4. Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di
Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa
Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada
makamnya adalah sebagai berikut:
Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat
pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha
Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para Sultan dan Wazir,
siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan
urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat
pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 822 Hijriah. Saat ini, jalan yang menuju ke makam
tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan
lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi
Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-
Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama
terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan
Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang
menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari
Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja,
selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang
memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel)
dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah
di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa
meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada
dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati
masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk
mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut
masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah
dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan
tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat.
Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
B. Sunan Ampel
Sunan Ampel atau Sayyid Ali Rahmatullah (Raden Rahmat) dilahirkan di negeri
Champa (Sepanjang pantai Vietnam) pada tahun 1401 Masehi, dan meninggal pada tahun
1478 Masehi. Negeri Champa diketahui berdiri pada tahun 192 Masehi. Sampai sekarang
masih ada komunitas masyarakat Champa di Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia dan
Pulau Hainan (Tiongkok). Ayah Sunan Ampel merupakan Sunan Gresik yaitu keturunan
Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra atau seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’i. Syekh
Jamalluddin merupakan ulama yang berasal dari Samarqand, Uzbekistan. Samarqand
merupakan daerah dilahirkannya Ulama-Ulama besar. Salah satunya adalah Imam
Bukhari yang dikenal sebagai pewaris hadist yang shahih.
Pada suatu waktu, Kerajaan Majapahit digeluti oleh masa yang suram karena
banyak adipati dan bangsawan yang berpesta wanita dan berjudi. Prabu Brawijawa
sebagai raja merasa sedih mengetahui keadaan kerajaan kacau seperti itu. Lalu istri
Prabu mengusulkan mendatangkan seseorang yang mampu mengatasi masalah-
masalah seperti itu, yaitu keponakannya sendiri Sayyid Ali Rahmatullah. Akhirnya
raja menyetujui mendatangkan keponakan istrinya tersebut.
Raden Rahmat segera mendidik dan menyadarkan para bangsawan dan adipati
menuju ke jalan yang benar. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya Raden Rahmat
berhasil dan melanjutkan niatnya untuk berdakwah dalam masyarakat. Tentu Raden
Rahmat diterima masyarakat dengan baik karena telah menyadarkan Adipati dan
bangsawan di kerajaan Majapahit.
Cara yang ditempuh Sunan Ampel sangat singkat dan cepat, antara lain adalah
dengan dikenalnya falsafah Moh Limo. Falsafah tersebut yaitu :
C. Sunan Giri
Raden ‘Ainul Yaqin ( Raden Paku) merupakan putra dari seorang mubaligh Islam
dari Asia Tengah yang menikah dengan Dewi Sekardadu. Dewi Sekardadu adalah putri
Prabu Menak Sembuyung sang penguasa wilayah Blambangan. Kelahiran Raden Paku
diangap membawa petaka berupa wabah penyakit di wilayah Blambangan, Pasai.
Sehingga Dewi dipaksa Prabu Menak Sembuyung (ayahnya) untuk membuang Raden
Paku yang masih bayi. Dewi Sekardadu akhirnya membuang putranya ke Selat Bali.
Kemudian Raden Paku ditemukan oleh sekelompok awak kapal, yaitu Sabar dan
Sobir. Bayi tersebut dibawa ke daerah Gresik. Saat tiba di Gresik, Raden Paku diangkat
menjadi anak dari saudagar kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, Raden
Patah saat itu dinamakan Joko Samudra.
Ketika masa remaja, Joko Samudra diperintahkan oleh ibunya untuk berguru
kepada Sunan Ampel. Setelah tidak lama mengajar Raden Paku, Sunan Ampel
mengetahui siapa Joko Samudra yang sesungguhnya. Sehingga Joko Samudra bersama
Sunan Bonang dikirim menuju Pasai untuk mendalami ajaran Islam. Setelah sampai di
Pasai, mereka diterima oleh Maulana Ishaq yaitu ayah Joko sendiri. Disinilah Joko
Samudra mengetahui nama dia yang sesungguhnya, yaitu Raden Paku. Raden Paku juga
mengetahui asal mula kenapa dia dibuang dari Blambangan.
Setelah tinggal di Pasai selama tiga tahun, Raden Paku dan Sunan Bonang
dipersilahkan kembali ke tanah Jawa. Ayahnya memberikan sebuah bungkusan kain
kecil yang berisi tanah. Ayah Raden Paku berpesan kepada anaknya untuk
membangun sebuah pesantren di Gresik dengan mencari tanah yang sama persis
dengan tanah yang ada di bungkusan itu.
Atas berkat dukungan istri-istri Raden Paku dan ibunya, pesantren Giri bisa
terkenal sampai ke seluruh nusantara hanya dalam waktu 3 tahun. Raden Paku
memiliki 2 orang istri yaitu Dewi Murtasiha (Putri dari Sunan Ampel) dan Dewi
Wardah (Putri Ki Ageng Bungkul).
a. Sunan Dalem
b. Sunan Sedomargi
c. Sunan Giri Prapen
d. Sunan Kawis Guwa
e. Panembahan Ageng Giri
f. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
g. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri)
h. Pengeran Singosari
2. Cara Berdakwah