1

No)172)/Th))VII))/))7)L)20))Oktober))2013)

Lantan%Bentala% Foto:'Jacky'Mauputty'
Menyusuri)Kepulauan)Aru)(Bagian)I))
Jacky)Manuputty)
)
Kiamat'ekologis'kini'mengancam'kepulauan'Aru,'setelah'28'
perusahaan'di'bawah'bendera'PT'Menara'Group'mau'mengubah'hutan'
di'sana'menjadi'perkebunan'tebu.'Tetapi'seperti'apa'sebenarnya'
wajah'kepulauan'Aru?''

Tak banyak kata yang bisa beta ucapkan, perahu ini untuk terus bergerak maju.
ketika pada akhirnya berkesempatan untuk Suasana mistis begitu terasa saat sesekali
menyusuri selat-selat kecil antar pulau di terdengar teriakan manusia dari balik
Kepulauan Aru bagian tengah. Sewaktu pekatnya kabut, atau bunyi mesin perahu
melayari “sungai” Manumbai saat fajar lain di kejauhan. Beberapa kali kami
mulai merekah, hamparan kabut tebal melewati pesisir desa-desa adat yang
menutupi seluruh pemandangan disekitar sebagian besar rumahnya berbentuk
perahu kayu yang beta tumpangi. Insting panggung di atas air. Ditopang batang-
pengemudilah yang menjadi pemandu bagi batang kayu wakat/mangrove, rumah-rumah
papan ini bermunculan satu
persatu dari balik pekatnya
kabut.
Kabupaten Kepulauan Aru
memang terdiri dari
kurang lebih 300 pulau
kecil dan besar. Gugusan
pulau-pulau di antara
Australia, Papua dan
Maluku bagian Tenggara
ini disekat oleh hampir
100-an selat besar dan
kecil. Orang Aru
menyebut selat-selat itu
“sungai,” karena ada
banyak selat yang lebarnya
hanya sekitar 20 – 50
Kabut'tebal'di'pagi'hari''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''''
Gerakan'3'R'
Reduce,'Reuse,'Recycle''
YAYASAN'LANTAN'BENTALA''
Alamat'sekretariat'bersama:''
Gedung'C'Lantai'3'–FISIP'UI''
Depok'16424''
T':'(021)'786Q3427''
F':'(021)'787Q0612''
Email:'lantan.bentala@gmail.com.''
)
Redaksi)Lantan)Bentala)%
Pemimpin)Umum:)Evelyn)Suleeman)%
Dewan)Redaksi:)Evelyn)Suleeman,)
Brigita)Chikita)AR,)Ismiati)
Farahnasy,)Miranti)S)Hirschmann)
(NürnbergLJerman),)Shanty)
Novriaty,)Trisno)S.)Sutanto)%
Fotografer:)Muhammad)Iqbal,)Siti)
Hidayati'
4
3
Rumah'panggung'di'pinggir'sungai'
! meter. Hampir setiap pulau dibungkus rumpun mangrove
lebat, karenanya kepulauan Aru dikenal juga sebagai
habitat mangrove terbesar di Provinsi Maluku. Melewati
rerimbunan rumpun mangrove sepanjang pulau-pulau saat
kabut pagi mulai menguap, menyungguhkan pemandangan
yang sungguh menakjubkan.
Kantong Kemiskinan di Atas Hamparan Kekayaan
Sejak lama wilayah laut di Kepulauan Aru terkenal sebagai
daerah kaya. Berada langsung pada bentangan laut Arafura,
lautan di sekitar kepulauan Aru ditandai sebagai salah satu
daerah tangkapan ikan terkaya di dunia. Komoditi hasil
lautnya memang merupakan primadona wilayah ini sejak
dahulu. Sir Alfred Wallace dalam bukunya, The Malay
Archipelago (1923), telah mencatat bahwa dalam periode
1800-an puluhan kapal dagang telah melayari Kepulauan
Aru dengan membawa berbagai hasil laut dan barang
dagangan lainnya yang sangat berharga di pasaran Eropa.
Tidak saja di lautan lepas, pesisir-pesisir pantai di
Kepulauan Aru telah sejak lama menjadi wilayah kultivasi
mutiara dari puluhan perusahan dalam dan luar negeri.
Kepulauan Aru memang ikon bagi perburuan mutiara
berkualitas sejak dahulu. Dalam buku ‘Orang-Orang Kalah’
(2004) yang diterbitkan Insist, dikemukakan fakta bahwa
pada tahun 1969 satu perusahan Jepang telah menanamkan
modal sebesar $ 1 juta untuk budidaya mutiara di
Fatujuring, Kepulauan Aru.
Lantan)Bentala)No.%172%/Th%%VII%/%7%–%20%Oktober%%%2013)
Gambaran kekayaan Aru terus berlangsung hingga kini. Ketua
Bapeda Kepulauan Aru, dalam salah satu kesempatan baru-baru
ini, mengemukakan bahwa salah satu perusahan ikan di Aru bisa
mengeruk $ 45 juta/tahun dari wilayah itu. Ketika kami
mengunjungi wilayah Aru tengah, diperoleh cerita bahwa sebuah
kapal trawl bisa menangguk udang galah seharga Rp. 13
juta/malam di wilayah sungai yang, ironisnya, disewakan desa
adat setempat kepada pengusaha hasil laut dengan harga Rp. 100
juta/tahun.
Aru memang surga bagi penikmat ‘seafood.’ Di pesisir desa-desa
Aru dengan mudah bisa ditemukan teripang nanas, kepiting
bakau, cumi, lobster, serta berbagai jenis kerang-kerangan yang
seakan tak pernah habis persediaannya. Sayangnya orang-orang
Aru bukanlah nelayan tangguh. Mereka tak menggantungkan
hidupnya di laut. 75% kebutuhan sehari-hari orang-orang Aru
diperoleh dari interaksinya yang dinamis dengan hutan di sekitar
perkampungan mereka. Berkebun (seadanya) dan berburu adalah
potret pencaharian kebanyakan warga lokal di Kepulauan Aru.
Bersambung
TEKS)DAN)FOTO:)JACKY)MANUPUTTY)
)