Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAGIAN GLOMERULONEFRITIS

GN pada umumnya dibagi atas dasar gambaran histopatologik dan atas dasar gambaran klinisnya
1. Berdasarkan gambaran histopatologisnya dapat dibedakan atas;
a. GN lesi minimal = nefrosis lipoid
b. GN membranosa = ekstramembranosa = epimembranosa
c. GN proliferative = endokapiler = post streptococcal
d. GN kresentik = progresif cepat
e. GN membranoproliferatif = mesangiokapiler : tipe 1 dan 2
f. GN proloferatif fokal segmental = proliferative mesangial
g. Glomerulosklerosis fokal segmental
2. Diagnosis GN dapat ditegakkan dengan pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang lain. Pemeriksaan sederhana pada umunya dapat membantu
menegakkan diagnosis klinik. Pemeriksaan penunjang berupa biopsy ginjal dapat
diperiksa dengan mikroskop electron, kadar immunoglobulin, dan kadar komplemen.
Berdasarkan gambaran klinisnya GN dikenal 5 macam bentuk, yaitu;
a. Sindroma nefritis akut
b. Sindroma nefrotik
c. Kelainan urin persisten
d. Gagal ginjal akut progresif cepat
e. Gagal ginjal kronik

IV. 1. SINDROMA NEFRITIS AKUT


IV. 1. a. Definisi
Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah suatu
peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam air kemih), dengan
gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi.

IV. 1. b. Etiologi
Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat.
Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.

Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus
yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.

Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri
streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
Glomerulonefritis pasca streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan
dewasa muda. Sekitar 50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Sindroma nefritik akut juga bisa disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi lainnya, seperti:
infeksi pada bagian tubuh buatan, endokarditis bakterialis, pneumonia, abses pada organ perut,
cacar air, hepatitis infeksius, sifilis, malaria, dll.

IV. 1. c. Gejala Klinis


Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang pertama kali muncul
adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung darah.

Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi
selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.

Tekanan darah tinggi dan pembengkakan otak bisa menimbulkan sakit kepala, gangguan
penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.

IV. 1. d. Diagnosa
Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan jumlah protein yang bervariasi dan konsentrasi urea
dan kreatinin di dalam darah seringkali tinggi.

Kadar antibodi untuk streptokokus di dalam darah bisa lebih tinggi daripada normal.

Kadang pembentukan air kemih terhenti sama sekali segera setelah terjadinya glomerulonefritis
pasca streptokokus, volume darah meningkat secara tiba-tiba dan kadar kalium darah meningkat.
Jika tidak segera menjalani dialisa, maka penderita akan meninggal.

Sindroma nefritik akut yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus biasanya lebih mudah
terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika infeksinya masih berlangsung.

IV. 1. e. Therapi
Pemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif, kortikosteroid
bahkan bisa memperburuk keadaaan.

Jika pada saat ditemukan sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih berlangsung, maka segera
diberikan antibiotik.

Jika penyebabnya adalah infeksi pada bagian tubuh buatan (misalnya katup jantung buatan),
maka prognosisnya tetap baik, asalkan infeksinya bisa diatasi. Untuk mengatasi infeksi biasanya
dilakukan pengangkatan katup buatan yang terinfeksi dan menggantinya dengan yang baru
disertai dengan pemberian antibiotik.

Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi ginjal kembali
membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang kelebihan garam dan
air.

Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat anti-hipertensi.


Jika terjadi gagal ginjal yang berat, penderita perlu menjalani dialisa.

IV. 1. f. Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan yang sempurna. Jika pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya sejumlah besar protein dalam air kemih atau terjadi
kemunduran fungsi ginjal yang sangat cepat, maka kemungkinan akan terjadi gagal ginjal dan
kerusakan ginjal.

Pada 1% penderita anak-anak dan 10% penderita dewasa, sindroma nefritik akut berkembang
menjadi sindroma nefritik yang berkembang dengan cepat.

Sekitar 85-95% anak-anak kembali mendapatkan fungsi ginjalnya yang normal, tetapi memiliki
resiko tinggi menderita tekanan darah tinggi di kemudian hari.
Sekitar 40% dewasa mengalami penyembuhan yang tidak sempurna dan tetap memiliki kelainan
fungsi ginjal.

IV. 2. SINDROMA NEFROTIK


IV. 2. a. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.
Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin
berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat.
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh:
 Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
 Penurunan albumin dalam darah
 Edema
 Serum cholesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
Tanda – tanda tersebut dijumpai disetiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus.
IV. 2. b. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan


Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
 Malaria kuartana atau parasit lainnya.
 Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
 Glumerulonefritis akut atau kronik,
 Trombosis vena renalis.
 Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
 Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis
yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron,
Churk dkk membaginya menjadi :
4. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus.
5. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel.
Prognosis kurang baik.
6. Glomerulonefritis proliferatif
 Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus.
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
 Dengan penebalan batang lobular.
Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
 Dengan bulan sabit ( crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan
viseral. Prognosis buruk.
 Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di
mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah. Prognosis buruk.
 Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.
7. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus.
Prognosis buruk.
IV. 2. c. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar
protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar dilampui, meski telah
berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah
dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena
hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang
mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-
anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia.

IV. 2. d. Manifestasi Klinik


Gejala utama yang ditemukan adalah :
 Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hari pada anak-anak.
 Hipoalbuminemia < 30 g/l.
o Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat
ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
o Anorexia
o Fatigue
o Nyeri abdomen
o Berat badan meningkat
o Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
o Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
IV. 2. e. Komplikasi
 Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
 Tromboembolisme (terutama vena renal)
 Emboli pulmo
 Peningkatan terjadinya aterosklerosis
 Hypovolemia
 Hilangnya protein dalam urin
 Dehidrasi
IV. 2. f. Pemeriksaan Diagnostik
 Adanya tanda klinis pada anak
 Riwayat infeksi saluran nafas atas
 Analisa urin : meningkatnya protein dalam urin
 Menurunnya serum protein
 Biopsi ginjal
IV. 2. g. Penatalaksanaan Terapeutik
 Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema berat
 Pembatasan sodium jika anak hipertensi
 Antibiotik untuk mencegah infeksi
 Terapi diuretik sesuai program
 Terapi albumin jika intake anak dan output urin kurang
 Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai program

IV. 3. KELAINAN URIN PERSISTEN


IV. 3. a. Kelainan dapat berupa:
 Hematuria ringan dengan atau tanpa silinder eritrosit
 Proteinuria dengan atau tanpa silinder hialin
 Piuria dengan atau tanpa silinder leukosit
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Hematuri tanpa proteinuri
atau silinder mungkin dapat merupakan satu-satunya petunjuk adanya neoplasma, infeksi TBC,
atau nefropati analgesic. Hematuria yang menetap sering memerlukan pemeriksaan pielografi
intravena, sistoskopo dan kadang-kadang perlu pemeriksaan arteriografi. Hematuria glomerurer
disertai atau tanpa silinder eritrosit atau silinder granuler, tanpa proteinuri sering didapatkan pada
hematuria rekuren jinak dan penyakit Buerger.
Hematuri dan proteinuri glomeruler bila terjadi bersama-sama terdapat pada banyak penyakit
ginjal yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal kronis.
Hematuria dan proteinuri glomeruler mempunyai prognosa lebih jelek daripada hematuri atau
proteinuri saja.
Proteinuri adalah tanda dari banyak penyakit ginjal yang sedikit banyak menunjukkan
manifestasi reaksi peradangan dalam glomerolus misalnya pada diabetes mellitus, amiloidosis,
dll.
Proteinuri ringan dapat merupakan bentuk dari semua penyakit ginjal yang dapat menjadi
sindroma nefrotik dikemudian hari.
IV. 3. b. Tatalaksana
Disini pada umumnya tidak memerlukan penatalaksanaan khusus. Namun perlu disingkirkan
kemungkinan penyebab kelainan ekstraglomerular dan memerlukan monitoring terus-menerus.

IV. 4. GAGAL GINJAL AKUT PROGRESIF CEPAT


IV. 4. a. Definisi
Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
secara mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan
kreatinin.
IV. 4. b. Etiologi
Penyebab gagal ginjal dapat dikelompokkan kedalam:
1. Faktor prarenal, seperti hipovolemi, hipotensi, dan hipoksia.
2. Faktor renal, seperti glomeruloneritis akut, koagulasi intravaskular terlokalisasi,nekrosis
tubulus akut, nefritis interstitial akut, tumor, kelainan perkembangan, dan nefritis
herediter.
3. Faktor postrenal, seperti obstruktif saluran kemih akibat nefrolitiasis, tumor, keracunan
jengkol, dll.
IV. 4. c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang muncul mungkin didominasi oleh penyakit pencetus.Temuan-temuan
klinis yang terkait dengan gagal ginjal meliputi pucat, penurunan volume urin, hipertensi,
muntah dan letargi. Komplikasi gagal ginjal akut meliputi kelebihan cairan, dengan gagal
jantung kongestif dan edema paru.

IV. 4. d. Diagnosis
Anamnesis yang teliti dapat membantu dalam menentukan penyebab gagal ginjal. Muntah, diare
dan demam menandakan adanya dehidrasi. Adanya infeksi kulit atau tenggorokan yang
mendahuluinya menandakan glomerulonefritis pascastreptokokus.
Kelainan laboratorium dapat meliputi anemia, yang dapat disebabkan oleh pengenceran akibat
dari kelebihan beban cairan, peningkatan kadar BUN serum, kreatinin, asam urat dan fosfat. Dan
antibodi dapat dideteksi dalam serum terhadapstreptokokus. Pada semua penderita gagal ginjal
akut, kemungkinan obstruksi dapatdinilai dengan melakukan roentgen abdomen, USG ginjal atau
CT-Scan abdomen.

IV. 4. e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan gagal ginjal akut
tersebut, dan berdasarkan keadaan klinis yang muncul.

IV. 5. GAGAL GINJAL KRONIK


IV.5. A. Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung pelahan-
lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan penumpukan sisa
metabolit (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo, 1996).
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan
individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan
menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
IV. 5. b. Etiologi
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
 Infeksi misalnya pielonefritis kronik
 Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis
 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa,sklerosis sistemik progresif.
 Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus
ginjal
 Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:


1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal kekurangan
suplai darah. Jaringan ginjal kekurangan oksigen dengan akibat lebih lanjut jaringan ginjal
mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena dehidrasi berat atau kehilangan
darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan
aliran darah pada arteri besar yang kearah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal: berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misal:
kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic nephropathy), hipertensi (hypertensive
nephropathy), penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus
Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran
darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal, dll.
3. Penyebab post renal: berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output) urin sehingga terjadi
aliran balik urin kearah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal, misal: akibat
adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung
saluran kencing, contoh: adanya batu pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran
tertekuk, penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dsb.
IV. 5. c. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium:
1. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang paling ringan,
dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala
dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama
tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan
penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test GFR yang teliti.
2. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan
aktifitas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam,
gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal
ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas
sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, ,
aktifitas penderita mulai terganggu.
Manifestasi Klinis
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari, dan usia pasien.
 Kardiovaskuler:
o Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi system rennin-
angiotensin-aldosteron)
o Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
o Edema periorbital
o Gagal jantung kongestif
o Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
o Pembesaran vena leher
o Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial
oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
o Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatic.
 Dermatologi/integumen:
o Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit
o Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom
o Kulit kering, bersisik
o Ekimosis akibat gangguan hematologis
o Kuku tipis dan rapuh
o Rambut tipis dan kasar
o Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir).
 Pulmoner:
o Crackles
o Sputum kental dan liat
o Napas dangkal
o Pernapasan kussmaul
 Gastrointestinal:
o Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
o Ulserasi dan perdarahan pada mulut
o Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di dalam
usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti ammonia
dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
o Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
o Konstipasi dan diare
o Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
 Neurologi:
o Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
o Konfusi
o Disorientasi
o Kelemahan pada tungkai
o Rasa panas pada telapak kaki
o Perubahan perilaku
o Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki
 Muskuloskleletal:
o Kram otot
o Kekuatan otot hilang
o Fraktur tulang
o Foot drop
o Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
o Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal
 Reproduksi:
o Atrofi testikuler
o Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
 Hematologi:
o Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain:
1. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun
2. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
3. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang
berkurang
4. Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
5. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
o Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor
trombosit III dan ADP (adenosine difosfat)
o Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun.
 Endokrin
o Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang
o Gangguan metabolisme lemak
o Gangguan metabolisme vitamin D
 Sistem lain:
o Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan
kalsifikasi metastatic
o Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism
o Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia
Komplikasi
Komplikasi potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam
perawatan mencakup:
 Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan
masukan diet berlebih.
 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron.
 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisis.
 Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar
alumunium.
3. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %). Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk
dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal
yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala,
air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR
nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok
sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang
cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit
dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi
ginjal atau dialisis.

Anda mungkin juga menyukai