Anda di halaman 1dari 12

Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................

Kamal Asmayadi

KAJIAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND BERDASARKAN


PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI WILAYAH KERJA KPSBU LEMBANG

THE STUDY OF HOLSTEIN FRIESIAN DAIRY CATTLE MILK PRODUCTION


BASED ON MORNING AND AFTERNOON MILKING
ON KPSBU LEMBANG WORKING AREA

Kamal Asmayadi*, Lia Budimulyati Salman**, Elvia Hernawan**


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
email: asmayadik@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian mengenai kajian produksi susu sapi perah FH berdasarkan pemerahan pagi dan
sore telah dilakukan di TPS Manoko, Pojok dan Keramat wilayah kerja KPSBU Lembang,
Kabupaten Bandung Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus Tahun 2016. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui perbedaan produksi susu pada pemerahan padi dan sore serta
mengetahui rataan suhu tubuh sapi FH sebelum dan sesudah pemerahan di wilayah KPSBU
Lembang. Metode penelitian yang digunakan adalah survei. Data diolah secara deskriptif. Data
produksi susu diperoleh dari 151 ekor sapi FH terdiri dari laktasi 1 dan laktasi 2 sebagai sampel
dalam jangka waktu 14 hari pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan produksi
susu pada pemerahan pagi dan sore dengan selang pemerahan 13:11 jam adalah sebesar 0,16%
pada laktasi 1 dan 0,17% pada laktasi 2. Rata-rata suhu tubuh sapi laktasi 1 berada pada rentang
38,27-38,71°C, sedangkan suhu tubuh pada sapi laktasi 2 berada pada rentang 38,40-38,82°C.
Variasi suhu tubuh pada sapi laktasi 1 dan laktasi 2 masih dalam rentang suhu tubuh normal.
Rataan suhu tubuh di pengaruhi oleh metabolisme tubuh, proses biosintesis susu dan suhu
lingkungan.
Kata Kunci: Sapi Fries Holland, produksi susu pagi dan sore hari, suhu tubuh

ABSTRACT

Research on the study of dairy cattle milk production based on morning and
afternoon milking was conducted at KPSBU Lembang working area, West Bandung. The
research was conducted in August 2016. The purpose of this research is to know the difference
of milk production based on morning and afternoon milking and also knowing body
temperature of dairy cattle before and after milking in the region of KPSBU Lembang. This
research method used survey with descriptive analytic. Data of Milk production retrieved from
151 cattle dairy consists of 1st lactation and 2nd lactation as the sample for a period of 14 days
observation. The average body temperature of 1st lactation is 38.42°C–38.64°C, while the
temperature of 2nd lactation is 38.39°C–38.62°C. Variation of body temperature 1st lactation
and 2nd lactation is still in normal body temperature range. The average of body temperature in
influence by the body's metabolism, biosynthesis of process milk and temperature of the
environment.

Keywords: Holstein Friesian, milk production on morning and afternoon, body temperature

Fakultas Peternakan Page 1


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

PENDAHULUAN

Saat ini produksi susu di dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan nasional.
Produksi susu segar dalam negeri pada tahun 2015 mencapai 805.363 ton, atau meningkat
sebesar 0,58% dari tahun sebelumnya (800.751 ton) (Ditjen Peternakan dan Keswan, 2015).
Sebagian besar produksi susu di Indonesia berasal dari sapi perah bangsa Fries Holland (FH).
Rendahnya produksi susu sapi FH karena hampir 91% dikelola dalam skala usaha berbasis
peternakan rakyat dengan populasi kecil dan pemeliharaannya masih tradisional. serta Hanya
8,9% pemeliharaan sapi perah dikelola oleh perusahaan komersil. Hal lain yang mendasar, sapi
FH peka terhadap perubahan lingkungan sehingga hanya dapat nyaman berproduksi di tempat-
tempat pada lingkungan khusus saja, diantaranya di lokasi yang memiliki suhu relatif rendah
dengan rentang 18 - 25oC.
Lembang merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah rakyat di Jawa Barat,
memiliki kondisi geografis yang menunjang untuk hidup dan kehidupan sapi FH. Lokasi dengan
ketinggian 1.312 hingga 2.084 meter dari atas permukaan laut (dpl) dan suhu udara rata-rata
19,3°C sehingga sapi perah FH bisa berproduksi optimal. Kenyataannya, meskipun kondisi
tempatnya sesuai tetapi produksi susu belum mampu menyamai produksi negara asal sapi FH.
Guna memperbaiki dan meningkatkan produksi susu sapi perah dalam negeri, pemeliharaan sapi
FH perlu ditunjang oleh pakan, manajemen pemeliharaan dan lingkungan.
Sapi FH merupakan bangsa sapi yang ditujukan ke arah produksi susu, sehingga untuk
dapat mengekspresikan gen yang dimilikinya menuntut pakan berkualitas, lingkungan yang
sesuai dan manajemen yang tepat. Selang pemerahan merupakan salah satu bagian dari
manajemen pemeliharaan, seperti pada umumnya produksi susu harian diperoleh dari hasil 2
kali pemerahan, yaitu pagi dan sore hari. Kenyataan di lapanagan, hasil pengamatan
menunjukan adanya perbedaan produksi antara pemerahan pagi dan sore hari. Hasil pemerahan
pagi lebih tinggi daripada pemerahan sore hari. Keadaan ini diduga adanya perbedaan selang
waktu antara pemerahan pagi dan sore hari, disamping adanya variasi dari kondisi lingkungan.
Sintesis susu merupakan kegiatan yang terjadi di sel-sel epitel alveol dalam ambing.
Pada sapi laktasi, semakin tinggi produksi susu semakin banyak panas yang dihasilkan dalam
tubuh, yang terbentuk namun sapi sapi tersebut akan terkendala oleh kondisi lingkungan.
Sebagaimana diketahui kondisi cuaca Indonesia yang sangat spesifik, yaitu tropis lembab yang

Fakultas Peternakan Page 2


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

bercirikan suhu lingkungan, kelembaban dan curah hujan tinggi. Interaksi antara sapi dan
lingkungan terkendala dengan terganggunya disipasi panas akibat kelembaban tinggi, yang
dimanifestasikan adanya kenaikan suhu tubuh. Kenaikan suhu lingkungan akan diikuti oleh
peningkatan suhu tubuh yang menyebabkan terganggunya keseimbangan panas tubuh, bahkan
tidak menutup kemungkinan sapi menderita cekaman. Peningkatan suhu lingkungan berdampak
pada penurunan produksi susu. Sebenarnya banyak faktor yang terlibat dalam hal produksi susu,
khususnya faktor internal dan eksternal.

Berdasarkan paparan sebelumnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang


“Kajian Produksi susu sapi perah Fries Holland berdasarkan pemerahan pagi dan sore di
Wilayah Kerja KPSBU Lembang”

OBJEK DAN METODE PENELITIAN


Objek Penelitian
Objek penelitian adalah produksi susu hasil pemerahan pagi dan sore hari yang
dikumpulkan dari 151 ekor sapi perah terdiri dari 66 ekor laktasi 1 dan 85 laktasi 2 di TPS
Manoko, Pojok dan Keramat selama 14 hari. Selain pengukuran produksi juga di ukur suhu
tubuh melalui saluran rektal sebelum dan sesudah pemerahan.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, sementara penentuan sampel
dilakukan secara purposive sampling. Perhitungan data yang dihitung menggunakan besaran-
besaran statistik yang berkaitan dengan pengamatan penelitian. Data hasil hitungan dianalisis
secara deskriptif sederhana.

Peternak yang dijadikan responden adalah peternak yang memiliki sapi perah Laktasi 1

dan 2 tanpa memperhatikan bulan laktasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan kuota sampling

sebanyak 60 peternak dari 3 lokasi TPS yang berbeda. pengukuran suhu rektal sebelum

pemerahan yang dilakukan pada sekitar pukul 06.00 – 07.00 WIB, sementara pengukuran suhu

rektal sesudah pemerahan dilakukan sekitar pukul 09.00 - 10.00 WIB. Pengukuran suhu
lingkungan dan kelembaban udara dilakukan pada pukul 06.00 – 18.00 WIB menggunakan

Fakultas Peternakan Page 3


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

Thermometer lingkungan dan Thermometer Hygrometer untuk menentukan Temperature

Humidity Indeks. Pengukuran dillakukan selama 14 hari berturut-turut.

Data dan Instrumentasi


Data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
data hasil pengukuran langsung dan wawancara dengan peternak sapi perah di wilayah kerja
KPSBU Lembang berdasarkan pada kuisioner dan kenyataan lapangan yang ada. Data sekunder
diperoleh dari berbagai sumber, seperti dari data KPSBU Lembang antara lain identitas anggota
koperasi dan artikel ilmiah terkait seperti hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

Metode Analisis
Data yang telah diperoleh diolah secara deskriptif analitik, sehingga diperoleh nilai rata-
rata, minimal dan maksimal, simpangan baku, dan koefisien variasi. Nilai-nilai tersebut di atas
dapat diperoleh melalui rumus yang dikemukakan Sudjana (2005) adalah sebagai berikut :

1) Rata – rata
Data kuantitatif dihitung dengan membagi jumlah nilai oleh banyaknya data.

Keterangan :
= Rata-rata
= Data x ke-i
n = Jumlah data

Rata-rata digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dari peubah yang diamati.

2) Nilai minimal
Untuk mengetahui nilai terendah dari setiap peubah yang diamati.
3) Nilai maksimal
Untuk mengetahui nilai tertinggi dari setiap peubah yang diamati.
4) Standar Deviasi
Standar deviasi atau simpangan baku adalah akar ragam. Ragam merupakan jumlah
kuadrat semua deviasi nilai-nilai individu terhadap rata-ratanya, rumusnya adalah :

Fakultas Peternakan Page 4


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

Keterangan :
S = Standar Deviasi
= Nilai data ke-i
= Rata-rata sampel
= Jumlah data
5) Koefisien Variasi

Koefisien variasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya variasi

nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati dengan menggunakan rumus :

Keterangan:
KV= Koefisien Variasi
S = Simpangan Baku
= Rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN


Produksi Susu Sapi FH Berdasarkan Pemerahan Pagi dan Sore
Produksi susu merupakan faktor esensial dalam menentukan keberhasilan usaha sapi
perah, karena jumlah susu yang dihasilkan akan menentukan pendapatan peternak. Produksi
susu berdasarkan pemerahan pagi dan sore di peternak anggota KPSBU Lembang dapat dilihat
pada Tabel 1:
Tabel 1. Produksi Susu Sapi Perah FH Berdasarkan Pemerahan Pagi dan Sore di lokasi
penelitian.
Laktasi 1 Laktasi 2
Nilai
Pagi Sore Pagi Sore
Rata-rata (Liter) 9,40 6,74 10,67 7,53
Minimal (Liter) 8,00 5,57 7,38 5,25
Maksimal (Liter) 11,33 9,00 12,4 9,00
Standar Deviasi 0,82 0,82 1,29 0,89
Koefisien Variasi (%) 0,09 0,12 0,12 0,12

Fakultas Peternakan Page 5


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

Jumlah rata-rata produksi susu pada sapi induk laktasi 1 pada pemerahan pagi hari yaitu
9,40 L dengan rentang 8,00 L – 11,33 L dan pada pemerahan sore adalah sebanyak 6,74 L
dengan rentang 5,57 L – 9,00 L. sedangkan pada laktasi 2 pemerahan pagi hari menghasilkan
rataan susu sebanyak 10,67 L dengan rentang 7,38 L – 12,4 L dan pada pemerahan sore adalah
sebanyak 7,53 L dengan rentang 5,25 L – 9,00 L.

Produksi susu pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan produksi susu sore hari, begitu
pula dengan produksi susu pada laktasi 2 memperlihatkan pola yang sama dengan yang
dikemukakan Ouweltjles (1998) bahwa produksi susu pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi susu sore hari. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor internal dan eksternal
yang masing-masing berkontribusi sangat besar. Faktor internal, diantaranya adalah kondisi
fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur (Ako, 2013).
Sapi FH merupakan bangsa sapi yang ditujukan ke arah produksi susu, sehingga untuk dapat
mengekspresikan gen yang dimilikinya menuntut pakan berkualitas, lingkungan yang sesuai dan
manajemen yang tepat. Rataan produksi susu dapat dilihat pada Ilustrasi 1.

Ilustrasi 1. Produksi Susu pada Pemerahan Pagi dan Sore

Hasil produksi susu antara laktasi satu dan dua tidak berbeda jauh, hal tersebut karena
umur sapi termasuk faktor lingkungan internal yang akan mempengaruhi performans produksi
susu selama hidupnya, karena umur berkaitan erat dengan berat tubuh dan perkembangan
ambing. Keduanya akan bertambah ukuran seiring dengan bertambahnya umur sehingga akan

Fakultas Peternakan Page 6


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

mempengaruhi produksi susu. Kemampuan produksi susu pada umur 2 tahun sebesar 70%, pada
umur 3 tahun sebesar 80%, pada umur 4 tahun sebesar 90%, dan pada umur 5 tahun sebesar 95%
dari 5 kemampuan produksi susu sapi perah dewasa pada umur 6-8 tahun (Makin, 2011).
Faktor eksternal, yang terbagi menjadi lingkungan nutrisional, klimatologis dan manajerial
(Soeharsono, 2008). Lingkungan nutrisional mencakup pemberian ransum baik kualitas maupun
kuantitas dan frekuensi pemberian ransum. Pakan yang diberikan pada seekor sapi perah dewasa
digunakan untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Pemberian pakan pada sapi
FH di lokasi penelitian dilakukan dua kali dalam sehari. Pakan hijauan diberikan setelah pemerahan
dalam bentuk utuh/tidak dicacah, sedangkan pakan konsentrat diberikan secara lolohan yaitu
pencampuran dengan bahan pakan tambahan seperti amapas tahu, onggok dan amapas bir. Hasil
analisis komposisi nutrien dan metabolisme energi ransum pakan konsentrat di lokasi telah
memenuhi persyaratan minimal sapi induk laktasi menurut Kuswandi dkk., (2005).
Dugaan produksi yang tinggi pada pagi hari juga disebabkan oleh kondisi fisiologis sapi
yang termasuk dalam faktor klimatologis. Keadaan lingkungan sekitar kandang yang tenang
membuat sapi merasa nyaman dan tenang disamping itu rataan suhu, radiasi sinar matahari,
kelembaban udara relatif merata dibandingkan pada siang hari. Pada malam hari lingkungan
sekitar kandang sunyi karena tidak ada aktifitas di sekitar lingkungan kandang, Pada malam
hari sapi cenderung beristirahat dengan tenang sehingga dapat mendukung produksi susu pada
pagi hari, sehingga energi sepenuhnya dimanfaatkan untuk produksi susu (Soeharsono, 2008).
Pada siang hari nilai indeks THI 72,3-74,4, dengan aktivitas sekeliling kandang, hiruk pikuk lalu
lalang manusia, pancaran sinar matahari, fluktuasi suhu berpotensi meningkatkan ketidaknyaman
bagi ternak, yang pada gilirannya berdampak pada capaian produksi. Keadaan tidak nyaman
berada pada pukul 12.00-14.00 pada saat rataan indeks THI 72,3-72,5 Menurt Wiersama (2005)
dengan indeks THI 72-78, ternak masih mengalami sterss ringan, sedangkan pada jam lain
indeks THI masih berada pada nilai normal yang masih dapat diterima oleh ternak. Lebih
rincinya setiap stressor khususnya, yang disebabkan oleh elemen iklim mikro seperti suhu,
kelembaban, radiasi matahari dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto, 2006) sehingga
pemanfaatan energi digunakan untuk mengurangi beban stres.
Faktor lain, yaitu manajerial khususnya yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas
antara lain bangsa sapi, masa laktasi, selang beranak, frekuensi pemerahan, selang pemerahan
dan tatalaksana pemberian pakan (Saleh, 2004). Selang pemerahan pagi hari lebih lama daripada

Fakultas Peternakan Page 7


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

sore hari, yaitu 13 jam selang pemerahan pagi dan 11 jam pemerahan sore hari. Perbedaan
produksi susu yang dihasilkan pada pemerahan pagi dan sore adalah sebesar 0,16% pada laktasi
1 dan 0,17% pada laktasi 2. Pada penelitian Resti (2009) produksi susu pagi dan sore hari sapi
laktasi pada selang pemerahan 14:10 yaitu 0,22% dan selang pemerahan 12:12 yaitu 0,7%, hal
tersebut menunjukan bahwa selang pemerahan 13:10 lebih tinggi produksinya dibandingkan
dengan selang pemerahan 14:10. Keadaan tersebut diduga berkaitan dengan laju biosintesis,
setelah pemerahan atau pada saat kondisi ambing kosong biosintesis susu melaju dengan cepat,
namun setelah 10-12 jam akan melambat (McKusick dkk, 2002). Sementara selang pemerahan
pagi dan sore hanya berbeda 2 jam, yaitu 13:11. Kedua selang pemerahan tersebut di atas 10
jam sehingga perbedaan produksi susu relatif kecil.

Suhu Tubuh Sapi Perah FH

Keseimbangan suhu lingkungan dan suhu tubuh pada nilai tertentu dapat mendukung
terjadinya proses biokimia dalam tubuh ternak berlangsung secara optimum. Suhu tubuh diukur
pada pukul 06.00 WIB. sesaat sebelum pemerahan dan suhu tubuh pukul 10.00 WIB
menggambarkan sesudah pemerahan. Rataan suhu tubuh diperoleh dari 66 ekor sapi laktasi 1
dan 85 ekor laktasi 2. Rataan suhu tubuh sapi FH di wilayah kerja KPSBU Lembang
berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 2 :

Tabel 2. Rataan Suhu Rektal Sebelum Pemerahan dan Sesudah Pemerahan Hasil
Pengukuran Selama 14 Hari.
Laktasi 1 Laktasi 2
Analisis
06.00 10.00 06.00 10.00
Rata-rata (°C) 38,39 38,62 38,42 38,64
Minimal (°C) 38,27 38,47 38,35 38,60
Maksimal (°C) 38,46 38,75 38,50 38,67
Standar Deviasi 0,16 0,17 0,14 0,13
Koefisien Variasi(%) 0,41 0,43 0,36 0,33

Rataan suhu tubuh sapi laktasi 1 pada pukul 06.00 sebelum pemerahan adalah 38,39°C
dengan rentang 38,27°C – 38,46°C, sedangkan pada laktasi 2 38,42°C dengan rentang 38,35°C –

Fakultas Peternakan Page 8


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

38,60°C. Pada pagi hari keadaan lingkungan masih nyaman dengan nilai indeks THI 64,1. Hal
tersebut karena sedikit aktivitas yang dilakukan dan belum adanya proses penernaan makanan
oleh sapi perah. Pada saat sesudah pemerahan yaitu pada pukul 10.00 terjadi perubahan rata-rata
suhu tubuh pada masing-masing sapi laktasi 1 adalah 38,62°C dengan rentang 38,47°C –
38,75°C, sedangkan pada laktasi 2 adalah 38,64 dengan rentang 38,60°C – 38,67°C, hal tersebut
menunjukan adanya perubahan rata-rata suhu tubuh bersamaan dengan naiknya suhu lingkungan
di tempat penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan pada dua waktu tersebut suhu tubuh masing-
masing sapi laktasi menunjukan adanya penambahan serta terdapat perbedaan laju suhu tubuh
sapi perah pada periode laktasi 1 dan 2.
Faktor yang menyebabkan bertambahnya panas tubuh pada sapi perah laktasi dipengaruhi
oleh faktor internal yang meliputi proses pencernaan dan proses metabolisme (Santoso, 1996).
Pada dasarmya ternak memproduksi panas dalam tubuh yang dihasilkan dari proses perombakan
bahan pakan yang dikonsumsi dan proses metabolisme. Suhu tubuh pada sapi akan selalu
berubah bergantung pada aktifitas di dalam dan luar tubuh. Besarnya produksi panas
dipengaruhi pula oleh tingkah laku, jumlah konsumsi pakan, suhu lingkungan, laktasi,
pertumbuhan dan kebuntingan (Purwanto, 1993).
Faktor internal lainnya adalah biosintesis susu. Pada saat proses biosintesis susu, dimana
peneltian ini menggunakan sapi laktasi 1 dan 2 yang sedang berproduksi. Sapi perah yang
sedang laktasi, memproduksi panas dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan sapi yang tidak
laktasi (Brody, 1956) Semakin tinggi produksi sapi perah, semakin tinggi panas yang dibentuk.
Dapat dilihat dari hasil pengamatan adanya perbedaan suhu tubuh sebelum pemerahan pada
pukul 06.00 dan setelah pemerahan pada pukul 10.00, hal tersebut diakibatkan adanya proses
biosintesis susu yang berdampak pada penambahan panas tubuh sehingga meningkatkan suhu
tubuh. Perubahan suhu tubuh pada laktasi 2 (38,42-38,64°C) berbeda dibandingkan dengan sapi
laktasi 1 (38,39 -38,62°C), hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Esminger (1971)
bahwa sapi perah pada periode laktasi 2 memproduksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan
sapi laktasi 1.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi penambahan panas tubuh pada sapi perah ada
suhu lingkungan. Bertambahnya waktu pada pukul 06.00 sampai pukul 10.00 akan
meningkatkan suhu lingkungan, sesuai dengan Soeharsono (1978) bahwa peningkatan suhu
lingkungan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Salah satu faktor lingkungan yang cukup

Fakultas Peternakan Page 9


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim mikro. Potensi genetik seekor
ternak tidak bisa diekspresikan secara optimal pada iklim mikro yang kurang mendukung.
Empat elemen iklim mikro yang berpengaruh pada produktivitas ternak secara langsung yaitu :
suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto, 2006).
Sapi FH termasuk hewan homoioterm yang selalu menjaga keseimbangan antara panas
tubuhnya dengan lingkungan disekelilingnya. Perubahan lingkungan luar segera diikuti dengan
perubahan lingkungan dalam tubuh, dan dikembalikan ke kondisi semula agar seluruh kerja
sistem organ kembali ke dalam keadaan normal. Kondisi demikian disebut dengan proses
homeostasis, yang bertujuan untuk memelihara proses fisiologis tubuh agar tetap optimal
(Sturkie,1981). Homeostasis dapat terjaga karena adanya keseimbangan sebagai manifestasi
antara produksi panas (Heat Production) dan kehilangan panas (Heat Loss).
TPS Manoko, Pojok dan Keramatsebagai tempat penelitian berada didaerah dataran
tinggi merupakan lokasi dengan kondisi yang nyaman atau comfort zone bagi sapi FH
didasarkan pada nilai rataan THI di bawah 72. Kondisi ini tidak mempengaruhi proses
metabolisme sehingga pemanfaatan nutrisi pakan untuk biosintesis susu berlangsung secara
optimal dan proses fisiologis yang mengatur keseimbangan panas berjalan normal dan akhirnya
produksi susu yang dihasilkan ternak juga optimal. Hal tersebut karena variasi suhu tubuh hasil
pengamatan dalam kisaran tubuh normal yaitu antara 38,0 – 39,3°C (Robertshow, D. 2000).
Koefisien variasi berkisar antara 0,41 – 0,47% pada laktasi 1 dan pada laktasi 2 antara
0,36 - 0,42%. Koefisien variasi pada tiap periode laktasi menunjukkan angka di bawah 10%
dapat diartikan bahwa nilai suhu tubuh ternak di wilayah kerja KPSBU Lembang tergolong
seragam, karena nilai koefisien variasi tersebut masih di bawah 10% (Nasution, 1992). Hal
tersebut dapat disebabkan karena sistem perkandangan dan manajemen pemeliharaan di peternak
anggota KPSBU seragam serta kondisi lingkungan yang mendukung untuk peternakan sapi
perah.

SIMPULAN

1. Rata-rata produksi susu sapi laktasi 1 pada pemerahan pagi hari yaitu 9,40 L dan sore
hari 6,74 L, sedangkan pada sapi laktasi 2 produksi susu sore hari yaitu 10,57 L dan sore
hari 7,53 L. Perbedaan produksi susu yang dihasilkan pada pemerahan pagi dan sore

Fakultas Peternakan Page 10


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

dengan selang pemerahan 13:11 adalah sebesar 0,16% pada laktasi 1 dan 0,17% pada
laktasi 2.

2. Rata-rata suhu tubuh sapi laktasi 1 berada pada rentang 38,42°C -38,64°C, sedangkan
suhu tubuh pada sapi laktasi 2 berada pada rentang 38,39°C -38,62°C. Penambahaan
rataan suhu tubuh di pengaruhi oleh metabolisme tubuh, proses biosintesis susu dan suhu
lingkungan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP, dosen

pembimbing utama dan Dr. Ir. Hj. Elvia Hernawan, MS, dosen pembimbing anggota yang telah

meluangkan waktu, bimbingan, dorongan, dan memberikan pengarahan kepada penulis serta tak

lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada proyek penelitian Academic Leadership Grant

(ALG) yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. H. Moch. Makin, MS., yang berjudul Performa sapi Perah

Fries Holstein di Jawa Barat yang telah mendukung penuh penelitian penulis. Ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada Khairun Nisa Marsuma, S.Pt telah membantu dan

menyemangati penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Ako, A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. Institut pertanian Bogor Press. Bogor.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan. 2015. Produksi Susu Sapi Perah Provinsi. Jakarta.

Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science. The Interstate Printers andPublisher. Inc. Danville,
Illinois.

Kuswandi, Talib, C. Siregar, A. R dan Sugiarti, T. 2005. Pengaruh Imbangan antara Rumput
dan Konsentrat pada Sapi Perah Indonesia Holstein Fase Bunting dan Laktasi. Laporan
Penelitian tahun 2004, Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Makin, M. 2011. Tatalaksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.

McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H. Freeman
and Co., San Frascisco.p.1-128.

Ouweltjes, W. 1998. The relationship between milking yield and milking interval in dairy cows.
Livestock Production Science. 56 : 193 - 201

Fakultas Peternakan Page 11


Universitas Padjadjaran
Kajian Produksi Susu Sapi.....................................................................................................Kamal Asmayadi

Resti, Y. 2009. Pengaruh Selang Waktu Pemerahan Terhadap Produksi Susu Sapi Fries
Holland. Repository IPB. Bogor

Robershow, D. 2000. Temperature regulation and the thermal environment, in Dukes Phsyologi
of domestic Animals, 12th ed, edited by Reece W.O., Cornell Univ. Press

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi
Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Soeharsono. 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu Bagi Kehidupan Manusia. Widya
Padjajaran. Bandung

Sturkie, P.D. 1981. Basic Physiology. Springer - Verlag New York, Inc. USA.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Cetakan ke-6. Penerbit Tarsito, Bandung. hlm 67-101.

Yani, A. dan B.P. Purwanto. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi
Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan
Produktivitasnya. Jurnal Media Peternakan Vol. 29 No 1. halaman 35-46.

Fakultas Peternakan Page 12


Universitas Padjadjaran

Anda mungkin juga menyukai