Anda di halaman 1dari 11

Glomerulonefritis Post Infeksi Streptococcus pada Anak

Evalone Vebriyani Patileamona 102010244, Tria Usma Putra102013093, Feby S


ondang JunitaSiburian102013152, Harisma Minarti Maakh102014021, Gabriella Selara
Pangarepo102014085, Jefry Patriawan102014092, Evalusty Karunia Paulus Lopa 10201409,
Fatimah Hartina Faradillah 102014143

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 1150

Email: harisma.2014fk021@civitas.ukrida.ac.id

Abstract

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal untuk membersihkan darah dari
berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan tubuh serta
dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter. Jika terjadi gangguan
pada fungsi ginjal maka akan menyebabkan penyakit. Salah satu penyakit yang terjadi ada
glomerulonefritis post infeksi streptococcus yang merupakan inflamasi pada glomerulus yang terjadi
paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat kuman streptococcus. Gejala klinis dari
penyakit ini bermacam-macam biasanya diawali dengan gejala infeksi saluran pernapasan selain itu
terjadi juga gejala lain setelah infeksi saluran pernapasan seperti edema pada mata dan wajah,
hipertensi, uremia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik, penurunan laju filtrasi glomeruls, kadar
kreatinin darah meningkat, dan oliguria.

Kata Kunci: Ginjal, glomerulonefritis, inflamasi.

Abstrak

Kidney is one of the most vital organ in which the kidney function to cleanse the blood of various
substances a result of metabolism of the body and various toxins that are not required by the body
and expelled as urine by the number of daily ranges between 1-2 liters. If there is interference on
renal function, it will cause disease. One of the diseases that occur there is glomerulonephritis post
streptococcal infection which is the inflammation of the glomeruli that occur after respiratory tract
infections and skin infections due to bacteria streptococcus. Clinical symptoms of this disease
assortment usually begins with symptoms of respiratory tract infection and there have also other
symptoms following respiratory tract infections such as edema of the eyes and face, hypertension,
uremia, hyperphosphatemia, and metabolic acidosis, decreased filtration rate glomeruls, blood
creatinine levels increased, and oliguria.

Keywords: Kidney, glomerulonephritis, inflammation.


Pendahuluan

Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak
diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2 liter.
Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan elektrolit
(ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga bila ada
kelainan yang mengganggu ginjal akan menimbulkan berbagai penyakit. Glomerulonefritis (GN)
merupakan penyakit autoimun dimana terjadi proses inflamasi dan proliferasi sel glomerulus dengan
manifestasi klinis dan pola histopatologik yang multiple. Glomerulonefritis merupakan penyakit
peradangan ginjal. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Glomerulunefritis akut post streptococcus
menggambarkan inflamasi pada glomerulus yang terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun
infeksi kulit akibat kuman streptococcus.1,2

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan memperoleh
keterangan mengenai identitas pasien kemudian tentang kondisi pasien yaitu keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pribadi, riwayat
sosial pasien tersebut.3 Hal-hal yang bisa ditanyakan antara lain: Apakah terdapat hematuria atau urin
berwarna gelap seperti teh. Hal ini disebabkan oleh hemolisis darah merah yang memasuki
glomerulus membrane basal dan melewati sistem tubulus. Pola kencing adakah oligouria, poliuria,
dysiuria atau anuria. Pada GNA post streptococcus biasanya terjadi oliguria. Apakah terdapat edema
periorbital yaitu edema diwajah dan kelopak mata terutama setelah bangun tidur dan perlahan-lahan
menghilang. Dapat juga ditemukan edema generalisata/anasarka akibat gangguan eksresi garan dan
air di ginjal. Derajat edema berbeda bergantung tingkat kerusakan glomerulus. Adanya periode laten,
yaitu periode yang terjadi antara infeksi streptokokus dan munculnya gejala akan GNPSA. Periode
laten ini sekitar 1-2 minggu setelah infeksi tenggorokan atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit
(pyoderma). Apalakah anak tampak lemah, lesu dan pucat, anorexia serta anak sering mual dan
muntah. Apakah terdapat infeksi streptoccus seperti faringitis, tonsillitis atau pyoderma sebelum ini.
Apakah terdapat trauma ginjal? Apakah terdapat riwayat susah BAK? Apakah terdapat keluarga
terdekat yang menderita penyakit ginjal? Adanya riwayat ketulian dengan gagal ginjal dalam
keluarga terutama pada saudara laki-laki sangat mungkin sindrom Alport? Apakah terdapat riwayat
penyakit darah tinggi?

Pemeriksaan fisik

a. Vital sign :
Terjadi peningkatan tekanan darah dan suhu dapat meningkat.3
b. Inspeksi
Perhatikan ada atau tidak pembesaran pada daerah abdomen dan pinggang, jika ditemui dapat
didagnosa sebagai tumor. Perhatikan jika terdapat trauma seperti luka. Pada penderita GNAPS
dapat ditemukan sembap atau udem pada daerah mata (preorbital) dan dapat juga anasarka.3
c. Palpasi
Pemeriksaan dengan posisi baring, dapat dilakukan tes ballottement. Pada GNAPS tes
ballottement negative. Tiada nyeri tekan saat palpasi.3
d. Perkusi
Dilakukan tes shifting dullness. Pada GNAPS dengan odem atau asites pada daerah abdomen tes
akan positif.3
e. Auskultasi
Terdengar suara bising yaitu systolic bruit pada stenosis atau aneurysma arteri renalis dan pada
GNAPS tes negative.3

Pemeriksaan penunjang

Urinalisis
Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin
sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada
60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya sebanding dengan
derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 secara kuantitatif luas
permukaan tubuh perhari dan <3+ secara kualitatif. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif
seperti gambaran nefrotik. Leukosit polimorfonuklear dan sel epitel ginjal lazim ada pada awal
penyakit. Silinderuria selalu ada dari silinder hialin sampai silinder selular. Silinder eritrosit
dilaporkan pada 60-85% anak yang dirawat PSAGN.4
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam,
menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya permukaan
glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anak yang dirawat dengan GNA
menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin.4

Pemeriksaan Darah
Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila
edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar
albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan
jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus.4

Uji Serologi
Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus
diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting
untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi
respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O
(ASTO) terjadi 10-14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titerASTO terdapat pada 75-80%
pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang
meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase)
dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang
terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus.
Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus
sebelumnya pada hampir 100% kasus. 4

Uji Imunologi
Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang
kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 20-40
mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG sering meningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir
93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang
mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan
pembendungan paru.4
Pemeriksaan Histologik

Biopsi ginjal dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala klinik, uji laboratorium,
atau perjalanan penyakit yang tidak sesuai dengan lazimnya gambaran GNAPS. Pada pasien tersebut,
pemeriksaan histologis dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, immunofloresens, dan elektron
mungkin akan dapat banyak membantu. Biopsi ginjal tidak diperlukan ada sebagian besar pasien
GNAPS.4

Diagnosis

Glomerulunefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada glomerulus yang


terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat kuman streptococcus.
Glomerulunefritis merupakan gambaran klasik sindrom nefritik akut yaitu onset cepat dari
hematuria, hipertensi dan insuffisiensi ginjal. Glomerulunefritis akut post streptococcus paling sering
ditemukan pada anak usia 3-7 tahun, terutama laki-laki. Penyakit ini merupakan salah satu penyebab
utama hematuria pada anak.2

Urinalisis menunjukkan adanya hematuria dengan sel darah merah, proteinuria dan
polymorphonuclear leucocytes. Mild normochromic anemia dapat terjadi akibat daripada
hemodilution dan low-grade hemolysis. Selain itu kadar serum C3 akan menurun pada fasa akut dan
kembali normal pada 6-8 minggu selepas onset. Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan kultur
streptococcus yang positif pada kultur tengorokkan. Disamping itu, peningkatan antibodi titer O
dapat mengkonfirmasi adanya infeksi streptococcus. Secara klinis anak yang diagnosis GNA post
streptococcus akan mengalami gejala syndrome nefritis akut, terdapat infeksi streptococcus dan juga
kadar C3 yang rendah.1

Diagnosis Banding

Sindroma Nefrotik

Sindroma nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang juga merupakan sekumpulan
manifestasi klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (lebih dari 3,5 gr/1,73m2 luas permukaan
tubuh per hari), hipoalbuminemia, edema ringan sampai anasarka, hiperlipidemia, kadang dijumpai
pula hipertensi, hematuria, dan kadang azotemia. Penyebab primer, umumnya tidak diketahui
kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau yang sering disebut juga SN primer
yang bila berdasarkan gambaran dari histopatologinya, dapat terbagi menjadi (1) Sindroma nefrotik
kelainan minimal, (2) Nefropati membranosa, (3) Glomerulonephritis proliferative membranosa, dan
(4) Glomerulonephritis stadium lanjut. Penyebab sekunder, infeksi, keganasan, jaringan penghubung,
metabolic, efek obat dan toksin, dan berdasarkan respon steroid. Penyebab sekunder jarang terjadi
pada anak , hanya 10% dari seluruh sindroma nefrotik. Biasa disebabkan oleh penyakit ginjal lain.
Sindrom nefrotik umumnya terdeteksi pertama kali pada anak-anak, terutama yang berusia di antara
2-5 tahun. Pengobatan dengan prednison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/
kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu. Diet protein normal
(1,5-2 g/kgbb/hari), diet rendah garam (1-2 g/hari) dan diuretik. Diuretik furosemid 1-2
mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat
kalium) 2-3 mg/kgbb/hari bila ada edema anasarka atau edema yang mengganggu aktivitas.2

Sindroma Nefritik
Sindroma nefritik adalah suatu peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria
(darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air
kemih) yang jumlahnya bervariasi. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu)
setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
Glomerulonefritis pasca streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan dewasa
muda. Sekitar 50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pemberian obat yang menekan sistem
kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif, kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaaan. Jika
pada saat ditemukan sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih berlangsung, maka segera diberikan
antibiotik. Jika penyebabnya adalah infeksi pada bagian tubuh buatan (misalnya katup jantung
buatan), maka prognosisnya tetap baik, asalkan infeksinya bisa diatasi. Untuk mengatasi infeksi
biasanya dilakukan pengangkatan katup buatan yang terinfeksi dan menggantinya dengan yang baru
disertai dengan pemberian antibiotik. Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam
sampai fungsi ginjal kembali membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam
membuang kelebihan garam dan air. Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat anti-
hipertensi. jika terjadi gagal ginjal yang berat, penderita perlu menjalani dialisa.5

Epidemiologi

Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak dengan faringitis
dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa faktor predominan untuk
Glomerulunefritis akut post streptococcus pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling sering
menyerang anak usia rata-rata 3-7 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih besar untuk
terkena Glomerulunefritis akut post streptococcus dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi
ras dan genetic tapi, kemungkinan prevalensi meningkat pada anak yang sosial ekonominya rendah,
sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.2

Etiologi

Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3-7 tahun dan sering lebih mengenai anak
pria dibanding anak wanita. Timbulnya GNA post streptococcus didahulu oleh infeksi ekstra renal
terutama ditraktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus
golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Periode antara infeksi saluran nafas atau kulit dengan
gambaran klinis dari kerusakan glomerulus dinamakan periode laten. Periode laten ini biasanya
antara 1-2 minggu merupakan ciri khusus dari penyakit ini sehingga dapat dibedakan dengan
sindrom nefritik akut karena sebab lainnya. Periode laten dari infeksi kulit (impetigo) biasanya antara
8-21 hari.2

Patofisiologi
Glomerulonefritis akut post streptococcus infeksi merupakan penyakit prototipe dari
glomerulonefritis akut akibat infeksi. Adanya periode laten antara infeksi streptococcus dengan
gambaran klinis dari kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologi memegang
peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut post streptococcus
merupakan salah satu contoh dari penyakit kompleks imun. Diduga respons yang berlebihan dari
sistim imun penderita akibat stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan
menyebabkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Kompleks imun ini kemudian akan beredar
dalam darah dan mengendap pada membran basal glomerulus. Yang kemudian akan mengaktivasi
sistim komplemen yang melepaskan susbtansi yang akan menarik neutrophil yang kemudian
melepaskan enzim lisosom sebagai factor responsif yang dapat merusakkan glomerulus.2,4

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga
dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada
pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, protein M yang
terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan
virulensi kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi
yang terdapat dalam sirkulasi. Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan
ditemukannya endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan
C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen
melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit dan
neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk
eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injury
dan proliferasi dari sel mesangial. Mekanisme patofisiologi GNAPS ini masih belum diketahui
dengan pasti tapi dapat disimpulkan GNAPS terjadi akibat. Terbentuknya kompleks antigen-antibody
yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya. Proses auto-imun
kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak
glomerulus. Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis glomerulus.
Akibat daripada mendapnya komplek imun yaitu kelainan urinalisis yaitu proteinuria dan hematuria,
Kerusakan dinding kapiler glomerulus lebih permeabel dan porotis terhadap protein dan sel-sel
eritrosit, sehingga terjadi proteinuria dan hematuria.4,6

Mekanisme retensi natrium Na+ dan oedem pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme oedem pada sindrom nefrotik. Penurunan faal
ginjal LFG akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium,
oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi
natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini
diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan
dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi
oedem.1,5

Hipertensi terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis) yang
memegang peranan dalam genesis hipertensi ringan dan sedang. Selain itu juga ada peranan sistem
renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan
obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi. Selain itu juga
yang menjadi penyebab hipertensi adalah substansi renal medullary hypotensive factors, diduga
prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi.5

Manifestasi klinik

Poststreptococcus glomerulonephritis sering terjadi pada anak usia sekolah dan sangat jarang
pada usia dibawah 3 tahun. Gejala klinis pada GNAPS dapat bermacam-macam dan sering
asimptomatik. Secara tipikalnya ia diawali dengan gejala infeksi saluran pernafasan dengan nyeri
tenggorokan sebelum timbulnya sembab atau udem. Terjadi edema ringan yang terbatas disekitar
mata, wajah sembab atau dapat terjadi pada seluruh tubuh. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak
dengan glomerulonefritis akut pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi
normal kembali. Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal. Hipertensi sistolik dan
atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang,
dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi.
Hipertensi berat dengan atau tanpa esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua
pasien.5

Terjadi insuffisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia dan acidosis metabolic : pada
masa akut arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang akibat
berkurangnya glomerulus filtration rate (GFR). Ini akan filtrasi garam, ureum dan zat lain berkurang
dan sebagai akibat kadar ureum, kreatenin darah meningkat.6

Oliguria dan dapat juga terjadi anuria. GFR yang berkurang, menyebabkan natrium ion dan
air direabsorpsi sehingga dieresis air berkurang. Selain itu terdapat juga gejala- gejala tidak specific
seperti malaise, letargi, nyeri perut/ pinggang, mual, muntah, tiada nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang pada anak dengan GNAPS.6

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Pemberian antibiotic seperti penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
memperngaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karenan imunitas yang menetap. Secara teoritisnya seaorang anak dapat terinfeksi lagi
dengan kuman nefritogen lain tapi kemungkinan ini kecil. Jika alergi terhadap golongan penisilin,
diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.5

Pengobatan terhadap hipertensi yaitu dengan pemberian cairan biasanya dikurangi dan
diberikan pemberian sedative untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada
hipertensi ringan (130/80 mmHg) tidak diberikan anti hipertensi. Hipertensi sedang (140/q00mmHg)
diberi hidralazin dengan dosis 0.1-0.2 mg/kgBB/kali IM atau 0.75 mg/kgBB/ hari(4 dosis) secara
peroral. Atau nifedipin sublingual 0.25-0.5 mg/kgBB (kemasan 5mg dan 10 mg). Hipertensi berat
diberi klonidin drip dengan dosis 0.002mg/kgBB/8jam ditambah dengan 100ml dextrose 5% atau
nifedipin sublingual. Hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin secara intramuscular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian lanjutkan dengan
reserpin pemberian oral dengan dosis 0.03mg/kgBB/hari.5

Diuretic dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosemid (lasix) secara IV dengan dosis 1mg/kgBB/kali dalam masa 5-10 menit tidak berakibat
buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

Bila anuria berlangsung selama 5-7 hari maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan seberapa cepat dengan cara dialysis peritoneum atau hemodialysis. Bila timbul gagal jantung
dapat diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.2,4

Non medikamentosa

Istirahat atau tirah baring selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8
minggi untuk memberikan kesempatan kepada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terbaru
menunjukkan bahwa memobilisasi penderita selama 3-4 minggu dari mulai timbul gejala tidak
berakibat buruk pada perjalanan penyakit.6

Diet pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam
(1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu
telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.6

Komplikasi

Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh
darah local dengan anoksia dan edema otak.4

Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopne, terdapat ronki basah, pembesaran jantung dan
meningginya tekanan darah yang bukan disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.4
Prognosis

Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih daripada 95% anak dengan glomerulonefritis akut
post streptococcus. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi
kronik 2%; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan
dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Tanda-tanda prognosis
memburuk bila terjadi oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu, penurunan GFR,
hipokomplemenemia menetap, kenaikkan circulating fibrinogen-fibrin complexes dan kenaikkan
konsentrasi fibrin degradation product dalam urin. Namun jarang fasa akut dapat menjadi sengat
berat dan menimbulkan hialinisasi glomerulus dan insuffisiensi ginjal kronis. Mortalitas pada fase
akut dapat dihindari dengan manajemen yang tepat pada gagal ginjal atau gagal jantung akut.
Kekambuhan sangat jarang terjadi.5

Kesimpulan

Glomerulunefritis akut post streptococcus menggambarkan inflamasi pada glomerulus yang


terjadi paska infeksi saluran pernafasan maupun infeksi kulit akibat kuman streptococcus. Gejala
klinis dari penyakit ini bermacam-macam biasanya diawali dengan gejala infeksi saluran pernapasan
selain itu terjadi juga gejala lain setelah infeksi saluran pernapasan seperti edema pada mata dan
wajah, hipertensi, uremia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik, penurunan laju filtrasi glomeruls,
kadar kreatinin darah meningkat, dan oliguria. Glomerulunefritis akut post streptococcus bisa
didiagnosis dengan bantuan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat.
Penatalaksanaannya bisa dilakukan dengan pemberian antibiotik dan juga mengatasi dengan
mengatasi gejala lainnya.

Daftar Pustaka

1. Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta; 2000.


2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 2. Jakarta:
Bagian ilmu kesehatan anak FKU; 2007.p.832-9
3. Gleadle J. At a glance : anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakatrta: Erlangga; 2007.p. 99.
4. Marcdante KJ. Kliegman RM. Jenson HB. Behrman RE. Nelson textbook of paediatrics. 18th ed.
Saunders Elsevier; 2007.p.1810-1,2173-5
5. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. 3rd ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008.p.192-3
6. Kumar V. Robbins SL. Robbins Basic Pathology. 8th ed. Saunders / Elsevier; 2007.p.542-59

Anda mungkin juga menyukai