Anda di halaman 1dari 11

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL


STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA

Muhammad Apriajuma)
Yuyun Sulistiawati Aznahb)
Reinaldy Oksa Putra
Raivel
Jurusan Teknik Geologi FITK Universitas HaluOleo, Kampus Bumi Tridharma, Anduonohu,
Kendari, Sulawesi Tenggara 93132
a)
Email : muhammadapriajum@gmail.com
b)
Email : yuyunsulistiawatiaznah@gmail.com

SARI
Ekplorasi mineral merupakan salah satu kegiatan untuk mendapatkan informasi dimana lokasi suatu
mineral, namun proses ekplorasi masih membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar terutama
dilakukan pada wilayah yang luas. Nikel laterit merupakan mineral bijih yang terbentuk dari proses
pelapukan lanjutan dari batuan ultramafik pembawa Ni-silikat yang terbentuk dalam suatu singkapan
tunggal. Penelitian dilakukan pada kecamatan Asera Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi
Tenggara yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi tambang nikel. Tujuan dari
pemetaan analisis spasial adalah untuk mengetahui sebaran potensi nikel laterit dengan efesiensi waktu,
biaya dan tenaga yang relatif lebih sedikit dibandingkan survei langsung kelapangan. Penelitian ini
menggunakan analisis overlay dengan metode skoring, yaitu memberikan nilai atau bobot terhadap
masing-masing parameter potensi nikel laterit dengan Parameter yang digunakan yaitu kondisi geologi,
vegetasi, topografi, curah hujan dan iklim serta struktur geologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa
didaerah asera potensi nikel laterit, dimana potensi tinggi dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha atau
11,35% dari luas wilayah umumnya berada pada arah barat laut – tenggara.

Kata kunci : nikel laterit, geologi spasial

I. PENDAHULUAN Tenggara adalah kompleks batuan ultra


mafik, yang tersusun atas dunit, harzburgit,
Eksplorasi mineral merupakan salah satu werhlit, lerzolit, websterit, serpentinit dan
kegiatan untuk mendapatkan informasi piroksinit (Surono, 2013). Batuan induk bijih
cebakan suatu mineral, namun proses nikel sulawesi Tenggara berasal dari batuan
ekplorasi umumnya membutuhkan waktu kompleks ofiolit. Dimana unsur nikel
yang lama dan biaya yang besar terutama tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal
apabila dilakukan pada wilayah yang luas. mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil
Pemahaman tentang pembentukan nikel substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Unsur
laterit serta faktor-faktor pembentukannya nikel inilah apabila terendapkan atau lebih
merupakan hal penting yang harus dipahami dikenal dengan pengayaan unsur nikel maka
oleh para eksplorer untuk membantu dalam kadarnya bisa menjadi tinggi hingga diatas
kegiatan eksplorasi. Tujuan dari pemetaan 2% nikelnya.
analisis spasial adalah untuk mengetahui
sebaran potensi nikel laterit dengan efesiensi II. GEOLOGI REGIONAL DAERAH
waktu, biaya dan tenaga yang relatif lebih PENELITIAN
sedikit dibandingkan survei langsung
kelapangan. Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar
172.000 km² (Bemmelen, 1949), yang
Berdasarkan kondisi geologi, tatanan dikelilingi oleh laut yang cukup dalam.
stratigrafi Sulawesi Tenggara terdiri dari Sebagian besar daratannya dibentuk oleh
fragmen benua, kompleks ofiolit dan molasa pegunungan (gunung Latimojong) yang
Sulawesi. Kompleks ofiolit Sulawesi ketinggiannya mecapai 3.440 m. Seperti
451
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
telah diuraikan sebelumnya, Pulau Sulawesi percontoh yang diambil dari Lengan Timur
berbentuk huruf “K” dengan empat lengan: menunjukkan umur Senomanian – Eosen.
Lengan Timur memanjang timur laut – barat
daya, Lengan Utara memanjang barat – timur Formasi Meluhu (Trjm), formasi ini terdiri
dengan ujung baratnya membelok kearah dari berbagai jenis batuan seperti batu pasir,
utara – selatan, Lengan tenggrara memanjang kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit, batu
barat laut – tenggara, dan Lengan Selatan sabak, batu gamping, dan batu lanau. Formasi
membujur utara selatan. ini berdasarkan fosil Halobia sp. dan
Daonella sp, yang dikandungnya diduga
Geomorfologi Regional berumur Trias Tengah hingga Trias Akhir,
dan terbentuk dalam lingkungan laut dangkal
Setidaknya ada lima satuan morfologi yang hingga laguna. Tebal seluruhnya
dapat dibedakan dari citra IFSAR di bagian diperkirakan mencapai 1000 m bahkan
tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara lebih. Satuan ini menindih secara tak selaras
Sulawesi, yakni satuan pegunungan, Batuan Malihan Mekongga dan Batuan
perbukitan tinggi, perbukitan rendah, dataran Malihan Tamosi. Hubungannya dengan
rendah dan karst (Gambar 1). Uraian batuan ofiolit berupa sesar (Gambar. 2)
dibawah ini merupakan perian secara singkat
dari kelima satuan morfologi tersebut. Struktur Geologi Regional
Satuan morfologi pebukitan tinggi Pulau Sulawesi pada umunya lineasi terdapat
menempati bagian selatan Lengan Tenggara, pada batuan offiolit, dan batuan yang
terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri berumur lebih tua dari Miosen (satuan
atas bukit – bukit yang mencapai ketinggian malihan). Batuan yang tergabung dalam
500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan Molasa Sulawesi, dan batuan sedimen
penyusun morfologi ini berupa batuan Kuarter jarang menampakan lineasi. Arah
sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier. utama lineasi yaitu barat laut dan timur laut
yang relatif sejajar dengan arah sesar utama
Satuan morfologi pebukitan rendah yang berkembang dilengan tenggara (Sistem
melampar luas di utara Kendari dan ujung sesar lawanopo, sesar konaweha,sesar lasolo
selatan Lengan Tenggara. Satuan ini terdiri dan sesar kolaka). Oleh sebab itu, sangat
atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi mungkin arah utama barat laut ini
yang bergelombang.Batuan penyusun satuan berhubungan dengan sesar utama tersebut
ini terutama batuan sedimen klastika (Gambar. 3)
Mesozoikum dan Tersier.
III. TEORI DASAR
Stratigrafi Regional
Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan
Peta geologi Kecamatan Aseraberada pada
tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya
bagian utara Peta Geologi Lembar Lasusua-
mempengaruhi pembentukan endapan adalah
Kendari, Sulawesi (Rusmana dkk., 1993).
Iklim yang sesuai untuk pembentukan
Kompleks Ofiolit di Lengan Tenggara endapan laterit adalah iklim tropis dan sub
Sulawesi merupakan bagian dari lajur ofiolit tropis, di mana curah hujan dan sinar
Sulawesi Timur. Batuan pembentuk lajur ini matahari memegang peranan penting dalam
di dominasi oleh batuan ultramafik dan mafik proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur
serta sedimen pelagik. Batuan ultramafik yang terdapat pada batuan asal. Sinar
terdiri atas harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, matahari yang intensif dan curah hujan yang
websterit, serpentinit dan piroksinit. tinggi menimbulkan perubahan besar yang
Sementara batuan mafik terdiri atas gabro, menyebabkan batuan akan terpecah-pecah,
basalt, dolerite, mikrogabro dan amfobolit. disebut pelapukan mekanis, terutama dialami
Sedimen pelagiknya tersusun oleh oleh batuan yang dekat permukaan bumi,
batugamping laut dalam dan rijang radiolaria. secara spesifik curah hujan akan
Radiolaria yang dijumpai di Lengan Timur mempengaruhi jumlah air yang melewati
menunjukkan umur Senomanian. Penarikkan tanah, yang mempengaruhi intensitas
umur mutlak K/Ar dari Sembilan Sembilan pelarutan dan perpindahan komponen yang
dapat dilarutkan, keefektifan curah hujan juga
452
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) serta membantu proses pelarutan beberapa
yang lebih tinggi menambah energi kinetik unsur dari batuan induk. Asam- asam humus
proses pelapukan. ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi
daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan
Geometri relief dan lereng akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan
mempengaruhi proses pengaliran dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar
sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air
teoritis, relief yang baik untuk pengendapan hujan, serta menebalkan lapisan humus.
bijih nikel adalah punggung-punggung bukit Keadaan ini merupakan suatu petunjuk,
yang landai dengan kemiringan antara 10 – dimana kondisi hutan yang lebat pada
30°. Pada daerah yang curam, air hujan yang lingkungan yang baik akan membentuk
jatuh ke permukaan lebih banyak yang endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar
mengalir (run-off) dari pada yang meresap yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga
kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah dapat berfungsi untuk menjaga hasil
pelapukan yang kurang intensif. pelapukan terhadap erosi. Air tanah terutama
air permukaan mempunyai peran penting
Adanya batuan asal merupakan syarat utama dalam proses pembentukan nikel laterit. Air
untuk terbentuknya endapan nikel laterit. tanah berperan untuk melarutkan unsur-unsur
Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa kimia tanah yang membantu proses
dengan kadar Ni 0,2-0,3%, merupakan pelapukan batuan induk, Selain sebagai
batuan dengan elemen Ni yang paling banyak pelarut air tanah juga berperan dalam proses
di antara batuan lainnya, mempunyai pengkayaan unsur-unsur (enrichment)
mineral-mineral yang paling mudah lapuk dalam pembentukan nikel laterit dimana
atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), proses pengkayaan sangat membentuhkan
mempunyai komponen- komponen yang naik turunnya air permukaan. Waktu
mudah larut, serta akan memberikan merupakan faktor yang sangat penting dalam
lingkungan pengendapan yang baik untuk proses pelapukan, transportasi, dan
nikel. konsentrasi endapan pada suatu tempat.
Untuk terbentuknya endapan nikel laterit
Struktur geologi yang penting dalam
membutuhkan waktu yang lama, mungkin
pembentukan endapan laterit adalah rekahan
ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu
(joint) dan patahan (fault). Rekahan dan
pelapukan terlalu muda maka terbentuk
patahan ini akan mempermudah rembesan air
endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama
ke dalam tanah dan mempercepat proses
akan mengakibatkan pelapukan yang cukup
pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu
intensif karena akumulasi unsur nikel cukup
rekahan dan patahan akan dapat pula
tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang
berfungsi sebagai tempat pengendapan
saling berhubungan dan karakteristik profil di
larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai
satu tempat dapat digambarkan sebagai efek
vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis
gabungan dari semua faktor terpisah yang
batuan beku mempunyai porositas dan
terjadi melewati waktu, ketimbang
permeabilitas yang kecil sekali sehingga
didominasi oleh satu faktor saja. Ketebalan
penetrasi air sangat sulit, maka dengan
profil laterit ditentukan oleh keseimbangan
adanya rekahan-rekahan tersebut lebih
kadar pelapukan kimia di dasar profil dan
memudahkan masuknya air dan proses
pemindahan fisik ujung profil karena erosi
pelapukan yang terjadi akan lebih intensif.
(Darijanto, 1986).
Reagen-reagen kimia adalah unsur- unsur dan
senyawa-senyawa yang membantu
IV. METODE PENELITIAN
mempercepat proses pelapukan. Air tanah Penelitian ini menggunakan analisis overlay
yang mengandung CO2 memegang peranan (Gambar. 4) dengan metode skoring, yaitu
paling penting di dalam proses pelapukan memberikan nilai atau bobot terhadap
secara kimia. Asam-asam humus (asam masing-masing parameter potensi nikel
organik) yang berasal dari pembusukan sisa- laterit. Parameter yang digunakan (Tabel. 1)
sisa tumbuhan akan menyebabkan kondisi geologi, vegetasi, topografi, curah
dekomposisi batuan, merubah pH larutan, hujan dan iklim serta struktur geologi.
453
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Pemberian bobot didasari oleh tingkat Data curah hujan dan iklim yang
kepentingan masing-masing parameter didapatkan,pada daerah penelitian
secara berurutan, mulai dari yang terpenting menunjukkan intensitas curah hujan dan
sampai yang kurang penting. Selain itu setiap iklim yang tinggi yaitu 3257,86 mm/tahun
tema akan dibagi menjadi beberapa kelas dan 25.0oC.
yang diberi skor berdasarkan tingkat
kesesuaiannya. Sehingga pada hasil akhir Pada daerah dengan vegetasi tinggi umumnya
akan diperoleh “nilai akhir” yang merupakan didominasi oleh hutan primer dan hutan
hasil perkalian antara bobot dengan skor mangrove sedangkan pada vegetasi
kelas. kerapatan sedang dan rendah masing-masing
berupa perkebunan, rawa dan tanah terbuka.
Proses pemberian bobot dan skor dilakukan
melalui pendekatan index overlay model Hasil analisis menunjukkan potensi nikel
(Bonham-Carter, 1994 dalam Vincentius, laterit didaerah asera, dimana potensi tinggi
2003) dengan persamaan matematis sebagai dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha atau
berikut: 11,35% dari luas wilayah umumnya berada
pada arah barat laut – tenggara, sedang yaitu
22.863,34 Ha dan rendah yaitu 52.926,14 Ha
(Gambar 2). Daerah penelitian diketahui pula
tidak sepenuhnya tersusun atas batuan
ultrabasa yang merupakan cikal bakal
terbentuknya nikel laterit, dengan luas
179.658,02 Ha yang merupakan daerah tidak
berpotensi (0-1,3) menghasilkan nikel laterit
(Gambar. 5).
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
maka kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu,
V. DATA DAN ANALISIS hasil analisis menunjukkan bahwa potensi
nikel laterit didaerah asera, dimana potensi
Daerah penelitian sebagian besar merupakan tinggi dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha
kompleks offiolit, yang tersusun atas batuan atau 11,35% dari luas wilayah, umumnya
ultramafik yaitu, harzburgit, dunit, werlit, berada pada arah barat laut – tenggara yang
lerzolit, websterit, serpentinit dan piroksinit searah dengan sesar utama (sesar lasolo).
dan merupakan asal pembentukan endapan
nikel laterit. VII. ACKNOWLEDGEMENT
Lineasi terdapat pada batuan offiolit yang Tim peneliti mengucapkan terimakasih yang
berarah utama barat laut dan relatif sejajar tak terhingga kepada pihak-pihak yang
dengan arah sesar utama daerah penelitian membantu dalam studi Riset ini, keluarga
yaitu sesar lasolo yang berarah barat laut. tercinta, serta dosen pembimbing khususnya
kepada :
Keadaan topografi pada daerah penelitian
sebagian besar terjal, namun pada kompleks 1. Erzam S. Hasan, S.si, M.si
offiolit, topografinya bervariasi yaitu mulai
2. Harisma Buburanda, S.T, M.T
dari datar (0-2o), landai (2-16o) dan terjal
(>16o). 3. Fitra Saleh, S,PI, M.Sc

454
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology Of Indonesia vol.II,Martinus Nijhoff, The Hague.
Dinas ESDM, 2007. Data Izin Usaha Pertambangan Nikel Laterit.Sulawesi Tenggara
Edi Yasa, A,2013, Penyelidikan Pendahuluan Potensi Nikel Laterit Di Daerah Pondidaha Kec.Gong
Gua Kab.Konawe Prov.Sulawesi Tenggara, Fakultas Teknologi Mineral-IiTM, Medan
Rusman,E,Sukido,Sukarno,D,Haryono,G, Simanjuntak T.O. 1993 Keterangan Peta Geologi Lembar
Lasusua Kendari,Sulawesi Tenggara, skala 1:250.000, Pusat Bang Geologi. Bandung.
Surono. 2013. Geologi lengan tenggara sulawesi. Badan Geologi. Kementrian Energi Dan Sumber Daya
Mineral. Bandung

TABEL
Tabel. 1. Skoring Potensi Nikel Laterit Kec.Asera Kab. Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Dinas
ESDM, 2007, Edi Yasa, A, 2013 dengan modifikasi, 2016)

455
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Parameter 1. Peta Geologi

Parameter 2. Peta Tutupan Vegetasi

456
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Parameter 3. Peta Topografi

Parameter 4. Peta Struktur

457
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Parameter 5.1. Curah Hujan 5 Tahun Terakhir

Parameter 5.2. Iklim 5 Tahun Terakhir

458
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

GAMBAR

Gambar. 1. Bagian Selatan Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013)

Gambar. 2. Stratigrafi regional Lengan Tenggara Sulawesi (Rusmanadkk, 1993b; Simandjuntakdkk,


1993a, b, c, Surono 1994)

459
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar. 3. Hasil interprestasi citra Landsat Lengan Tenggara Sulawesi yang menunjukan lineasi dan
sesar (Surono, dkk 1997)

Gambar. 4. Diagram Alir Daerah Penelitian

460
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar. 5. Peta Potensi Nikel Laterit

461

Anda mungkin juga menyukai