Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Sistem Pencernaan Dispepsia Fungsional

Kelompok B6

Sella Aprilyan Pratama 102010348


Adelita Ayu Karlinawati 102013080
Egla Philderi Tundan Tasin 102013163
Billy Jonathan 102014028
Irena 102014054
Karen Denisa 102014077
Vilda Anastasia 102014167
Patricia Sry Citra Nabut 102014188
Loh Wei Jie 102014240

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061

1
Abstract
Functional dyspepsia is a syndrome with symptoms of stomach fullness and heartburn
during the last 3 months, with onset at least 6 months before diagnosis. It can be divided into
organic and functional type; functional dyspepsia is futire classified to postprandial distress
syndrome and epigastric pain syndrome (Rome Criteria III). It also can be classified to ulcer-
like dyspepsia and dysmotility-like dyspepsia. Research on pathomechanism focus on gastric
motoric function, H.pylori infection and psychosocial factor, particularly on anxiety and
depression. Diagnosis is based on Rome Criteria III, stressed on exclusion of organic causes.
It is important to detect alarming features and referred accordingly to more complete
facilities.

Key words: functional dyspepsia, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia

Abstrak
Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih gejala-
gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu
hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya
timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Dispepsia terbagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia
fungsional. Dispepsia fungsional diklasifikasikan kembali menjadi postprandial distress
syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu juga dibagi menjadi
ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia. Penelitian-penelitian patomekanisme
dispepsia berfokus pada mekanisme patofisiologi abnormalitas fungsi motorik lambung,
infeksi Helicobater pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait gangguan cemas
dan depresi. Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi
penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan pada
karakteristik detail gejala-gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan
berdasarkan Kriteria Roma III. Penting mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarm ing features)
pada pasien dengan keluhan dyspepsia agar segera dirujuk.

Kata kunci : dispepsia fungsional, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia

2
Pendahuluan
Dispepsia fungsional menurut konsensus roma III memiliki beberapa kriteria
diagnostik, diantaranya adalah keluhan dirasakan setidaknya selama 3 bulan, mulainya paling
tidak sudah 3 bulan dengan keluhan begah, cepat kenyang, nyeri epigastrium, dan rasa panas
di epigastrium. Pada dispepsia fungsional tidak ditemukan kelainan struktural.Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi para pembaca, baik
masyarakat awam, praktisi medis dan mahasiswa kedokteran. Penulis juga akan membatasi
area-area yang dibahas dalam makalah ini sehingga yang dibahas hanyalah yang
berhubungan dengan skenario. Penulis berharap bahasa yang digunakan dapat dimengerti
oleh pembaca. Penulis mengalami beberapa masalah dalam membuat makalah ini, yakni sulit
mendapatkan sumber teori, membagi waktu antara menulis makalah ini dengan berorganisasi,
dan mengerjakan hal lainnya yang berkaitan dengan studi kedokteran.

Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui
riwayat penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan
teliti, teratur dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis
untuk menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu
identitas, riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit.1

 Identitas: nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,
pekerjaan.
 Riwayat penyakit: keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
 Riwayat perjalanan penyakit
1) Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada
keluhan sampai dibawa berobat.
2) Pengobatan sebelumnya dan hasilnya.
3) Tindakan sebelumnya.
4) Perkembangan penyakit – gejala sisa atau cacat.
5) Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya dan pengobatan apa
yang sudah pernah diterima saat itu.
 Hasil anamnesis: seorang perempuan 25 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati sejak
3 hari yang lalu. Nyeri sering mengganggu dan hilang timbul sejak 1 tahun yang

3
lalu. Nyeri muncul saat terlambat makan & makan pedas. Keluhan terasa lebih
baik setelah minum obat maag. Tidak ada muntah dan BAB tidak hitam.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Terkadang pemeriksaan fisik membuat pasien merasa tidak
nyaman, takut akan rasa nyeri, ditelanjangi secara fisik, oleh karena itu kita harus melakukan
pemeriksaan fisik dengan terampil dan professional disertai rasa empati. Teknik pemeriksaan
fisik berikut dengan pemeriksaan visual (inspeksi), periksa raba (palpasi), pemeriksaan ketok
(perkusi), dan Pemeriksaan dengan stetoskop (auskultasi).1
Pada dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen.
Pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari 4 tahapan, yakni inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Dalam memudahkan melakukan pemeriksaan abdomen , pemeriksaan dibagi
berdasarkan kuadran dan region. Pembagian abdomen berdasarkan kuadran dibagi menjadi 4,
yaitu kuadran kanan atas, kuadran kanan bawah, kuadran kiri atas dan kuadran kiri bawah.
Sedangkan pembagian berdasarkan region dibagi menjadi 9, epigastrium, kanan-kiri,
umbilicus, lumbal kanan-kiri, supra pubik, dan inguinal kanan-kiri.2,3
 Inspeksi
- Melihat bentuk abdomen: datar/membuncit/cekung dan simetris/asimetris.
- Melihat ada / tidaknya bekas luka: pada bagian depan, yaitu kolesistektomi,
laparotomi, reseksi kolon, appendiktomi, hernioraphy, SC. Sedangkan bagian
belakang, adrenalektomi, nefrektomi.
- Dinding perut: melihat ada/ tidaknya pembuluh darah kolateral/ caput medusa/
hernia/ striae.
- Melihat ada/ tidaknya benjolan/ massa diperut, seperti hepatoma dan mioma.

 Auskultasi
- Melakukan auskultasi pada kuadran abdomen.
- Mendengar peristaltik usus, terdengar atau tidak terdengar, terdengar
menurun, meningkat atau normal.
- Mendengan bunyi patologis pada abdomen seperti metaliksound (ileus
paralitik) / bruit hepar (hepatoma)

4
 Palpasi
- Palpasi hati: tidak teraba/ teraba/pembesaran (dg ukuran jari atau cm dari
arcus costae kanan dan dibawah pocesus xyphoideus)/ tepi (tajam/ tumpul)/
konsistensi (lunak/ kenyal/ keras)/ permukaan (licin/ berbenjol-benjol)/ nyeri/
tidak.
- Palpasi limpa: pada garis Schuffner I-VIII, bagaimana ukuran, konsistensi,
nyeri/ tidak.
- Palpasi ginjal: pemeriksaan Balotement.
- Palpasi khusus: appendicitis (pada titik McBurney, pemeriksaan nyeri lepas/
nyeri kontralateral), cholesistitis (pemeriksaan Murphy sign), ascites
(pemeriksaan Undulasi dan Shifting dullness).

 Perkusi
- Dilakukan pada semua kuadran.

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis), pankreatitis
(amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).2
 Endoskopi
pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut
disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu penurunan berat badan,
anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena
atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun.
Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan,
sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini
dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan structural/ intra lumen
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau ulkus, tumor, dsb, serta dapat
disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk
memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti
mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.2
 Radiologi (pemeriksaan barium meal): pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
kelainan struktural dinding atau mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya
tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada

5
kelainan yang bersifat penyempitan atau/ stenotik/ obstruktif dimana skop
endoskopi tidak dapat melewatinya.2

Working Diagnosis
Diagnosis Seperti dikemukakan diatas bahwa kasus dispepsia setelah ekspolrasi
penunjang diagnostik, akan terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik atau
bersifat fungsional. Dalam konsensus Roma III (tahun 2006) yang khusus membicarakan
tentang gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai:4,5
 Adanya satu atau lebih keluhan berikut : rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, nyeri ulu hati, rasa terbakar di epigastrium.
 Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya endoskopi saluran
cerna) yang dapat menerangkan penyebab keluhan tersebut.

Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkan.

Differential Diagnosis
Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.rEtiologi
penyakit ini berupa Infeksi kuman Helicobacter pylori dan obat anti inflamsi nonsteroid
(OAINS). Kebanyakan gastritis tanpa gejala, walaupun mempunya keluhan biasanya tidak
khas, seperti nyeri dan panas pada epigastrium, kadang disertai mual dan muntah. Pada
gastritis ringan gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah kongesti mukosa, erosi-erosi
kecil kadang-kadang sisertai perdarahan-perdarahan kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh
sendiri. Tetapi gastritis ringan ini tidak termasuk dalam dispessia organik tetapi bagian dari
dispepsia fungsional.Pada gastritis berat gambaran endoskopi yang akan dijumpai adalah lesi
yang lebih berat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi saluran cerna.
Gastritis yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat, mempunyai
prognosis yang baik.6

6
Gambar 1. Keadaan mukosa lambung pada gastritis
(http://www.gastrointestinalatlas.com/AcuteGastr9.jpg)
Tukak Peptik
Tukak peptik terdiri dari tukak lambung dan tukak duodenum. Etiologi tukak
peptik adalahMeningkatnya faktor agresif, yaitu Helicobacter pylori, OAINS, rokok dan
stress. Merokok dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi Helicobacter pylori dengan
menurunkan ketahanan dan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk Helicobacter pylori.
Dapat juga terjadi akibat menurunnya faktor defensif, yaitu mukus dan bikarbonat (berguna
untuk menahan pengaruh asam lambung atau pepsin), aliran darah/ mikrosirkulasi (berperan
mengangkut nutrisi, oksigen dan bikarbonat ke epitel sel) dan prostaglandin endogen
(menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi
jaringan).Pasien tukak peptik memberi ciri-ciri keluhan seperti, dispepsia, tetapi keluhan
yang paling menonjol adalah nyeri ulu hati dan muntah.7,8
 Pada tukak gaster : rasa sakit timbul setelah makan, pada sebelah kiri abdomen.
 Pada tukak doudenum : rasa sakit pada sebelah kanan garis tengah perut, timbul
saat pasien merasa lapar, rasa sakit dapat membangunkan pasien tengah malam.
Rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat antasida.

GERD (penyakit refluks gastroesofageal)


Merupakan suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
kedalam esofagus.GERD dapat juga merupakan fenomena fisiologis normal yang dialami
sebagian besar orang terutama setelah makan. GERD dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam lambung, dilatasi lambung, tonus LES berkurang ataupun karena
pengosongan lambung yang terhambat. GERD memiliki gejala seperti berikut:9
- Nyeri dada atau epigastrium yang menjalar.

- Sensasi atau rasa terbakar/amat nyeri di dada (heartburn), terkadang menyebar ke


kerongkongan.

- Rasa asam atau kecut di mulut.

7
- Muntah asam

- Sulit untuk menelan (dysphagia)

- Sakit untuk menelan (odinophagia)

- Sesak nafas seperti asma.

- Membaliknya (regurgitasi) cairan asam atau makanan.

- Laringitis (batuk tidak sembuh-embuh)

Terjadinya refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan


hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam
keadaan relaksasiatau melemah oleh peningkatan tekanan intraabdominal sehingga terbentuk
rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam
esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas
berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan
mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon
terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau
nasofaring.9

Gambar 2. Peristiwa refluks


(http://www.amc.edu/patient/services/gastroenterology/BARRX/barretts_esophagus_definition.html)

Epidemiologi
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami oleh
seseorang. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Dari data pustaka Negara Barat
didapatkan angka prevalensinya berkisar 7-14%. Tetapi hanya 10-12% saja yang akan

8
mencari pertolongan medis. Angka insiden dispepsia diperkirakan antara 1-8%. Belum ada
data epidemiologi di Indonesia.4

Etiopatologi
 Sekresi asam lambung

Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang


menimbulkan rasa tidak enak diperut.10

 Dismotilitas gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan


pengosongan lambung, adanya hipomotilitas antrum (sampai 50% kasus), gangguan
akomodasi lambung waktu makan, disritmia gaster dan hipersensitivitas viseral. Salah
satu dari keadaan ini dapat ditemukan pada setengah sampai duapertiga kasus
dispepsia fungsional. Perlambatan pengosangan lambung terjadi pada 25-80% kasus
dispepsia fungsional, tetapi tidak adanya korelasi antara beratnya keluhan dengan
derajat perlambatan pengosongan lambung. Pemeriksaan manometri antro-duodenal
memperlihatkan adanya abnormalitas dalam bentuk post antral hipomotilitas prandial,
disamping juga ditemukannya disfungsi motorik usus halus. Perbedaan patofisiologi
ini yang diduga mendasari perbedaan pola keluhan dan akan mempengaruhi pola pikir
pengobatan yang akan diambil.1,5
 Ambang rangsang persepsi

Penelitian menggunakan balon intragastrik didapatkan hasil bahwa 50% populasi


dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau tidak nyaman diperut pada inflasi
balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan dengan volume yang
menimbulkan rasa nyeri pada populasi kontrol. Tampaknya kasus dispepsia
fungsional ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster
atau duodenum. Bagaimana mekanismenya, masih belum dipahami. 5
 Disfungsi autonom

Disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal


pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam

9
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehinggan
menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.1
 Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disrtimia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi pada


kurang lebih 40% kasus dispepsia fungsional, tapi sifat ini bersifat inkonsisten. 5
 Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan


adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas
antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol dan prolaktin
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit
gastrointestinal.5

 Diet dan faktor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispessia
fungsional dibandingkan kasus kontrol.1
 Psikologis

Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan


keluhan pada orang sehat. Dilaporakan adanya kontraktilitas lambung yang
mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Tapi korelasi antara faktor
psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas tetap masih kontroversial.
Tidak didapatkan personaliti yang karakteritik untuk kelompok dispepsia fungsional
ini dibandingkan kelompok kontrol. Walau dilaporkan dalam studi terbatas adanya
kecendrungan pada kasus dispepsia fungsional terdapat masa kecil yang tidak
bahagia, adanya sexual abuse atau adanya gangguan psikiatrik.5

Gejala Klinis
Karena bervariasinya jenis keluhan dan kuantitas atau kualitasnya pada setiap pasien
maka dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 subgrup berdasarkan keluhan yang paling
mencolok atau dominan, hal ini bertujuan untuk mempermudah diperoleh gambaran klinis
pasien yang kita hadapi serta pemilihan alternatif pengobatan awalnya.10

10
 Bila nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari, maka
dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti ulkus (ulcer like dyspepsia).
 Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering
dikemukakan, maka dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe seperti
dismotilitas (dismotility like dyspepsia).
 Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, maka dikategorikan sebagai dyspepsia
nonspesifik.

Penatalaksanaan
 Medika mentosa
1. Antasida
2. H2RA (reseptor antagonis H2), seperti ranitidin, simetidin untuk menghilangkan
rasa nyeri ulu hati.
3. PPI (proton pump inhibitor), seperti omeprazol, lansoprazol.
4. Sitoproteksi, seperti misoprostol, sukralfat untuk memproteksi mukosa lambung.
5. Prokinetik, seperti metoklopramid, domperidon, cisapride, untuk mengurangi
nyeri epigastrik, cepat kenyang, distensi abdomen dan mual.
6. Antidepresen untuk mengurangi rasa nyeri abdomen.
 Non medika mentosa: bila keluhan cepat kenyang, makan dalam porsi kecil tetapi
sering dan rendah lemak.10

Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunya prognosis yang baik.

Pencegahan
Prinsip dasar ialah menghindari makanan pencetus kenaikan asam lambung seperti
pedas, asam, tinggi lemak, kopi, dan sebagainya. Bila keluhan cepat kenyang, dianjurkan
untuk makan dalam porsi kecil tepi sering.

11
Kesimpulan

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan
gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,
muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/begah. Nyeri ulu hati dan kembung
adalah gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan dispepsia
dimana pada pemeriksaan penunjang tidak didapatkan kelainan struktural.

Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance; anamnesis dan pemeriksaan fisik, editor;Safitri A. Jakarta;
Penerbit Erlangga:2007.h.42-3.
2. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.441-6.
3. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2000.1382-95.
4. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.
5. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing;
2009.529-33.
6. Hirlan. Gastritis. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.509-12.
7. Akil HAM. Tukak duodenum. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.523-8.
8. Tarigan P. Tukak gaster. Ed 5th. Jilid I. Jakarta: InternaPublishing; 2009.513-23.
9. Makmun D. Penyakit refluks gastroesofageal. Ed 5th. Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing; 2009.480-7.
10. Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S [editor]. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi V. Jakarta: Pusat informasi dan Penerbitan
bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h.441-533.

12

Anda mungkin juga menyukai