PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bencana merupakan hasil dari muncul-nya kejadian luar biasa (hazard) pada
komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi
berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Bencana dapat menimbulkan
kerugian besar dari sisi korban jiwa, material, nonmaterial, hingga kerusakan
lingkungan. Bencana seringkali mengancam keberlangsungan pemerintahan di
suatu wilayah apabila pemerintah setempat lumpuh dihantam bencana dan
tidak mampu menanggulangi dampak yang muncul akibat bencana. Hal ini karena
pada umumnya pemerintahan hanya dipersiapkan untuk beroperasi pada situasi
normal dan rutin dan tidak dipersiapkan untuk beroperasi pada situasi bencana.
Sementara itu, Indonesia menempati peringkat kedua dalam data jumlah kematian
tertinggi akibat bencana alam se-Asia Pasifik. Kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana di negeri ini juga sangat besar. (1)
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam
terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia
menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan
kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam. (2)
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan
teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran
bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia
akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
1
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada
suatu daerah konflik.(2)
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca
bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan
sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan disaster preparedness.
Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum
bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin
timbul ketika bencana. (4)
2
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian
penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat
terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola
dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat
manfaat, dan terjadi efisiensi. (7)
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada
keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan
3
serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi. (7)
Dari uraian di atas, maka perlu kita ketahui bagaimana Sistem Penanggulangan
Bencana Nasional yang ada di Indonesia, sehingga hal ini dapat diperbaiki dan
ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah penanggulangan bencana di Indonesia ?
2. Bagaimana perubahan paradigma penanggulangan bencana di Indonesia?
3. Bagaimana prinsip pengurangan resiko bencana dalam penanggulangan bencana?
4. Bagaimana tahapan atau proses dalam penanggulangan bencana?
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempabumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan
teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran
bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia
akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada
suatu daerah konflik. (4)
5
lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. (2)
6
ini bertugas untuk menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang
kemerdekaan.
3. Periode tahun 1967 – 1979 : Frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat.
Penanganan bencana secara serius dan terkoordinasi sangat dibutuhkan. Oleh karena
itu, pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor
14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).
4. Periode tahun 1979 – 1990 : Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA) ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh
Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1979.
Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahap pencegahan, penanganan
darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional dari Keputusan Presiden
tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor 27 tahun 1979 membentuk
Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA)
untuk setiap provinsi.
5. Periode tahun 1990 – 2000 : Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi
juga non alam serta sosial. Bencana non alam seperti kecelakaan transportasi,
kegagalan teknologi, dan konflik sosial mewarnai pemikiran penanggulangan
bencana pada periode ini. Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi
7
Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Melalui Keputusan Presiden
Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas dan tidak hanya
berfokus pada bencana alam tetapi juga non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan
kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan
bencana memerlukan penanganan lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang
terkoordinasi.
7. Periode tahun 2005 – 2008 : Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh
dan sekitarnya pada tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah
Indonesia dan dunia internasional dalam manajemen penanggulangan bencana.
Menindaklanjuti situasi saat iu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana (Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh
pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan dengan
itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.
8
unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian
pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan
menyeluruh. (8,2)
9
Hingga saat ini, perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana ada 4
fase, yaitu:
Pada paradigma relief / tanggap darurat ini adalah penanggulangan bencana yang
difokuskan pada saat kejadian bencana melalui upaya pemberian bantuan darurat
(relief) berupa pangan, tempat penampungan, dan kesehatan. Tujuan utama
penanganan adalah untuk meringankan penderitaan korban dan memperbaiki
kerusakan akibat kejadian bencana dan segera mempercepat upaya pemulihan
(recovery).
Paradigma ini merupakan kombinasi dari sudut pandang teknis dan ilmiah
terhadap kondisi sosial, ekonomi, politis dan lingkungan. Penanggulangan bencana
diawali dari menganalisis risiko bencana berdasarkan ancaman/bahaya dan
10
kerentanan, untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan mengurangi
risiko, serta mengurangi dampak bencana yang ditimbulkan. Manajemen bencana
dilakukan bersama oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder), lintas sektor dan
dengan pemberdayaan masyarakat. (10)
Besar atau kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa,
kerusakan, atau biaya–biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, dalam
upaya pengurangan risiko bencana, dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan
mengidentifikasi beberapa hal di bawah ini : (11)
a. Ancaman/bahaya (Hazard) = H
Apakah beda antara ancaman/bahaya dengan bencana?
Ancaman atau bahaya adalah fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk
menyebabkan gangguan atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas,
maupun lingkungan. Sebaliknya, bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat
ulah manusia maupun alam, tiba – tiba maupun bertahap, menyebabkan kerugian
yang luas pada manusia, materi, maupun lingkungan.
b. Kerentanan (Vulnaribility) = V
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan seseorang
atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hid up, atau merespon
potensi bahaya. Kere ntanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti kemis kinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya aspek
infrastruktur yang juga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kerentanan.
11
c. Kapasitas (Capacity) = C
Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan
lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih
dari akibat bencana dengan cepat.
d. Risiko bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang ada.
Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dina mika proses alami,
sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam
menghadapi ancaman bencana semakin meningkat.
Prinsip atau konsep y ang digunakan dalam penilaian risiko bencana adalah:
(13)
1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika
sedang dalam ancaman potensi bencana.
12
2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi
bencana.
3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.
Dalam keseluruhan tahapan penanggulangan bencana tersebut, ada 3 (tiga)
manajemen yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :
a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya
untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian
kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang
berwenang.
2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi
secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana
dengan fase nya yaitu fase tanggap darurat. (13,14)
13
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,serta pemulihan
prasarana dan sarana.
3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada
faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan
sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya
bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.(15)
14
BAB III
A. Kesimpulan
Indonesia adalah sebuah Negara rawan bencana, dimana bencana tersebut harus
dihadapi dalam setiap saat maupun dalam waktu tertentu. Oleh karena itu
penanggulangan bencana harus ditangani secara integral, holistik dan komprehensif.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17