Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan

hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis

tirotoksikosis. Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari

tirotoksikosis dengan angka kematian 20-60%. Merupakan kejadian yang jarang,

tidak biasa dan berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada kejadian

mendadak yang mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga

terjadi kemunduran fungsi organ.1,2

Krisis tiroid memerlukan diagnosis dan terapi yang segera dan adekuat untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian oleh kelainan ini. Secara klinis terlihat

adanya kemunduran fungsi mental, hyperpyrexia dan aktivasi adrenergik. Prinsip

pengobatan krisis tiroid adalah sama dengan hipertiroid namun dalam jumlah dosis

yang lebih besar.1,2

Hipertiroidisme adalah suatu sindroma klinik akibat meningkatnya sekresi

hormon tiroid baik T4, T3 atau keduanya. Hipertiroidisme, 90% disebabkan oleh

penyakit Graves dan struma noduler baik noduler soliter maupun noduler multipel.

Terapi diperlukan untuk mencegah komplikasi pada ibu dan janin.4


2

Hipertiroidisme tanpa pengobatan yang adekuat akan mengakibatkan abortus,

bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah, toksemia dan krisis tiroid

pada saat persalinan. Penyakit kelenjar tiroid ditemukan pada 2-5 % wanita dan 1-2

% dari seluruh wanita yang berada dalam kelompok usia reproduktif. Penyakit

kelenjar tiroid tidak jarang ditemukan menjadi masalah dalam kehamilan.5


3

BAB II

ISI

2.1 Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus

pharyngeus pertama dan kedua. Tempat pembentukan kelenjar tiroid ini menjadi

foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan endodermal ini turun ke leher sampai

setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk dua lobus.

Penurunan ini terjadi pada garis tengah janin. Saluran pada struktur endodermal ini

tetap ada dan menjadi duktus tiroglossus atau mengalami obliterasi menjadi lobus

piramidalis kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada

minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.6

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fascia

prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah

besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis, dan

melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran. Keempat

kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi

letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi. Arteri karotis komunis, vena jugularis

interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di laterodorsal

tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus
4

frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan

prevertebralis.6

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber; arteri karotis superior

kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan kedua arteri tiroidea

inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala dijumpai arteri tiroidea

ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri atas vena tiroidea

superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di sebelah lateral, dan vena

tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi laring dengan pita suara

(plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus laringeus superior.6

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang

kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium

nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat

ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat

tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan

disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan

dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian

mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu

globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat

albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid

stimulating hormone, TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi

dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang

dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon
5

tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang

menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu

menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.6

2.2. Hipertiroidisme

2.2.1 Definisi

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan

hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis

tirotoksikosis.3

2.2.2 Pengaturan Faal Tiroid Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid3 :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormon)

Hormon ini disintesa dan dibuat di hipotalamus. TRH ini dikeluarkan lewat

sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis.

2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone)

Suatu glikoprotein yang terbentuk oleh sub unit (α dan β). Sub unit α sama

seperti hormon glikoprotein (TSH, LH, FSH, dan human chronic gonadotropin/hCG)

dan penting untuk kerja hormon secara aktif. Tetapi sub unit β adalah khusus untuk

setiap hormon. TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor

dipermukaan sel tiroid TSH-reseptor (TSH-r) dan terjadilah efek hormonal sebagai
6

kenaikan trapping, peningkatan yodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya

adalah produksi hormon meningkat.

3. Umpan balik sekresi hormon.

Kedua ini merupakan efek umpan balik ditingkat hipofisis. Khususnya

hormon bebaslah yang berperan dan bukannya hormon yang terikat. T3 disamping

berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan

mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Gangguan yodinasi tirosin dengan pemberian yodium banyak disebut

fenomena Wolf-Chaikoff escape, yang terjadi karena mengurangnya afinitas trap

yodium sehingga kadar intratiroid akan mengurang. Escape ini terganggu pada

penyakit tiroid autoimun.

2.2.3 Efek Metabolik Hormon Tiroid

Efek metabolik hormon tiroid adalah3

1. Kalorigenik.

2. Termoregulasi.

3. Metabolisme protein: Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik.

4. Metabolisme karbohidrat: Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi, dan degradasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid: T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
7

sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada

hipotiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A: Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid.

7. Hormon ini penting untuk pertumbuhan saraf otak dan perifer, khususnya 3

tahun pertama kehidupan.

8. Lain-lain: Pengaruh hormon tiroid yang meninggi menyebabkan tonus

traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi

diare.

2.2.4 Efek Fisiologik Hormon Tiroid

1. Efek pada perkembangan janin

Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di

dalam 11 minggu. Sebagian T3 da n T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan

sangat sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin

sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri.3


8

2. Efek pada konsumsi oksigen dan produksi panas

T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi

Na+ K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien dan testis. Hal ini berperan

pada peningkatan percepatan metabolisme basal dan peningkatan kepekaan terhadap

panas pada hipertiroidisme.3

3. Efek kardiovaskuler

T3 merangsang transkripsi dari rantai alpha miosin dan menghambat rantai

beta miosin, sehingga memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan

transkripsi Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi di

diastolik jantung dan meningkatkan reseptor adrenergik β. Dengan demikian, hormon

tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap otot jantung.3

4. Efek Simpatik

Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-β dalam otot

jantung, otot skeletal dan jaringan adiposa. Mereka juga menurunkan reseptor

adrenergik-α miokardial. Disamping itu, mereka juga dapat memperbesar aksi

katekolamin pada tempat paskareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap

ketokolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-

obatan penyekat adrenergik-β dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardi

dan aritmia.3

5. Efek Pulmonar

Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapnia pada

pusat pernafasan, sehingga terjadi frekuensi nafas meningkat.3


9

6. Efek Hematopoetik

Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan

peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun volume

darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi. Hormon tiroid meningkatkan

kandungan 2,3 difosfogliserat eritrosit, memungkinkan peningkatan disosiasi O2

hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan.3

7. Efek Gastrointestinal

Hormon tiroid merangsang motillitas usus, yang dapat menimbulkan

peningkatan motilitas terjadi diare pada hipertiroidisme. Hal ini juga menyumbang

pada timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme.3

8. Efek Skeletal

Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan

resorbsi tulang dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan

demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna.3

9. Efek Neuromuskular

Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein

struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan

kehilangan jaringan otot atau miopati. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan

kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperfleksia pada

hipertiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal

susunan syaraf pusat dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta di dalam

kehamilan.3
10

10. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat

Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati

demikian pula absorbsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan

mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya

meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh

suatu peningkatan dari reseptor low density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar

kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga meningkat,

melepaskan asam lemak dan gliserol.3

11. Efek Endokrin

Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan

obat-obatan farmakologi. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien

hipertiroid dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar

hormon sirkulasi yang normal.3

2.2.5 Etiologi

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter

miltinodular toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves

adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada

goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autoimun tiroid itu sendiri.7,8

Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang

penyebabnya tidak diketahui. Terdapat predisposisi familial kuat pada sekitar 15%

pasien graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan yang sama dan kira-kira

50% keluarga pasien dengan penyakit graves mempunyai autoantibodi tiroid yang
11

beredar dalam darah. Wanita terkena kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada pria.

Penyakit ini terjadi pada segala umur dengan insidensi puncak pada kelompok umur

20-40 tahun.7,8

2.2.6 Patogenesis

Pada penyakit graves, limfosit T didensitisasi terhadap antigen dalam kelenjar

tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesa antibodi terhadap antigen-antigen

ini. Satu dari antibodi ditunjukan terhadap tempat reseptor TSH pada membran sel

tiroid dan mempunyai kemampuan untuk merangsang sel tiroid dalam peningkatan

pertumbuhan dan fungsi. Adanya antibodi dalam darah berkorelasi positif dengan

penyakit aktif dan kekambuhan penyakit. Ada predisposisi genetik yang mendasari,

namun tidak jelas apa yang mencetus episode akut ini. Beberapa faktor yang

mendorong respon imun pada penyakit graves ialah7,8 :

1. Kehamilan.

2. Kelebihan iodida, khusus di daerah defisiensi iodida. Dimana kekurangan

iodida dapat menutupi penyakit Graves laten pada saat pemeriksaan.

3. Infeksi bakterial atau viral. Diduga stres dapat mencetus suatu episode

penyakit Graves, tapi tidak ada bukti yang mendukung.

2.2.7 Manifestasi Klinik

Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi,

kegelisahan, mudah lelah dan diare, banyak keringat, tidak tahan panas, dan senang

dingin. Sering terjadi penurunan berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan.

Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata, dan takikardi ringan


12

umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya massa otot dapat sangat berat

sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat

pertumbuhan cepat dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien diatas

60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan miopati sering lebih menonjol. Keluhan

yang paling menonjol adalah palpitasi, dispneu d`effort , tremor, nervous dan

penurunan berat badan.4,7,8

Terjadinya hipertiroidisme biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan

sampai beberapa tahun, namun dapat juga timbul secara dramatik. Manifestasi klinis

yang paling sering adalah penurunan berat badan, kelelahan, tremor, gugup,

berkeringat banyak, tidak tahan panm as, palpitasi, dan pembesaran tiroid. Penurunan

berat badan meskipun nafsu makan bertambah dan tidak tahan panas adalah sangat

spesifik, sehingga segera dipikirkan adanya hipertiroidisme.3

Penderita hipertiroidisme memiliki bola mata yang menonjol yang disebut

dengan eksoftalmus, yang disebabkan oleh edema daerah retro-orbita dan degenerasi

otot-otot ekstraokuli. Penyebabnya juga diduga akibat proses autoimun. Eksoftalmus

berat dapat menyebabkan teregangnya N. Optikus sehingga penglihatan akan rusak.

Eksoftalmus sering menyebabkan mata tidak bisa menutup sempurna sehingga

permukaan epithel menjadi kering dan sering terinfeksi dan menimbulkan ulkus

kornea.3

Hipertiroidisme pada usia lanjut memerlukan perhatian khusus sebab gejala

dan tanda sistem kardiovaskular sangat menonjol dan kadang-kadang berdiri sendiri.

Pada beberapa kasus ditemukan payah jantung, sedangkan tanda-tanda kelainan tiroid
13

sebagai penyebab hanya sedikit. Payah jantung yang tidak dapat diterangkan pada

umur pertengahan harus dipikirkan hipertiroidisme, terutama bila ditemukan juga

curah jantung yang tinggi atau atrium fibrilasi yang tidak dapat diterangkan. Pada

usia lanjut ada baiknya dilakukan pemeriksaan rutin secara berkala kadar tiroksin

dalam darah untuk mendapatkan hipertiroidisme dengan gejala klinik justru kebalikan

dari gejala-gejala klasik seperti pasien tampak tenang, apatis, depresi dan struma yang

kecil.4,7,8

2.2.8 Diagnosis

Manifestasi klinis hipertiroid umumnya dapat ditemukan. Sehingga mudah

pula dalam menegakkan diagnosa. Namun pada kasus-kasus yang sub klinis dan

orang yang lanjut usia perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu

menetapkan diagnosa hipertiroid. Diagnosa pada wanita hamil agak sulit karena

perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi

hipermetabolik, sama seperti pada tirotoksikosis. Meskipun diagnosa sudah jelas,

namun pemeriksaan laboratorium untuk hipertiroidisme perlu dilakukan, dengan

alasan3 :

1. Untuk lebih menguatkan diagnosa yang sudah ditetapkan pada

pemeriksaan klinis.

2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa

kondisi, seperti atrial fibrilasi yang tidak diketahui penyebabnya, payah

jantung, berat badan menurun, diare atau miopati tanpa manifestasi klinis

lain hipertiroidisme.
14

3. Untuk membantu dalam keadaan klinis yang sulit atau kasus yang

meragukan.

Menurut Bayer MF kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid

Stimulating Hormone sensitif (TSHs) yang tak terukur atau jelas

subnormal dan free T4 (FT4) meningkat, jelas menunjukan

hipertiroidisme.3

2.3 Krisis Tiroid

2.3.1 Definisi

Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis

dengan angka kematian 20-60%. Merupakan kejadian yang jarang, tidak biasa dan

berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid mengacu pada kejadian mendadak yang

mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga terjadi kemunduran

fungsi organ.1,2

2.3.2 Etiologi krisis tiroid

Pada keadaan yang sudah dinamakan krisis tiroid ini maka fungsi organ vital

untuk kehidupan menurun dalam waktu singkat hingga mengancam nyawa. Hal yang

memicu terjadinya krisis tiroid ini adalah9 :

 operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada

bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol

hormon tiroidnya9

 stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid


15

 pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen

 infeksi

 stroke

 trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat

memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme

sebelumnya.9,10

2.3.3 Manifestasi klinis

Untuk mengetahui apakah keadaan seseorang ini sudah masuk dalam tahap

krisis tiroid adalah dengan mengumpulkan gejala dari kelainan organ yakni pada

sistem saraf terjadi penurunan kesadaran (sampai dengan koma), hyperpyrexia (suhu

badan diatas 40oC), aktivasi adrenergik (takikardia/denyut jantung diatas 140x/menit,

muntah dan mencret serta kuning). Gejala lain dapat berupa berkeringat, kemerahan,

dan tekanan darah yang meningkat.9,10,11

2.3.4 Patofisiologi

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa meningkatnya produksi dari T3

atau T4 menyebabkan krisis tiroid. Peningkatan reseptor katekolamin (peningkatan

sensitifitas dari katekolamin) memegang kunci penting. Penurunan pengikatan dari

TBG (meningkatnya T3 atau T4 bebas) mungkin ikut berperan.9


16

2.4 Pengobatan krisis tiroid

Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan yang

diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan lebih

tinggi dosis dan selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis tiroid harus

segera ditangani ke instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan terapi yang

sesegera mungkin pada pasien dengan krisis tiroid adalah penting untuk menurunkan

angka kesakitan dan kematian dari kelainan ini.2,9,10,11

Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus segera diatasi secara cepat. Dalam

hal ini pemberian obat jenis asetaminopen lebih dipilih dibandingkan aspirin yang

dapat meningkatkan kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam serum.2,9,10,11

Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam pengobatan

kebanyakan pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan obat pilihan pertama

yang digunakan sebagai inisial yang bisa diberikan secara intravena. Dosis yang

diberikan adalah 1mg/menit sampai beberapa mg hingga efek yang diinginkan

tercapai atau 2-4mg/4jam secara intravena atau 60-80mg/4jam secara oral atau

melalui nasogastric tube (NGT). 2,9,10,11

Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk memblok sintesis

hormon. Tionamide memblok sintesis hormon tiroid dalam 1-2 jam setelah masuk.

Namun, tionamid tidak memiliki efek terhadap hormon tiroid yang telah disintesis.

Beberapa menggunakan PTU dibanding tionamide sebagai pilihan pada krisis tiroid

karena PTU dapat memblok konversi T4 menjadi T3 ditingkat perifer. 2,9,10,11


17

Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide) selama obat

lain (contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk memblok konversi T4

menjadi T3. Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama dibandingkan PTU

sehingga lebih efektif. Adalah tidak rasional memasukkan methimazole 30mg/6jam

atau PTU 200mg/4jam secara oral atau NGT. Keduanya bisa dilarutkan untuk

digunakan secara rectal dan PTU dapat diberikan secara intravena dengan diencerkan

oleh saline isotonis dibuat alkali (pH 9,25) dengan sodium hidroksida. 2,9,10,11

Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid. Dosis yang

diberikan lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk memblok pelepasan

hormone. Laruton lugol’s 10 tetes/8jam secara oral. Dapat juga dilakukan pemberian

laruton lugol’s 10 tetes tersebut secara intravena langsung selama masih dianggap

steril. Larutan iodine ini juga dapat diberikan secara rectal. 2,9,10,11

Pemberian glucocorticoid juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan

memiliki efek langsung dalam proses autoimun jika krisis tiroid berasal dari penyakit

graves. Dosis yang digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada kasus krisis

tiroid. Penggunaan litium juga dapat memblok pelepasan hormone tiroid, namun

toksisitasnya yang tinggi pada ginjal membatasi penggunaannya. 2,9,10,11


18

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny Mudrikah
Tanggal Lahir : 01 Juni 1987
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bendungrejo Jogoroto-kabupaten Jombang
MRS : 29 Juni 2018
3.2 Anamnesa
 Keluhan Utama : Benjolan di leher
 Keluhan Tambahan : Nyeri perut dan Perut membesar 4 bulan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh terdapat benjolan di leher sebelah kanan sebesar 2 kali bola
kelereng, padat kenyal, mobile, benjolan dirasakan sejak 4 bulan yang lalu dan bisa
kempes sendiri, nyeri perut sejak kemarin pukul 16.00 hilang timbul, perut dirasakan
membesar sejak 4 bulan yang lalu, badan lemas (+), mual (+), muntah (+) 3 kali/hari,
sesak (+) dirasakan saat perut terasa membesar, riwayat hipertensi (+), hipertiroid 4
tahun yang lalu tidak rutin kontrol karena merasa. Keluhan berdebar-debar disangkal,
lemas badan (+), berkeringat banyak (+), nafsu makan meningkat, berat badan
menurun 4-5 kg selama sakit(+), gelisah atau mudah cemas (-), gangguan menstruasi
(+), BAK dbn, BAB dbn
Anamnesis ginekologi:
-perut terasa membesar sejak 4 bulan yang lalu
R.menstruasi: menarche usia 12 tahun, teratur 7-8 hari, tetapi sejak perut membesar
menstruasi 2 kali/ bulan selama 6 hari, ganti pembalut 2-3 kali perhari.
19

R. HPHT: Sekarang sedang mentsruasi


 Riwayat Penyakit Dahulu
Kistoma ovarium ukuran 11 x6 cm, 3 bulan yang lalu
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present (29/06/2018)

KU : Lemah

Kesadaran : Compos mentis, GCS 456

Nadi : 98 x/menit, reguler

Respirasi : 30 x/menit

Suhu : 37oC

Tensi : 140/90

Status Generalis (29/06/2018)

: Normocephali a/i/c/d +/-/-/+ JVP flat tampak massa regio colli


Kepala/leher dextra

Mata : anemis +/+ , ikterus -/-

THT : Telinga : sekret (-)

Hidung : sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Tenggorok : Tonsil T 1/ T1 Hiperemis (-)

Faring hiperemis (-)

Thorax : Simetris (+) Retraksi (-)


20

Cor : S1S2 tunggal reguler normal, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki +/+

Abdomen : Distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : Hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik. Hiperpigmentasi pada kedua

Jari tangan.

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap 29 juni 2018

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 5,3 g/dl L: 13,2-17,3 P: 11,7-15,5 g/dl

Lekosit 2.600 /ul L: 3.800-10.600 P: 3.600-11.000 /ul

Hematokrit 16.5 % L: 40-52 P: 35-47 %

Eritrosit 1.920.000 jt/ul L: 4,5-5,5 P:4-5 jt/ul

Trombosit 202.000 /cmm 150.000-350.000 /cmm

Hitung Jenis:

Eosinofil - 1-3 %

Basofil -

Batang - 3-5 %

Segmen 65 % 50-65 %

Limfosit 27 % 25-35 %

Monosit 8% 4-10%
21

Cl 106 meq/L 96-107 meq/L

Natrium 136 meq/L 136-144 meq/L

Kalium 3,81 meq/L 3,80-5,50 meq/L

GDS 61 mg/dl <200 mg/dl

SGOT 42U/l <38 U/l

SGPT 10U/l <40 U/l

Albumin 1.80g/dl 3.4-4.8g/dl

Foto Thorax AP

Bacaan dari foto thorax AP: Efusi pleura bilateral minimal


22

3.5 Diagnosis

Hipertiroid

Kistoma ovarii

3.6 Diagnosis Banding

3.7 Penatalaksanaan

Farmakologi

Inf NaCl 20 tts/mnt


Inj. Ranitidin 2x1
Inj Ondansentron 3x1
Inj Dexamethason 3x1
Nifedipine 3x1
23

BAB IV

PEMBAHASAN

1.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien perempuan berusia 40 tahun


datang ke ugd RSUD Jombang pada tanggal 24 juni 2018 dengan keluhan
utama nyeri pada punggung sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan nyeri punggung
dirasakan akibat pasien terlalu sering hanya tiduran di kamar dan jarang sekali
beraktifitas. Selain itu pasien juga mengeluh mual dan muntah tiap kali makan.
Keluhan tersebut diraskan sudah sejak 1 minggu yang lalu. Muntah berupa
cairan yang bercampur dengan makanan tanpa disertai dengan darah. Pasien
juga mengeluh sesak dan lemas. Sesak nafas dirasakan pasien sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak nafas dirasakan semakin lama semakin memberat.
Pada jari tangan pasien ditemukan adanya hiperigmentasi berwarna
hitam, teraba dingin dan kaku. Pasien mengatakan bahwa pada awalnya pasien
mengeluhkan adanya peruahan warna pada jari tangan pasien dan terasa dingin.
Lama kelamaan pada jari tangan pasien didapatkan perubahan warna menjadi
hitam sedikit demi sedikit dan terasa dingin serta kaku tidak dapat digerakkan.
Hal tersebut terjadi pada kedua jari tangan pasien namun pada jari tangan
sebelah kiri pasien lebih parah dari pada jari tangan sebelah kanan.
Pada jari kaki pasien juga didapatkan hal yang sama seperti pada jari
tangan pasien. Pada jari kaki pasien juga mengalami perubahan warna dan
disertai dengan lepasnya jaringan pada jari kaki secara perlahan sedikit demi
sedikit hingga jari pada kaki pasien banyak berkurang ukurannya.
Dari hasil pemeriksaan fisik pada tanggal 24 Juni 2018 ditemukan
keadaan umum pasien lemah dengan kesadaran compos mentis, serta tidak ada
24

demam dengan suhu aksila 370C. Status generalis kepala, mata, THT, abdomen
serta ekstremitas dalam batas normal, tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan
thorax ditemukan suara ronkhi pada basal paru dextra maupun sinistra.
Teori mengatakan bahwa diagnosis scleroderma ditegakkan berdasarkan
gambaran klinik yaitu adanya raynaund phenomenon, penebalan kulit dan
adanya fibrosis organ visceral. Pada pasien ini sudah temukan penebala kulit
disertai perubahan warna dan suhu pada kulit jari pasien.

4.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien antara lain


pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaa RFT, LFT serta pemeriksaan Albumin
pada pasien. Dari hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan kadar leukosit,
erotrosit, hemoglobin dengan kadar yang menurun. Sedangkan pada kadar
trombosit masih dalam batas normal.
Dari hasil pemeriksaan foto rontgen thorax ap pada tanggal 26 juni 2018
didiapatkan yaitu adanya efusi pleura minimal bilateral. Pada pemeriksaan RFT
dan LFT tidak didapatkan kelainan. Tetapi pada pemeriksaan albumin
didapatkan kadar albumin yang rendah.
Berdasarkan teori apabila pada penderita skelroderma sudah bisa
ditegakkan boleh dilakukan pemeriksaan biopsi kulit untuk membedakan dengan
penyakit mimicking skleroderma.

4.3 Penatalaksanaan

Kebutuhan cairan pasien diberikan infuse Nacl 1500cc/24jam 20tpm.


Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain Ranitidin 2x50mg,
ondansentron 3x4mg, dexamethason 3x1, dan Nifedipine 3x10mg
Terapi untuk Skleroderma Pemberian vasodilator yang berupa
calciumchanel bloker golongan 1 yang bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi
perifer, maka diberkan obat yaitu nifedipine 10mg diberikan 3x dalam sehari.
25

golongan kortikosteroid seperti dexamethason ditujukan untuk meringankan


gejala atralgia dan mialgia serta bertujuan untuk mencegah progesivitas fibrosis
kulit maka diberikan dexamethason 3 dalam sehari.
Diet lunak berupa bubur dan rendah serat diberikan karena pasien sempat
mengalami mual muntah sebelum masuk rumah sakit. Diet yang diberikan
berupa diet tinggi karbohidrat dan tinggi protein untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan pasien.

BAB IV

PENUTUP

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar

tiroid yang hiperaktif dengan meningkatnya sekresi hormon tiroid baik T4, T3 atau

keduanya. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang secara

mendadak menjadi hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium,

takikardi, dehidrasi berat dan dapat dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan

pembedahan.

Prinsip pengelolaan hipertiroid yaitu dengan medikamentosa obat anti tiroid

dan pembedahan. Untuk obat anti tiroid propilthiouracil dan methimazole. Adapun

prinsip pengelolaan krisis tiroid yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi


26

komplikasi yang terjadi. Untuk demam dapat diberikan asetaminofen, untuk

tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya

propanolol 2-4mg/4jam secara IV atau 60-80mg/4jam secara oral/NGT, diteruskan

dengan pemberian PTU atau methimazole secara IV atau rectal, pemberian laruton

logul’s 10 tetes/8jam secara langsung IV, oral atau rectal, pemberian glucocorticoid

100mg/8jam. Sedangkan untuk mengatasi komplikasinya tergantung kondisi

penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya karena angka kematian

pada penderita ini cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat 2007.
2. Chew SC, Leslie D. Clinical endocrinology and diabetes. Churchill
Livingstone Elseiver 2006.
3. Zainurrashid Z, Abd Al Rahman HS. Hyperthyroidism in pregnancy. The
family physician 2005.
4. Sjamsuhidayat R, De jong W. Sistem endokrin. Jakarta EGC 2005.
5. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan
penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme. 2002.
6. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC 2008.
27

7. Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by
strangulation. Southern Medical Association 2008.
8. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid strom presenting as multiple organ
dysfunction syndrome. Chest 2000.
9. Bahn RS. Hyperthroidism and other causes of thyrotoxicosis: management of
guidelines of American Thyroid association of Clinical Endocrinologist.
Thyroid 21(6), 593-646, 2011
10. Braverman LE, Cooper DS, Introduction to Thyrotoxicosis. In the thyroid-A
Fundamental and Clinical text 10th Ed, Braverman EL, Cooper DS, Werner
and Ingbar’s, Eds. Philadelphia: Wolters Kluwer/ Lippincott Williams and
Wilkins health, pp 354-355, 2013.
11. Davies TF. Pathogenesis of Graves disease. In The Thyroid a-fundamental
and clinical Text 10 th Ed, Braverman El, Cooper DS, Werner and Ingbar’s,
Eds. Philadelphia: Wolters Kluwer/ Lippincott Williams and Wilkins health,
pp 356-369
12. Fitzgerald PA, Endocrine Disorders Hypertyroidism (Thyrotoxicosis). In
Current Diagnosis and Medical Treatment 52 th Ed, New York:McGraw-Hill
Medical, pp 1110-1119

Anda mungkin juga menyukai