Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Bakar

Cadangan dan produksi bahan bakar minyak bumi (fosil) di Indonesia mengalami

penurunan 10% setiap tahunnya sedangkan tingkat konsumsi minyak rata-rata naik 6% per

tahun. Permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini yaitu produksi bahan bakar minyak

bumi tidak dapat mengimbangi besarnya konsumsi bahan bakar minyak, sehingga Indonesia

melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar minyak setiap

harinya. Hal ini dikarenakan tidak adanya perkembangan produksi pada kilang minyak dan

tidak ditemukannya sumur minyak baru. Sebagai solusi permasalahannya adalah

diperlukannya diversifikasi energi selain minyak bumi. Salah satu diversifikasi energinya

adalah dengan memproduksi minyak biodiesel. Minyak biodiesel merupakan bahan bakar

alternatif yang terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbarui, meliputi minyak

tumbuhan dan hewan, baik di darat maupun di laut. Pada sektor darat dan laut, total sumber

penghasil minyak biodiesel lebih dari 50 jenis, meliputi kelapa sawit, jarak pagar, minyak

jelantah, kelapa, kapuk/randu, nyamplung, alga, dan lain sebagainya (Kuncahyo, dkk, 2013).

2.2 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) menggunakan

bantuan ragi/yeast terutama jenis Saccharomyces cerevisiae. Pemisahan bioetanol selanjutnya

dilakukan dengan destilasi (Khaidir dkk, 2012). Bioetanol dapat dihasilkan dari bahan

bergula (molasses, aren dan nira lain), bahan berpati (singkong, jagung, sagu, dan jenis umbi

lainnya), dan bahan berserat (lignoselulosa) (Mailool, dkk, 2009).

Bioetanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat

dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses destilasi. Sebagai


bahan baku digunakan tanaman yang mengandung pati, lignoselulosa dan sukrosa. Dalam

perkembangannya produksi bioetanol yang paling banyak digunakan adalah metode

fermentasi dan destilasi (Rizani, 2000)

Etanol atau etil alkohol yang dipasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan

senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud

cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan

tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Sifat fisik dan

kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil (Rizani, 2000). Sifat fisik etanol dapat dilihat

pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Sifat Fisik Etanol


Massa molekul relatif 46,07 g/mol
Titik beku -114,10C
Titik didih normal 78,320C
Dentitas pada 200C 0,7893 g/ml
Kelarutan dalam air 200C sangat larut
Viskositas pada 200C 1,17 cP
Kalor spesifik, 200C 0,579 kal/g0C
Kalor pembakaran, 250C 7092,1 kal/g
Kalor penguapan 78,320C 200,6 kal/g

(Rizani, 2000)

2.3 Kulit Ubi Kayu

Kulit singkong merupakan limbah kupasan hasil pengolahan gaplek, tapioka, tape,

dan panganan berbahan dasar singkong lainnya. Potensi kulit singkong di Indonesia sangat

melimpah, seiring dengan eksistensi negara ini sebagai salah satu penghasil singkong terbesar

di dunia (Cock, 1985) dan terus mengalami peningkatan produksi dalam setiap tahunnya

(BPS, 2008). Dari setiap berat singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16%

dari berat tersebut (Supriyadi, 1995). Data tahun 2008 menyatakan bahwa produksi singkong
Indonesia sebesar 20.794.929 ton (BPS, 2008) jadi saat ini potensi ketersediaan kulit

singkong bisa mencapai 3.327.188,6 ton/tahun.

Di dalam pembuatan plastik biodegradable, kulit singkong digunakan sebagai bahan

baku yang akan dimanfaatkan kandungan patinya. Kandungan pati didalam kulit singkong

berkisar 44-59 %. Komposisi kimia kulit singkong ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Persentase Kandungan Kimia Kulit Singkong


Komposisi Kimia Kulit Singkong
Air 7,9 – 10,32 %
Pati 44 – 59 %
Protein 1,5 – 3,7 %
Lemak 0,8 – 2,1 %
Abu 0,2 – 2,3 %
Serat 17,5 – 27,4 %
Ca 0,42 – 0,77 %
Mg 0,12 – 0,24 %
P 0,02 – 0,10 %
HCN (ppm) 18,0 – 309,4 ppm

Nur Richana (2013)

2.4 Fermentasi

Fermentasi ialah proses perubahan suatu senyawa menjadi senyawa lain

menggunakan mikroorganisme dalam kondisi aerobik atau anaerobik. Berdasarkan kadar

substrat dan air, fermentasi dibagi menjadi dua tipe, yaitu fermentasi kultur terendam (kadar

air sekitar 90%) dan fermentasi substrat padat (kadar air 40-75%). Proses fermentasi hasil

samping tanaman perkebunan (bungkil inti sawit dan kelapa), tanaman pangan (dedak padi

dan polard gandum), serta industri pertanian (kulit singkong, onggok dari pabrik tapioka)

untuk bahan

pakan umumnya dilakukan dengan fermentasi substrat padat. Fermentasi substrat padat

dinilai lebih baik, karena volume proses fermentasi lebih rendah dibandingkan kultur

terendam yang mengandung kadar air lebih tinggi. Pemanenan pada fermentasi substrat padat
lebih sederhana, karena tak perlu memisahkan sel mikroorganisme dengan sisa substrat,

sedangkan pada kultur terendam dibutuhkan pemisahan sel dengan sentrifugasi atau filtrasi.

Pemisahan sel tentunya akan meningkatkan biaya produksi (Stephanie dan Purwadaria,

2013).

Pada prinsipnya teknologi fermentasi adalah proses pembiakkan mikroorganisme

terpilih pada media kulit singkong dengan kondisi tertentu sehingga mikroorganisme tersebut

dapat berkembang dan merubah komposisi kimia media tersebut sehingga menjadi bernilai

gizi lebih baik Hidayat (2009). Pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan di Balai

Penelitian Ternak, Menurut Sinurat (2006) yang dikutip oleh Hidayat (2009) fermentasi

dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger karena lebih mudah tumbuh pada media

dan nilai gizi hasil fermentasinya pun dianggap cukup baik.

2.5 Saccharomyces cerevisiae

Salah satu tahapan pembuatan bioetanol adalah proses fermentasi yang melibatkan

Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Saccharomyces

cerevisiae tumbuh sangat baik pada suhu 20-30 ºC dan pH antara 4,5 dan 5,5. Mengenai

kebutuhan oksigen, Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme anaerob fakultatif

dan umumnya tidak dapat tumbuh dengan baik di bawah kondisi benar-benar anaerobik. Hal

ini karena oksigen diperlukan sebagai faktor pertumbuhan untuk membran biosintesis, khusus

untuk biosintesis asam lemak (misalnya, asam oleat) dan sterol misalnya, ergosterol (Trisakti,

dkk, 2015).

Nurlaili, Fadhila., Suparwi, dan Tri Rahardjo Sutardi.


FERMENTASI KULIT SINGKONG (Manihot utilissima Pohl) MENGGUNAKAN Aspergillus niger
PENGARUHNYA TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING (KBK) DAN KECERNAAN BAHAN
ORGANIK (KBO) SECARA IN-VITRO. jurnal Ilmiah Peternakan 1(3).
Thamrin Muhammad, Ainul Mardhiyah dan Samsul Efendi Marpaung. ANALISIS USAHATANI UBI KAYU
(Manihot utilissima). Agrium. Volume 18 No 1

Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan dibuatnya bahan bakar alternatif
berupa bioetanol. Energi alternatif yang dapat kita kembangkan sebagai pengganti bahan
bakar yang nantinya dapat memecahkan masalah tersebut adalah pemanfaatan bioetanol
lignoselulosa. Energi bahan bakar alternatif salah satunya adalah bioetanol yang dapat
diproduksi dari bahan yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi glukosa dengan
menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae (Sriwulan, 2012).
Etanol banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai bahan kosmetik,
industri minuman, bahan minuman, bahan pelarut organik dan otomotif yaitu penggunaannya
sebagai bahan bakar pengganti bensin.

dengan delignifikasi untuk melepas selulosa dan hemiselulosa dari ikatan kompleks lignin,
depolimerisasi untuk mendapatkan gula bebas dan fermentasi gula untuk mendapatkan
produksi bioetanol (Anindyawati, 2009).

Bahan bakar fosil adalah termasuk bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (non

renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik minyak bumi, gas alam, ataupun batu

bara di Indonesia kian tahun kian meningkat. Penggunaan bahan bakar fosil secara terus

menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan bakar fosil. Berdasarkan data

integrated green business, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan

konsumsi energi cukup tinggi di dunia, dengan pertumbuhan konsumsi energi 7% per tahun.

Konsumsi energi Indonesia tersebut terbagi untuk sektor industri 50%, transportasi 34%,

rumah tangga 12%, dan komersial 4%. Konsumsi energi Indonesia yang cukup tinggi

tersebut, hampir 95% dipenuhi dari bahan bakar fosil. Dari total tersebut, hampir 50%-nya

merupakan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Bioetanol merupakan sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan dengan cara
fermentasi, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% (Fauzi,
2011 dalam Putri dan Budi, 2017).
Kebutuhan etanol semakin meningkat baik sebagai pelarut, desinfektan, bahan baku

pabrik kimia maupun sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak (BBM).

Anda mungkin juga menyukai