Anda di halaman 1dari 6

KONSEP DASAR

THYPUS ABDOMINALIS

A. PENGERTIAN
- Thypus abdominalis (demam Tifoid, enterik fever) ialah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai satuan pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, Gangguan pada pencernaan dan kesadaran.
(Ngastiyah 1997)
- Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran pencernaan
tepatnya pada usus halus.
(Depkes 1992)
- Thypus Abdominalis ( demam tyfoid, enterik fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari
7 hari, gangguan pada saluran cerna dan kesadaran.
(Arif Mansjoer 2000)

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa. Basil gram negatif yang
bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang - kurangnya
tiga macam antigen yaitu
- Antigen O ( Somatik terdiri dari zat komplet Lipopolisakarida).
- Antigen H (Flagella)
- Antigen V1
Di dalam serum pasien terdapat zat anti (Agtutinin) terhadap ketiga Antigen
tersebut.
(Ngastiyah 1997)

-1-
C. PATOFISIOLOGI
- Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui 5F (Food, Finger,
Famtus dan Feces).
Masuk ke lambung, maka terjadi pengenceran asam lambung yang
mengurangi daya hambat terhadap microorganisme penyebab penyakit
yang masuk. Daya hambat asam ini juga menurun pada waktu tejadi
pengosongan lambung, sehingga terjadi invasi bakteri primer pada usus.
- Usus halus yaitu masuknya bakteri tahap pertama pada usus halus. Bakteri
kemudian masuk melalul folikel-folikel limfe yang terdapat dalam lapisan
mukosa / sub mukosa. Memperbanyak diri dengan cepat kemudian
memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah dengan
demikian terjadi bakteri pada penderita.
( Patologi Ul, 1997)
- Bakterimia pada penderita bisa mencapai kandung empedu melalui kapiler-
kapiler dan konalikulli empedu. Melalui empedu yang inefektif terjadilah
infeksi bakteri sekunder pada usus halus, yaitu masuknya bakteri ke dalan
usus yang keduakalinya dan lebih berat dari tahap pertama. Invasi tahap
kedua ini akan menimbulkan motilitas usus meningkat, nyeri dan demam
typoid (Tremoregulator) meningkatnya motilitas usus menimbulkan mual,
muntah, dan diare, sehingga kemungkinan terjadi kekurangan cairan dan
elektrolit, dari mual, muntah menimbulkan Anoreksia sehingga lidah
menjadi kotor, yang mengakibatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
kurang dari kebutuhan tubuh.
Dengan adanya peradangan, timbul rasa nyeri sehingga timbul rasa
cemas, karena ketidaktahuan klien terbadap penyakitnya. Peradangan juga
dapat mempengaruhi termoregulator yang diakibatkan kerusakan kontrol
suhu sekunder terhadap inflamasi sehingga terjadi impertemi. Infeksl usus
juga bisa menimbulkan nekrosis supervisial yang disebabkan toksin bakteri,
terutama oleh pembuntuan - pembuntuan pembuluh darah kecil akibat
interplasi sel limfoid di sebut ( sel Tyfoid). Mukosa yang nekrotik
membentuk kerak , kerak akan lepas sehingga, pada jaringan limfoid akan

-2-
membentuk ulkus. Dengan adanya sumbu ulkus pada mukosa usus, maka
bisa terjadi perdarahan dan perforasi usus. Dari hal tersebut klien harus
bedrest total sehingga aktivitas dan kebutuhan klien sehari-hari tidak
terpenuhi sendiri dan harus di bantu oleh perawat dan keluarga. Akibat
bedrest tersebut motalitas usus menurun sehingga terjadi konstipasi dan
terjadi perubahan eliminasi.
(dr. Soedarto, 1990)

-3-
D. PATHWAYS

-4-
E. FOKUS INTERVENSI
1. Hipertemi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder terhadap
inflamasi pada usus halus.
Tujuan : pasien akan mempertahankan suhu tubuh normal ( 36-37 derajat
C)
Intervensi :
- Pantau TTV
- Anjurkan klien untuk mempertahankan masukan cairan yang adekuat
untuk mencegah dehidrasi.
- Lakukan pengompresan.
- Ajarkan tanda awal hipertemi adalah serangan/sengatan panas kulit
merah, keletihan, kehilangan nafsu makan.
- Anjurkan pasien untuk istirahat mutlak.
- Ruangan diatur agar cukup ventilasi.
- Kolaborasi pemberian obat antibiotik dan antiseptik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan untuk anoreksia dan peningkatan
kebutuban kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori yang mencukupi
sekunder terhadap inflamasi pada usus halus.
Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan
peningkatan masukan oral.
Intervensi :
- Kaji status nutrisi pasien.
- Jelaskan nutrisi yang adekuat.
- Tawarkan makan dengan porsi kecil dan sering.
- Anjurkan keluarga untuk terlibat selama pasien makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi.
3. Resiko defisit cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder
terhadap muntah dan diare.
Tujuan : Pasien tidak mengalami dehidrasi
Intervensi :

-5-
- Kaji defisit cairan secara rutin, mukosa mulut kering, turgor kulit
menurun.
- Pantau intake cairan ( 1000 - 1500 /24 jam)
- Pertahankan masukan cairan yang adekuat.
- Beritahu klien dan keluarga bahwa teh, anggur, jus dapat menyebabkan
diuresis dan dapat menambah kehilangan cairan.
- Kaji yang di sukai dan tidak di sukai, berikan cairan kesukaan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasure otot polos sekunder
terhadap infeksi Gastro intertina.
Tujuan : Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, intensitas, lokasi, durasi, dan frekuensi.
- Berikan pengertian pada klien tentang penyebab nyeri.
- Ajarkan tindakan penurunan nyeri.
- Berikan kesempatan pada individu untuk istirahat.
- Berikan individu pereda sakit secara optimal dan analgetik.
5. Intoleransi antivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme selcunder
akibat inflamasi.
Tujuan : Aktivitas klien terpenuhi.
Intervensi :
- Kaji aktivitas klien.
- Ukur TTV setelah aktivitas
- Berikan bantuan dalam aktivitas pasien.
- Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktivitas

-6-

Anda mungkin juga menyukai