Anda di halaman 1dari 10

BAB III

SUNAN MAULANA MALIK IBRAHIM,


SUNAN AMPEL, DAN SUNAN GIRI

A. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim


Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11 dari Husain bin Ali. Ia disebut juga
Sunan Gresik, Syekh Maghribi, atau terkadang Makhdum Ibrahim As-Samarqandy. Ia
diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad
Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah
orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya
Kakek Bantal.
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan
Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul
rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis
ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran,
Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura
Wetan, Gresik, Jawa Timur.
1. Asal keturunan
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan
Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah
orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya,
kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari Maghrib, atau Maroko di Afrika
Utara.
Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum
Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh
Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di
Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.
Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan
perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para
penulis lokal, “Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia,
keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah
menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di Jang’gala“.
Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan
pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa
Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu
tempat di Iran sekarang.
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada
umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW; melalui jalur keturunan
Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, Ali al-
Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi
Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali’ Qasam, Muhammad
Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-
Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar),
dan Maulana Malik Ibrahim.
2. Penyebaran agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior diantara para
Walisongo lainnya.[9] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya
disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo,
sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara
kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur,
dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui
pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam
pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup
dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang
dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang
tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang
dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan
terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar. Perdagangan membuatnya
dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan
dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli,
pemilik kapal atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian
melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun
tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang
tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama
desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran;
mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota
Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan
perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka
pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa
selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai
usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat
Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan
atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada
prasasi makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan
(pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
3. Legenda rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal dari
Persia. Maulana Malik Ibrahim Ibrahim dan Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak
dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Ishaq disebutkan
menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau
Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau
Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana
Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Maulana Ishak
mengislamkan Samudera Pasai.
Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda
disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi
putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan
Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di
negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa,
kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga disebut dengan
nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat
sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai
tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal
dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.

4. Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di
Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di desa
Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada
makamnya adalah sebagai berikut:
Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat
pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha
Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para Sultan dan Wazir,
siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan
urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat
pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 822 Hijriah. Saat ini, jalan yang menuju ke makam
tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan
lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi
Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-
Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama
terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan
Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang
menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari
Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja,
selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang
memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel)
dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah
di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa
meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada
dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati
masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk
mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut
masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah
dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan
tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat.
Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

B. Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Sayyid Ali Rahmatullah (Raden Rahmat) dilahirkan di negeri
Champa (Sepanjang pantai Vietnam) pada tahun 1401 Masehi, dan meninggal pada tahun
1478 Masehi. Negeri Champa diketahui berdiri pada tahun 192 Masehi. Sampai sekarang
masih ada komunitas masyarakat Champa di Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia dan
Pulau Hainan (Tiongkok). Ayah Sunan Ampel merupakan Sunan Gresik yaitu keturunan
Syekh Jamalluddin Jumadil Kubra atau seorang Ahlussunnah bermazhab syafi’i. Syekh
Jamalluddin merupakan ulama yang berasal dari Samarqand, Uzbekistan. Samarqand
merupakan daerah dilahirkannya Ulama-Ulama besar. Salah satunya adalah Imam
Bukhari yang dikenal sebagai pewaris hadist yang shahih.

1. Kisah Perjuangan Sunan Ampel

Pada suatu waktu, Kerajaan Majapahit digeluti oleh masa yang suram karena
banyak adipati dan bangsawan yang berpesta wanita dan berjudi. Prabu Brawijawa
sebagai raja merasa sedih mengetahui keadaan kerajaan kacau seperti itu. Lalu istri
Prabu mengusulkan mendatangkan seseorang yang mampu mengatasi masalah-
masalah seperti itu, yaitu keponakannya sendiri Sayyid Ali Rahmatullah. Akhirnya
raja menyetujui mendatangkan keponakan istrinya tersebut.

Setelah Majapahit mengirim utusan untuk menjemput Sayyid Ali Rahmatullah,


tibalah Sayyid bersama ayah dan kakaknya di tanah Jawa. Namun mereka berpisah
selama diperjalanan. Ayah dan kakaknya berhenti di daerah Tuban untuk beristirahat
dan berniat berdakwah didaerah tersebut. Kemudian Sayyid tetap melanjutkan
perjalanan dan akhirnya tiba di Majapahit. Sambutan yang hangat dari Prabu
Brawijaya menghampiri Sayyid. Setelah Sayyid melepas lelah, Prabu menjelaskan
sebab Sayyid dipanggil ke Majapahit. Kemudian Sayyid memahami dan sanggup
menjalankan tugas dari Prabu Brawijaya. Setelah menerima tugas dari Prabu, Sayyid
diberi sebuah tempat untuk mendidik bangsawan dan adipati. Kemudian Sayyid
dijodohkan dengan putri Prabu yaitu Dewi Condrowati. Sehingga Sayyid Ali menjadi
pangeran kerajaan Majapahit karena menjadi menantu Prabu Brawijaya. Karena dalam
keluarga kerajaan Majapahit menyebut pangeran dengan sebutan “Raden”, maka
Sayyid Ali Rahmatullah dikenal dengan Raden Rahmat.

Raden Rahmat segera mendidik dan menyadarkan para bangsawan dan adipati
menuju ke jalan yang benar. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya Raden Rahmat
berhasil dan melanjutkan niatnya untuk berdakwah dalam masyarakat. Tentu Raden
Rahmat diterima masyarakat dengan baik karena telah menyadarkan Adipati dan
bangsawan di kerajaan Majapahit.

Saat melaksanakan dakwah di lingkup masyarakat, Raden bertemu dengan dua


tokoh masyarakat yang mau menjadi pengikut Raden Rahmat. Yaitu Ki Wiryo Sarojo
dan Ki Bang Kuning. Raden memanfaatkan keadaan ini untuk dakwah bersama dua
tokoh ini. Sehingga sangat mudah bagi Raden Rahmat untuk mengajarkan ilmu-ilmu
Islam. Saat Raden Rahmat berjalan menyusuri desa, Raden tiba di sebuah tempat yang
kosong. Raden segera membangun masjid untuk beribadah bagi masyarakat. Daerah
tersebut dikenal dengan Ampeldenta. Karena Raden Rahmat diberi kekuasaan di
daerah tersebut, Raden Rahmat akhirnya dikenal dengan Sunan Ampel.

2. Cara Berdakwah Sunan Ampel

Cara yang ditempuh Sunan Ampel sangat singkat dan cepat, antara lain adalah
dengan dikenalnya falsafah Moh Limo. Falsafah tersebut yaitu :

a. Moh Main (tidak mau berjudi).


b. Moh Ngombe (tidak mau mabuk karena minum minuman arak).
c. Moh Maling (tidak mau mencuri).
d. Moh Madat (tidak mau merokok atau menggunakan narkotika)
e. Moh Madon ( tidak mau bermain dengan perempuan yang bukan istrinya)
3. Peninggalan-Peninggalan Sunan Ampel

a. Masjid Sunan Ampel


b. Pusaka-Pusaka Sunan Ampel
c. Keris Setan Kober

C. Sunan Giri

Raden ‘Ainul Yaqin ( Raden Paku) merupakan putra dari seorang mubaligh Islam
dari Asia Tengah yang menikah dengan Dewi Sekardadu. Dewi Sekardadu adalah putri
Prabu Menak Sembuyung sang penguasa wilayah Blambangan. Kelahiran Raden Paku
diangap membawa petaka berupa wabah penyakit di wilayah Blambangan, Pasai.
Sehingga Dewi dipaksa Prabu Menak Sembuyung (ayahnya) untuk membuang Raden
Paku yang masih bayi. Dewi Sekardadu akhirnya membuang putranya ke Selat Bali.

Kemudian Raden Paku ditemukan oleh sekelompok awak kapal, yaitu Sabar dan
Sobir. Bayi tersebut dibawa ke daerah Gresik. Saat tiba di Gresik, Raden Paku diangkat
menjadi anak dari saudagar kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, Raden
Patah saat itu dinamakan Joko Samudra.

Ketika masa remaja, Joko Samudra diperintahkan oleh ibunya untuk berguru
kepada Sunan Ampel. Setelah tidak lama mengajar Raden Paku, Sunan Ampel
mengetahui siapa Joko Samudra yang sesungguhnya. Sehingga Joko Samudra bersama
Sunan Bonang dikirim menuju Pasai untuk mendalami ajaran Islam. Setelah sampai di
Pasai, mereka diterima oleh Maulana Ishaq yaitu ayah Joko sendiri. Disinilah Joko
Samudra mengetahui nama dia yang sesungguhnya, yaitu Raden Paku. Raden Paku juga
mengetahui asal mula kenapa dia dibuang dari Blambangan.

1. Kisah Perjuangan Sunan Giri

Setelah tinggal di Pasai selama tiga tahun, Raden Paku dan Sunan Bonang
dipersilahkan kembali ke tanah Jawa. Ayahnya memberikan sebuah bungkusan kain
kecil yang berisi tanah. Ayah Raden Paku berpesan kepada anaknya untuk
membangun sebuah pesantren di Gresik dengan mencari tanah yang sama persis
dengan tanah yang ada di bungkusan itu.

Akhirnya Mereka berdua kembali ke tanah Jawa dan melaporkan semua


pembelajarannya kepada Sunan Ampel. Lalu Sunan Ampel memerintahkan Sunan
Bonang untuk berdakwah di Tuban, sedangkan Raden Paku diperintahkan untuk
pulang ke Gresik. Setelah tiba di Gresik, Raden Paku mendirikan sebuah pesantren.
Raden Paku memulai perjalanannya mencari tempat yang cocok untuk membangun
pesantren sesuai pesan ayahnya. Setelah berjalan jauh, Raden Paku sampai di sebuah
tempat yang sejuk dan membuat hatinya damai. Dia mencocokkan tanah yang dibawa
dengan tanah ditempat itu. Ternyata hasilnya sama persis. Kemudian Raden Paku
mendirikan sebuah pesantren di tempat tersebut. Desa tersebut bernama desa
Sidomukti. Karena pesantren terletak di dataran tinggi, maka pesantren tersebut diberi
nama Pesantren Giri. Karena Giri bermakna sebagai gunung (dataran tinggi).

Atas berkat dukungan istri-istri Raden Paku dan ibunya, pesantren Giri bisa
terkenal sampai ke seluruh nusantara hanya dalam waktu 3 tahun. Raden Paku
memiliki 2 orang istri yaitu Dewi Murtasiha (Putri dari Sunan Ampel) dan Dewi
Wardah (Putri Ki Ageng Bungkul).

Atas terkenalnya pesantren Giri, banyak murid-murid baru masuk ke pesantren


Giri. Hal ini membuat semakin mudah Sunan Giri untuk berdakwah. Sunan Giri
sangat berpengaruh besar bagi kerajaan Islam di Jawa maupun di luar Jawa. Sunan
Giri juga mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Giri Kedaton. Giri Kedaton
atau Kerajaan Giri bertahan selama 200 tahun. Setelah Sunan Giri meninggal, beliau
digantikan keturunannya yaitu :

a. Sunan Dalem
b. Sunan Sedomargi
c. Sunan Giri Prapen
d. Sunan Kawis Guwa
e. Panembahan Ageng Giri
f. Panembahan Mas Witana Sideng Rana
g. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri)
h. Pengeran Singosari

Pangeran Singosari ini berjuang keras mempertahankan Giri Kedaton dari


serangan Sunan Amangkurat II dengan bantuan dari VOC dan Kapten Jonker.
Akhirnya perjuangan Pangeran Singosari membuahkan hasil yang tidak terlalu buruk.
Sesudah pangeran Singosari wafat pada tahun 1679 Masehi, lenyap sudah kekuasaan
Giri Kedaton. Walaupun lenyap, Sunan Giri tetap dikenang sebagai Ulama Besar Wali
Songo sepanjang masa.

2. Cara Berdakwah

Sunan Giri berdakwah melalui cara ceramah-ceramah di masyarakat dan di


pesantren Giri. Selain ceramah, beliau juga menyampaikan ajaran-ajaran agama Islam
melalui permainan tradisional anak-anak, seperti Jelungan dan Cublak Suweng.

Anda mungkin juga menyukai