Anda di halaman 1dari 42

Institute Technology Of

MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November


Surabaya

BAB III
PENGEMBANGAN DAN PEMILIHAN KONSEP
3.1. List of Requirements
Tabel 3.1 Daftar kebutuhan pengembangan produk
Perubahan S/H Daftar Kebutuhan Penanggungjawab
1. Kuat dan aman Team desain
S a. Mampu menahan beban maks 25 kg
S b. Umur bayi maksimum 2 tahun
H c. Tidak mudah rusak
2. Efektivitas Team Desain
S a. Mudah dioperasikan
H b. Multifungsi
3. Efisiensi
S a. Hemat Listrik Team Desain
S b. Hemat ruangan
H c. Harga yang terjangkau
4. Ergonomic
S a. Nyaman ditiduri bayi Team desain dan
S b. Tidak mudah terbalik manufaktur
H c. Estetika
5. Berat
S a. Berat ayunan maksimum 12 kg Team desain dan
S b. Mudah diangkat dan dipindahkan manufaktur
H c. Bersifat portable
6. Mudah dimanufakturing
S a. Materialnya mudah didapat dipasaran Team manufaktur
S b. Mudah dalam fabrikasi/perakitan

3.2. Konsep Produk Referensi (Existence Product)

7
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Sebagai referensi dalam pengembangan produk ini adalah ayunan bayi yang sudah dijual
dipasaran seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Produk Referensi

3.2. Pengembangan Konsep


Pengembangan sebuah produk didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain, untuk
meringankan pekerjaan atau beban pelanggan, berdasarkan permitaan customer, adanya
competitor terhadap produk yang sejenis dan beberapa pertimbangan lainya. Atas pertimbangan
diatas dan spesifikasi teknis pengembangan produk akan diwujudkan dalam suatu konsep yang
akan mengarahkan pada peningkatan kualitas produk. Dalam laporan ini produk yang akan
dikembangkan adalah ayunan bayi, alasan produk ini layak dikembangkan mengingat produk
yang ada tidak banyak jenisnya, permitaan pelanggan terhadap produk ini semakin meningkat
seiring perkembangan zaman, produk yang sudah ada memerlukan ruangan yang luas dan tidak
bersifat portable.
3.2.1. Konsep Alternatif
Didalam mengembang produk ini dilakukan dengan merancang dua konsep alternatif
pengembangan. Konsep-konsep tersebut diberi nama konsep A dan konsep B. Perancangan pada
masing-masing konsep ini dilakukan berdasarkan rancangan yang mungkin dilakukan pada
masing-masing konsep dengan memperhatikan dari segi mekanikal, manufakturing, biaya dan
komponen yang cocok (match). Adapun masing-masing konsep tersebut dipaparkan pada tabel
berikut ini.

8
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 3.2. Uraian Konsep I & II

Konsep A Konsep B

Ayunan digerakkan oleh medan magnet sekutup Ayunan digerakkan oleh motor servo
Dilengkapi dengan MP3 Tidak dilengkapi MP3
Kontruksinya lebih kokoh Kontruksinya kurang kokoh
Kecepatannya dikontrol dengan PID kontroller Kecepatannya dikontrol oleh mikrokontroller
Mengguanakan Time Delay Relay Tidak menggunakan TDR
Lebih mahal Lebih murah

3.2.2. Cara Kerja Konsep A


Prinsip kerja ayunan bayi konsep A, konsep produk ini bekerja berdasarkan prinsip kerja
medan magnet sekutup. Pada bagian bawah dudukan bayi dipasang sebuah medan magnet
permanen dengan kutup utaranya menghadap kebawah kearah kutup utara medan magnet
sementara yang dipasang pada rangka luar sebelah dalam ( medan magnet sementara merupakan
lilitan kawat pada baja yang kemagnetannya akan timbul apabila kawat yang dililitkan pada
baja tersebut dialiri arus listrik). Dua buah magnet sejenis akan menimbulkan gaya tolak
menolak, yang menyebabkan rangka bagian dalam tempat dudukan bayi ini bergerak. Agar
ayunan bayi bisa bergerak secara normal, maka untuk tahap pertama perlu adanya bantuan
manusia untuk menggerakkan ayunan tersebut, setelah ayunan bergerak maka gaya tolak-
menolak dari dua kutup medan magnet sejenis akan bekerja untuk menggerakkan ayunan bayi.
Untuk mengontrol gerakan box bayi akibat adanya gaya tolak-menolak dari dua kutup magnet
sejenis sesuai dengan yang diinginkan, maka pada ayunan ini dilengkapi dengan PID Controller
yang dapat mengatur kecepatan box ayunan bayi atau dengan kata lain PID controller ini
ditujukan untuk menjaga kestabilan ayunan bayi. Kontrol digunakan untuk mengendalikan
kecepatan arus listrik yang mengalir dalam medan magnet sementara yan dipasang pada bagian
bawah rangka ayunan bayi. PID Kontroler ini merupakan kombinasi antara kontrol P, I dan
D. Dengan menggabungkan ketiga kontroler tersebut, maka akan diperoleh luaran yang
cukup ideal dari yang diharapkan.
Untuk mengatur waktu operasi, ayunan ini dilengkapi dengan Time Delay Riley (TDR),
Peralatan kontrol ini dapat dikombinasikan dengan peralatan kontrol lain, contohnya

9
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

dengan MC (Magnetic Contactor), Mikro kontroller, dan lain-lain. Fungsi dari peralatan
kontrol ini adalah sebagai pengatur waktu bagi peralatan yang dikendalikannya. Timer ini
dimaksudkan untuk mangatur waktu hidup atau mati ayunan bayi.

Gambar 1. TDR dan symbol TDR


Rangka bagian dalam dihubungkan pada kerangka bagian luar dengan memasangkan dua
buah pasak pada kedua rangka tersebut, kedua pasak tersebut dikonstrain secara permanen pada
rangka bagian luar, sedangkan pada rangka bagian dalam di pasang dua buah bearing,
pemasangan dua buah bearing pada rangka bagian dalam untuk memudahkan box ayunan bayi
bergerak sesuai dengan gerakan tolak-menolak dari dua kutup medan magnet yang sejenis.

Gambar 2. Pengembangan konsep A Gambar 3. Pengembangan konsep A


(hasil rendering)

3.2.3. Cara Kerja Konsep B

Konsep B bekerja dengan bantuan servo motor yang ditempatkan pada bagian atas
rangka penyangga, gambar 4.

10
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

1 Keterangan Gambar
6

2 1. Servo Motor
2. Tuas pengayun
3. Rangka penyangga
3 4. Bola penahan
5 beban.
4 5. Dudukan ayunan
bayi
6. Mikro kontroller

Gambar 4. Pengembangan Konsep B

Motor servo merupakan motor yang diatur dan dikontrol menggunakan pulsa. Motor
standard ini memiliki tiga posisi yaitu posisi 0 derajat, posisi 90 derajat, dan posisi 180
derajat. Poros motor servo biasanya dihubungkan dengan suatu mekanisme sehingga dapat
membuat / mengontrol pergerakan tuas pengayun bayi. Pada saat poros berada pada posisi 0
dearjat, maka tuas pengayun akan bergerak kekiri, jika posisi poros pada 90 derajat, maka
tuas pengayun akan berada pada posisi normal, sedangkan jika posisi 180 derajat, maka tuas
pengayun akan bergerak kekanan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 5. Pemberian Pulsa Untuk Perputaran Motor Servo

Karena ada tiga posisi utama seperti yang dijelaskan diatas maka dibuatlah secara
khusus mengatur motor srvo tersebut, dengan cara memberikan pulsa digital dengan lebar
yang berbeda – beda. Jika diberikan pulsa dengan lebar 1.5ms maka motor servo akan
berputar 90 derajat, pulsa dengan 1.75ms akan membuat motor servo menuju 180 derajat,
sedangkan pulsa dengan lebar 1.25ms akan membut motor servo bergerak menuju 0 derajat,

11
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

motor servo tersebut disebut Motor servo standard yang memiliki batas, hal ini menyebabkan
poros servo tidak berputar 360 derajat, sedangkan motor servo continous jika diberi puls
1.25ms akan berputar CW dan sedangkan jika diberi 1.75ms maka akan berputar CCW
dan juga bila diberi 1,5ms motor servo kan diam tidak bergerak. Pada dasarnya motor
servo continous akan berputar 360 derajat.

Gambar 6. Motor Servo

Untuk mengatur kecepatan tuas ayunan digunakan rangkaian motor servo yang dihubungkan
ke rangkaian mikro controller, Blok mikrokontroler ini berfungsi sebagai pengaturan kerja
alat agar dapat bekerja secara sistematis. Hasil keluaran dari blok setir dikirim ke
mikrokontroler untuk diproses, setelah proses, mikrokontroler mengirimkan data ke blok
keluaran untuk mengaktifkan blok keluaran tersebut sehingga motor servo terhubung pada
PortC.0 pada rangkaian mikrokontroler. Motor servo mempunyai tiga masukan yaitu input,
Vcc. Ground. Jika mikrokontroller di berikan logika 1 ( high) pada salah satu inputan motor
servo maka motor servo tidak berkerja sedangkan jika mikrokontroler diberikan logika 0
(low) maka servo berkerja sesuai fungsi yang dibutuhkan oleh motor servo seperti yang
terlihat pada gambar 7.

12
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Gambar 7. Rangkaian motor servo

3.3. Pemilihan Konsep


Didalam melakukan pemilihan konsep pengembangan produk ini dilakukan berdasarkan
criteria seleksi yang ditentukan. Aspek kriteria seleksi ini meliputi kajian terhadap kekuatan dan
kekokohan produk, aspek efektifitas dan efisiensi produk, aspek mudah dalam pengoperasian,
aspek hemat dalam konsumsi energy, aspek astetika, aspek kenyamanan bagi bayi, aspek
penghematan ruangan, aspek desain yang sederhana, aspek komponen yang memiliki umur yang
relatif panjang, dan aspek mudah dalam manufakturing. Berdasarkan aspek-aspek tersebut dapat
dilakukan pembobotan pada masing-masing konsep yang disajikan pada tabel 3.3.
Penilaian konsep dilakukan dengan menilai konsep sesuai dengan kepentingan
menurut konsumen. Penilaian dilakukan dengan membandingkan konsep dengan baseline
(pembanding) dalam kaitan pemenuhan kebutuhan konsumen berdasarkan skala penilaian
berikut ini:

1 = Sangat lebih buruk daripada pembanding


2 = Lebih buruk daripada pembanding
3 = Sama dengan pembanding
4 = Lebih baik daripada pembanding
5 = Sangat lebih baik daripada pembanding

13
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Table 3.3 Kriteria Seleksi Ayunan Bayi


Konsep
Konsep A Konsep B Referensi
Kriteria Seleksi
Bobot Skor Skor
Rate Bobot Rate Skor Bobot Rate Bobot
Kuat dan aman 20% 5 1 4 0.8 3 0.6
Efektivitas konsep
- Mudah dioperasikan 10% 5 0.5 5 0.5 3 0.3
- Multifungsi 5% 5 0.5 3 0.15 3 0.15
Efisiensi
- Hemat energy 10% 5 0.5 4 0.4 3 0.3
- Hemat ruangan 5% 5 0.25 5 0.25 3 0.15
- Harga yang terjangkau 5% 4 0.2 4 0.2 3 0.15
Ergonomic
- Nyaman bagi bayi 5% 5 0.25 5 0.25 3 0.15
- Tidak mudah terbalik 5% 5 0.25 5 0.25 3 0.15
- Estetika 5% 5 0.25 4 0.2 3 0.15
Berat
- Portable 10% 5 0.5 5 0.5 3 0.3
- Berat maksimum
12 kg 5% 5 0.25 4 0.2 3 0.15
Mudah dimanufaktur 15% 4 0.6 4 0.6 3 0.45
Skor Total 100%
Nilai Absolut 5.05 4.3 3
Nilai Relatif 40.890% 34.817% 24.291%

3.4. Konsep Terpilih


Berdasarkan table pemilihan konsep diatas, didapatkan bahwa konsep yang terpilih ialah
konsep A yakni sebesar 40.89 % dibandingkan konsep B dan konsep referensi yang ada. Maka
dari itu untuk pengembangan produk ayunan bayi elektrik akan dilakukan dengan berpegang

14
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

pada konsep A. Adapun hasil desain 3D untuk konsep A secara detail dan juga dengan
penjelasannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
1

6
2

7
3

8
4

10
5

11

Gambar 8. Ayunan bayi yang digerakkan oleh kutup sejenis

Keterangan Gambar

1. Penyimpan MP3
2. Tombol ON/OFF
3. Rangka Penyangga luar
4. Klem penyangga box ayunan bayi
5. Kaki penyangga ayunan
6. Gear Box bearing
7. Gear box PID controller
8. Rangka bagian dalam ayunan
9. Box ayunan bayi
10. Magnet permanent
11. Magnet sementara

15
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Gambar 9.a. Pandangan depan ayunan Gambar 9. b. Pandangan atas ayunan


bayi bayi

Gambar 9.c. Pandangan samping ayunan


bayi

16
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rapid upper limb assessment (RULA) adalah suatu metode pengukuran tubuh yang digunakan
untuk mengestimasi resiko kerja terhadap bagian tubuh dan otot seorang saat beraktivitas, yang diukur
dengan tingkat resiko cedera (degree of injury risk). Risiko yang dimaksud adalah risiko kecelakaan
atau cedera tubuh atau otot, akibat dari bagian tubuh bergerak, karena tidak sesuai dengan pola gerak
yang benar disebut sebagai gerak bagian tubuh yang tidak ergonomis.
Tujuan penilaian ini adalah untuk mengukur tingkat resiko cedera yang dapat terjadi pada
pengguna alat yang dirancang, sehingga kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apakah alat yang akan
dibuat dapat memenuhi syarat keselamatan kerja selama menggunakan atau mengoperasikan alat
tersebut.

Penilaian Rula dapat dibagi dua grup yaitu :

Gruop A, yang meliputi bagian anggota tubuh seperti:

 Lengan Atas dan bawah


 Pergelangan tangan
Gruop B, Yang meliputi bagian anggota tubuh seperti:

 Leher
 Punggung
 Kaki
Dalam aplikasinya, metoda RULA dilengkapi dengan diagram sikap tubuh Sedangkan outputnya adalah
sebuah nilai, yang menunjukkan tingkat resiko cedera dari sikap tubuh manusia pada saat beraktivitas.

Menurut [ McAtamney, 93], untuk menerapkan metode RULA pada gerak atau kerja tubuh ada 3
(tiga) langkah yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Penilaian Postur Kerja Tubuh
Dalam aplikasinya, metoda RULA dilengkapi dengan diagram sikap tubuh Sedangkan outputnya
adalah sebuah nilai, yang menunjukkan tingkat resiko cedera dari sikap tubuh manusia pada saat
beraktivitas. Berikut adalah pembagian penilaian risiko cedera pada tubuh:

17
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

a. Penilaian Risiko Cedera pada Grup A


Pada grup A ini terdiri dari:
 Lengan Atas:

+1 +2 +2 +3 +4

Gambar 4.1 Diagram posisi gerakan lengan atas dengan nilai resikonya masing-masing

Tabel 4.1 Nilai resiko cedera lengan atas berdasarkan gerakan

Jenis gerakan Nilai resiko


Memanjang 20º dan lengkung 20º 1
Memanjang lebih besar dari 20º atau 20º-45º 2
Lengkung 45-90 º 3
Lengkung 90 º atau lebih 4

Jika bahu terangkat, maka nilai sikap ditambahkan 1. Jika lengan atas terpuntir, maka nilai juga
ditambaha dengan 1. Jika lengan seseorang bergerak lalu tertumpu, maka nilai sikap diturunkan1.

 Lengan Bawah

+1 +2 +2

Gambar 4.2 Analisa RULA pada lengan bawah dengan nilai resiko cederanya

18
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 4.2 Nilai resiko cedera lengan bawah berdasarkan gerakan

Jenis gerakan Nilai resiko


60º -100º flexion 1
Kurang dari dari 60º atau lebih dari 100º flexion 2

Jika lengan bawah bekerja melewati bagian tengah atau keluar tubuh maka nilai ditambah 1.

 Pergelangan Tangan

+1 +2 +3 +3

Gambar 4.3 Analisa RULA pada gerakan pergelangan tangan

Tabel 4.3 Nilai resiko cedera pada gerakan pergelangan tangan

Jenis gerakan Nilai resiko


Posisi netral 1
Lengkung 0-15º atau tertarik (memanjang) 2
Lengkung 15º atau lebih dan memanjang 3

Jika lengan bawah bekerja melewati bagian tengah atau keluar tubuh maka nilai ditambah 1.

 Pergelangan Tangan Memutar


Gerakan dari pergelangan tangan adalah memutar [ Tihauser ], dimana pada pergelangan tangan
terdapat 2 jenis gerakan. Nilai risiko cedera yang muncul akibat dari gerakan pergelangan tangan yang
tidak umum (tidak normal) seperti tertera pada table berikut:

19
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 4.4 Nilai resiko cedera pada gerakan pergelangan tangan (tidak normal)

Jenis gerakan Nilai resiko


Pergelangan tangan berada dalam daerah tengah dari puntiran 1
Pergelangan tangan berada dekat dari akhir jangkauan 2
pergelangan tangan

b. Penilaian Risiko Cedera pada Grup B


Pada grup B terdiri dari:
 Leher
Jangkauan sikap tubuh untu leher didasarkan pada penelitian Chaffin dan Kilbom et al.,
gerakannya seperti pada gambar berikut:

+1 +2 +3 +4

Gambar 4.4 Analisa RULA pada posisi gerakan cedera leher

Tabel 4.5 Nilai resiko cedera leher

Jenis gerakan Nilai resiko


Lengkung 0-10 º 1
Lengkung 10-20 º 2
Lengkung 20 º atau lebih 3
Memanjang 4

Jika leher terpuntir, nilai sikap ditambah 1, dan jika leher tertekan miring kekanan atau kekiri, nilai
risiko ditambah 1.

20
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

 Punggung

+4

+1 +2 +3

Gambar 4.5 Analisa RULA pada posisi gerakan cedera punggung

Tabel 4.6 Nilai resiko cedera punggung

Jenis gerakan Nilai resiko


Ketika duduk dan didukung dengan baik oleh hip trunk dangan 1
sudut 90º atau lebih.
Lengkung 0º-20º 2
Lengkung 20-60 º 3
Lengkung 60 º atau lebih 4

Jika punggung terpuntir maka nilai risiko ditambah 1, dan jika punggung tertekan kearah samping
(bengkok atau miring kekiri atau kekanan) nilai risiko cedera ditambah 1.

 Kaki
Akibat aktivitas pada bagian kaki, akan dapat mendatangkan risiko cedera berdasarkan berbagai
gerakan. Tabel berikut menampilkan posisi kaki yang mengakibatkan cedera.

Tabel 4.7 Nilai resiko cedera kaki

Jenis gerakan Nilai resiko


Kaki dan telapak kaki didukung dengan baik pada saat duduk 1
dengan berat pada keadaan setimbang
Orang berdiri dengan berat tubuhnya sendiri dan terdistribusi 1
pada kedua kaki dengan setimbang
Kaki dan telapak kaki tidak didukung atau berat tubuh tidak 2
setimbang

21
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

2. Penilaian Kelompok Postur Kerja Tubuh


Penilaian kelompok postur kerja tubuh dapat dilakukan setelah penilaian terhadap postur kerja
tubuh pada grup A dan grup B di atas. Berikut adalah tahapan penilaian kelompok postur kerja tubuh
yaitu:

 Nilai Kelompok A dan B


Nilai kelompok A didapat dengan bantuan table 4.8 dan nilai kelompok B didapat dengan
bantuan table 4.9. Kedua nilai kelompok tersebut ditambahkan dengan risiko yang muncul dari
pergerakan tubuh lainnya, khususnya system otot (muscle), dan beban/gaya (force).

Tabel 4.8 Matrik untuk mencari nilai pergelangan tangan

22
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 4.9 Matrik untuk mencari nilai batang leher

 Nilai Sistem Otot


Untuk memberika nilai risiko pada otot (muscle) akibat adanya gerakan atau aktivitas yang
membebani otot pada suatu bagian tubuh, khususnya bagian tubuh diatas pinggang, ada beberapa
ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu seperti pada table.

Tabel 4.10 Nilai system otot

Jenis gerakan postur tubuh Nilai Risiko


Berulang-ulang kurang dari 4 kali tiap menit 0
Gerakannya statis (tertahan lebih lama dari 1 menit) 1
Berulang-ulang lebih dari 4 kali tiap menit 2

 Beban / Gaya Berat


Penilaian terhadap bagian tubuh yang bergerak dan menerima beban sangant tergantung dari
jenis beban da lamanya beban tersebut bekerja. Berikut adalah table jenis dan besar beban yang
memungkinkan terjadi risiko cedera.

23
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 4.11 Nilai beban /gaya berat

Jenis /besar beban Nilai resiko


Tidak ada tahanan atau gaya/beban intermitten kurang dari 2 Kg 0
gaya/beban intermitten kurang dari 2 – 10 Kg 1
a. Beban statik 2 – 10 Kg
2
b. Beban/gaya berulang 2 – 10 Kg
a. 10 Kg atau lebih Beban statik, atau
b. 10 Kg atau lebih Beban berulang, atau 3
c. Beban kejut atau gaya tiba-tiba

3. Penjumlahan Nilai Total


Nilai akhir menunjukkan resiko cedera tubuh yang disebabkan karena beban pada sistem rangka
otot dan rangka tubuh. Nilai akhir ini mulai dari angka 1 sampai 7. Nilai teresebut didapat dari
penjumlahan antara score C dan score D yang dimatrixkan seperti Tabel berikut.

Tabel 4.12 Nilai Total (grand score) risiko cidera pada tubuh

24
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Tabel 4.13 Nilai tingkat risiko cedera dan artinya

Rentang Nilai Keterangan


1 dan 2 Diterima

3 dan 4 Dibutuhkan investigasi dan perubahan jenis gerakan atau perlu


perbaikan desain
5 dan 6 Segera dilakukan investigasi

7 Investigasi dan perubahan harus dilakukan

4.2 Penilaian RULA pada Saat Menidurkan Bayi Dalam Ayunan Otomatif

Ada 2 aktifitas yang perlu dinilai pada saat menidurkan bayi yaitu:

4.2.1. Penilaian RULA pada saat meletakkan bayi kedalam box ayunan

4.2.2. Penilaian Rula pada saat mengambil bayi dari box ayunan

Uraian dari masing-masing penilian dapat dilihat pada penjelasan berikut ini,

4.2.1. Penilaian RULA pada saat meletakkan bayi kedalam box ayunan

Tinggi box bayi dengan lantai = 30 cm

Lebar box = 50 cm

Panjang box = 70 cm

25
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Gambar Posisi
No Group A Uraian pemberian nilai Nilai
Tubuh

Bekerja pada sudut 20-45 derajat, pada saat


Upper meletakkan bayi kedalam box ayunan, sehingga
1 2 2
Arm
nilai pada upper arm 2 = 2

Bekerja pada sudut 0 -60 derajat pada saat 1


Lower melatakkan bayi kedalm box, sehingga nilai pada
2 2
Arm
upper arm = 2

pada saat meletakkan bayi kedalam box bayi dan


menarik telapak tangan dari badan bayi
3 Wrist 2
pergelangan tangan mengalami perubahan sudut
sebesar 15 sehingga nilai diberi 2
2

Wrist Tiadak ada puntiran pada pergelangan tangan


4 0
Twist sehingga nilai 0

5 Muscle Kapasitas maksimum ayunan bayi sampai 20 kg,


dan bayi yang diletakkan dalam ayunan
2
6 Force bermassa antara 3 - 10 kg, beban statik sehingga
nilai muscle dan force 0+2 = 2

26
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

No Group B Uraian pemberian nilai Gambar Posisi Nilai


Tubuh

Pada saat meletakkan dan mengambil bayi dari box

1 Neck ayunan maka posisi leher berada pada sudut 0-10 1


derajat sehingga mendapat nilai 1

Posisi punggung pada saat melatakkan bayi di dalam

2 Trunk box ayunan , operator harus membungkuk sekitar 0 3


-60 derajat sehingga nilai resiko cidera adalah 3

Pada saat bekerja posisi tubuh berada dalam

3 Leg keadaan seimbang sehingga berat tubuh 1


terdistribusi pada kedua kaki, maka diberi nilai 1

4 Muscle Kerja otot dan beban yang diterima oleh tubuh


0
sangat kecil sehingga diberi nilai 0
5 Force

27
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Matriks Rula Pada Pada Saat Menidurkan Bayi di Dalam Ayunan

Group
A

Upper
2
Arm

Lower
2
Arm Muscle Force Score C
3 + +
0 2 4
Wrist 2

Wrist
0
Twist Grand
3.5
Score

Group
B

Neck 1

Muscle Force Score D

Trunk 3 3 + +
0 0 3

Leg 1

Dari nilai Grand Score diperoleh nilai 3.5, maka dapat disimpulkan bahwa rancangan masih
dalam zona aman , Dibutuhkan investigasi dan perubahan jenis gerakan.

28
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

4.2.2. Penilaian RULA pada saat Mengangkat bayi Dari Ddalam Box Ayunan

Gambar Posisi
No Group A Uraian pemberian nilai Nilai
Tubuh

Bekerja pada sudut 20-45 derajat, pada saat


Upper mengambil bayi dari dalam box ayunan,
1 2 2
Arm
sehingga nilai pada upper arm 2 = 2

Bekerja pada sudut 0 -60 derajat pada saat 1


Lower mengambil bayi kedalm box, sehingga nilai pada
2 2
Arm
upper arm = 2

pada saat meletakkan bayi kedalam box bayi dan


menarik telapak tangan dari badan bayi
3 Wrist 1
pergelangan tidak tangan mengalami perubahan
sudut sehingga nilai diberi 1 1

Wrist Tiadak ada puntiran pada pergelangan tangan


4 1
Twist sehingga nilai 1

5 Muscle Kapasitas maksimum ayunan bayi sampai 20 kg,


dan bayi yang diletakkan dalam ayunan
2
6 Force bermassa antara 3 - 10 kg, beban statik sehingga
nilai muscle dan force 0+2 = 2

29
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

No Group B Uraian pemberian nilai Gambar Posisi Nilai


Tubuh

Pada saat meletakkan dan mengambil bayi dari box

1 Neck ayunan maka posisi leher berada pada sudut 0-10 1


derajat sehingga mendapat nilai 1

Posisi punggung pada saat megangkat bayi di dalam

2 Trunk box ayunan , operator harus membungkuk sekitar 0 2


-20 derajat sehingga nilai resiko cidera adalah 2

Pada saat bekerja posisi tubuh berada dalam

3 Leg keadaan seimbang sehingga berat tubuh 1


terdistribusi pada kedua kaki, maka diberi nilai 1

4 Muscle Kerja otot dan beban yang diterima oleh tubuh


0
sangat kecil sehingga diberi nilai 0
5 Force

Matriks Rula Pada Pada Saat Mengambil Bayi Dari Dalam Ayunan

Group
A

Upper
2
Arm

Lower
2
Arm Muscle Force Score C
2 + +
Wrist 1 0 2 4

30
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Wrist
1
Twist Grand
3.0
Score

Group
B

Neck 1

Muscle Force Score D

Trunk 2 2 + +
0 0 2

Leg 1

Dari nilai Grand Score diperoleh nilai 3, maka dapat disimpulkan bahwa rancangan masih
dalam zona aman , Dibutuhkan investigasi dan perubahan jenis gerakan.

4.3. ANALISA TEGANGAN DAN SIMULASI

4.3.1. Konsep Dasar Elemen Hingga

Persoalan perancangan dapat diselesaikan dengan cara matematis dan numeris. Untuk
benda-benda yang mempunyai bentuk yang tidak teratur (elemen isoparametrik),
penyelesaiannya akan sulit menggunakan cara matematis. Sehingga perlu digunakan cara
numerik, yang dalam perkembangannya disebut sebagai metode elemen hingga (finite method
elements). Bila suatu kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil
(subregion) maka bagian-bagian kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian suatu
kontinum menjadi elemen hingga inidikenal sebagai proses pembagian (deskritisasi), sehingga
elemen hingga merupakan pendekatan bagian demi bagian dengan menggunakan polinomial
yang mana masing-masing terdefinisi pada daerah (elemen) yang kecil dan dinyatakan dalam

31
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

harga-harga titik simpul dari fungsi tersebut (Robert D.Cook, 1990). Dinamakan elemen hingga
karena ukuran elemen kecil ini berhingga dan umumnya mempunyai bentuk geometri yang lebih
sederhana dibandingkan kontinumnya (Weaver,1993). Metode ini menjadi suatu solusi
permasalahan yang sering dijumpai dalam dunia teknik seperti perpindahan kalor, mekanika
fluida, analisa struktur, mekanika benda pejal, sampai dengan getaran. Pada gambar 2.2
menggunakan struktur dimana batang-batang antara dua titik hubung yang membentuk elemen
rangka secara otomatis diperlakukan sebagai elemen hingga, sedang gambar 2.3 menunjukan
diskritisasi benda pejal umum.

Gambar 4.3.1. Struktur Rangka Batang

Gambar 4.3.2. Deskritisasi benda pejal umum

Tujuan utama analisis dengan menggunakan metode elemen hingga adalah untuk
memperoleh pendekatan tegangan dan peralihan yang terjadi pada suatu struktur (Weaver, 1993).

32
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

4.3.2 Sifat Mekanik Material

1.Elastisitas

Dalam memilih material logam, yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat material, antara
lain kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness), dan kekuatan lelah (fatique
strength). Sifat mekanik material didefinisikan sebagai ukuran kemampuan material untuk
menahan gaya atau tegangan. Pada saat menahan beban, struktur molekul berada dalam
keseimbangan. Gaya luar pada proses penarikan tekanan, pemotongan, penempaan, pengecoran
dan pembengkokan mengakibatkan material mengalami tegangan.

Hampir semua benda teknik memiliki sifat elastisitas. Suatu sistem struktur diperuntukan
mengemban fungsi tertentu, sekaligus menahan pengaruh gaya luar yang ada. Apabila gaya luar
yang menghasilkan perubahan bentuk (deformation) kemudian gaya tersebut dilepas, maka
kembali kebentuk semula, karena elastisitas bahan.

Gambar 4.3.3. Tegangan pada sebuah elemen yang sangat kecil

2. Deformasi

Deformasi terjadi bila bahan mengalami gaya. Selama deformasi, bahan menyerap energi
sebagai akibat adanya gaya yang bekerja sepanjang deformasi. Sekecil apapun gaya yang
bekerja, maka benda akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran. Perubahan ukuran secara
fisik ini disebut sebagai deformasi. Deformasi ada dua macam, yaitu deformasi elastis dan

33
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

deformasi plastis. Deformasi elastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya beban yang jika
beban ditiadakan, maka material akan kembali seperti ukuran dan bentuk semula, sedangkan
deformasi plastis adalah deformasi yang bersifat permanen jika bebannya dilepas.

Gambar 4.4.4. Diagam tegangan-regangan

Dari gambar di atas memperlihatkan antara 0 ke σy atas disebut daerah elastis, sedangkan

titik σy atas adalah batas elastis. Titik σmax merupakan tegangan maksimal dimana bila beban
dilepas maka beban tersebut tidak akan kembali ke bentuk semula. Bila penambahan beban
terjadi sampai melebihi titik σpatah dimana bahan menjadi putus. Dari titik σy atas ke titik σpatah
bahan tersebut mengalami plastis atau deformasi plastis. Sedangkan σmax sampai σpatah terjadi
plastis tak sempurna dimana batang mulai mengecil dan akhirnya patah.

1. Batas proporsional

Dari origin 0 ke suatu titik yang disebut sebagai batas proporsional masih
merupakan garis lurus seperti yang terlihat pada gambar. Hal ini sesuai dengan
hukum Robert Hooke pada tahun 1675, bahwa tegangan sebanding dengan regangan.
Dalil ini berlaku sampai batas proporsional saja, di luar titik tersebut tegangan akan
tidak sebanding dengan regangan. Hal ini bisa sebagai petunjuk pertama bahwa batas
proporsional (bukan kekuatan batas) merupakan kekuatan maksimal yang bisa
dialami bahan.

34
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

2. Batas Kesetimbangan dan Batas Elastis

Bila beban ditingkatkan, garis lurus (garis modulus) akan beralih menjadi
melengkung. Titik dimana garis itu mulai melengkung disebut batas kesetimbangan
atau batas proporsional. Bila beban ditingkatkan lagi, misal sampai σe (pada gambar
13) ternyata perpanjangannya, dengan perbandingan dengan gayanya berlaku lebih
cepat dari pada sewaktu pada garis modulus. Tetapi bila bebannya ditiadakan batang
itu akan selalu kembali sampai panjang semula. Titik σy atas adalah titik dimana
terjadi perpanjangan yang tetap pada beban yang bertambah, disebut batas elastis
(disebut juga permanent set ).

3. Yield Point

Sifat elastis pada kenyataannya masih terjadi sedikit di atas batas proporsional,
namun hubungan antara tegangan dan regangan tidak linear dan umumnya batas
daerah elastis dan daerah plastis sulit untuk ditentukan. Karena itu didefinisikan
kekuatan luluh (yield point). Kekuatan luluh adalah harga tegangan terendah dimana
material mulai mengalami deformasi plastis. Pada gambar 14 menunjukan titik σy atas

adalah titik luluh atas dan titik σy bawah adalah titik luluh bawah yang ditandai oleh
pengurangan beban yang mendadak, diikuti dengan perpanjangan yang meningkat
dan peningkatan beban yang mendadak lagi. Gejala ini disebut meluluhnya bahan,
yang ditandai dengan perubahan bentuk yang plastis dan naik turunnya beban.

3. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah kemampuan beban menahan atau menerima beban atau tegangan
tarik sampai putus. Kekuatan tarik suatu bahan dapat ditetapkan dengan membagi gaya maksimal
dengan luas penampang mula.

4. Kekuatan Luluh

Kekuatan luluh yaitu harga tegangan terendah dimana material mengalami deformasi
plastis.

5. Keuletan
35
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Menyatakan energi yang di-absorbsi (diserap) oleh suatu bahan sampai titik patah.

6. Kekerasan

Yaitu adanya daya tahan suatu bahan (permukaan bahan) terhadap penetrasi / identasi
(pemasukan dan penusukan) bahan lain yang lebih keras dengan bentuk tertentu dibawah
pengaruh gaya tertentu.

4.3.4. Konsep Tegangan

Pada dasarnya tegangan dapat didefinisikan sebagai besaran gaya yang bekerja pada suatu
satuan luas. Notasi  untuk tegangan tarik dan tegangan bending atau notasi  untuk tegangan
geser. Secara matematis definisi tersebut dapat ditulis sebagai:

𝐹
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝜎) =
𝐴

Adapun tegangan-tegangan yang timbul pada analisa teknik suatu produk adalah sebagai
berikut:

1. Tegangan Normal
Tegangan Normal dapat dibagi menjadi dua yaitu tegangan tarik (tensile stress)
dan tegangan tekan (compression stress).

Jika gaya bekerja pada penampang berbentuk lingkaran maka tegangan didapatkan
dengan pembagian gaya tersebut dengan luas penampang yang berbentuk lingkaran.

2. Tegangan Tekuk (bending stress)

Merupakan perbandingan terbalik antara momen bending atau momen tahan dengan
bending tergantung bentuk dan penampang melintangnya.

3. Tegangan Geser (shearing stress)

Perbandingan terbalik gaya geser dengan luas penampang yang dikenai gaya geser
diperoleh tegangan geser

4. Modulus Elastisitas

36
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Modulus elastisitas dinotasikan dengan E untuk modulus elastisitas tegangan tarik


dan G untuk modulus elastisitas tegangan geser. Satuan yang dipergunakan adalah lb/in2
atau N/m2.

5. Batas Yield Point

Batas yield point (Syp) adalah batas dimana terjadi pertambahan panjang secara
relatif dengan tidak diberikannya pertambahan beban pada logam yang sedang diuji, dan
setelah diturunkan maka logam tidak kembali ke ukuran atau bentuk asalnya tetapi telah
mengalami deformasi.

6. Faktor Keamanan

Faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi keamanan


dari suatu elemen mesin. Penggunaan faktor keamanan yang paling banyak terjadi bila
kita membandingkan tegangan dan kekuatan untuk menaksir angka keamanannya.

4.3.4. Analisa Tegangan dan Deformasi Ayunan Bayi

Analisa kekuatan rancangan difokuskan pada rangka dudukan ayunan bayi, karena
bagian ini dianggap merupakan bagian yang paling besar menerima beban diantara elemen-
elemen lainnya. Beban yang diterima berupa beban dari box dudukan bayi dan dari beban bayi
itu sendiri, selain kedua beban tersebut diatas rangka juga menerima beban dari komponen-
komponen pendukung lainnya. Selain rangka komponen yang menerima beban cukup besar juga
terjadi pada komponen klem penampung dudukan bayi.
Bentuk Rangka

37
Gambar 4.3.4 (a) Ayunan yang telah di konstrain dan diberikan pembebanan
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Data analisa pada rangka luar dan Rangka Dalam

1. Bahan rangka : Besi bulat spiral 250mm x ϴ 12 mm


2. Jenis material : Iron Stell (Propertis material terlampir)
3. Pembebanan: 3000 N – 6000 N
4. Jenis pembebanan : Pembebanan static

4.3.5. Urutan proses dan hasil analisa


1. Menentukan jenis material sesuai rancangan dalam hal ini material yang dipilih adalah
Plain Carbon Steel

2. Perakitan dan assembling gambar

38
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

3. Meshing, konstrain dan pemberian beban

4. Analisa Von Mises dan Deformasi yang terjadi

39
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

5. Deformasi yang terjadi

6. Analisa tegangan dan Deformasi Von Mises


a. Analysis2
b. MESH:

Entity Size
Nodes 97182
Elements 56381

c. ELEMENT TYPE:

Connectivity Statistics
TE10 56381 ( 100.00% )

d. ELEMENT QUALITY:

Criterion Good Poor Bad Worst Average


Stretch 56371 ( 99.98% ) 10 ( 0.02% ) 0 ( 0.00% ) 0.258 0.620
Aspect Ratio 56368 ( 99.98% ) 13 ( 0.02% ) 0 ( 0.00% ) 5.788 1.911

e. Materials.1

40
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Material PVC
Young's modulus 3e+009N_m2
Poisson's ratio 0.4
Density 1400kg_m3
Coefficient of thermal expansion 9e-005_Kdeg
Yield strength 0.2N_m2
f.
Material Iron
Young's modulus 1.2e+011N_m2
Poisson's ratio 0.291
Density 7870kg_m3
Coefficient of thermal expansion 1.21e-005_Kdeg
Yield strength 3.1e+008N_m2
Material Chroma
Young's modulus 7e+010N_m2
Poisson's ratio 0.3
Density 7190kg_m3
Coefficient of thermal expansion 6.2e-006_Kdeg
Yield strength 3.6e+008N_m2

g. Static Case
h. Boundary Conditions

41
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

i. Figure 1
j. STRUCTURE Computation

Number of nodes : 97182


Number of elements : 56381
Number of D.O.F. : 291546
Number of Contact relations : 0
Number of Kinematic relations : 0
Parabolic tetrahedron : 56381

k.
l. RESTRAINT Computation
m. Name: Restraints.1
n. Number of S.P.C : 36
o. LOAD Computation
p. Name: Loads.1
q. Applied load resultant :

Fx = 9 . 504e-014 N
Fy = -1 . 651e-011 N
Fz = -6 . 000e+003 N
Mx = -1 . 014e+002 Nxm
My = 4 . 975e+001 Nxm
Mz = -1 . 288e-013 Nxm

r. STIFFNESS Computation

Number of lines : 291546


Number of coefficients : 10988433

42
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Number of blocks : 22
Maximum number of coefficients per bloc : 500000
Total matrix size : 126 . 86 Mb

s. SINGULARITY Computation
t. Restraint: Restraints.1

Number of local singularities : 0


Number of singularities in translation : 0
Number of singularities in rotation : 0
Generated constraint type : MPC

u. CONSTRAINT Computation
v. Restraint: Restraints.1

Number of constraints : 36
Number of coefficients : 0
Number of factorized constraints : 36
Number of coefficients : 0
Number of deferred constraints : 0

w. FACTORIZED Computation

Method : SPARSE
Number of factorized degrees : 291510
Number of supernodes : 6317
Number of overhead indices : 1180893
Number of coefficients : 95853822
Maximum front width : 1956
Maximum front size : 1913946
Size of the factorized matrix (Mb) : 731 . 307
Number of blocks : 96
Number of Mflops for factorization : 5 . 725e+004
Number of Mflops for solve : 3 . 849e+002
Minimum relative pivot : 2 . 712e-004

x. Minimum and maximum pivot

Value Dof Node x (mm) y (mm) z (mm)

43
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

3.2760e+004 Ty 97179 1.2495e+001 3.6150e+001 -1.2128e+001


2.2189e+009 Tz 68529 1.6162e-001 -3.1222e+001 1.1492e+002

y.
Minimum pivot

Value Dof Node x (mm) y (mm) z (mm)


7.5544e+004 Ty 81169 8.7719e+000 -2.1181e+001 3.5611e+001
7.7559e+004 Tx 12135 1.1791e+001 6.1505e+001 1.1349e+002
1.0382e+005 Ty 97168 -1.7477e+000 2.7714e+001 -9.9296e+000
1.1869e+005 Tx 8763 1.2838e+000 5.9048e+001 1.1864e+002
1.2228e+005 Ty 97178 4.2020e+000 7.5145e+001 1.0200e+002
1.3490e+005 Ty 97136 8.2639e+000 7.5145e+001 6.3164e+001
1.6754e+005 Ty 97134 8.2396e+000 7.5145e+001 5.7772e+001
1.7922e+005 Tx 97179 1.2495e+001 3.6150e+001 -1.2128e+001
1.8028e+005 Ty 97174 1.0929e+000 3.9054e+001 -8.5793e+000

z. Translational pivot distribution

Value Percentage
10.E4 --> 10.E5 1.0291e-003
10.E5 --> 10.E6 2.1715e-001
10.E6 --> 10.E7 2.8933e+001
10.E7 --> 10.E8 1.7500e+001
10.E8 --> 10.E9 5.3292e+001
10.E9 --> 10.E10 5.5916e-002

aa. DIRECT METHOD Computation


bb. Name: Static Case Solution.1
cc. Restraint: Restraints.1
dd. Load: Loads.1
ee. Strain Energy : 2.417e+000 J
ff. Equilibrium

44
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

Applied Relative
Components Reactions Residual
Forces Magnitude Error
Fx (N) 9.5042e-014 6.2585e-009 6.2586e-009 1.5312e-012
Fy (N) -1.6506e-011 -5.4686e-009 -5.4851e-009 1.3419e-012
Fz (N) -6.0000e+003 6.0000e+003 8.3082e-009 2.0326e-012
Mx (Nxm) -1.0143e+002 1.0143e+002 6.8330e-010 1.2246e-012
My (Nxm) 4.9747e+001 -4.9747e+001 1.4641e-010 2.6238e-013
Mz (Nxm) -1.2880e-013 -3.3662e-010 -3.3675e-010 6.0350e-013

gg. Static Case Solution.1 - Deformed mesh.2

hh.
ii. Figure 2

45
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

jj. Static Case Solution.1 - Von Mises stress (nodal values).2

kk. Figure 3
ll. 3D elements: : Components: : All
mm. Global Sensors

Sensor Name Sensor Value


Energy 2.417J

46
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa Von Mises dan deformasi yang dilakukan dengan bantuan
software CATIA- versi V5, pada pembebanan 6000 N dengan analisa static , tegangan
maksimum terjadi pada klem penampung dudukan bayi yaitu sebesar 7.72425 E.10 N/m2 dan
tegangan minimum terjadi pada ujung rangka ayunan, sedangkan deformasi terbesar terjadi
pada kedua klem penampung box dudukan bayi yaitu sebesar 0.0532 mm. nilai deformasi ini
masih jauh dari kriteria kegagalan. Dengan kata lain rangka yang digunakan berupa material
Fe ( iron) sangat kokoh untuk menampung beban. Dan disarankan untuk menganti material
rangka dengan material yang lebih ringan, bisa berupa material Aluminium. Alasan mengganti
material rangka untuk menghemat biaya produksi dan juga bisa menekan harga penjualan.

47
Institute Technology Of
MECHANICAL ENGINEERING Sepuluh November
Surabaya

DAFTAR PUSTAKA

Batan, I. Made Londen. 2012. Desain Produk. ITS. Surabaya, Guna Widya

Akao, Yoji. 1988. Quality Function Deployment. Productivity press. United States of America.

Hariandja, B. 1997, ‘Mekanika Bahan dan Pengantar Teori Elastisitas’, Erlangga, Jakarta

H Grandin, Jr, P. R. 1986, ‘Fundamentals of The Finite Element Method’ Second Edition,
Macmillan Publishing Company. New York

48

Anda mungkin juga menyukai