Anda di halaman 1dari 28

a.

infeksi nosokomial

Defenisi Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial atau infeksi yang diperoleh dari rumah sakit adalah infeksi yang
tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit melainkan setelah ± 72 jam berada di tempat
tersebut (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003). Infeksi ini terjadi bila toksin atau agen
penginfeksi menyebabkan infeksi lokal atau sistemik (Karen Adams & Janet M. Corrigan,
2003). Contoh penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah apabila dokter atau suster
merawat seorang pasien yang menderita infeksi karena mikroorganisme patogen tertentu
kemudian mikroorganisme dapat ditularkan ketika terjadi kontak (Steven Jonas, Raymond L.
Goldsteen, Karen Goldsteen, 2007).Selanjutnya, apabila suster atau dokter yang sama merawat
pasien lainnya, maka ada kemungkinan pasien lain dapat tertular infeksi dari pasien
sebelumnya
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut
dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau
setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah
sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa
inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru
menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi
nosokomial (Harrison, 2001).
Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.
Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam
tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau auto infection,
sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari
rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Soeparman, 2001).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya
rumah sakit memang sumber penyakit. Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah
sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap
tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit
mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia,
penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8
persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat
Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial :
1. secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderita selama dirawat
dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro organisme / bakteri
yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang berpanjangan serta
pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadangkadang kualitas
hidup
penderita akan menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, jugaberbahaya bagi lingkungan baik
selamadirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghembat biaya dan waktu yang terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional, sehingga bila
angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin operasionalnya
dipertimbangkan untuk dicabut oleh instansi yang berwenang

B. Batasan-Batasan Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infection” apabila memenuhi
batasan / criteria sebagai berikut:
1. Apabila padawaktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalammasa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapiterbukti bahwa infeksi
didapat penderita pada waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai
indeksi nosokomial.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial


Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2 bagian
besar, yaitu :
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisikondisi lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat medis, serta
lingkungan)
Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama dirawat di
RS dapat diringkas sebagai berikut :
1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi)
2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat di RS
3. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat ditempat / ruangan
yang samadi RS tersebut.
4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang bekunjung kerumah sakit
tersebut.
5. Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai dirumah sakit tersebut.
6. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang disediakan rumah sakit
ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit.
7. Disamping ke-6 cara-cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan diatas, maka
faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai factor penunjang untuk terjadinya infeksi
nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah :
1) Air
2) Bahan yang harus di buang ( Disposial)
3) Udara

D. Penyebab Infeksi Nosokomial

1. Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit.
Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala
klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
1) karakteristik mikroorganisme,
2) resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
3) tingkat virulensi,
4) dan banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi
nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain
(cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau
bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan
disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya
tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal, (Ducel, 2001).
2. Bakteri
Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan
bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi
pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi
yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai
sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan
infeksi baik secara sporadik maupun endemik. Contohnya :
· Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene
· Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat
menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali
telah resisten terhadap antibiotika.
· Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang
menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini
bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
· Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan
peritoneum.

3. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk
virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi.
Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak
tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian
jarum suntik, dan transfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme
lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah.
Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola,
influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster virus, juga dapat ditularkan (Wenzel,
2002)
4. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa
maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika
bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
5. Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.
Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat
berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.
E. Proses Penularan Infeksi Nosokomial
1. Langsung
Antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak langsung
1) obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
2) lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan (Sebagai contoh
perawatan luka pasca operasi)
3) penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke udara (air borne)
4) Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau serangga yang membawa kuman

Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu :


1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak
langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person
to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung
terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi
karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan
medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common
vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat
mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya
mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan
tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara
eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel
pada tubuh vector misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami
perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).
F. Tanda dan gejala Infeksi
1) Demam
2) bernapas cepat,
3) kebingungan mental,
4) tekanan darah rendah,
5) urine output menurun,
6) pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika kencing dan darah dalam
air seni
7) sel darah putih tinggi
8) radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidakmampuan untuk batuk.
9) infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di sekitar bedah atau
luka

G. Dampak Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan
lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan
pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

H. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial


Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat
bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90
persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk
membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat
medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan
adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah
atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan
pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan
tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan
menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan
bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan
panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
1. Mempunyai kriteria membunuh kuman
2. Mempunyai efek sebagai detergen
3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
4. Tidak sulit digunakan
5. Tidak mudah menguap
6. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
7. Efektif
8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

1. Perbaiki Ketahanan Tubuh


Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang
secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu
ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam
saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat
dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat.
Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat
diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
2. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan
pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui
udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan
yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi
rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam
ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara
selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang
terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu
ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
Pencegahan Infeksi nosokomial yaitu dengan:
1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan
penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup,
dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi
5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan Standar kewaspadaan
terhadap infeksi, antara lain :
1. Cuci Tangan
1) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
2) Segera setelah melepas sarung tangan.
3) Di antara sentuhan dengan pasien.
2. Sarung Tangan
1) Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
2) Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak
dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju Pelindung
1) Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
2) Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah
atau cairan tubuh
5. Kain
1) Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
2) Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
6. Peralatan Perawatan Pasien
a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit
atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
b. Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien

8. Instrumen Tajam
1) Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
2) Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
3) Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
4) Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
9. Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak
langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi
I. Program Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RS
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada
dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan
terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan
tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah
untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa
keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan
yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan
perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini,
perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat
menentukan
2. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan
Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat
penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah
dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun
standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini,
peran perawat besar sekali.

3. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas Rumah Sakit
Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan
yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar
dan mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan
pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi
nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi
nosokomial, perawat mempunyai peran yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan
harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya
resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan
perawatan yang benar untuk penderitanya.

J. Yang Harus Diperhatikan Keluarga dan Pengunjung


dalamPengendalian InfeksiNosokomial
1. Mengerti dan memahami peraturan dari Rumah sakit
1) Taatilah waktu berkunjung
2) Jangan terlalu lama menjenguk cukup 15-20 menit saja
3) Penunggu pasien cukup 1 orang
4) Jangan berkunjung jika anda sedang sakit
5) Jangan membawa anak dibawah usia 12 tahun
2. Menjaga kebersihan diri
1) lakukan cuci tangan sebelum dan setelah bertemu pasien
2) jangan menyentuh luka, perban, area tusukan infuse, atau alat-alat lain yang digunakan untuk
merawata pasien
3) bantulah pasien untuk menjaga kebersihan dirinya
3. Menjaga kebersihan lingkungan
1) Jangan menyimpan barang terlalu banyak di ruangan pasien
2) Jangan tidur di bed pasien
3) Jangan merokok diarea RS

K. Contoh Infeksi Nosokomial


1. Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu
(contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1) Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3) Ditemukan abses
4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
5) Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya
rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan
timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.

2. Infeksi Saluran Kencing (ISK )


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat
terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar
(uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak
terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena
uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah
menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni
kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat
menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan
sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual
sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
Gejala
Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
1) Sakit pada saat atau setelah kencing
2) Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)
3) Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
4) Nyeri pada pinggang
5) Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa
nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
3. Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran darah
secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang
berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor
risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit,
tingkat keparahan penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat,
terapi imunosupresan, dan penggunaan steroid.
Gejala
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat
membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis, maka akan timbul
gejala-gejala berikut:
1) Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)
2) Hiperventilasi
3) Menggigil
4) Kulit teraba hangat
5) Ruam kulit
6) Takikardi (peningkatan denyut jantung)
7) Mengigau atau linglung
8) Penurunan produksi air kemih.

4. Infeksi Saluran Napas (ISN)


Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis,
sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas
bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun
bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi
serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan
adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.

. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada
penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya
(Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan
vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit
tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau imunitas
pada bayi dan anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius pada seorang individu
untuk merangsang system imun dan memproduksi anti bodi yang akan mencegah infeksi
(Schwartz,2004)
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial dengan pemberian bahan
antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup yang dilemahkan atau diinaktifkan
(Wahab,2000)
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas seseorang sehingga memiliki
kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi (Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh
mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit
berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan
hidup anak (www.litbang.depkes.go.id).
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan
cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam
tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat
anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang
tubuh (http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-imunisasi.html).
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit
(http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian-imunisasi-dan-cara-
pemberian.html).
Imunisasi adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap serangan penyakit tertentu dengan
jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam tubuh (http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/epidemiology-public-health/2021254-pengertian-imunisasi/).
B. Jenis-jenis Imunisasi
1. Imunisasi BCG
Kepanjangan BCG? Mungkin karena susah mengucapkannya makanya jarang yang hafal
kepanjangannya. Bacillus Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit
TBC, orang bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di
gunakan di dunia (85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan
derajat proteksinya sangat bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap
tuberculosis yang dapat dipercaya.
maksudnya, kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada
pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC
setelah diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-
HBsAg pada laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup
terhadap hepatitis B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah ada
sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Royan said : maksudnya, kalau sih anak sudah kemasukkan kuman TBC sebelum
diimunisasi, proses pembentukan antibbodi setelah diimunisasi kurang memuaskan.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan) atau dilakukan uji tuberkulin dulu
(bila usia anak lebih dari 3 bulan.IDAI) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC
atau belum (lihat jadwal imunisasi) Dan lagi, kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan
dari ibu ke anak (imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap
TBC. Makanya ibu-ibu harus segera memberikan imunisasi BCG buat anaknya.
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil tes
tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan.Jadi tidak
benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml
pada anak. Disuntikkan secara intrakutan.
maksudnya disuntikkan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila penyuntikan benar, akan
ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan pada
penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak
dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV (Wahab, 2000).

2. Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini juga merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.Jika menyerang anak, penyakit yang
disebabkan virus ini sulit disembuhkan.Bila sejak lahir telah terinfeksi virud hepatitis B
(VHB) dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa.Sangat
mungkin terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh si kecil.Yang potemsial melalui jalan lahir.
Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah. Bisa juga melali
alat-alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti
jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.Bahkan juga bisa lewat
sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
Malangnya, tak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata.Bahkan oleh dokter
sekalipun.Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.Anak juga terlihat
sehat, nafsu makan baik, berat badan juga normal.Penyakit baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan darah.
Upaya pencegahan adalah langkah terbaik.Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena
Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak.Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk
mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah Pemberian: Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Usia PemberianSekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil,
tak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi tsb dilakukan
tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi Penyuntikan: Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di
paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda Keberhasilan: Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya
8 tahun; diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma
100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus
disuntik ulang 3 kali lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan, lbih dari
95% bayi mengalami respons imun yang cukup.
Indikator Kontra: Tak dapat diberikan pada anak yang sakit berat
3. Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat
dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini
yang disuntikkan. Kalo yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit
aslinya, sehingga banyak digunakan.Kalo yang injeksi efek proteksi lebih baik tapi mahal dan
tidak punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar
pemakaian vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat
vaksin polio tetes karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan
dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki.Walaupun dapat sembuh, penderita akan
pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil.
Di wikipedia dijelaskan bahwa Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah.Lukisan dinding
di kuil-kuil Mesir kuno menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu yang berjalan
dengan tongkat.Kaisar Romawi Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan
menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki.Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat
menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai
Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menjangkiti anak-
anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membiarkan
anak mereka keluar rumah, gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan
bahkan gereja tutup.
Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan
minuan yang dicemari.
Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes setiap kali sesuai
dengan jadwal imunisasi.
4. DPT
Deskripsi Vaksin Jerap DPT adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml
Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per
dosis tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.
Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan batuk rejan.
Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf Toksoid tetanus
yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan
suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang
dalam.Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat
penyuntikkan.(Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena
dapat mencederai syaraf pinggul).Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat
menimbulkan reaksi lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus
digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT harus
dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis
berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan
secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio
(OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib.dan vaksin Yellow Fever.
Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama
DPT. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Imunisasi DPT
kedua tidak boleh diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama DPT. Komponen pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk
meneruskan imunisasi ini.Untuk individu penderita virus human immunodefficiency (HIV)
baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar
jadual tertentu.
5. Campak
Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya.
Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh
antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit
yang disebabkan virus Morbili ini.Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup.
Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet) penderita yang
terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari,
gejalanya sulit dideteksi.Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata
kemerahabn dan berair, si kecilpun merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah
dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare.satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-
40,5 derajat celcius.
Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan ciri khas penyakit
ini.Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.Awalnya haya muncul di
beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan dan kaki.Dalam waktu 1
minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada
akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya
dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.Dalam
kondisi ini tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter.Jaga stamina dan konsumsi
makanan bergizi.Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala
yang muncul.Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya.Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat.Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.Komplikasi yang terjadi biasanya berupa
radang paru-paru dan radang otak.Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan
kematian pada anak.
Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah
menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai
12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi
MMR (Measles Mump Rubella) (www.organisasi.org).
C. Efek Samping Imunisasi
Imunisasi memang penting untuk membangun pertahanan tubuh bayi.Tetapi, orangtua masa
kini seharusnya lebih kritis terhadap efek samping imunisasi yang mungkin menimpa Si
Kecil.
Pertahanan tubuh bayi dan balita belum sempurna.Itulah sebabnya pemberian imunisasi, baik
wajib maupun lanjutan, dianggap penting bagi mereka untuk membangun pertahanan
tubuh.Dengan imunisasi, diharapkan anak terhindar dari berbagai penyakit yang
membahayakan jiwanya.
Di lain pihak, pemberian imunisasi kadang menimbukan efek samping. Demam tinggi pasca-
imunisasi DPT, misalnya, kerap membuat orangtua was-was. Padahal, efek samping ini
sebenarnya pertanda baik, karena membuktikan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh
tengah bekerja.Namun, kita pun tidak boleh menutup mata terhadap fakta adakalanya efek
imunisasi ini bisa sangat berat, bahkan berujung kematian.Realita ini, menurut Departemen
Kesehatan RI disebut "Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi"(KIPI).Menurut Komite Nasional
Pengkajian dan Penanggulangan (KN PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan
kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi.
Menurut Komite KIPI, sebenarnya tidak ada satu pun jenis vaksin imunisasi yang aman tanpa
efek samping. Oleh karena itu, setelah seorang bayi diimunisasi, ia harus diobservasi terlebih
dahulu setidaknya 15 menit, sampai dipastikan tidak terjadi adanya KIPI (reaksi cepat).
Selain itu, menurut Prof. DR. Dr. Sri Rejeki Hadinegoro SpA.(K), untuk menghindari adanya
kerancuan antara penyakit akibat imunisasi dengan yang bukan, maka gejala klinis yang
dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu. "Gejala klinis KIPI dapat timbul
secara cepat maupun lambat.Dilihat dari gejalanya pun, dapat dibagi menjadi gejala lokal,
sistemik, reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya," terang Ketua Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Pada umumnya, semakin cepat KIPI terjadi, semakin cepat gejalanya.Pada keadaan tertentu
lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (pasca-vaksinasi rubella), bahkan 42
hari (pasca-vaksinasi campak dan polio). Reaksi juga bisa diakibatkan reaksi simpang
(adverse events) terhadap obat atau vaksin, atau kejadian lain yang bukan akibat efek
langsung vaksin, misalnya alergi. "Pengamatan juga ditujukan untuk efek samping yang
timbul akibat kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi serta penyimpanan
vaksin.Kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian
yang timbul kebetulan," demikian Sri.
Penelitian Vaccine Safety Committee, Institute of Medicine (IOM), AS, melaporkan,
sebagian besar KIPI terjadi karena faktor kebetulan."Kejadian yang memang akibat imunisasi
tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan atau pragmatic errors),"
tukas dokter yang berpraktek di RSUPN Cipto Mangunkusumo ini.
Stephanie Cave MD, ahli medis yang menulis "Yang Orangtua Harus Tahu tentang Vaksinasi
Pada Anak" menyebutkan, peluang terjadinya efek samping vaksin pada bayi dan anak-anak
adalah karena mereka dijadikan target imunisasi massal oleh pemerintah, pabrik vaksin,
maupun dokter. Padahal, imunisasi massal yang memiliki sikap "satu ukuran untuk semua
orang" ini sangat berbahaya. Karena, "Setiap anak adalah pribadi tersendiri, dengan bangun
genetika, lingkungan sosial, riwayat kesehatan, keluarga dan pribadi yang unik, yang bisa
berefek terhadap cara mereka bereaksi terhadap suatu vaksin,"
Secara garis besar, tidak semua KIPI disebabkan oleh imunisasi.Sebagian besar ternyata tidak
ada hubungannya dengan imunisasi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa faktor KIPI
yang bisa terjadi pasca-imunisasi:
1. Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusukan jarum suntik, baik langsung maupun
tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI.Reaksi suntikan langsung misalnya rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan.Sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope atau pingsan.
2. Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan masuknya vaksin ke dalam tubuh umumnya sudah diprediksi
terlebih dahulu karena umumnya "ringan". Misal, demam pasca-imunisasi DPT yang dapat
diantisipasi dengan obat penurun panas.Meski demikian, bisa juga reaksi induksi vaksin
berakibat parah karena adanya reaksi simpang di dalam tubuh (misal, keracunan), yang
mungkin menyebabkan masalah persarafan, kesulitan memusatkan perhatian, nasalah
perilaku seperti autisme, hingga resiko kematian.
3. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu
penyebab, maka untuk sementara dimasukkan ke kelompok "penyebab tidak diketahui"
sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya, dengan kelengkapan informasi akan dapat
ditentukan kelompok penyebab KIPI. 'Imunisasi itu Aman' Ilmu Pengetahuan atau
Fiksi?raguan tentang aman-tidaknya imunisasi bukan sesuatu yang mengada-ada. Saat ini
sudah ada puluhan ribu kejadian buruk akibat imunisasi yang dilaporkan, dan puluhan ribu
lainnya yang tidak dilaporkan.Pada anak-anak, imunisasi (dan antibiotik) bertanggung jawab
untuk sebagian besar reaksi negatif dibanding obat-obat resep lainnya.Jadi realitanya, tidak
ada obat yang aman untuk setiap anak.Dan, beberapa obat lebih berbahaya daripada beberapa
obat lainnya.
Keamanan imunisasi seharusnya berlandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan
hipotesa, pendapat, keyakinan perorangan, atau pengamatan. Namun faktanya, hingga kini
banyak yang tidak diketahui para ilmuwan tentang cara kerja imunisasi di dalam tubuh pada
tingkat sel dan molekul. Tes yang memadai untuk imunisasi juga tidak ada.Yang juga kurang,
adalah pengertian tentang efek jangka panjang dari imunisasi massal bagi bayi dan anak-
anak. Yang diketahui adalah, sejak akhir tahun 1950-an, ketika imunisasi massal mulai
diwajibkan di Amerika Serikat, telah terjadi peningkatan kasus kelainan sistem imun dan
persarafan, termasuk kesulitan memusatkan perhatian, asma, autisme, diabetes anak-anak,
sindroma keletihan menahun, kesulitan belajar, rematoid artritis, multipel sklerosis, dan
masalah kesehatan yang menahun lainnya.
Di Amerika Serikat dan tempat-tempat lain di dunia, adanya peningkatan besar jumlah
masalah medis yang terkait dengan imunisasi yang dilaporkan orangtua dan profesional
kedokteran, telah mencetuskan suatu gerakan yang menuntut dilakukannya lebih banyak
kajian yang lebih baik tentang potensi efek buruk jangka panjang atau menahun dari
imunisasi.
Imunisasi kadang dapat mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang
membuktikan bahwa vaksin betuk-betul bekerja secara tepat :
a) BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah ditempat suntikan.
Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi
luka dengan garis tengah ±10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka
parut yang kecil.
b) DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan
imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar
merasa nyeri, sakit, kemerahan atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya
dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, akan sembuh sendiri.Bila gejala diatas tidak
timbul tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan
Imunisasi tidak perlu diulang.
c) POLIO : Jarang timbuk efek samping.
d) CAMPAK : Anak mungkin panas, kadang disertai dengan kemerahan 4–10 hari sesudah
penyuntikan.
e) HEPATITIS : Belum pernah dilaporkan adanya efek samping. Perlu diingat efek
samping imunisasi jauh lebih ringan daripada efek penyakit bila bayi tidak diimunisasi.
D. Penyakit yang di Timbulkan Pada Anak yang Tidak di Imunisasi
Imunisasi, tak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tapi juga ampuh untuk mencegah dan
menangkal timbulnya penyakit serta kematian pada anak-anak.Lalu mengapa kadangkala
orangtua kerap mengabaikan tindakan penting tersebut?Bukankah lebih baik mencegah
daripada mengobati?
Sesuai dengan yang diprogramkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (Badan Kesehatan
Dunia), Pemerintah Indonesia menetapkan ada 12 imunisasi yang harus diberikan kepada
anak-anak. 5 Diantaranya merupakan imunisasi yang wajib diberikan sebab fungsinya adalah
untuk mencegah anak dari serangan penyakit – penyakit seperti :
1. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju
faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang
memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-
obat intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat.
2. Hepatitis B yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati
Penyakit hepatitis B pada bayi menjadi kronik jauh lebih besar (lebih dari 90 persen)
dibandingkan kemungkinan pada orang dewasa."Oleh karena itu, bagi bayi vaksin hepatitis B
mutlak perlu.
Ciri-ciri penderita hepatitis B umumnya tak diketahui secara jelas karena penderita seperti
orang sehat. Akibatnya ia tak segera menyadari dirinya telah tertular virus hepatitis B, bahkan
sudah menularkannya kepada orang lain. "Sebaiknya, mereka yang memiliki gejala kuning
pada mata, kulit, lesu, tak memiliki nafsu makan serta sakit lambung-seperti maag yang tak
sembuh dalam tempo enam bulan-segera periksa ke dokter.
Virus hepatitis B diketahui sebagai salah satu virus yang paling mudah menular. Bahkan,
penularan virus ini 100 kali lebih menular daripada HIV (virus penyebab AIDS), dan
diperkirakan menginfeksi 10 kali lebih banyak daripada HIV. Virus itu menyerang hati dan
merusak organ tubuh secara tak langsung melalui gangguan sistem kekebalan.Pada serangan
tahap awal masih bisa disembuhkan jika segera diobati. Namun, jika penyakit berkembang
lebih berat maka ia akan mencapai tahap hepatitis akut, sirosis (pengerasan hati), sampai
kemudian mengakibatkan munculnya kanker hati.
3. Penyakit Polio
Penyakit ini disebabkan virus, menyebar melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi.Anak
yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layuh.
Poliomyelitis atau Polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus.Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus.Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan. Kata
Polio sendiri berasal dari bahasa
Yunani yaitu πολιομυελίτις, atau bentuknya yang lebih mutakhir πολιομυελίτιδα, dari πολιός
"abu-abu" dan μυελός "bercak".Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus.
Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single stranded messenger
molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30 persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4
protein besar (VP1-4) dan satu protein kecil (Vpg).Polio adalah penyakit menular yang
dikategorikan sebagai penyakit peradaban.Polio menular melalui kontak antarmanusia.Virus
masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman
yang terkontaminasi feses.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular.
Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3
hingga 5 tahun. Penyebab penyakit polio terdiri atas tiga strain yaitu strain 1 (brunhilde)
strain 2 (lanzig), dan strain 3 (Leon). Strain 1 adalah yang paling paralitogenik atau yang
paling ganas dan sering kali menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Strain ini sering
ditemukan di Sukabumi.
Sedangkan Strain 2 adalah yang paling jinak.Penyakit Polio terbagi atas tiga jenis yaitu Polio
non-paralisis, Polio paralisis spinal, dan Polio bulbar. -Polio non-paralisis menyebabkan
demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung,
otot terasa lembek jika disentuh. -Polio Paralisis Spinal Jenis Strain poliovirus ini menyerang
saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada
batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita
dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler
darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh.
Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor -- yang mengontrol gerak
fisik.Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak
memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh
bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem
saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus
dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor.
Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya
tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis
(AFP).Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menye-babkan kelumpuhan pada batang
tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. -Polio Bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf
kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf
trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu
proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf
yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian.
Lima hingga sepuluh persen penderta yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika
otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi
kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ''perintah bernapas'' ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
''tenggelam'' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ''paru-paru
besi'' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan
mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan
mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian
udara terpompa keluar masuk paru-paru.Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat
menyebabkan koma dan kematian.
Penyakit Polio dapat ditularkan oleh infeksi droplet dari oro-faring (mulut dan tenggorokan)
atau dari tinja penderita yang telah terinfeksi selain itu juga dapat menular melalui oro-fecal
(makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah yang kemudian virus ini akan
berkembangbiak di tengorokan dan usus lalu kemudian menyebar ke kelenjar getah bening,
masuk ke dalam darah serta menyebar ke seluruh tubuh.
Penularan terutama sering terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari
tinja ke mulut) atau yang agak jarang terjadi melalui oral-oral (mulut ke mulut).Virus Polio
dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-
kilometer dari sumber penularannya.
Penularan terutama terjadi akibat tercemarnya lingkungan leh virus polio dari penderita yang
telah terinfeksi, namun virus ini hidup di lingkungan terbatas.Virus Polio sangat tahan
terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan klor.Suhu yang
tinggi dapat cepat mematikan virus tetapi pada keadaan beku dapat bertahun-tahun masa
hidupnya.
4. Penyakit Campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat
menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat
mata/konjungtiva) dan ruam kulit.Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak
golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak.Penderita bisa
menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah
ruam kulit ada.
Penyebab Campak, rubeola, atau measles Adalah penyakit infeksi yang sangat mudah
menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kurang lebih 4 hari pertama sejak
munculnya ruam. Campak disebabkan oleh paramiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi
melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne
disease ). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif
pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang
yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak
mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi
kedua.
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan -
nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot -
mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik).Ruam
(kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala
diatas.Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula
(ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan
di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke
batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya
mencapai 40° Celsius.3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik
dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari
diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada
selama 4 hari hingga 7 hari.
5. Difteri, pertusis dan tetanus
Difteri disebabkan bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi
yang serius atau fatal.
Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak.Penyakit ini
mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan
biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang
sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang
terkontaminasi.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang
berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.Gejala utama dari penyakit
difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman
ini.Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul
terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan.Disamping menghasilkan
pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang
sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf
(www.blogdokter.net).
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang anak-anak yang
belum diimunisasi. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan 3.000
orang diantaranya meninggal karena penyakit ini
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan (wikipedia.org).
Penyakit tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang terdapat di tanah, kotoran
hewan, debu, dan sebagainya.Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka yang
tercemar kotoran. Di dalam luka bakteri ini akan berkembang biak dan membentuk toksin
(racun) yang menyerang saraf.
UNICEF (United Nations Children’s Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak) menyebutkan
dalam situsnya bahwa tetanus sangat berisiko terkena pada bayi-bayi yang dilahirkan dengan
bantuan dukun bayi di rumah dengan peralatan yang tidak steril; mereka juga beresiko ketika
alat-alat yang tidak bersih digunakan untuk memotong tali pusar dan olesan-olesan
tradisional atau abu digunakan untuk menutup luka bekas potongan (www.unicef.org).Angka
kematian yang diakibatkan oleh tetanus berkisar antara 15-25%.
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang menyerang sistem pernapasan
yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan bronkial.Infeksi ini menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan sehingga menyebabkan serangan batuk yang parah.Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang bersarang di saluran pernapasan dan sangat
mudah tertular (www.warmasif.co.id).
Pertusis dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur kurang
dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur kurang dari 1
tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi lebih parah.Pada tahun
2000 diperkirakan 39 juta kasus terjadi dan 297.000 kematian terjadi didunia yang
diakibatkan oleh pertusis.
E. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak
Jadwal pemberian Vaksin Hepatitis B diberikan dalam satu seri yang terdiri dari 3 kali suntik.
· Pertama : Bila ibu adalah pembawa virus dalam darahnya, maka vaksin harus
diberikan paling lama 12 jam setelah lahir. Tetapi bila ibu bukan pembawa virus, bisa
diberikan pada kontrol di bulan pertama atau kedua.
· Kedua : Kalau yang pertama diberikan segera setelah lahir, yang kedua diberikan
antara bulan pertama dan kedua. Bila yang pertama diberikan setelah sebulan, maka yang
kedua diberikan antara bulan ketiga dan keempat.
· Ketiga : Diberikan pada usia 6 bulan untuk yang mendapatkan vaksin pertama
sebelum usia 1 bulan. Untuk yang mendapatkan vaksin pertama setelah usia 1 bulan,
diberikan pada usia antara 6 s/d 18 bulan.
· Resiko yang mungkin timbul Resiko serius yang berkaitan dengan pemberian vaksin
HBV sangat jarang terjadi. Biasanya efek samping hanya bagian bekas suntik menjadi
kemerah-merahan.
· Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila ada
reaksi alergi serius terhadap suntikan vaksin.
· Setelah pemberian Setelah vaksinasi panas badan anak mungkin naik, dan juga
daerah sekitar bekas suntikan menjadi merah. Untuk itu anda bisa memakai obat penurun
panas (Tempra, Sanmol, dll), dan kompres dengan air hangat bagian bekas suntikan.
2. Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari 5 kali suntik. Yaitu pada
usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15 s/d 18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4 s/d
6 tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus)
pada usia 11 s/d 12 tahun atau paling lambat 5 tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah
itu direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap 10 tahun.
· Resiko yang mungkin timbul Seringkali pemberian vaksin ini menimbulkan panas
badan ringan atau panas di sekitar bekas suntikan yang diakibatkan oleh komponen pertussis
dalam vaksin.
· Menunda pemberian : Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila
anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal, komponen pertussis
dari vaksin dianjurkan untuk tidak diberikan danhanya DT (difteri & tetanus) saja. Bila
setelah mendapatkan vaksin DTP (DTaP) timbul gejala seperti dibawah konsultasikan dengan
dokter anak sebelum mendapatkan vaksin lainnya : kejang-kejang dalam 3 s/d 7 hari setelah
imunisasi kejang-kejang yang makin memburuk dibanding sebelumnya apabila pernah
mengalaminya reaksi alergi kesulitan makan atau gangguan pada mulut, tenggorokan atau
muka panas badan lebih dari 40 derajat Celcius (105 derajat Fahrenheit) pingsan dalam 2 hari
pertama setelah imunisasi terus menangis lebih dari 3 jam di 2 hari pertama setelah imunisasi
· Setelah pemberian : Anak mungkin mengalami panas badan ringan dan atau kemerah-
merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk mencegah panas badan kadangkala dokter anak
memberikan resep obat sebelum imunisasi. Segera hubungi dokter anak anda apabila timbul
gejala-gejala seperti diatas.
3. POLIO Jadwal pemberian Diberikan pada usia 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan, 12 s/d 18
bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun). Imunisasi pertama dan kedua adalah
IPV sedang dua terakhir dengan OPV. Namun apabila tidak ada gangguan dianjurkan untuk
mendapatkan vaksin semuanya secara IPV.
· Resiko yang mungkin timbul Bagi anda yang belum pernah mendapatkan imunisasi
polio pada saat balita dianjurkan untuk imunisasi dengan IPV sebelum anak anda
mendapatkan vaksin polio secara OPV. Ini untuk mencegah penularan virus polio hidup yang
terkandung dalam vaksin OPV ke anda.
· Menunda pemberian Apabila anak memiliki gangguan kekebalan tubuh, vaksin IPV
lebih baik daripada OPV. Sebagai catatan, untuk anak-anak tipe ini harus dihindari kontak
dengan anak lain yang baru saja menerima vaksin OPV sampai sekitar 2 minggu setelah
vaksinasi. Vaksin IPV tidak boleh diberikan kepada anak yang memiliki alergi serius
terhadap antibiotika neomycin atau streptomycin. Untuk itu sebaiknya diberikan vaksin tipe
OPV.
· Setelah pemberian Untuk IPV, sering menimbulkan panas badan ringan dan nyeri
atau kemerah-merahan di sekitar bekas suntikan. Untuk OPV tidak ada gejala pasca imunisasi
apapun.
4. BCG Jadwal pemberian Diberikan satu kali pada usia 2 bulan.
· Resiko yang mungkin timbul Jarang ditemui adanya reaksi berlebihan terhadap
vaksin ini.
· Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan.
· Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila
tidak ada gejala lain yang serius.
MMR / CAMPAK Jadwal pemberian Diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari dua kali
pemberian. Yaitu pada usia 12 s/d 15 bulan dan saat sebelum masuk sekolah (4 s/d 6 tahun)
atau pada usia 11 s/d 12 tahun.
· Resiko yang mungkin timbul Jarang sekali timbul masalah serius akibat vaksin ini.
· Menunda pemberian Bila anak sakit lebih dari sekedar panas badan ringan. Bila
memiliki alergi terhadap telur atau antibiotika neomycin. Bila menerima gamma globulin
dalam selang waktu 3 bulan sebelum imunisasi. Bila memiliki gangguan kekebalan tubuh
akibat kanker atau sedang menjalani terapi kemo atau radiasi.
· Setelah pemberian Seperti vaksin lainnya cukup siapkan obat penurun panas, apabila
tidak ada gejala lain yang serius.
BAB III
PEMBAHASAN
Tuhan menciptakan setiap makhluk hidupnya dengan kemampuan untuk mempertahankan
diri dari ancaman dari luar diriny.Salah satu ancaman terhadap manusia adalah penyakit,
terutama penyakit infeksi yang di bawa oleh berbagai macam mikroba, virus, bakteri, parasite
dan jamur. Dalam hal ini dikatakan bahwa system petahanan tubuh ( system imun ) orang
tersebut cukup baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman-kuman penyakit.
Analisis SWOT
1. Pemberian imunisasi BCG
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh terhadap kuman Mycrobacteria Tuberculosa dan menghambat
penyebaran kumannya.
Weaknes/Kelemahan
Kekebalan yang di hasilkan dari imunisasi ini bervariasi karena tidak adanya pemeriksaan
laboratorium yang bias menilai kekebalan seseorang pada penyakit Tuberculosis setelah di
imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko yang mungkin di temukan jarang di temui dan jarang adanya reaksi berlebihan pada
vaksin ini.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak di immunisasi BCG maka akan rentan terhadap penyakit tuberculosis.
2. Pemberian imunisasi Hepatitis B
Strength/Kekuatan
Memberi kekebalan tubuh anak terhadap kuman hepatitis B
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah serta jarak rumah yang jauh dengan tempat pelayanan
kesehatan sehingga ibu malas untuk membawa anaknya untuk imunisasi.
Opportunity/Kesempatan
Resiko dan kontraindikasi pada pemberian vaksin ini jarang ditemui.
Threat/Ancaman
Apabila anak tidak diimunisasi Hepatitis B anak akan rentan di serang penyakit Hepatitis B
dan pada bayi akan menjadi kronik jauh lebih besar
3. Pemberian imunisasi DPT
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit difteri, pertussis, dan tetanus
Weaknes/Kelemahan
Adanya beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan penyuntikan pertama DPT yaitu
gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan
pada syaraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis.Kebanyakan bayi menderita
panas, sakit, kemerahan, dan bengkak pada area tempat penyuntikan.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian vaksin harus di kocok dulu untuk menghomogenkan suspense, penyuntikan secara
intramuskuler atau subkutan dalam yaitu pada bagian antero lateral paha sedangkan di bagian
tempat pantat pada anak tidak di rekomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul.
Threat/Ancaman
Bayi atau anak yang tidak diimunisasi DPT akan rentan terhadap penyakit difteri, pertussis,
dan tetanus.
4. Pemberian imunisasi Polio
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan anak terhadap penyakit polio
Weaknes/Kelemahan
Tingkat pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi dasar lengkap sehingga ibu tidak
membawa anaknya ada saat jadwal pemberian imunisasi polio.
Opportunity/Kesempatan
Pemberian yang mudah dan resiko yang ditemukan jarang di temui.
Threat/Ancaman
Jika anak tidak diimunisasi polio maka akan menyebabkan lumpuh layu pada kedua kaki
walaupun dapat sembuh tetapi penderita akan pincang seumur hidup. Virus polio ini
menyerang tanpa peringatan, merusak system saraf dan dapat menimbulkan kelumpuhan
permanen.
5. Pemberian Imunisasi Campak
Strength/Kekuatan
Memberikan kekebalan pada anak terhadap penyakit campak karena campak termasuk
penyakit menular.
Weaknes/Kelemahan
Anak Mungkin Panas, kadang disertai kemerahan 4 -10 hari sesudah penyuntikan
Opportunity/Kesempatan
Penyakit campak umumnya menyerang usia balita sehingga jumlah dan usia pemberian
sebanyak 2 kali, yaitu satu kali di usia 9 bulan dan satu kali di usia 6 tahun.
Threat/Ancaman
Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian anak.

Analisis SWOT untuk melihat sisi-sisi kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman,


sebagaimana tertera dibawah ini:
KEKUATAN (STRENGTHS)
Indonesia memiliki semangat mengimplementasikan komitmen global seperti tercantum
dalam MDGs dan PRSP.
Imunisasi adalah bagian dari komitmen nasional dan merupakan program prioritas, telah
menjadi program prioritas, telah menjadi program rutin serta merupakan bagian dari rencana
strategis nasional.
Tersedia kebijakandan petunjuk untuk program Imunisasi ( tools EVSM, DQS, DQA,
SMS,PWS dan dukungan supervisi)
Semua vaksin adalah produksi dalam negeri.
Adanya dasar dari MYP terdahulu tentang injeksi yang aman, pengurangan limbah buangan,
teknologi baru:uni-ject, vaksin baru dan incinerator.
Pelayanan imunisasi di daerah terintegrasi dengan pelayanan KIA ( oleh bidan desa).
Telah memiliki standar internasiona ldalam pegelolaanrantai dingindan manajemen.
Telah terbentuk Komite PP KIPI ditingkat nasional dan daerah.
i. Adanya kebijakan manajemenlogistik dalam bentuk bundling system.

KELEMAHAN (WEAKNESS)

Alat-alat dan instrument yang ada belum berfungsi secara optimal.


Banyak dan cepat terjadi mutasi/perputaran pegawai yang kurang sesuai penempatannya,
beban yang berlebih (tanggung jawab beberapa program),pengetahuan dan keterampilan yang
kurang pada semua tingkatan, dan tidak ada perencanaan yang sistematis.
Beban kerja petugasyang berlebih ditingkat kabupaten/kota (adanya perampingan struktur
organisasi).
Dana operasional yang terbatas, sehingga pelayanan imunisasi, suplai logistic, supervise dan
monitoring terganggu.
Kurangnya pelatihan yang sistematis.
f. Sistem surveilance kurang terintegrasi.
Jumlah rantai dingin terbatasdan banyak peralatan rantai dingin yang sudah tua/tidak layak
pakai.
Kurangnya advokasi kepada pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan tentang
pentingnya imunisasi.
Kurangnya KIE dan kegiatan mobilisasi social/masyarakat.
Ketersediaan vaksin dilapangan masih mengalami hambatan baik dalam jumlah maupun
waktu yang disebabkan proses administrasi pengadaan.
Pembinaan dan pengawasan pelayanan imunisasi oleh institusi swasta belum optimal.
Tidak konsistennya penggunaan angka/nilai denominator dan data target ditingkat lokal
dalam kaitannya dengan kebijakan dari tingkat pusat.
PELUANG (OPPORTUNITIES)
Kebijakan desentralisasi member kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah,
sehingga kewenangan intervensi yang dilaksanakan lebih spesifi, mudah diterapkan dan
efektif.
Perhatian dan komitmen internasional cukup tinggi, sehingga dukungan dari donor cukup
banyak.
Imunisasi saat ini sudah menjadi kebutuhan khususnya pada masyarakat perkotaan, sehingga
mereka banyak mendatangi unit pelayanan imunisasi statis baik pemerintah maupun swasta.
Banyak kegiatan berbasis masyarakat yang terkait dengan program kesehatan.
Banyak pilihan jenis perlengkapan rantai dingin dan jarum suntik yang telah terdaftar PIS-
WHO yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat.

ANCAMAN (THREATHS)

Komitmen dari pemerintah daerah belum sepenuhnya memprioritaskan penyelenggaraan


imunisasi seperti yang diharapkan, sehingga peraturan daerah dan penganggaran kurang
optimal.
Banyaknya kejadian seperti bencana, pilkada, pemekaran wilayah, konflik sosial, suplai
listrik yang tidak stabil dan lain-lain,mempengaruhi penyelenggaraan imunisasi rutin
sehingga menyebabkan penurunan cakupan.
Belum sepenuhnya terjamin penganggaran untuk kesinambungan pendanaan sesudah
berakhirnya bantuan donor baik di tingkat pusat maupun daerah.
Banyaknya daerah secara geografis sulit dijangkau pelayanan imunisasi sehingga masih
banyak kantong cakupan rendah.
Kapasitas infrastruktur meliputi sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan
imunisasi meliputi sarana transportasi, suplai listrik, tempat penyimpanan vaksin, dan lain-
lain sebagian daerah belum memenuhi standar.
Masih ada budaya di beberapa daerah yang menghambat penyelenggaraan imunisasi.
g. Unit pelayanan swasta masih banyak yang belum mengikuti standar prosedur teknis
yang ditetapkan dan memlaporkan secara rutin hasil cakupan imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai