Anda di halaman 1dari 5

REFLEKSI KASUS

Nama: Aqa Mirza Muhammad A

NIM: 1713020015

I RANGKUMAN KASUS

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien : kaku pada wajah bagian kanan

Pasien seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik neurologi


RSUD dr. Soeselo Slawi, pasien mengeluhkan bahwa bibirnya merot kearah
kanan, pasien mengaku 1 minggu yang lalu telah mengendarai mobil dengan
kaca kanan terbuka dari purwokerto ke tegal, riwayat penyakit dahulu pasien
belum pernah mengalami hal yang serupa, riwatar penyakit keluarga negatif,
nafsu makan pasien normal.

2. Pemeriksaan fisik

TTV :

TD: 120/80 mmHg

HR: 88 x/menit

RR: 23 x/menit

Suhu: 36,5° C

1. Kerutan pada dahi (- /+)


2. Merot (- / +)
3. Bersiul (-)
4. Mengejamkan mata (- / +)

3. Diagnosis
Bell’s Palsy (parese N VII perifer dextra)
II PERASAAN TERHADAP PENGALAMAN

Pengalaman ketika di stase neuro sangat berkesan dan menyenangkan, di


stase ini saya dapat banyak pengalaman yang berharga, dapat melihat langsung
pasien yang mengaluhkan keluhan di bidang saraf, terutama pada pasien saya ini
dia masih tergilang muda dan mengaluhkan bells palsy dan membuat wajahnya
merot kesabelah, hal ini akan permanen jika pasien tidak lansung datang ke
dokter spesialis saraf, walau sederhana tapi ini bisa permanen seumur hidup jika
penanganannya telat.

III Evaluasi

Sejauh ini sudah cukup baik, dokter yang baik dan ramah dalam membimbing
koas – koas ump hingga benar – benar faham dengan teori dan prakteknya. Koas
dan konsulen menjalin kerjasama yang baik dalam hal pembelajaran sehingga
ilmu neuro dapat diserap dengan baik.

IV Analisis

ETIOLOGI

Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat


dikelompokkan sebagai berikut:
1. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut
bell’s palsy. Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s Palsy
antara lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka,
tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit
vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.
2. Kongenital
a. anomali kongenital (sindroma Moebius)
b. trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

3. Didapat
a. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
b. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
c. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
d. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
e. Sindroma paralisis n. fasialis familial
GEJALA KLINIK
Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan
gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas
bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu
dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang
segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :
1. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh
(lagophthalmos).
2. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar
ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign
3. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang
lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.
Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan
tempat/lokasi lesi :
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang
sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep
sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata
yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus
menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya
hiperakusis.
3. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan
di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran
timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang
berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetik
terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.

TATA LAKSANA
A. Istirahat terutama pada keadaan akut
B. Medikamentosa
1. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral
atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari
kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset
penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar
dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya
kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan
nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.
2. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat
digunakan dalam penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan
prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita
yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan
berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk
mencegah replikasi virus.
C. Perawatan mata:
1. Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan
lakrimasi yang hilang.
2. Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air
mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu
kerugiannya adalah pandangan kabur.
3. Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan
pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea
D. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan
pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang
lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah
selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi.
E. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena
dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
1. tidak terdapat penyembuhan spontan
2. tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

V KESIMPULAN
Pangalam menjadi koas neuro saya dapat belajar banyak dan pengalaman yang
semakin menumpuk, serta pembelajaran yang mudah difahami, di neuro teori
dengan pratek sanganat lah berkaitan.

VI DAFTAR PUSTAKA

Djamil Y, A Basjiruddin.(2009) Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita


selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal 297-
300
Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS. (2001) Buku Saku Neurologi. Ed 5.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; Hal. 174
Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam: Hadinoto dkk (2000) Gangguan Gerak. Cetakan
I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, : 171-81 2
Sidharta P. (1999) Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2.
Jakarta : Dian Rakyat: 311-17

Anda mungkin juga menyukai

  • Yuyui
    Yuyui
    Dokumen31 halaman
    Yuyui
    Aqa Mirza Muhammad Al-Syahabadi
    Belum ada peringkat
  • ID None
    ID None
    Dokumen12 halaman
    ID None
    Aqa Mirza Muhammad Al-Syahabadi
    Belum ada peringkat
  • ASIDOSIS
    ASIDOSIS
    Dokumen16 halaman
    ASIDOSIS
    Andes Manurung
    Belum ada peringkat
  • Atrial Fibrilasi
    Atrial Fibrilasi
    Dokumen19 halaman
    Atrial Fibrilasi
    Salwiyadi
    Belum ada peringkat