RMK Etika Bisnis Kelas C7 Kel 5
RMK Etika Bisnis Kelas C7 Kel 5
KELOMPOK 5
UNIVERSITAS UDAYANA
REGULER
Kasus 1
Peristiwa ini terjadi karena kesalahan PT. Lapindo Brantas yang tidak
menjalankan prosedur dalam melakukan pengeboran gas yang terletak di Kecamatan
Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Akibat dari kesalahan yang dilakukan PT
Lapindo, menimbulkan meluapnya lumpur panas dari dalam perut bumi. Banyak sekali
pendapat dari para peneliti dan para ahli yang berbeda, mulai dari penyebab utama
terjadinya peristiwa banjir lumpur panas ini karena bencana alam, kesalahan perhitungan
dari PT Lapindo Brantas sendiri, bahkan sampai ada yang menyebutkan bahwa
penyebabnya tidak diketahui dengan pasti.
Hal ini tentu merupakan hal yang sangat serius karena telah berdampak buruk
dalam areal yang cukup luas.
LANDASAN TEORI
KRONOLOGI PERISTIWA
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada
kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385
kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni
2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297
kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat
di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan
Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Lokasi pusat semburan
hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur
eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Lokasi semburan
lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu
kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol
Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-
Banyuwangi(jalur raya pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang
dan Surabaya-Banyuwangi, Indonesia. Selain perusakan lingkungan, dampak sosial banjir
lumpur panas ini tidak bisa dipandang lebih dari 100 hari tidak menunjukkan perbaikan
kondisi, baik menyangkut kepedulian pemerintah terganggunya pendidikan dan sumber
penghasilan, ketidakpastian penyelesaian, dan tekanan psikis yang bertubi-tubi mulai
mengemuka.
Pihak PT Lapindo Brantas sendiri telah mencoba berbagai macam upaya untuk
menghentikan semburan lumpur panas ini, baik untuk menanggulangi rumah yang
terendam banjir, membuat snubbing unit, (suatu sistem peralatan bertenaga hidrolik yang
umumnya digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan dalam sebuah sumur yang sudah
ada.), melakukan pengeboran miring(sidetracking), membuat tiga sumur baru (relief
well), namun upaya-upaya tersebut gagal total.
Pilihan kedua, membuang langsung lumpur panas tersebut ke Kali atau sungai Porong,
Sebagai tempat penampungan lumpur, Kali Porong memang telah tersedia tanpa perlu
digali dan memiliki potensi volume yang cukup besar untuk menampung kiriman lumpur
panas tersebut.
Dari uraian kasus diatas diketahui bahwa kelalaian yang dilakukan PT. Lapindo
Brantas merupakan penyebab utama meluapnya lumpur panas di Sidoarjo, akan tetapi
pihak Lapindo malah berdalih dan enggan untuk bertanggung jawab. Jika dilihat dari sisi
etika bisnis, apa yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas jelas telah melanggar etika
dalam berbisinis. Dimana PT. Lapindo Brantas telah melakukan eksploitasi yang
berlebihan dan melakukan kelalaian hingga menyebabkan terjadinya bencana besar yang
mengakibatkan kerusakan parah pada lingkungan dan social.
Eksploitasi besar-besaran yang dilakukan PT. Lapindo membuktikan bahwa PT.
Lapindo rela menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan. Dan keengganan
PT. Lapindo untuk bertanggung jawab membuktikan bahwa PT. Lapindo lebih memilih
untuk melindungi asset-aset mereka daripada melakukan penyelamat dan perbaikan atas
kerusakan lingkungan dan social yang mereka timbulkan.
Hal yang dilakukan oleh PT. Lapindo telah melanggar prinsip-prinsip etika yang ada,
yaitu :
Prinsip mengenai hak dan deontology
Menurut Blackstone, setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas, akan tetapi
dengan adanya perisyiwa lumpur panas tersebut, warga justru mengalami dampak
kualitas lingkungan yang buruk.
Perspektif utilitarisme
menegaskan bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu
eksternalitas ekonomis. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam biaya
manfaat, pendekatan ini menjadi tidak etis apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan
pada orang lain. Akan tetapi, dalam kasus ini PT. Lapindo justru mengeruk sumber daya
alam di Sidoarjo untuk kepentingan ekonomis semata, dan cenderung kurang melakukan
pemeliharaan terhadap alam, yang dibuktikan dengan pengehematan biaya operasional
pada pemasangan chasing, sehingga menimbulkan bencana yang besar.
Keadilan
Prinsip etika bisnis mengenai keadilan distributive juga dilanggar oleh PT. Lapindo,
karena perusahaan tidak bertindak adil dalam hal persamaan, prinsip penghematan adil
dan keadilan social. PT. Lapindo pun dinilai tidak memiliki kepedulian terhadap sesama
manusia atau lingkungan, karena menganngap peristiwa tersebut merupakan bencana
alam yang kemudian dijadikan alas an perusahaan untuk lepas tanggung jawab. Dengan
segala tindakan yang dilakukan oleh PT. Lapindo secara otomatis juga berarti telah
melanggar etika kebajikan.
Etika Kepedulian
Kepedulian terhadap sesama manusia ataupun lingkungan arus diterapkan dimana saja
kita tinggal. Etika kepedulian disini kurang di perhitungkan dan diterapkan guna
kepentingan bersama. Dalam kasus ini, menjadi tidak etis karena telah mencemari
lingkungan dan tidak bertanggung jawab secara social atas dampak yang telah dihasilkan
Hal ini membuktikan bahwa etika berbisnis yang dipegang oleh suatu perusahaan
akan sangat mempengaruhi kelangsungan suatu perusahaan. Dan segala macam bentuk
pengabdian etika dalam berbisnis akan mengancam kemanan dan kelangsungan
perusahaan itu sendiri.
Bagaimanapun juga tindakan PT Lapindo jika ditinjau dari segi etika lingkungan sangat
tidak bertanggung jawab dan justru terkesan mengabaikannya.
KESIMPULAN
Dari peristiwa mengenai kasus semburan lumpur panas Lapindo Brantas ini dapat
disimpulkan bahwa kasus ini sampai sekarang masih belum bisa ditangani dengan tuntas
dan telah berdampak buruk bagi masyarakat sekitar. Peran pemeritah dalam
menindaklanjuti kasus ini juga terkesan berlarut-larut dan tidak dapat memberikan
jaminan bagi para korban sehingga masyarakat yang menjadi korban merasa mendapat
kepastian dan ketenangan. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi
kasus ini namun tidak berhasil dengan baik. Upaya pemerintah untuk membuang
semburan lumpur panas ini ke sungai Porong juga dinilai masyarakat tidak
mempertimbangkan etika lingkungan yang ada.
SARAN
Untuk PT Lapindo Brantas sendiri, diharapkan dapat segera menuntaskan kasus ini
secepat-cepatnya dan sebaik mungkin mengingat telat berlarut-larutnya masalah ini
mengembang di permukaan. Hal ini dirasa perlu untuk mengurangi opini-opini negatif
dari publik.
Dalam kasus pembakaran limbah, RSUD Bangli telah melakukan pelanggaran etika
terhadap lingkungan. Dimana mereka melakukan tindakan yang merugikan lingkungan
atau pencemaran terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh kepulan asap dari hasil
pembakaran limbah atau sering disebut pencemaran udara. Padahal pihak rumah sakit
sendiri seharusnya mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan oleh limbah medis.
Limbah medis termasuk salah satu limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Menurut UU No. 32 Tahun 2009 pada Bab I, Limbah Bahan berbahaya dan beracun
adalah zat, energy, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Dampak yang ditimbulkan oleh polusi
udara akibat limbah B3 dapat berakibat fatal bagi kesehatan maupun tanaman.
Pencemaran udara terhadap tingkat kesehatan dapat mengakibatkan terganggunya
saluran pernafasan ataupun iritasi terhadap bagian tubuh, hal tersebut yang menjadi
kekhawatiran atau teror bagi warga bangli apabila kegiatan tersebut terus berlangsung
tanpa adanya perbaikan dari pihak rumah sakit, karena sampai kasus ini dilaporkan belum
ada tanda-tanda atau itikad baik dari pihak rumah sakit untuk menyelesaikan
permasalahan ini.
Dalam hal ini pihak rumah sakit tidak menjalankan AMDAL (Analisis Mengenai
dampak lingkungan). Terdapat beberapa kriteria dalam analisis dampak lingkungan
( AMDAL ) diantaranya dalam UU No. 32 Tahun 2009 :
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan.
b. Luas wilayah penyebaran dampak.
c. Intensitas dan lamanya dampak tersebut berlangsung.
Dapat dilihat dari penjelasan AMDAL diatas, pihak rumah sakit mengabaikan
dampak-dampak yang terjadi dari pembakaran limbah rumah sakit sehingga
mengakibatkan adanya pihak yang dirugikan oleh kegiatan pembakaran limbah yakni
masyarakat sekitar. Luas penyebaran dampak dari pembakaran juga tidak diperhitungkan
dengan baik dimana pihak rumah sakit meletakkan mesin pembakar yang jaraknya sangat
dekat dengan pemukiman. Dari pihak rumah sakit juga tidak merespon pengaduan yang
dilakukan masyarakat terhadap pencemaran pembakaran limbah. Hal itu juga ditegaskan
salah seorang warga yang juga mantan pejabat dinas PU Bangli, bernama Sang Nyoman
Yasa yang mengatakan “ Pencemaran lingkungan yang terjadi sudah sangat parah, kami
telah menjadi korban. Sementara mereka tidak peduli dengan kami”. Hal tersebut
membuat pencemaran limbah medis yang terjadi di Bangli semakin berlarut-larut.
KESIMPULAN
Dari kasus pembakaran limbah medis oleh RSUD Bangli kita dapat simpulkan bahwa, RSUD
Bangli telah melakukan pelanggaran etika terhadap lingkungan. Dimana mereka melakukan
tindakan yang merugikan lingkungan atau pencemaran terhadap lingkungan yang diakibatkan
oleh kepulan asap dari hasil pembakaran limbah atau sering disebut pencemaran udara dan
menyebabkan berbagai penyakit dalam kehidupan masyarakat disana. Oleh karena itu perlu
kesadaran lebih dari pihak-pihak rumah sakit untuk segera mengatasi hal tersebut dan
pemerintah juga ikut ambil bagian dalam penegakan peraturan- peraturan yang berlaku dan
memfasilitasi masyarakatnya dengan cara menyediakan rumah sakit sebagai tempat
berobat,dan lain- lain.
SARAN
Untuk pihak RSUD Bangli untuk lebih sadar bahwa dalam berbisnis tidak hanya
memperhatikan keuntungan untuk diri sendiri tetapi lebih memperhatikan kembali
lingkungan sekitarnya sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan maupun sosial akibat hal
tersebut. Dan bagi pemerintah diharapkan dapat lebih konsisten dalam menerapkan segala
kebijakan yang sudah berlaku demi kesejahteraan masyarakat
KASUS YANG BERKAITAN DENGAN ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN
LATAR BELAKANG
Salah satu upaya nyata dunia internasional terhadap penghapusan diskriminasi adalah
adanya Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Perempuan pada
tahun 1976 dan mulai berlaku tahun 1979. Konvensi ini meletakkan pemikiran dasar bahwa
diskriminasi terhadap perempuan sebagai hasil dari relasi yang timpang di dalam masyarakat
yang dilegitimasi oleh struktur politik dan termasuk hukum yang ada.
Sharan Burrow akan menghadiri perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day
pada 1 Mei 2015 di Indonesia. Dia ingin mengkampanyekan kepada para perusahaan-
perusahaan di Indonesia untuk menjadi perusahaan yang memikirkan keberlangsungan hidup
kaum buruh. "Besok, kami (ITUC) akan ikut memperingati hari buruh. Kami akan
mengkampanyekan untuk lebih baik. Karena selama ini kaum buruh masih di pandang hanya
sebagai pekerja," kata Sharan.
Kasus:
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan
seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosandan
inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada
perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda
perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini
pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI
yang baru masuk. Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan,
yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang
hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi
pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus
menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan
ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada
prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita
identikdengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria
persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami
tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan
perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena
mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami
diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum
perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat
penganggurannya tinggi. Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002.
Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak
menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat
tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11
September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk
membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang
positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang,
menjadi contoh hal ini. Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi
wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial. Pada saat itu, Ny.
Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari
bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-
geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan
sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja
karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar
berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
PEMBAHASAN
Pengertian
Diskriminasi merupakan suatu tindakan yang secara moral adalah tidak netral karena
biasanya mengacu pada tindakan membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan
keunggulan yang dimiliki,tetapi berdasarkan prasangka atau berdasarkan sikap-sikap yang
secara moral tercela.
pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya
lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki).
Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik
atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis
kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7
tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang
menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini,
pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia
bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya
tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas
yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan
selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
Upaya-upaya penghapusan diskriminasi
Aturan-aturan yang konkrit terkait masalah diskriminasi gender sebenarnya sudak ada
sejak lama. Namun pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam menentukan kebijakan
masih lemah dalam bertindak.
Misalnya saja UU No.33 Tahun 1977 tentang Asuransi Tenaga Kerja, SE Menaker
No.4 Men/1988 tentang Larangan Diskriminasi terhadap Pekerja Perempuan, dan SE
Menaker No.03/Men/1989 tentang Larangan Diskriminasi terhadap Perempuan Menikah,
Hamil, dan Melahirkan. Peran reproduksi perempuan yang sudah diadopsi oleh undang-
undang/ peraturan ketenagakerjaan terbukti masih terus dilanggar oleh pihak pengusaha,
bahkan peran ini sering menyingkirkan perempuan dalam dunia kerja.
Konvensi ILO No.100 yaitu prinsip penngupahan yang sama untuk pekerjaan yang
sama nilainya dan posisi tanpa membedakan jnis kelamin. Namun pada kenyataannya prinsip
pengupahan tidak berjalan dengan baik. Masih terdapat penyimpangan dan perbedaan upah
antara laki-laki dan perempuan meskipun mereka bekerja dengan bobot yang sama.
Payung hukum lainnya adalah UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
pasal 49 yang berbunyi “Perempuan berhak memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan,
jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undanagn.Berhak
mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan/ profesinya terhadap hal-hal
yang mengancam keselamatan/kesehatan berkenaan dengan fungsi reproduksinya.Hak khusus
yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Upaya peghapusan diskriminasi yang dapat dilakukan diantaranya adalah dimulai dari
diri perempuan itu sendiri sebagai korban diskriminasi. Perempuan perlu memperluas
networking, mancari mentor, percaya diri untuk mengambil kesempatan yang ada,
meningkatkan skill melalui pelatihan atau mentoring, memiliki jiwa enterpreneurship, rasa
ingin tahu, passion, keberanian, dan pikiran yang terbuka.
Aturan-aturan hukum yang dibuat oleh perusahaan perlu dibatasi pelaksanaannya agar
tidak terjadi adanaya aturan sewenang-wenang dan merugikan bagi pekerja perusahaan.
Aturan pada perusahaan harus mendasarkan pada aturan formal yang berlaku agar nantinya
terjadi kesamaan pandangan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain.
Dalam hal ini pemerintah juga dituntut untuk menyelenggarakan pengawasan yang
akuntabel kepada seluruh proses tata kelola tenaga kerja khususnya sektor industri. Aturan-
aturan formal yang ada tersebut jangan hanya menjadi formalitas namun juga harus
dioptimalkan pelaksanaannya dengan tujuan melindungi kaum perempuan dari segala bentuk
diskriminasi.
Dari beberapa contoh kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terjadi penyimpangan
dan pelangaran etika diskriminasi pekerjaan. Adapun praktek-praktek diskriminasi yang
terjadi dari kasus-kasus tersebut, diantaranya :
1. Rekrutmen
Dalam kasus ini, kita dapat melihat bahwa perusahaan-perusahaan tertentu baik di
Indonesia atau di luar negri telah melanggar etika diskriminasi pekerjaan karena
dalam perektrutan pegawai baru dimana cenderung merekrtut pegawai dari kelompok
ras dan seksual yang sama dengan yang terdapat dalam perusahaan yaitu pada kasus
pemecatan pada pegawai perempuan yang terjadi di Inggris karena tidak mau melepas
jilbabnya pada saat bekerja.
Berikutnya yaitu pada kasus dimana dalam suatu perusahaan pada waktu perektrutan
harus memakai rok mini dan menonjolkan tubuhnya sehingga tindakan tersebut
menjurus pada pelecehan seksual.
2. Kenaikan pangkat
Dimana pada kasus diatas dapat kita lihat bahwa pegawai perempuan lebih susah
mendapatkan kenaikan pangkat dibandingkan dengan laki-laki karena biasanya
kebanyakan wanita ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih
rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan.
KESIMPULAN
SARAN
Hendaknya dalam suatu perusahaan tidak melakukan diskriminasi dalam pekerjaan dan
sebaiknya mengikuti etika bisnis dalam menjalankan suatu perusahaan agar
mendapatkankan hasil yang maksimal dan setiap perusahaan harus menyadari tentang
kesamaan derajat antara laki-laki dan perempuan dalam suatu pekerjaan.
Daftar Pustaka
Dewi, Sutrisna. 2010. Etika Bisnis konsep dasar implementasi dan kasus. Bali: Udayana
University Press.
http://underground-paper.blogspot.com/2012/02/makalah-etika-bisnis-pt-lapindo.html
http://marthasuzan.wordpress.com/2013/09/01/artikel-kegagalan-etika-bisnis-pt-lapindo/
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/02/173477280/Mayday-Buruh-Perempuan-
Tuntut-Kesetaraan