Anda di halaman 1dari 8

1.

Sifat dan keterbatasan laporan keuangan menurut Prinsip Akuntansi Indonesia 1984
adalah sebagai berikut:[1]
Jawaban :
- Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah
lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber
informasi dalam proses pengambilan keputusan ekonomi.
- Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
pihak tertentu.
- Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari taksiran dan berbagai
pertimbangan.
- Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula, penerapan prinsip
akuntansi terhadap suatu fakta pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak
menimbulkan pengaruh yang material terhadap kelayakan laporan keuangan.
- Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian; bila terdapat
beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka
lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling
kecil.
- Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi
daripada bentuk hukumnya (formalitas).
- Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai
laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi-
informasi yang dihasilkan.
- Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi
dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
- Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan umumnya
diabaikan.

Sifat historis laporan keuangan merupakan konsekuensi logis bahwa pengakuan dan
pengukuran atas suatu transaksi/kejadian didasarkan pada saat terjadinya transaksi tersebut.
Nilai historis adalah nilai yang paling akurat dan paling mudah ditelusuri melalui bukti-bukti
transaksi. Dalam SFAC No.1 paragraph ke-21 disebutkan seperti berikut:

The Information provided by financial reporting largely reflects the financial effects of
transactions and events that have already happened. Management may communicate
information about its plans or projections, but financial statements and most other financial
reporting are historical.[2]
Selanjutnya dalam paragraph ke-22 dijelaskan seperti berikut:
Financial reporting is but one source of information needed by those who make economic
decisions about business enterprises. Business enterprises and those who have economies
interest in them are affected by numerous factors that interact with each other in complex
ways. Those who use financial information for business or economic decisions need to
combine information provided by financial reporting with pertinent information from other
sources, for example, information about general economic conditions or expectations,
political events and political climate, or industry outlook.[3]
Laporan keuangan memang merupakan informasi yang diperlukan para pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomik, tetapi bukan merupakan satu-satunya alat yang harus
dipakai tanpa kombinasi sumber-sumber informasi yang lain. Seorang investor yang ingin
tahu harga saham di masa mendatang tidak bisa hanya mengandalkan informasi dari laporan
keuangan masa lalu, tetapi kejadian perekonomian secara umum, bahkan kejadian politik
harus pula menjadi pertimbangan.

Sifat dan keterbatasan laporan keuangan yang kedua adalah bahwa laporan keuangan bersifat
umum, dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. Sifat umum
laporan keuangan seperti yang dimaksud oleh PAI tidak bisa/belum bisa terpenuhi. Hal ini
karena fokus informasi keuangan tersebut dimaksudkan tetap saja tertuju kepada pihak
tertentu, yaitu investor dan kreditor. Kepentingan masyarakat luas, terutama sehubungan
dengan tanggungjawab sosial perusahaan belum bisa terpenuhi dan terungkap melalui media
laporan keuangan/akuntansi konvensional.

Sifat dan keterbatasan yang ketiga adalah bahwa pengakuan, pengukuran, dan penilaian suatu
transaksi/kejadian dalam susunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan
berbagai pertimbangan. Taksiran dan berbagai pertimbangan dapat dibenarkan jika dilakukan
secara obyektif. SFAC No.1 dalam paragraph ke-20 juga membenarkan adanya taksiran dan
pertimbangan-pertimbangan dalam pengukuran suatu kejadian/transaksi:

The information provided by financial reporting often results from approximate, rather than
exact measures. The measures commonly involve numerous estimates, classifications,
summarizations, judgments, and allocations. The outcome of economic activity in a dynamic
economy is uncertain and results from, combinations of many factors. Thus, despite the aura
of precision. that may seem to surround financial, reporting in general and financial
statements in particular; with few exceptions the measures are approximations, which may be
based on rules and conventions, rather than exact amounts.[4]
Sifat dan keterbatasan selanjutnya adalah bahwa aluintansi hanya melaporkan informasi yang
material. Batas materialitas suatu transaksi/ kejadian dalam akuntansi ditentukan
berdasarkan judgment, karena sulit untuk menentukan secara pasti. Informasi yang tidak
material tidak perlu diungkap dalam laporan keuangan. Kejadian/transaksi pertukaran yang
terjadi antara perusahaan dengan lingkungan sosial perusahaan mempunyai sifat yang sangat
material untuk diungkap dalam laporan keuangan. Akuntansi konvensional ternyata belum
mampu memenuhi konsep materialitas tersebut. Dengan demikian akuntansi konvensional
perlu memperluas fokus informasi yang dihasilkannya.

2. Menjelaskan agregat dalam mengukur financial


Jawaban : Penelitian yang dilakukan Maisel (1996) menunjukkan bahwa perusahaan
lebih menitikberatkan pada penekanan pengukuran finansial dibanding dengan businnes
performance dan organizational Effectiveness. Ukuran finansial yang diteliti dalam
penelitian tersebut adalah sales growth and profitability, product cost and margin, EPS,
ROA, dan ROI. Hal ini menunjukkan sebagian besar perusahaan ternyata menganggap
ukuran finansial lebih penting atau lebih ditekankan. Pengukuran finansial pada dasarnya
lebih objektif walaupun kurang diperhitungkan didalan pengambilan keputusan. Ukuran
kinerja finansial mempunyai kendala di dalam pencapaian misi/visi perusahaan.
Contohnya: suatu bagian dalam mencapai effisiensi akan berusaha menyimpan
persediaan yang berlebihan untuk menghindari laporan varian volume pada sistem
akuntansi biaya tradisional. Sejenis dengan masalah tersebut, dalam mengurangi biaya 36
tenaga kerja mungkin suatu perusahaan lebih menyukai menggunakan tenaga kerja
kontrakan atau tenaga kerja dari luar untuk dapat mengurangi biaya pada departemen
gaji, untuk menghasilkan biaya material yang rendah dan mengeliminasi varian harga
beli maka perusahaan akan memilih supplier yang menawarkan harga terendah. Kejadian
tersebut sering dijumpai pada perusahaan yang hanya menggunakan ukuran-ukuran
kinerja finansial karena kondisi tersebut akan memberi tanda positif yang salah. Tanda
positif yang salah itu timbul sebab dilihat dari segi departemen tertentu terlihat effektif
dan efisien tetapi dilihat dari perusahaan secara keseluruhan sebetulnya tidak effektif.
Ukuran-ukuran finansial itu juga akan mengakibatkan pembuatan strategi agar karyawan
dan manajer cenderung mengambil tindakan untuk menguntungkan evaluasi kinerja
pekerja tetapi mengganggu kegiatan bisnis secara keseluruhan Bagaimanapun ukuran
finansial merupakan hasil keputusan masa lalu bukan merupakan langkah aktivitas untuk
mencapai keberlangsungan hidup yang lebih kompetitif pada masa yang akan datang.
Keterbatasan ukuran finansial juga dikuatkan oleh The AICPA Special Committee on
Financial Reporting (1994) yang menyatakan para pengguna berorientasi pada masa
yang akan datang ketika laporan finansial bisnis berorientasi ke masa lalu. Walaupun
dikatakan tetap disetujui informasi tentang masa lalu merupakan indikator yang berguna
untuk kinerja masa yang akan datang, namun para pengguna juga sangat perlu untuk
mengetahui informasi ke depan. Komite ini juga mengakui perlunya pelaporan sampai
seberapa baik proses yang telah dilakukan perusahaan di dalam menciptakan ‘value’
pada masa yang akan datang. Ukuran Kinerja Non

3. Menjelaskan control dan mengukur non financial


Jawaban : Kaplan (1996) mengatakan bahwa pengukuran kinerja finansial di dalam
perusahaan akan mendorong perusahaan terlalu berpegang pada pencapaian dan
pertahanan keuntungan finansial jangka pendek, hal ini menyebabkan perusahaan lebih
banyak menanamkan investasi jangka pendek dan kurang memperhatikan investasi yang
bisa menciptakan value jangka panjang, seperti intangible dan intellectual assets yang
bisa menghasilkan pertumbuhan pada masa yang akan datang. Penekanan pada
pengukuran kinerja finansial menyebabkan perusahaan mengurangi pengeluaran untuk
pengembangan produk, peningkatan proses produksi, pengembangan sumber daya
manusia, teknologi informasi, data bases dan sistem, serta pengembangan pasar dan
konsumen. Dalam jangka pendek keputusan yang berorientasi pada kinerja finansial
terlihat mengurangi pengeluaran dan meningkatkan income yang tercantum pada laporan
laba-rugi, tetapi kondisi tersebut memberikan efek kanibalisme bagi assets perusahaan
serta penciptaan economic value pada masa yang akan datang. Keterbatasan pengukuran
kinerja finansial menyebabkan kebutuhan pelengkap yang dapat mengantisipasi
keterbatasan tersebut. Melihat kendala yang dialami bila perusahaan hanya berpegang
pada pengukuran kinerja finansial maka Kaplan (1996) mengenalkan suatu konsep yang
dinamakan dengan Balanced Scorecard yaitu suatu instrumen yang akan menjadi
navigasi manajer untuk sukses dalam bersaing pada masa yang akan datang. Balanced
Scorecard (BSC) mentranslasikan misi dan strategi perusahaan ke dalam suatu ukuran
kinerja yang komprehensif yang akan menjadi framework untuk strategic measurement
dan management system. BSC mengukur kinerja perusahaan melalui empat prespektif
yaitu financial, customers, internal business processes dan learning and growth. BSC
memampukan perusahaan untuk tetap menekankan pada hasil finansial dan secara 37
bersama-sama memonitoring proses dalam membangun capabilities dan memperoleh
intangible assets yang dibutuhkan untuk pertumbuhan pada masa yang akan datang.
Perspektif finansial melihat kinerja dari kemampuan untuk memberikan kontribusi
finansial yang dapat meningkatkan bottom-line dalam laporan keuangan. Tipe dari tujuan
berdasarkan prespektif finansial berhubungan dengan profitability-measured, seperti
operating income, return-on-capital-employed, economic value-added. Tujuan lainnya
adalah mempercepat sales growth atau cash flows. Dalam perspektif konsumen, BSC
melihat konsumen dan pangsa pasar. Ukuran kinerja yang digunakan adalah target
segmen yang dijadikan ajang berkompetisi dengan produk/jasa perusahaan lainnya.
Ukuran kinerja yang bisa digunakan pada perspektif ini adalah customer satisfaction,
customer retention, new customer acquisition, customer profitability dan market and
account share dari segmen yang ditargetkan. Ukuran ini digunakan untuk mendorong
loyalitas konsumen karena loyalitas konsumen merupakan iklan yang sangat berharga
bagi perusahaan sebagai alat yang efektif untuk membawa konsumen baru pada
perusahaan (Reichheld, 1996). Ukuran lainnya juga termasuk deliver to customers seperti
on-time delivery, value short lead times.
Perspektif proses bisnis internal memerlukan tindakan pengidentifikasian proses internal
terpenting yang harus tercapai oleh perusahaan dan merupakan program unggulan
perusahaan. Menurut perspektif proses bisnis internal manajer perlu mendefinisikan
secara 38 lengkap internal-process value chain yang dimulai dengan proses indentifikasi
kebutuhan konsumen saat ini dan masa yang akan datang, solusi pengembangan produk
baru untuk memenuhi kebutuhan tersebut hingga jasa yang perlu ditawarkan setelah
produk tersebut terjual sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan tersebut dapat
menambah ‘value’ perusahaan dimata konsumen. Menurut Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan, BSC melakukan indentifikasi terhadap tiga sumber daya organisasi lainnya
yaitu : people, system and organizational procedure. Pengukuran kinerja pada perspektif
ini adalah kinerja yang didasarkan pada karyawan atau employee-based measures, seperti
employee satisfaction, employee retention, dan employee productivity. Jika dilihat
hubungan keempat perspektif tersebut bisa digambarkan seperti gambar 2 di atas.

4. Menjelaskan control dan menejemen operasi menggunakan analisis varian

Jawaban : Analisis variansi

dimaksudkan untuk membandingkan kinerja standar dengan kinerja yangsesungguhnya.


Analisis variansi dapat diterapkan menurut divisi, departemen, program, produk,wilayah, atau
unit pertanggungjawaban lainnya. Jika proses produksi dilakukan di lebih dari satu
departemen, masing-masing departemen harus memiliki standar sendiri-sendiri
guna melekatkan tanggung jawab ke tiap-tiap manajer.

Contoh penerapan analisis variansi

Variansi penjualan

Standar penjualan ditetapkan untuk mengontrol dan mengukur efektivitas kegiatan pemasaran
sertauntuk tujuan-tujuan terkait lainnya, misalnya untuk memotivasi penjualan, merealokasi
sumber dayapenjualan, dan memberikan insentif. Standar yang lazim digunakan untuk tenaga
penjualan ( Sales person ), cabang, atau wilayah penjualan adalah kuota penjualan. Meskipun
kuota penjualanbiasanya dinyatakan dalam satuan mata uang (rupiah), kuota penjualan
bisa juga dinyatakan dalamvolume. Jenis standar lainnya yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi upaya penjualan adalah jumlah panggilan (dari calon kustomer), ukuran order,
laba kotor yang diperoleh, kustomer baruyang diperoleh, dan jumlah kustomer lama yang
bertahan. Variansi penjualan dihitung untuk untuk mengukur kinerja fungsi pemasaran.
5. Mejelaskan cara mengontrol dan mengukur profit
Jawaban :

a. Profit Margin
Profit margin adalah cara menghitung kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau
profit dalam tingkat penjualan tertentu. Laporan profit margin ini bisa Anda ketahui melalui
laporan common size pada laporan laba-rugi di bagian baris paling akhir. Untuk rumus
perhitungan profit margin bisa dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

b. Gross Profit Margin


Yang kedua adalah gross profit margin atau bisa disebut margin laba kotor, yaitu
perbandingan pendapatan laba kotor yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu
dibandingkan dengan besarnya tingkat penjualan pada satu periode yang sama. Rasio ini bisa
mengetahui seberapa besar laba kotor yang diperoleh suatu perusahaan sebelum dikurangi
beberapa biaya operasional dan produksi. Semakin besar suatu perusahaan bisa mengontrol
rasionya, maka semakin besar pula laba yang akan didapatkan oleh perusahaan. Untuk rumus
perhitungannya sebagai berikut.

c. Net Profit Margin


Net profit margin atau laba bersih adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar laba bersih yang diperoleh suatu perusahaan setelah dikurangi berbagai macam hal.
Semakin tinggi rasio net profit marginnya, maka semakin besar pula laba bersih yang
dihasilkan. Untuk bisa mendapatkan net profit yang tinggi, maka dari segi penjualan juga
harus ditingkatkan. Rumus perhitungan rasionya seperti berikut ini.

d. Return on Investment
Return on investment atau biasa disebut ROI adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya guna untuk menutup biaya yang
dikeluarkan saat investasi. Laba yang digunakan untuk menutup biaya investasi ini adalah
laba bersih setelah dikenakan pajak atau (EAT). Untuk rumus cara perhitungan ROI sebagai
berikut.
e. Return on Assets
Yang terakhir adalah return on assets atau biasa disebut rentabilitas ekonomis, yaitu
kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba dengan mengandalkan semua aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan. Laba yang digunakan untuk menutup aset ini adalah laba
sebelum terkena bunga bank dan pajak atau disebut (EBIT). Untuk rumus perhitungannya
seperti berikut ini.

6. Menjelaskan cara mengukur produktifitas


Jawaban :

Secara umum, Rasio produktivitas kerja merupakan hasil perbandingan atau persentase antara
Output dan Input seperti rumus dibawah ini:

Produktivitas = Output / Input

Perlu diingat, Input disini bukanlah berarti Kuantitas bahan mentah yang diolah yang kemudian
menjadi Output. Maksud dari Input disini adalah Sumber-sumber daya yang dipergunakan untuk
menghasilkan suatu Output. Misalnya : Sumber daya Manusia (Karyawan), Waktu,
Perlengkapan produksi dan lain sebagainya.

Rumus untuk menghitung Rasio Produktivitas kerja dalam produksi adalah sebagai berikut :

Produktivitas = (Output x Standard Time) / (Jumlah Tenaga Kerja x Waktu Kerja) x 100

Satuan dalam rumus :


Produktivitas, satuannya adalah Persen (%)
Output, satuannya adalaah Unit (pcs)
Standard Time, satuannya adalah Menit (minutes)
Jumlah Tenaga Kerja, satuannya adalah orang (person)
Waktu Kerja, satuannya adalah Menit (minutes)

Catatan:
Pengertian tentang Standard Time dapat anda lihat di artikel Menghitung Tenaga Kerja, Output
dan Waktu Kerja di Produksi
**Standard Time biasanya tidak dapat diubah, karena sudah ditetapkan oleh para perancang
produk (product designer) ataupun Process Engineer sesuai dengan standar yang ada,
terkecuali adanya perubahaan proses produksi seperti pengurangan langkah kerja ataupun
pengurangan pemasangan komponen.

Berdasarkan rumus diatas, maka sangatlah jelas bahwa jika kita ingin meningkatkan
Produktivitas, maka kita perlu :

1. Naikan Jumlah Output


2. Kurangi Tenaga Kerja, atau
3. Tambahkan Tenaga Kerja dan Naikan Jumlah Output, tetapi kenaikan Output harus lebih
besar dari penambahan Jumlah Tenaga kerja.
Contoh Kasus

Perusahaan A memiliki satu jalur Produksi yang memproduksi kalkulator, Standard Time (ST)
yang telah diperhitungkan oleh para Product Designer adalah 10menit dalam menyelesaikan
perakitan 1 (satu) unit Kalkulator. Dalam memproduksinya, Perusahaan A memakai Tenaga
kerja sebanyak 23 orang, waktu kerja yang ditentukan oleh Pemerintah adalah 420 menit,
Jumlah Output yang berhasil diproduksi pada hari yang bersangkutan adalah 1,000 unit.
Berapakah Produktivitas yang dicapaik oleh Jalur Produksi Kalkulator Perusahaan A?

Penyelesaiannya :

Diketahui :
Standard Time (ST) = 10 menit
Jumlah Tenaga Kerja = 23 orang
Waktu Kerja = 420 menit
Output yang dihasilkan = 1,000 unit
Berapakah Produktivitasnya ?
Produktivitas(%) =(Output x Standard Time) / (Jumlah Tenaga Kerja x Waktu Kerja) x 100
Produktivitas(%) =(1,000 unit x 10 menit) / (23 orang x 420 menit) x 100
Produktivitas(%) =(10,000) / (9,660) x 100
Produktivitas(%) =103,52%
Jadi Produktivitas yang dicapai oleh Jalur Produksi Kalkulator Perusahaan A pada hari tersebut
adalah 103,52%.

Minimal Rasio Produktivitas yang harus dicapai adalah 100%, yaitu Output yang dihasilkan sama
dengan Input (sumber daya) yang dipergunakannya atau mencapai breakeven point antara
Output dan Input.

Tentunya, laba atau profit yang dihasilkan oleh suatu perusahaan bukan saja ditentukan oleh
Produktivitas kerja.
Faktor lain yang mempengaruhi laba atau profit dari suatu perusahaan antara lain Harga Jual
Produk, Biaya Tenaga Kerja, Biaya Bahan Mentah dan Bahan Pembantu, Biaya Listrik, Biaya
Pemasaran, Biaya Administrasi dan Biaya-biaya operasional lainnya.

Tetapi Produktivitas sangat penting menjadi tolak ukur apakah suatu Perusahaan dapat
menjalankan produksinya dengan se-efisien dan se-efektif mungkin. Semakin tinggi tingkat
Produktivitasnya, semakin tinggi pula efisiensi kerja dalam produksi.

Anda mungkin juga menyukai