Y U S M A N I D A R, S.PD
NIP: 196108191984122001
DINAS PENDIDIKAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini membahas tentang “Upaya Memahami dan Menolong Siswa Yang Kurang
Percaya Diri di Kelas Unggul SMAN 1 Pasaman”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak PRAMANA YOSE sebagai Kepala
Dinas Pendidikan kabupaten Pasaman Barat yang telah banyak memberikan masukan dalam
menyelesaikan makalah ini. Namun, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan pada makalah ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak agar makalah ini lebih sempurna lagi.
Penulis.
Latar Belakang
Hampir di setiap sekolah kita bisa menjumpai program Bimbingan dan Konseling.
Hal ini bukan semata terletak pada landasan atau ketentuan dari atas, namun yang lebih
penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan
potensi dirinya.
Banyak orang yang mengatakan bahwa bimbingan dapat dilakukan oleh siapa saja,
kapan saja dan dimana saja. Pendapat tersebut dapat dikatakan benar jika ditinjau dari segi
bahasa secara umum yaitu memberikan bantuan, namun memberikan bantuan bukanlah
berarti bimbingan. Seperti salah satu contohnya adalah seorang guru membantu kesulitan
anak dalam menjawab salah satu soal yang sedang dikerjakan siswa. Perlakuan guru tersebut
dikatakan memberikan bantuan tetapi bukan merupakan bimbingan. Untuk lebih jelasnya
siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan
dunia disekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam
klien/konselee baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui media:
internet, atau telepon) dalam rangka membantu klien agar dapat mengembangkan potensi
Hal ini menyangkut tugas dan perannya terhadap peserta didik seperti yang dikemukakan di
atas. Lebih dari itu iklim dan lingkungan yang “tidak sehat” membuat keberadaan BK
Begitu pula halnya di kelas unggul SMAN 1 Pasaman, sebagai kelas yang
Barat dari berbagai latar belakang. Tentunya keberadaan BK sangat diperlukan. Beragam
masalah mesti ditangani oleh pihak yang berkompeten yaitu BK. Termasuk masalah siswa
Deskripsi Kasus
Rani (bukan nama sebenarnya) adalah siswa kelas unggul SMAN 1 Pasaman yang
baru saja naik ke kelas II. Ia berasal dari keluarga petani yang terbilang cukup secara sosial
ekonomi di daerah tertinggal yaitu ± 75 km dari kota Simpang Ampek Pasaman Barat.
Sebagai anak pertama semula orang tuanya berkeberatan setamat SMP anaknya melanjutkan
ke SMA di Simpang Ampek Pasaman Barat; orang tua sebetulnya berharap agar anaknya
tidak perlu susah-sudah melanjutkan sekolah ke kota, tapi atas bujukan wali kelas anaknya
Pertimbangan wali kelasnya karena Rani terbilang cerdas diantara teman-teman yang
lain sehingga wajar jika bisa diterima di kelas unggul SMAN 1 Pasaman. Sejak diterima di
kelas unggul SMAN 1 Pasaman, di satu pihak Rani bangga sebagai anak Desa bisa diterima
di kelas unggul, tetapi di lain pihak mulai minder dengan teman-temannya yang sebagian
besar dari keluarga kaya dengan pola pergaulan yang begitu beda dengan latar belakang Rani.
Ia menganggap teman-teman dari keluarga kaya tersebut sebagai orang yang egois, kurang
bersahabat, pilih-pilih teman yang sama-sama dari keluarga kaya saja, dan sombong.
Makin lama perasaan ditolak, terisolik, dan kesepian makin mencekam dan mulai
timbul sikap dan anggapan sekolahnya itu bukan untuk dirinya, tidak kerasan, tetapi mau
keluar malu dengan orang tua dan temannya sekampung; terus bertahan, susah tak ada/punya
teman yang peduli. Dasar saya anak Desa, anak miskin (dibanding teman-temannya di
Akhirnya benar-benar menjadi anak minder, pemalu dan serta ragu dan takut bergaul
sebagaimana mestinya. Makin lama nilainya makin jatuh sehingga beban pikiran dan
perasaan makin berat, sampai-sampai ragu apakah bisa naik kelas atau tidak.
berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar
biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang
terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia
kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan
memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai
menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas
tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-dorongan yang
Tuhan apa saja yang ditemui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat
melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman
(seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan
terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian awal dan mengubahnya.
Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan.
dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu
berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti
Sehubungan dengan kasus di atas, Rani sebetulnya terlahir dengan potensi unggul, ia
menempatkan harga diri pada konsep/kepercayaan yang salah yaitu jika kaya, semua teman
memperhatikan / mendukung, peduli, dan lain-lain dan itu semua tidak ada/didapatkan sejak
di SMA, sampai pada akhirnya menyalahkan dirinya sendiri dengan hujatan dan penderitaaan
serta mengisolir dirinya sendiri. Ia telah berhasil membangun konsep dirinya secara tidak
realistis berdasarkan anggapan yang salah terhadap (dan dari) teman-teman lingkungannya. Ia
Jika pemikiran Rani yang tidak logis / realistis (tentang konsep dirinya dan
pandangannya terhadap teman-temannya) itu diperangi maka dia akan mengubahnya. Dengan
demikian tujuan konseling adalah memerangi pemikiran irasional Rani yang melatar-
belakangi ketakutannya yaitu konsep dirinya yang salah beserta sikapnya terhadap teman
lain. Dalam konseling konselor lebih bernuansa otoritatif : memanggil Rani, mengajak
berdiskusi dan konfrontasi langsung untuk mendorongnya beranjak dari pola pikir irasional
ke rasional / logis dan realistis melalui persuasif, sugestif, pemberian nasehat secara tepat,
Konseling kognitif : untuk menunjukkan bahwa Rani harus membongkar pola pikir
irasional tentang konsep harga diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika
ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar: memberi nasehat,
konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasional, sugesti dan asertive training
dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada
orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi
diri.
Contoh: mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status
teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah mengasihi saya,
karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas
dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-
maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas
misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah
tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide-
teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan
pelepasan beban agar Rani melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan
menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif di atas. Konseling
behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif dengan merobah akar-akar
keyakinan Rani yang irasional/tak logis kontrak reinforcemen, sosial modeling dan
relaksasi/meditasi.
Penutup
yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor).
Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus
ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri.
Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada
pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu
beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia
merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru.
Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata
kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk
berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan
pertimbangan :
Kedalaman dan tahan lama serta dapat dipakai konseli untuk mengkonseling dirinya
sendiri.
Kesimpulan
menyangkut langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengakui sepenuhnya bahwa kita sebagian
bahwa kita mempunyai kemampuan untuk merubah gangguan-gangguan secara berarti; (3)
tidak rasional ; (4) mempersepsi dengan jelas kepercayaan-kepercayaan ini; (5) menerima
kenyataan bahwa, jika kita mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-
cara tingkah laku dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan-kepercayaan kita dan
perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan-tindakan yang mengikuti; dan (6)
Aryatmi, S., 1991, Perspektif BK dan Penerapannya di Berbagai Institusi, Satya Wacana
Semarang.
Corey G., 1991/1995, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan
Mulyarto), IKIP Semarang Pres.
Prayitno, 2008, Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah. Padang: UNP
Ruslan Abdul Gani, 1995, Bimbingan dan konseling, Pamator Pressindo, Jakarta