
disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu penurunan berat badan,
anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena
atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun.
Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan,
sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini
dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/ intra lumen
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau ulkus, tumor, dsb, serta dapat
disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk
memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti
mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.2
Radiologi (pemeriksaan barium meal): pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
kelainan struktural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya
tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada
5
kelainan yang bersifat penyempitan atau/ stenotik/ obstruktif dimana skop
endoskopi tidak dapat melewatinya.2
Working Diagnosis
Diagnosis Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah ekspolrasi
penunjang diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau
bersifat fungsional. Dalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan
tentang gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai:4,5
Adanya satu atau lebih keluhan berikut : rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium.
Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya endoskopi saluran
cerna) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.
Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkan.
Differential Diagnosis
Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.rEtiologi
penyakit ini berupa Infeksi kuman Helicobacter pylori dan obat anti inflamsi nonsteroid
(OAINS). Kebanyakan gastritis tanpa gejala, walaupun mempunya keluhan biasanya tidak
khas, seperti nyeri dan panas pada epigastrium, kadang disertai mual dan muntah. Pada
gastritis ringan gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah kongesti mukosa, erosi-erosi
kecil kadang-kadang sisertai perdarahan-perdarahan kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh
sendiri. Tetapi gastritis ringan ini tidak termasuk dalam dispessia organik tetapi bagian dari
dispepsia fungsional.Pada gastritis berat gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah lesi
yang lebih berat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Gastritis yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai
prognosis yang baik.6
6
Gambar 1. Keadaan mukosa lambung pada gastritis
(http://www.gastrointestinalatlas.com/AcuteGastr9.jpg)
Tukak Peptik
Tukak peptik terdiri dari tukak lambung dan tukak duodenum. Etiologi tukak
peptik adalahMeningkatnya faktor agresif, yaitu Helicobacter pylori, OAINS, rokok dan
stress. Merokok dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi Helicobacter pylori dengan
menurunkan ketahanan dan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk Helicobacter pylori.
Dapat juga terjadi akibat menurunnya faktor defensif, yaitu mukus dan bikarbonat (berguna
untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin), aliran darah/ mikrosirkulasi (berperan
mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel) dan prostaglandin endogen
(menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi
jaringan).Pasien tukak peptik memberi ciri-ciri keluhan seperti, dispepsia, tetapi keluhan
yang paling menonjol adalah nyeri ulu hati dan muntah.7,8
Pada tukak gaster : rasa sakit timbul setelah makan, pada sebelah kiri abdomen.
Pada tukak doudenum : rasa sakit pada sebelah kanan garis tengah perut, timbul
saat pasien merasa lapar, rasa sakit dapat membangunkan pasien tengah malam.
Rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat antasida.
7
- Muntah asam
Epidemiologi
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh
seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat
didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-14%. Tetapi hanya 10-12% saja yang akan
8
mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan antara 1-8%. Belum ada
data epidemiologi di Indonesia.4
Etiopatologi
Sekresi asam lambung
Dismotilitas gastrointestinal
9
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehinggan
menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.1
Aktivitas mioelektrik lambung
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispessia
fungsional dibandingkan kasus kontrol.1
Psikologis
Gejala Klinis
Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas atau kualitasnya pada setiap pasien
maka dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 subgrup berdasarkan keluhan yang paling
mencolok atau dominan, hal ini bertujuan untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis
pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.10
10
Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari, maka
dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia).
Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering
dikemukakan, maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti
dismotilitas (dismotility like dyspepsia).
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, maka dikategorikan sebagai dyspepsia
nonspesifik.
Penatalaksanaan
Medika mentosa
1. Antasida
2. H2RA (reseptor antagonis H2), seperti ranitidin, simetidin untuk menghilangkan
rasa nyeri ulu hati.
3. PPI (proton pump inhibitor), seperti omeprazol, lansoprazol.
4. Sitoproteksi, seperti misoprostol, sukralfat untuk memproteksi mukosa lambung.
5. Prokinetik, seperti metoklopramid, domperidon, cisapride, untuk mengurangi
nyeri epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual.
6. Antidepresen untuk mengurangi rasa nyeri abdomen.
Non medika mentosa: bila keluhan cepat kenyang, makan dalam porsi kecil tetapi
sering dan rendah lemak.10
Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunya prognosis yang baik.
Pencegahan
Prinsip dasar ialah menghindari makanan pencetus kenaikan asam lambung seperti
pedas, asam, tinggi lemak, kopi, dan sebagainya. Bila keluhan cepat kenyang, dianjurkan
untuk makan dalam porsi kecil tepi sering.
11
Kesimpulan
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Nyeri ulu hati dan kembung
adalah gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan dispepsia
dimana pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan kelainan struktural.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance; anamnesis dan pemeriksaan fisik, editor;Safitri A. Jakarta;
Penerbit Erlangga:2007.h.42-3.
2. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.441-6.
3. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2000.1382-95.
4. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.
5. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing;
2009.529-33.
6. Hirlan. Gastritis. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.509-12.
7. Akil HAM. Tukak duodenum. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.523-8.
8. Tarigan P. Tukak gaster. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.513-23.
9. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.480-7.
10. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S [editor]. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan
bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.441-533.
12