Anda di halaman 1dari 17

Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

KAJIAN IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN


ORGANISASI PADA KELAS UNGGUL
SMAN 1 PASAMAN

Oleh Pengawas Dikmen:


Y U S M A N I D A R, S.PD
NIP: 196108191984122001

PEMERINTAH DAERAH PASAMAN BARAT


DINAS PENDIDIKAN
2013

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 1-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

A. PENDAHULUAN

1. Landasan Pedagogis

Pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan


masyarakat. Menurut Rousseau (Emile, 1762), tujuan utama pendidikan
adalah memberi kemampuan pada manusia untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan ini berupa pengetahuan dan/atau keterampilan, serta prilaku
yang diterima masyarakat. Kemampuaan seseorang akan dapat berkembang
secara optimal apabila memperoleh pengalaman belajar yang tepat. Untuk
itu lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah harus memberi pengalaman
belajar yang sesuai dengan potensi dan minat peserta didik.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial atau


dapat dipandang sebagai lembaga ekonomi non profit. Sebagai lembaga
sosial, sekolah memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan dan
pengajaran bagi masyarakat, sedangkan sebagai lembaga ekonomi, sekolah
menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi ekonomi
untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Hal ini dilihat dari hasil
pendidikan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat.
Dampak ekonomi dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dampak sosial dapat dilihat pada kehidupan bermasyarakat yang tenteram,
aman, dan sentosa. Etika moral dan akhlak mulia masyarakat dapat
dibangun melalui pendidikan, untuk memberi ketenteraman kepada
masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bersifat material tetapi
juga sosial. Oleh karena itu semua negara berusaha untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.

Peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dan


berkesinambungan. Menurut Quisumbing (2003), kualitas pendidikan bersifat
dinamis,saat ini berkualitas namun saat mendatang mungkin sudah
ketinggalan. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan harus
dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.

Faktor yang menentukan kualitas pendidikan antara lain kualitas


pembelajaran dan karakter peserta didik yang meliputi bakat, minat, dan
kemampuan. Kualitas pembelajaran dilihat pada interaksi peserta didik
dengan sumber belajar, termasuk pendidik. Interaksi yang berkualitas
adalah yang menyenangkan dan menantang. Menyenangkan berarti peserta
didik belajar dengan rasa senang, sedangkan menantang berarti ada
pengetahuan atau keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai
kompetensi.

Pencapaian kompetensi peserta didik yang menjadi tujuan pembelajaran


ditentukan oleh karakter peserta didik yang berbeda satu dengan lainnya,
dan memiliki keunikan. Karakter ini merupakan fungsi dari keturunan,
pengalaman, perspektif, latar belakang, bakat, minat, kapasitas, kebutuhan
dan faktor lain dari kehidupan (Stott, Fink & Earl, 2003).

Tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal


menjadi kemampuan yang berguna bagi dirinya untuk hidup di masyarakat.
Holland (1973) mengajukan 6 skala inventori preferensi yang meliputi
Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 2-17
Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

dimensi intelektual, realistik, artistik, sosial, pengusaha, dan konvensional.


Konfigurasi yang diajukan Holland berkaitan dengan potensi peserta didik.
Apabila diketahui profil potensi peserta didik, maka perlakuan yang
dirancang akan bisa lebih tepat, sehingga potensinya dapat dikembangkan
secara optimal.

Peserta didik yang berada pada dimensi intelektual akan cocok belajar di
program studi matematika, dan ilmu-ilmu alam, sedang yang berada pada
dimensi realistik cocok belajar di program studi teknik mesin, teknik sipil,
pertanian, dan konstruksi. Mereka yang berada pada dimensi konvensional
akan sukses belajar pada program studi yang berhubungan dengan
pemrosesan data, manajeman bisnis, akuntansi, sedang yang berada pada
dimensi pengusaha cenderung sukses bila belajar pada program studi yang
berkaitan dengan pemasaran dan hubungan publik.

Selanjutnya mereka yang berada pada dimensi artistik akan cocok bila
belajar pada program studi yang berkaitan dengan teologi, psikologi klinis,
seni, dan musik, sedang yang berada pada dimensi sosial akan cenderung
sukses bila belajar pada program studi yang berkaitan dengan
sejarah,budaya,paedagogi, bimbingan dan konseling, serta bahasa.

Gardner (Stott, Fink & Earl, 2003) mengidentifikasi ada inteligensi peserta
didik, yaitu, lingusitik, logika matematik, musik, kinestetik, spasial,
naturalist interpersonal, dan intrapersonal. Hal ini berarti tiap peserta
didik memiliki kemampuan yang berbeda pada delapan inteligensi seperti
yang dikemukan Gardner. Seorang peserta didik mungkin saja sangat
menonjol dalam mata pelajaran yang membutuhkan kemampuan logika
seperti matematika dan fisika namun kurang bagus dalam mata pelajaran
yang memerlukan kemampuan keruangan (spatial). Implikasinya adalah
peserta didik diberi peluang untuk mengembangkan potensinya sesuai
dengan inteligensinya. Peserta didik diyakini dapat belajar secara optimal
bila memiliki kebebasan memilih mata pelajaran yang akan diikuti sesuai
dengan potensi dan minatnya. Pemberian perlakuan kepada peserta didik
sesuai dengan potensi yang dimilikinya merupakan tugas sekolah.
Peserta didik diyakini memiliki kecepatan, motivasi, dan minat belajar yang
berbeda satu sama lain. Marsh (1996) menyatakan “Children can develop at
very different paces and levels”. Penerapan konsep tersebut adalah jumlah
mata pelajaran yang diikuti setiap semester tidak sama, tetapi ditentukan
berdasarkan prestasi belajar peserta didik pada semester sebelumnya.
Perbedaan beban belajar tersebut bertujuan memberi peluang peserta didik
mencapai ketuntasan minimal pada semua mata pelajaran sehingga dapat
menyelesaikan program pembelajaran dengan baik dalam rentang waktu
yang berbeda. Penerapan konsep tersebut diharapkan dapat memotivasi
peserta didik dengan berbagai tingkat kepandaian untuk belajar dan
berusaha mencapai prestasi optimal.

Di samping itu, peserta didik adalah individu yang memiliki kebutuhan


berbeda satu sama lain. Maslow (Marsh, 1996) menyatakan bahwa salah satu
kebutuhan manusia adalah “being recognised as unique”. Oleh karena itu,
kurikulum pada sekolah mandiri yang menggunakan sistem kredit akan
memberi peluang peserta didik untuk memilih pelajaran yang sesuai
dengan potensi dan minatnya.
Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 3-17
Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Penerapan sistem kredit semester (SKS) pada Kelas Unggul/ Sekolah Standar
Nasional merupakan realisasi konsep manajemen sekolah dan fungsi guru
sebagai fasilitator yang membantu peserta didik untuk mengembangkan
potensinya. Penerapan sistem kredit semester merupakan salah satu upaya
peningkatan mutu layanan pembelajaran yang diharapkan dapat memotivasi
peserta didik mengembangkan potensinya dan diharapkan dapat
meningkatkan mutu lulusan.

2. Landasan Yuridis

Pada penjelasan pasal 11 ayat 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 19


Tahun 2005 (PP 19 Tahun 2005) tentang Standar Nasional Pendidikan
dinyatakan bahwa sekolah/madrasah berkategori Unggul, yaitu
sekolah/madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar
Nasional Pendidikan, harus menerapkan SKS, sedangkan sekolah kategori
standar dapat menggunakan kurikulum sistem paket atau SKS. Disebutkan
pula bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah memfasilitasi satuan
pendidikan yang berupaya menerapkan sistem kredit semester, karena
sistem ini lebih mengakomodasi bakat, minat, dan kemampuan peserta
didik.

PP 19 Tahun 2005 pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis
pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas lima kelompok mata pelajaran, yaitu agama dan
akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, dan pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. Pasal
10 ayat (1) menyatakan bahwa beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/
MAK atau bentuk lain yang sederajat menggunakan jam pembelajaran setiap
minggu setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas
masing-masing.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor


22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Permendiknas nomor 23 Tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Permendiknas nomor 24
Tahun 2006 yang disempurnakan menjadi Permendiknas nomor 6 Tahun
2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan Nomor 23
beban belajar peserta didik rata-rata tiap minggu adalah 38 sampai 39 jam
pelajaran masing-masing 45 menit. Kegiatan belajar peserta didik terdiri
dari kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
Kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri bagi peserta didik maksimum
60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari setiap mata pelajaran.
Ketentuan dimaksud selanjutnya diperjelas dalam Panduan Penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa satu sks pada
SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas 45 menit tatap muka, 25 menit kegiatan
terstruktur dan 25 menit kegiatan mandiri tidak terstruktur.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 4-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

B. KONSEP DASAR KELAS UNGGUL

1. Pengertian

Penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa


pemerintah mengkategorikan sekolah/madrasah yang telah atau hampir
memenuhi standar nasional ke dalam kategori mandiri. Penjelasan
selanjutnya menyebutkan bahwa sekolah kategori Unggul harus menerapkan
sistem kredit semester (SKS). SKS adalah salah satu sistem penerapan
program pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subyek.
Pembelajaran berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik
belajar. Peserta didik diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan
belajarnya sesuai dengan minat, kemampuan, dan harapan masing-masing
(Chandramohan, 2006).

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa


sistem kredit semester adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan
yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata
pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan. Mengacu
pada konsep tersebut, SKS dapat diterapkan untuk menunjang realisasi
konsep belajar tuntas yang digunakan dalam menerapkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Sistem Kredit Semester, setiap satu satuan
kredit semester (1 SKS) berbobot dua jam kegiatan pembelajaran per
minggu selama 16 minggu per semester. Pada SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau
bentuk lain yang sederajat, satu jam kegiatan tatap muka berlangsung
selama 45 menit, sedangkan 25 menit kegiatan terstruktur dan 25 menit
kegiatan mandiri.

Dengan demikian, penerapan SKS pada KTSP perlu dilakukan penyesuaian


dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tuntas di mana satuan
kegiatan belajar peserta didik tidak diukur berdasarkan lama waktu
kegiatan per minggu-semester tetapi pada satuan (unit) kompetensi yang
dicapai.

2. Karakteristik

Berdasarkan penjelasan PP No. 19 Tahun 2005 Pasal 11 ayat (2) bahwa ciri
Kelas Unggul adalah terpenuhinya standar nasional pendidikan dan mampu
menjalankan sistem kredit semester.

Dari ciri tersebut Kelas Unggul memiliki profil sebagai persyaratan minimal
yang meliputi :

a. Dukungan Internal, yang meliputi : 1) Kinerja Sekolah indikator


terakreditasi A, rerata nilai UN tiga tahun terakhir minimum 7,00,
persentase kelulusan UN ≥ 90 % untuk tiga tahun terakhir, animo tiga
tahun terakhir > daya tampung, prestasi akademik dan non akademik
yang diraih, melaksanakan manajemen berbasis sekolah, jumlah siswa
per kelas maksimal 32 orang, ada pertemuan rutin pimpinan dengan
guru, ada pertemuan rutin sekolah dengan orang tua. 2) Kurikulum,
dengan indikator memiliki kurikulum Kelas Unggul, beban studi
dinyatakan dengan satuan kredit semester, mata pelajaran yang

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 5-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

ditawarkan ada yang wajib dan pilihan, panduan/dokumen


penyelenggaraan, memiliki pedoman pembelajaran, memiliki pedoman
pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi dan minat, memiliki
panduan menjajagi potensi peserta didik dan memiliki pedoman
penilaian. 3) Kesiapan sekolah, dengan indikator Sekolah menyatakan
bersedia melaksanakan Sistem Kredit Semester, Persentase guru yang
menyatakan ingin melaksanakan SKS ≥ 90%, Pernyataan staf
administrasi akademik bersedia melaksanakan SKS, Kemampuan staf
administrasi akademik dalam menggunakan komputer. 4) Sumber Daya
Manusia, dengan indikator persentase guru memenuhi kualifikasi
akademik ≥ 75%, relevansi guru setiap mata pelajaran dengan latar
belakang pendidikan (90 %), rasio guru dan siswa, jumlah tenaga
administrasi akademik memadai, tersedia guru bimbingan konseling/
karir. 5) Fasilitas di sekolah, dengan indiktor memiliki ruang kepala
Sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang bimbingan,
ruang Unit Kesehatan, tempat Olah Raga, tempat ibadah, lapangan
bermain, komputer untuk administrasi, memiliki laboratorium: Bahasa,
Teknologi informasi/komputer, Fisika, Kimia, Biologi, Multimedia, IPS,
Perpustakaan yang memiliki koleksi buku setiap mata pelajaran,
memberikan Layananan bimbingan karir
b. Dukungan Eksternal untuk menyelenggarakan Kelas Unggul berasal dari
dukungan komite sekolah, orang tua peserta didik, dukungan dari Dinas
Pendidikan Kabupaten Pasaman Barat.

C. PENGELOLAAN KURIKULUM KELAS UNGGUL

Pasal 1 butir 19 Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan


Nasional menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum nasional yang bersifat minimal pada
dasarnya dapat dimodifikasi untuk melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kecerdasan dan kemampuan luar biasa. Namun, pada kenyataannya masih
terdapat dua kendala yaitu : 1) Sekolah menjalankan kurikulum nasional yang
bersifat minimal tanpa mengolah dan memodifikasi kurikulum guna melayani
kebutuhan peserta didik tertentu yang berhak memperoleh pendidikan khusus. 2)
ketentuan yang ada belum mengakomodir kebutuhan peserta didik yang berhak
memperoleh pendidikan khusus.

Dengan demikian KELAS UNGGUL di SMA adalah kurikulum SMA yang disusun
berdasarkan SI dan SKL yang berlaku secara nasional, sehingga lulusan KELAS
UNGGUL memiliki kualifikasi dan standar kompetensi sesuai dengan standar
nasional pendidikan.

Setiap guru yang mengajar di Kelas Unggul/Sekolah Standar Nasional perlu


terlebih dulu melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi
yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila
memenuhi unsur kreteria berikut ini : (1) Konsep dasar, (2) Konsep yang menjadi
dasar untuk konsep berikut, (3) Konsep yang berguna untuk aplikasi, (4) Konsep
yang sering muncul pada Ujian Akhir (Munandar, 2001).

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 6-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Materi pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial


diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang
non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
mandiri (Slameto, 1991).

Berdasarkan paparan di atas dapat dikemukakan bahwa kurikulum dan materi


pelajaran yang digunakan dalam penyelenggaraan KELAS UNGGUL adalah
kurikulum yang disusun satuan pendidikan dengan pengorganisasian materi
kurikulum dibuat menjadi materi umum/wajib dan materi khusus/pilihan. Bentuk
pengelolaan yang sesuai dengan uraian di atas adalah kurikulum yang disusun
menggunakan pendekatan satuan kredit semester.

Pada penerapan SKS, kurikulum dan beban belajar peserta didik dinyatakan
dalam satuan kredit semeser (sks). Mata pelajaran dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu mata pelajaran umum (MPU), mata pelajaran dasar (MPD), dan mata
pelajaran pilihan (MPP). MPU harus diambil oleh semua peserta didik sebagai
proses pembentukan pribadi yang memiliki akhlak mulia, kepribadian, estetika,
jasmani yang sehat, dan jiwa sebagai warganegara yang baik. MPD harus diambil
peserta didik sebagai landasan menguasai semua bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.

MPP adalah sejumlah mata pelajaran yang disusun menjadi program bidang
tertentu yang dipilih sesuai dengan minat, potensi dan kebutuhan serta orientasi
bidang studi di perguruan tinggi. Namun, mata pelajaran dari program tertentu
boleh juga diambil oleh peserta didik yang telah memilih program lain untuk
memperkaya bidang karirnya.

Mengingat kemungkinan bervariasinya mata pelajaran yang dipilih peserta didik


maka sekolah perlu menunjuk petugas pengelola data akademik untuk mendata
kemajuan belajar setiap peserta didik dan menyimpannya dengan baik yang
dapat dibuka kembali setiap diperlukan. Sekolah mengatur jadwal kegiatan
pengganti bagi peserta didik yang pernah absen dan mengatur jadwal kegiatan
remidial bagi peserta didik yang belum mencapai kompetensi minimal yang
ditetapkan.

Sekolah menunjuk guru sebagai petugas pembimbing akademik yang membina


peserta didik maksimum 16 orang setiap guru. Guru pembimbing akademik
bertugas membantu peserta didik memilih mata pelajaran yang akan diambil
pada suatu semester, memilih program jurusan, dan menyelesaikan persoalan
akademik secara umum serta menjawab pertanyaan akademik dari orang tua
peserta didik yang menjadi binaannya. Peserta didik yang pada suatu semester
memiliki indeks prestasi (IP) tinggi maka pada semester berikutnya diberi
kesempatan untuk mengambil beban belajar lebih banyak sehingga dapat
mencapai kebulatan studi dalam rentang waktu kurang dari enam semester, dan
sebaliknya.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 7-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

D. MODEL PEMBELAJARAN KELAS UNGGUL


Mutu kegiatan belajar-mengajar akan mempengaruhi tingkat keberhasilan
pelaksanaan KELAS UNGGUL. Oleh karena itu, kegiatan belajar-mengajar bagi
peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa perlu
dirancang dan diatur sedemikian rupa sehingga dapat dicapai hasil percepatan
belajar secara optimal, dan sebaliknya. Seperti dikemukakan Caroll dan Bloom
(1974 dalam Munandar, 2001) bahwa banyak peserta didik yang memiliki bakat,
minat, kemampuan dan kecerdasan luar biasa, bahkan sebaliknya maka dalam
mengelola kegiatan belajar-mengajar dapat diterapkan pelayanan individual dan
pelayanan kelompok.

Pemberian layanan secara individual membawa implikasi dalam manajemen


yakni penambahan tenaga, sarana dan dana. Oleh karena itu dilakukan gabungan
antara layanan individual dan kelompok, dengan pengertian bahwa pada
umumnya layanan pendidikan diberikan pada kelompok peserta didik yang
memiliki kemampuan dalam matapelajaran yang sama. Meskipun kegiatan
belajar-mengajar dilakukan secara kelompok, penilaian terhadap kemajuan hasil
belajar merupakan penilaian kemampuan individu setiap peserta didik. Kecuali
penilaian yang dirancang untuk mengetahui kemampuan dan kemajuan belajar/
hasil kerja kelompok.

Model pembelajaran yang dilaksanakan saat ini mengacu pada prinsip-prinsip


yang dikemukakan Bruner (Munandar, 2001) yaitu memberikan pengalaman
khusus yang dapat dipahami peserta didik; pengajaran diberikan sesuai dengan
struktur pengetahuan/keilmuan sehingga peserta didik lebih siap menyerapnya;
susunan penyajian pengajaran yang lebih efektif dan dipertimbangkan ganjaran
yang sesuai. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada KELAS UNGGUL tidak hanya
ditekankan pada pencapaian aspek intelektual saja, melainkan dalam
pembelajaran perlu diciptakan kegiatan dan suasana belajar yang memungkinkan
berkembangnya semua dimensi dalam pendidikan, seperti: watak, kepribadian,
intelektual, emosional dan sosial. Sehingga diharapkan tercapai kemajuan dan
perkembangan yang seimbang antara semua dimensi tersebut.

Strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai dimensi di atas, adalah


strategi pembelajaran yang terfokus pada belajar bagaimana seharusnya belajar
(Zamroni, 2000). Strategi ini harus menekankan pada perkembangan kemampuan
intelektual tinggi, memiliki kepekaan (sensitif) terhadap kemajuan belajar dari
tingkat konseptual rendah ke tingkat intelektual tinggi. Untuk itu metode
pembelajaran yang paling sesuai antara lain metode pembelajaran induktif,
divergen dan berpikir evaluatif. Pembelajaran model hafalan pada pembelajaran
program siswa yang memiliki kemampuan lebih sejauh mungkin dicegah dengan
memberikan tekanan pada teknik yang berorientasi pada penemuan (discovery
oriented) dan pendekatan induktif.

Dari pemaparan di atas sesungguhnya pembelajaran yang terjadi merupakan


impelemntasi dari model Dick dan Carey dimana peran guru atau tugas utama
guru adalah sebagai perancang pembelajaran, dengan peranan tambahan sebagai
pelaksana dan penilai kegiatan belajar mengajar (Riyanto, 2001). Dengan kata
lain strategi belajar mengajar yang terapkan dalam mengajar pada KELAS
UNGGUL bukan hanya menekankan pada aspek intelektual saja melainkan pada

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 8-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

juga pada proses kreatif dan berfikir tinggi dalam bentuk strategi belajar yang
bervariasi yang harus diciptakan oleh guru secara kreatif.

Menurut Arends (2001) seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran harus


menampilkan tiga aspek penting. Ketiga aspek ini adalah: (1) kepemimpinan,
(2) pemberian instruksi melalui tatap muka dengan peserta didik, (3)
bekerja dengan peserta didik, kolega, dan orang tua. Untuk membangun kelas
dan sekolah sebagai organisasi belajar, ketiga aspek tersebut harus terpadu.

Pada aspek kepemimpinan, banyak peran guru sama dengan peran pemimpin
yang bekerja pada tipe organisasi lain. Pemimpin diharapkan mampu
merencanakan, memotivasi, dan mengkoordinasi pekerjaan sehingga tiap
individu dapat bekerja secara independen, dan membantu memformulasi serta
menilai pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran
guru harus merancang dan melakukan pekerjaan secara efisien, kreatif, tampil
menarik dan berwibawa sebagai seorang aktor di depan kelas, serta hasilnya
harus memenuhi standar kualitas.

Pada aspek pemberian instruksi, guru dalam melaksanakan pembelajaran di


kelas melalui tatap muka menyampaikan informasi dan mengarahkan apa yang
harus dilakukan peserta didik. Pada apsek ini hal yang perlu diperhatikan
adalah unsur konsentrasi atau perhatian peserta didik terhadap uraian materi
yang disampaikan guru. Pada umumnya perhatian penuh peserta didik
berlangsung pada 5 sampai 10 menit pertama, setelah itu perhatiannya akan
turun. Untuk itu guru harus berusaha menjaga perhatian peserta didik,
misalnya dengan memberi contoh penggunaan materi atau konsep yang
diajarkan di lapangan.

Pada aspek kerja sama, untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal guru
harus melakukan kerjasama dengan peserta didik, kolega guru, dan orang tua.
Masalah yang dihadapi guru dapat berupa masalah di kelas, atau masalah
individu peserta didik. Masalah di kelas dapat didiskusikan dengan guru lain
yang mengajar di kelas yang sama atau yang mengajar mata pelajaran sama di
kelas lain. Masalah individu peserta didik dibicarakan dengan orang tua peserta
didik. Dengan demikian semua masalah yang terjadi di kelas dapat diselesaikan.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan interaksi antara peserta didik dan


sumber belajar. Pembelajaran di kelas terjadi karena ada interaksi antara
peserta didik dengan guru. Guru tidak saja memberi instruksi, tetapi juga
bertindak sebagai anggota organisasi belajar dan sebagai pemimpin pada
lingkungan kerja yang komplek. Semua perilaku guru di dalam dan di luar kelas
akan mempengaruhi keberhasilan kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu model tradisional


yang berpusat pada guru dan model konstruktivis yang berpusat pada peserta
didik (Arends, 2001). Model pembelajaran tradisonal terdiri atas ceramah atau
presentasi, instruksi langsung, dan pengajaran konsep. Model pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik atau konstruktivis terdiri atas belajar
kooperatif, instruksi berbasis masalah, dan diskusi kelas.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 9-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Ada dua hal utama yang perlu diperhatikan pada model pembelajaran sekolah
mandiri, yaitu : 1) pembelajaran, dan 2) evaluasi. Peran utama guru di sekolah
adalah melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang
menggunakan teknik, metode, dan strategi yang sistematik untuk mengkreasi
perpaduan yang ideal antara kurikulum dan peserta didik secara sistematik.

Teknik pembelajaran adalah bagian dari setiap metode, dan beberapa metode
digabung menjadi strategi, yang merupakan kombinasi kemampuan dan
keterampilan guru untuk menerapkan metode dan strategi pembelajaran.
Teknik yang banyak digunakan antara lain : 1) menyampaikan informasi, 2)
memotivasi, 3) memberi penguatan, 4) mendengarkan, 5) memberi dan
menjawab pertanyaan, dan 6) pengelolaan.

Strategi pembelajaran adalah kombinasi metode yang berurutan dan dirancang


agar peserta didik mencapai standar kompetensi. Menururt Kindsvatter, Wilen,
& Ishler (1996:169) strategi formal yang dikembangkan berdasarkan penelitian
pembelajaran yang efektif dan menekankan pada hasil belajar yang lebih tinggi
adalah:
1. Pengajaran aktif : fokus akademik, pembelajaran diarahkan oleh guru
dengan menggunakan bahan yang terstruktur dan berurutan.
2. Pembelajaran masteri : suatu pendekatan diagnostik individu pada
pembelajaran di mana peserta didik melakukan pembelajaran dan diuji
sesuai dengan kecepatannya untuk mencapai kompetensi.
3. Pembelajaran kooperatif : penggunaan tutor sebaya, pembelajaran grup,
dan kerjasama untuk mendorong peserta didik belajar.

Model pembelajaran pada KELAS UNGGUL menekankan pada potensi dan


kebutuhan peserta didik agar mampu belajar mandiri yang dibangun melalui
komunitas belajar di kelas. Strategi untuk memotivasi peserta didik membangun
komunitas belajar tersebut meliputi : 1) meyakini potensi peserta didik, 2)
membangun motivasi intrinsik, 3) menggunakan perasaan positif, 4) membangun
minat belajar peserta didik, 5) membangun belajar yang menyenangkan, 6)
memenuhi kebutuhan peserta didik, 7) mencapai tujuan pembelajaran, dan 8)
memfasilitasi pengembangan kelompok.

Secara ringkas prinsip pembelajaran pada KELAS UNGGUL adalah :


1. Berpusat pada peserta didik, yaitu bagaimana peserta didik belajar.
2. Menggunakan berbagai metode yang memudahkan peserta didik belajar.
3. Proses pembelajaran bersifat kontekstual.
4. Interaktif, inspiratif, menyenangkan, memotivasi, menantang dan dalam
iklim yang kondusif.
5. Menekankan pada kemampuan dan kemauan bertanya dari peserta didik
6. Dilakukan melalui kelompok belajar dan tutor sebaya.
7. Mengalokasikan waktu sesuai dengan kemampuan belajar peserta didik
8. Melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai dengan hasil evaluasi
formatif.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 10-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

E. SISTEM PENILAIAN PADA KELAS UNGGUL

Dalam pelaksanaan program KELAS UNGGUL dilakukan penilaian yang


berkelanjutan untuk memperoleh informasi tentang kemajuan dan keberhasilan
belajar peserta didik. Pada setiap tahap pembelajaran dilakukan penilaian.
Penilaian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian dan
kemajuan belajar peserta didik pada setiap tahap atau unit pembelajaran yang
didasarkan pada kriteria keberhasilan tertentu (tingkat ketuntasan belajar). Hasil
penilaian ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan peserta didik yang boleh
melanjutkan ke materi pelajaran berikutnya dan peserta didik yang perlu
mendapat layanan perbaikan/remedial (Depdiknas, 2001).

Untuk pengajaran perbaikan juga diadakan penilaian yang hasilnya digunakan


untuk menentukan apakah peserta didik yang bersangkutan telah berhasil
mencapai tingkat penguasaan yang dipersyaratkan untuk bisa melanjutkan pada
materi selanjutnya. Jika pencapaiannya selalu tidak sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan untuk sebagian besar mata pelajaran maka perlu
dipertimbangkan kemungkinan untuk kembali pada program biasa.

Penilaian juga diadakan untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana


penguasan materi pelajaran yang diberikan dan keberhasilan peserta didik dalam
mengikuti program belajar. Penilaian ini mencakup aspek penguasan mata
pelajaran dan aspek lainnya seperti; kematangan psikologis, kegairahan dan
kejenuhan, kesiapan program itu sendiri termasuk faktor masukan (input) dan
proses dalam program tersebut. Hasil penilaian digunakan antara lain untuk
penentuan pencapaian kompetensi, penyempurnaan program, pelayanan baik
dalam kegiatan pembelajaran maupun pelayanan lainnya.

Penilaian sangat dibutuhkan untuk mengukur tingkat kemampuan dalam


mengikuti pembelajaran pada KELAS UNGGUL, perkembangan intelektual
maupun emosional peserta didik seperti kematangan psikologis, kegairahan,
kejenuhan dan sebagainya,dengan memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Pencapaian kompetensi diukur melalui tes kinerja yang dilakukan secara
menerus (continuous) menggunakan metode pengamatan, pemberian tugas,
dan ujian tulis.
2. Prestasi belajar dinilai dengan skala skor 0 – 100 yang dinyatakan dalam
kategori A; B; C; D dan E dengan konversi bobot 4; 3; 2; 1dan 0.
3. Peserta didik yang sudah memperoleh layanan khusus namun tetap belum
mencapai skor (kompetensi) minimal pada mata pelajaran wajib harus
mengambil ulang pada semester berikutnya, sedangkan untuk mata
pelajaran pilihan boleh mengganti dengan pilihan lain pada semester
berikutnya.
4. Peserta didik dinyatakan lulus SMA bila telah menyelesaikan total kredit
minimal sebesar 120 SKS dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal
2,00 dari IPK maksimal 4,00.
5. Peserta didik yang memiliki IPK < 2,00 dari batas kelulusan 2,00 harus
mengulang beberapa mata pelajaran wajib dan/atau mengambil mata
pelajaran pilihan lain pada semester berikutnya.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 11-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

6. Sekolah melaporkan kemajuan belajar setiap peserta didik tersebut kepada


orang tua peserta didik sebelum diberikan kepada peserta didik yang
bersangkutan.
7. Orang tua dari peserta didik yang memiliki IP semester < 2,50 diberitahu
dan diundang ke sekolah untuk menyusun rencana pemecahannya.

F. KOMPETENSI GURU PADA KELAS UNGGUL

Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program KELAS UNGGUL


ialah adanya guru-guru yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat
memenuhi kebutuhan pendidikan anak.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat


keterampilan dan kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu 1)
Pengetahuan tentang watak dan kebutuhan siswa berbakat, 2) Keterampilan
menggunakan teks dan tes, 3) Keterampilan menggunakan dinamika kelompok, 4)
Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, 5) Keterampilan dalam
pengembangan pemikiran kreatif, 6) Keterampilan menggunakan strategi seperti
simulasi, 7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat
kognitif (mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), 8) Keterampilan dalam
menghubungkan dimensi kognitif dan afektif, 9) Pengetahuan tentang
perkembangan baru dari pendidikan, 10) memiliki pengetahuan tentang riset
mutakhir mengenai perkembangan siswa (Munandar, 2001).

Karakteristik Guru untuk program KELAS UNGGUL meliputi : 1) karakteristik


filosofi; karakteristik filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di
kelas. Guru perlu mencerminkan sikap kooperatif dan demokratis, serta
mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses pembelajaran, 2)
Karakteristik Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk
mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan
pemahaman psikologis siswa. 3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi,
kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas dan keluwesan (Latifah,
2004).

G. PELAYANAN BIMBINGAN PADA KELAS UNGGUL

Pelayanan bimbingan sangat diperlukan agar potensi yang dimiliki oleh peserta
didik dapat dikembangkan secara optimal. Program bimbingan diarahkan untuk
dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan
intelektual, emosional dan sosial.

Selain itu program bimbingan diharapkan dapat mencegah dan mengatasi


potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran pada
KELAS UNGGUL. Potensi negatif tersebut misalnya peserta didik akan mudah
frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, peserta didik
menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan
untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat
harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya. (Semiawan, 1997).

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 12-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Layanan bimbingan diperlukan siswa untuk memenuhi kebutuhan individual anak


baik secara psikologis maupun untuk mengembangkan kecakapan sosial agar
dapat berkembang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Leta Hollingworth
yang dikutip Wahab (2004) yang mengindikasikan bahwa “gifted children do have
social/emotional needs meriting attention”. Ditegaskan bahwa betapa
pentingnya persoalan kebutuhan sosial/emosional anak berbakat memerlukan
perhatian orang dewasa di sekitarnya, karena boleh jadi kondisi demikian akan
berpengaruh kepada kinerja dan aktivitas anak dalam belajarnya.

Lain dengan Pirto (1994) yang mengedepankan model bimbingan yang


dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengatasi masalah anak adalah
multi model. Artinya tidak hanya menggunakan satu model pendekatan karena
diharapkan dengan model yang beragam lebih mampu mengatasi beberapa
persoalan yang dihadapi anak, terlebih-lebih dalam mengatasi aspek sosial
maupun emosional.

Model lain dikemukakan oleh Wahab (2003) bahwa model pembimbingan yang
dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengembangkan kecakapan sosial-
pribadi peserta didik adalah development model. Dengan model ini dapat
membantu pengembangan potensi kecakapan sosial-pribadi yang dimiliki peserta
didik, sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku sosial-emosionalnya secara
produktif. Dengan kata lain model layanan bimbingan yang dapat diberikan
kepada peserta didik dalam mengikuti program KELAS UNGGUL adalah model
perkembangan, multi model, development model yang disesuaikan dengan
karakter individual peserta didik agar perkembangan sosio-emosional mereka
dapat berkembang dengan baik terutama dalam menyelesaikan pendidikan.

Bimbingan tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah seperti 1)


Pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi, 2)
Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar, khususnya berkaitan
dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran, 3) Menjaring data dari siswa
melalui daftar cek masalah, sosiometri kelas, angket maupun wawancara
(Munandar, 2000).

H. PENUTUP

Penyelenggaraan pendidikan dengan mengacu pada standar nasional dan kajian


empirik, ilmiah akan memberikan model konsep yang relevan dan ideal, dengan
orientasi utama pengelolaan manajemen sekolah yang otonom dan efektif.

Kelas Unggul/Sekolah Standar Nasional merupakan bentuk minimal dari


manajemen penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang harus terus
dikembangkan secara konseptual, strategi dan pengembangan implementasi pada
satuan pendidikan. Oleh sebab itu sangat diperlukan keterlibatan berbagai pihak
yang kompeten untuk mewujudkan hal tersebut.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 13-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

DAFTAR PUSTAKA

Al-Barry, M.D.J., dkk.1996. Kamus Peristilahan Modern dan Populer 10.000 Istilah.
Surabaya : Indah.

Atmadi, A. dan Y. Setyaningsih. 2000. Transformasi Pendidikan Memasuki Milenim


Ketiga. Yogyakarta : Kanisius .

Atmodiwirio, Soebagio.2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Ardadizya


Jaya.

Australian International School Singapore. 2006. Course Planning Guide 2007 – 2008.
Singapura

Chandramohan,P.2006.www.hindu.com/2006/03/31stories/ 2006033104510300.htm

Depdikbud.1991. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Lanjutan Atas. Dirjen


Dikdasmen. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Menengah.

________________. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.edisi 3.


Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

Fatah, Nanang. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

________________. 2003. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Feldhusen, J.F. 1991. Saturday and Summer program. Dalam: N. Colangelo dan G. A.
Davis (ed.) Handbook of Gifted Education .Boston : Allyn & Bacon.

Florida State University Schools. 2005. Student Progression Plan. Tallamassee.

Freeman, J. 2001. Gifted Children Grown Up. London : David Fulton publishers.

Gardner, H. 1993. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Cambrige:


BasicBooks.

Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen. ed.2. Yogyakarta : BPFE.

Hasibuan, JJ. dan Moedjiono. 1990. Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.

Kadarman, S.J dan Udaya, S. 1996. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama.

Kindsvatter. R., Wilen, W., & Ishler, M. (1996). Dynamics of effective teaching.
London: Longman Publisher.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 14-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Koontz, H.,O’Donnel C., Weihrich H. 1984. Management. Eight Edition (jilid 2),
edtitor penerjemah Gunawan Hutahuruk, MBA. Jakarta : Erlangga.

Latifah,Ulya. 2004. Bentuk Layanan Keberbakatan di SMA Lab School Jakarta. Makalah
Seminar Keberbakatan Nasional Nasional dengan tema Keberlanjutan Layanan
Keberbakatan Mencegah Kemubaziran Perwujudan Potensi Unggul Generasi
Muda Menyongsong Tantangan Masa Depan. Tanggal 6 Maret 2004 Jakarta :
Depdiknas.

Marsh, C. 1996. Handbook for Beginning Teachers. Melbourne: Longman

Moedjiarto. 2001. Kelas Unggulan. Surabaya : Duta Graha Pustaka.

Munandar, Utami.S.C. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.


Yogyakarta : Andi Ofset.

_______________. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan Potensi


Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

_______________. 2000. Beberapa Pendekatan (model) Akselarasi dan Implikasinya.


Seminar lokakarya program akselarasi (percepatan) dalam pendidikan di
tingkat Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta, 21-22 Juni 2000.

_______________. 2000. Rasional Penyelenggaraan Program Akselarasi bagi Siswa


Berbakat Akademik di indonesia. Seminar Program Pendidikan Akselarasi.
Jakarta, 24 November 2000.

_______________ 2001. Mengembangkan Kreativitas dalam Pembelajaran. Materi


Pelatihan Kepala Sekolah Calon Penyelenggara Program Percepatan Belajar.
Jakarta , 28 Agustus 2001.

Murdick, Robert G dan Ross Joel E., 1983. Information System for Modern
Maanagement. Jakarta : Depdikbud.

Nawawi, Hadari. 1990. Administrasi Pendidikan. Jakarta : PT. Gunung Agung.

Nugroho. 2004. Self Regulated Learning Anak Berbakat. Makalah Seminar


Keberbakatan Nasional dengan tema Keberlanjutan Layanan Keberbakatan
Mencegah Kemubaziran Perwujudan Potensi Unggul Generasi Muda
Menyongsong Tantangan Masa Depan. Tanggal 6 Maret 2004. Jakarta :
Depdiknas.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas


Nomor 22 dan Nomor 23.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 15-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

PH, Slamet. 2000. Menuju Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah. Makalah


Disampaikan dalam Seminar Regional dengan Tema ‘Otonomi Pendidikan dan
Implementasinya dalam EBTAN’ Tanggal 8 Mei 2000 di Universitas Panca Marga
Probolinggo, Jawa Timur.

_____________. 2001. Menuju Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah.. Makalah


pada Acara Seminar dan Temu Alumni Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta dengan Tema ‘Pendidikan yang Berwawasan Pembebasan:
Tantangan Masa Depan’ Tanggal 27 Mei 2000 di Ambarukmo Palace Hotel,
Yogyakarta.

____________. 2000. Menuju Pengelolaan Pendidikan Berbasis Sekolah. Makalah


Seminar Regional dengan Tema ‘Otonomi Pendidikan dan Implementasinya
dalam EBTANAS’ bulan Mei 2000 di Universitas Panca Marga Probolinggo, Jawa
Timur.

Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Bina Aksara.

___________. 1990. Perencanaan Pendidikan Partisipasi dengan Pendekatan Sistem.


Jakarta : Rineka Cipta.

Pirto, Jane. 1994. Talented Children and Aults : Their Development and Education.
Toronto : maswell Macmillan.

Poerwdarminta, W.J.S. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakrta : Grasindo.

Siagian, S.P. 1992. Fungsi-fungsi Managerial. Jakarta : Bumi Aksara.

Siskandar. 2003. “Penyelenggaraan Sistem SKS di SMU”. Makalah Seminar Nasional


Penerapan Sistem SKS pada SMU di Provinsi NTB tanggal 23 Pebruari 2003.

Slameto. 1991. Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester. Jakarta :
Bumi Aksara.

Stott, Lousie., Fink, Dean.. & Earl. Lorna. (2003). It’s about learning. London:
RoutledgeFarlmer.
Suryadi, Ace dan Tilaar. 1994. Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.
Bandung : PT Rosda Karya.

Suryadi, Ace. 2003. Sistem SKS dan Demokratisasi Pendidikan. Makalah Seminar
Nasional Penerapan Sistem SKS pada SMU di Provinsi NTB tanggal 23 Pebruari
2003.

Terry, G.R dan Leslie W. Rue. 2000. Dasar-Dasar Manajemen. Penerjemah : G.A.
Ticoalu. Jakarta : Bumi Aksara.

Terry, G.R. 1987. Asas-asas Manajemen. Alih Bahasa : Winardi, Bandung : Penerbit
Alumni Bandung.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 16-17


Kajian Implementasi Pengembangan Organisasi pada kelas Unggul SMA N 1 Pasaman

Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Depdiknas.

Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wahab,Rachmat. 2004. Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berbakat : aspek Sosio-
Emotional. Makalah Seminar Keberbakatan Nasional Nasional dengan tema
Keberlanjutan Layanan Keberbakatan Mencegah Kemubaziran Perwujudan
Potensi Unggul Generasi Muda Menyongsong Tantangan Masa Depan. Tanggal 6
Maret 2004 .Jakarta :Depdiknas.

Wildan. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Didaktika. Jurnal Pendidikan Dasar


dan TK. I (1)-2002.

Winardi. 1990. Asas-asas Manajemen. Bandung : Penerbit Mandar Maju.

Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bayu Indra Grafika.

Oleh: YUSMANIDAR, S.PD. Nip 196108191984122001 17-17

Anda mungkin juga menyukai