Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang dikenal masyarakat dalam

sistem pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi

lain banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan

terpaksa dirawat di rumah dan tidak dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan.

Faktor-faktor yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah adalah :

 Kasus-kasus penyakit terminal dianggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apabila

dirawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir

yang secara medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai

kesembuhan,

 Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus

penyakit degeneratif yang memerlukan perawatan yang relatif lama. Dengan

demikian berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan

tindak lanjut keperawatan di rumah. Misalnya pasien pasca stroke yang mengalami

komplikasi kelumpuhan dan memerlukan pelayanan rehabilitasi yang

membutuhkan waktu relatif lama.

 Banyak orang merasakan bahwa dirawat inap di institusi pelayanan kesehatan

membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat menikmati

kehidupan secara optimal karena terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan,

 Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian pasien

dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit, sehingga dapat mempercepat

kesembuhan (Depkes, 2002).

1
Perawatan Kesehatan di rumah bukanlah merupakan sebuah konsep baru dalam

sistem pelayanan kesehatan, khususnya pada praktek keperawatan komunitas. Hal ini

sudah dikembangkan sejak tahun 1859 yang pada saat itu Willian Rathbone of

Liverpool, England dan juga Florence Nightingale melakukan perawatan kesehatan di

rumah dengan memberikan pengobatan kepada pasien (masyarakat) yang mengalami

sakit terutama terutama mereka dengan status sosial ekonomi rendah, kondisi sanitasi,

kebersihan diri dan lingkungan, dan gizi buruk sehingga beresiko tinggi terhadap

berbagai jenis penyakit infeksi yang umum ditemukan di masyarakat.

Visi Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah memandirikan

masyarakat untuk hidup sehat dengan misi membuat rakyat sehat. Guna mewujudkan

visi dan misi tersebut berbagai program kesehatan telah dikembangkan termasuk

pelayanan kesehatan di rumah.

Hasil kajian Depkes RI tahun 2000 diperoleh hasil : 97,7 % menyatakan perlu

dikembangkan pelayanan kesehatan di rumah, 87,3 % mengatakan bahwa perlu

standarisasi tenaga, sarana dan pelayanan, serta 91,9 % menyatakan pengelola

keperawatan kesehatan di rumah memerlukan ijin oprasional.

Selain Home Care, di Indonesia juga di kenal pelayanan One Day Care atau

pelayanan rawat sehari yang merupakan perawatan dalam jangka waktu pendek

(relatif singkat), yaitu 1 hari atau 24 jam. Menurut penelitian hampir 70% rumah sakit

Indonesia menerapkan sistem one day care. Pelayanan One Day Care menghindarkan

pasien dari terjadinya infeksi nosokomial karena pasien tidak perlu di rawat lama di

rumah sakit sehingga dapat menekan biaya yang dikeluarkan oleh pasien.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya antara lain :

1. Bagaiaman Konsep Home Care?

2
2. Bagaimana Konsep Debridement Luka?

3. Bagaiamana Konsep Ulkus Diabetes?

4. Bagiaman pelaksanaan praktik berbasis klinik dalam pelaksanaan debridement

terhadap ulkus diabetes?

C. Tujuan

1. Mengetahui Konsep Home Care?

2. Mengetahui Konsep Debridement Luka?

3. Mengetahui Konsep Ulkus Diabetes?

4. Mengetahui pelaksanaan praktik berbasis klinik dalam pelaksanaan debridement

terhadap ulkus diabetes?

D. Manfaat

Hasil dari makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dibidang

profesi agar dapat menerapkan tindakan keperawatan yang sesuai dalam home care.

Pada mahasiswa, untuk dapat menjadi sarana belajar untuk menambah wawasan dan

pengetahuan. Pada masyarakat, agar lebih memahami mengenai pelayanan kesehatan

di rumah

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Home Care

1. Defenisi Home Care

Home care adalah komponen dari pelayan kesehatan yang disediakan untuk

individu dan keluarga ditempat tinggal mereka dengan tujuan mempromosikan,

mempertahankan, atau memaksimalkan level kemandirian serta meminimalkan efek

ketidakmampuan dan kesakitan termasuk di dalamnya penyakitnya terminal.

Defenisi ini menggabungkan komponen dari home care yang meliputi pasien,

keluarga, pemberian pelayanan yang professional (multidisiplin) dan tujuannya,

yaitu untuk membantu pasien kembali pada level kesehatan optimum dan

kemandirian (Bukit, 2008).

Neis dan Mc. Ewen (2010) menyatakan home care adalah system dimana

pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial diberikan di rumah kepada orang-orang

cacat atau orang-orang yang bagus harus tinggal di rumah kerena kondisi

kesehatannya. Menurut Amerika Medicine Associatin, Home care merupakan

penyedian peralatan dan jasa pelayanan keperawatan kepada pasien di rumah yang

bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan secara maksimal tingkat

kenyamanan dan kesehatan. Dalam kasus apapun efektifitas perawatan berbasis

rumah membutuhkan upaya kolaboratif pasien, keluarga, dan professional.

Sedangkan Dapertemen Kesehatan (2002) menyebutkan bahwa home care

adalah pelayanan kesehatan yang berkesinabungan dan komperhensif yang

diberikan kepada individu dan keluarga ditempat tinggal mereka yang bertujuan

untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan tingkat kemandirian

dan meminimalkan akibat dari penyakit. Menurut Direktorat Bina Pelayanan


4
Keperawatan Depertemen Kesehatan RI dalam makalahnya pada seminar Nasional

2007 tentang Home Care: “Bukti Kemandirian Perawat” menyebutkan bahwa

pelayanan keperawatan kesehatan di rumah sebagai salah satu bentuk praktik

mandiri perawat. Pelayanan keperawatan di rumah merupakan sintesis dari

pelayanan keperawatan kesehatan komunitas dan ketrampilan teknis keperawatan

klinik yang berasal dari spesialisasasi keperawatan tertentu. Pelayanan keperawatan

kesehatan, memelihara ,dan meningkatkan kesehatan fisik, mental, atau emosi

pasien. Pelayanan diberikan di rumah dengan melibatkan pasien dan keluarganya

atau pemberi pelayanan yang lain.

2. Landasan Hukum Home Care

Fungsi hukum dalam praktik perawat adalah sebagai berikut :

a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang

sesuai hukum.

b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.

c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.

d. Membantu mempertahankan standard praktik keperawatan dengan meletakkan

posisi perawat memiliki akuntabilitas dibawah hukum.

Landasan hukum praktek perawat adalah :

a. UU Kes. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.

b. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

c. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

d. UU No. 29 tentang praktik kedokteran.

e. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat.

f. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas.

g. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan puskesmas

5
h. SK Menpan No. 94 /KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal perawat.

i. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.

j. Permenkes No. 920 tahun 1966 tentang pelayanan medik swasta (Ode, 2012)

3. Tujuan Home Care

Menurut Stanhope (1996), tujuan utama dari home care adalah mencegah

terjadinya suatu penyakit dan meningkatkan kesehatan pasien. Tujuan yang paling

mendasar dari pelayanan home care adalah untuk meningkatkan, mempertahankan

atau memaksimalkan tingkat kemandirian, dan meminimalkan akibat dari penyakit

untuk mencapai kemampuan individu secara optimal selama mungkin yang

dilakukan secara komperhensif dan berkesinambungan (Tribowo, 2012).

Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Depertemen Kesehatan RI

dalam makalahnya pada seminar nasional 2007 tentang home care : “Bukti

Kemandirian Perawat“ menyebutkan bahwa tujuan umum dari pelayanan kesehatan

di rumah adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga. Secara

khusus home care bertujuan untuk meningkatkan upaya promotif, prefentif, kuratif,

dan rehabilitative, mengurangi frekuensi hospitalisasi, meningkatkan efisiensi

waktu, biaya, tenaga, dan pikiran.

4. Manfaat Home Care

Manfaat dari pelayanan Home Care bagi pasien antara lain :

a. Pelayanan akan lebih sempurna, holistik dan komprenhensif.

b. Pelayanan lebih professional

c. Pelayanan keperawatan mandiri bisa diaplikasikan dengan di bawah naungan

legal dan etik- keperawatan

d. Kebutuhan pasien akan dapat terpenuhi sehingga pasien akan lebih nyaman dan

puas dengan asuhan keperawatan yang professional (Tribowo, 2012)

6
5. Lingkup Pelayanan Home Care

Menurut Nuryandari (2004), menyebutkan ruang lingkup pelayanan home

care adalah :

a. Pelayanan medik dan asuhan keperawatan

b. Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik

c. Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik

d. Pelayanan informasi dan rujukan

e. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kesehatan

f. Hygiene dan sanitasi perorangan serta lingkungan

g. Pelayanan perbaikan untuk kegiatan social (Ode, 2012)

6. Prinsip – Prinsip Home Care

a. Mengelola pelayanan keperawatan kesehatan di rumah dilaksanakan oleh

perawat /TIM yang memiliki keahlian khusus bidang tersebut.

b. Mengaplikasi konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik.

c. Mengumpulkan dan mencatat data dengan sistematis, akurat dan komprehensif

secara terus menerus.

d. Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan diagnosa keperawatan.

e. Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan

yang dikaitkan dengan tindakan-tindakan pencegahan, terapi dan pemulihan.

f. Memberikan pelayanan keperawatan dalam rangka menjaga kenyamanan,

penyembuhan, peningkatan kesehatan dan pencegahan komplikasi.

g. Mengevaluasi secara terus menerus respon pasien dan keluarga terhadap

intervensi keperawatan.

7
h. Bertanggung jawab terhadap pasien dan keluarga akan pelayanan yang bermutu

melalui manejemen kasus, rencana penghentian asuhan keperawatan (discharge

planning) dan koordinasi dengan sumber-sumber di komunitas.

i. Memelihara hubungan diantara anggota tim untuk menjamin agar kegiatan yang

dilakukan anggota tim saling mendukung.

j. Mengembangkan kemampuan professional dan berkontribusi pada pertumbuhan

kemampuan professional tenaga yang lain.

k. Berpartipasi dalam aktifitas riset untuk mengembangkan pengetahuan pelayanan

keperawatan kesehatan di rumah.

l. Menggunakan kode etik keperawatan dalam melaksanakan praktik keperawatan

(Tribowo, 2012).

7. Lingkup Praktek Keperawatan di Rumah (Home Care)

Lingkup praktik keperawatan mandiri meliputi asuhan keperawatan

perinatal, asuhan keperawatan neonatal, asuhan keperawatan anak, asuhan

keperawatan dewasa, asuhan keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dan

asuhan keperawatan gerontik dilaksanakan sesuai dengan lingkup wewenang dan

tanggung jawab. Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :

a. Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio,

psiko, sosio, spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan

observasi, dan wawancara langsung, menentukan masalah keperawatan,

membuat perencanaan, dan melaksanakan tindakan keperawatan.

b. Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang diberikan kepada klien,

dokumentasi ini diperlukan sebagai pertangungjawaban dan tanggung gugat

untuk perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan yang diberikan

8
c. Melakukan kooordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara

berkelompok

d. Sebagai pembela/pendukung (advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan

keperawatan klien di rumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut ke rumah

sakit dan memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan

pembiayaan terhadap klien sesuai dengan pelayanan atau asuhan yang diterima

oleh klien.

e. Menentukan frekuensi dan lamanya perawatan kesehatan di rumah dilakukan

mencakup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus dilakukan.

8. Mekanisme Pelayanan Home Care

Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat

merupakan rujukan dan klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun

puskesmas, namun klien dapat langsung menghubungi agens pelayanan

keperawatan di rumah atau praktek keperawatan per orangan untuk memperoleh

pelayanan. Mekanisme yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pasien pasca rawat inap atau rawat jalan harus terlihat terlebih dahulu oleh dokter

untuk menentukan apakah secara medis layak untuk dirawat di rumah atau tidak.

b. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat dirumah,

maka dilakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari

pengelola atau agensi perawatan kesehatan di rumah, kemudian bersama-sama

klien dan kelurga akan menentukan masalahnya dan membuat perencanaan,

membuat keputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan

diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan,

dan jenis sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.

9
c. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan

keperawatan di rumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau

pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan di rumah. Pelayanan

dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang

dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh koordinator

kasus.

d. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi

terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan

(Ode, 2012)

9. Pemberi pelayanan Home Care

a. Dokter

Pemberian Home Care harus berada di bawah perawatan dokter. Dokter

harus sudah menyetujui rencana perawatan sebelum perawatan diberikan kepada

pasien. Rencana perawatan meliputi: diagnosa, status mental, tipe pelayanan dan

peralatan yang dibutuhkan, frekuensi kunjungan, prognosis, kemungkinan untuk

rehabilitasi, pembatasan fungsional, aktivitas yang diperbolehkan, kebutuhan

nutrisi, pengobatan, dan perawatan.

b. Perawat

Bidang keperawatan dalam home care, mencakup fungsi langsung dan

tidak langsung. Direct care yaitu aspek fisik actual dari perawatan, semua yang

membutuhkan kontak fisik dan interaksi face to face. Aktivitas yang termasuk

dalam direct care mencakup pemeriksaan fisik, perawatan luka, injeksi,

pemasangan dan penggantian kateter, dan terapi intravena. Direct care juga

mencakup tindakan mengajarkan pada pasien dan keluarga bagaimana

menjalankan suatu prosedur dengan benar. Indirect care terjadi ketika pasien

10
tidak perlu mengadakan kontak personal dengan perawat. Tipe perawatan ini

terlihat saat perawat home care berperan sebagai konsultan untuk personil

kesehatan yang lain atau bahkan pada penyedia perawatan di rumah sakit.

c. Physical therapist

Menyediakan perawatan pemeliharaan, pencegahan, dan penyembuhan

pada pasien di rumah. Perawatan yang diberikan meliputi perawatan langsung

dan tidak langsung. Perawatan langsung meliputi: penguatan otot, pemulihan

mobilitas, mengontrol spastisitas, latihan berjalan, dan mengajarkan latihan gerak

pasif dan aktif. Perawatan tidak langsung meliputi konsultasi dengan petugas

home care lain dan berkontribusi dalam konferensi perawatan pasien.

d. Speech pathologist

Tujuan dari speech theraphy adalah untuk membantu pasien

mengembangkan dan memelihara kemampuan berbicara dan berbahasa. Speech

pathologist juga bertugas memberi konsultasi kepada keluarga agar dapat

berkomunikasi dengan pasien, serta mengatasi masalah gangguan menelan dan

makan yang dialami pasien.

e. Social wolker (pekerja social)

Pekerja social membantu pasien dan keluarga untuk menyesuaikan diri

dengan faktor sosial, emosional, dan lingkungan yang berpengaruh pada

kesehatan mereka.

f. Homemaker/home health aide

Tugas dari home health aide adalah untuk membantu pasien mencapai level

kemandirian dengan cara sementara waktu memberikan personal hygiene. Tugas

tambahan meliputi pencahayaan rumah dan keterampilan rumah tangga lain

(Bukit, 2008).

11
10. Skill Dasar yang Harus Dikuasai Perawat Home Care

SK Dirjen YAN MED NO HK. 00.06.5.1.311 menyebutkan ada 23

tindakan keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh perawat home care antara

lain

a. Vital sign

b. Memasang nasogastric tube

c. Memasang selang susu besar

d. Memasang kateter

e. Penggantian tube pernafasan

f. Merawat luka dekubitus

g. Suction

h. Memasang peralatan

i. Penyuntikan (IM, IV, IC, SC)

j. Pemasangan infuse maupun obat

k. Pengambilan preparat

l. Pemberian huknah

m. Kebersihan diri

n. Latihan dalam rangka rehabilitasi medis

o. Pendidikan kesehatan

p. Konseling kasus terminal

q. Pengambilan sampel darah

r. ROM

s. Memberian diet pasien

t. Perawatan luka

u. Kegawatdaruratan

12
v. Pemeriksaan KGD, Kolestrol, Asam urat

w. EKG

B. Konsep Debridement

1. Definisi Debridement

Debridemen adalah menghilangkan jaringan mati juga membersihkan luka

dari kotoran yang berasal dari luar yang termasuk benda asing bagi tubuh.Caranya

yaitu dengan mengompres luka menggunakan cairan atau beberapa material

perwatan luka yang fungsinya utuk menyerap dan mengangkat bagian-bagian luka

yang nekrotik (Brunner & Suddarth, 2002)

2. Tujuan Debridement

Tujuan dilakukannya debridement yaitu untuk mengeluarkan kontaminan

dengan rasa nyeri yang minimal pada pasien serta trauma jaringan yang minimal

pula.untuk luka yang kotor,mencelupkan bagian yang cidera ke dalam air yang sama

dengan suhu tubuh , dapat meredakan nyeri dan dapat membantu menghilangka

debris (Morison, 2004).

Debris yang tertahan dan jaringan mati harus dibersihkan dengan tindakan

eksisi bedah dan pembersihan mekanis.debridemen mekanis akan dibicarakan

kemudian.

Debridemen bedah terdiri atas eksisi jaringan mati, jaringan terkontaminasi

hebat dan daerah tidak teratur yang dapat mengganggu penutupan luka. Untuk

debridemen ini digunakan skapel tahan karat.

a. Eksisi Total Luka : Metode debridemen paling sederhana dengan melakukan

eksisi luka menyeluruh sehingga didapat daerah pembedahan yang luas.

Perhatian :eksisi total ini hanya dilakukan untuk luka yang tidak melibatkan

organ – organ khusus,Pada tangan dan wajah, dilakukan debridemen selektif.

13
b. Debridement selektif : Pada beberapa situasi, cara terbaik adalah membersihkan

luka secara mekanis, kemudian dilakukan debridemen selektif pada semua

jaringan mati. Tidak perlu melakukan tes laboratorium untuk melakukan vabilitas

jaringan, yang berarti jaringan harus dinilai melalui inspeksi yang cermat. Tanda

dari jaringan nekrosis berupa adanya warna abu-abu atau kehitaman dan ketika

diinsisi hanya timbul sedikit pendarahan. Semua jaringan mati kecuali jariangan

fibrosa, harus dibersihkan.

Tepi luka yang tidak teratur atau robek-robek menunjukan luka hebat

jaringan lokal dan harus diratakan. Jika pada evaluasi awal atau selanjutnya, tampak

bahwa debrideman akan mencegah penutupan luka tanpa takanan, maka konsultasi

dengan seorang ahli bedah. Kulit yang menonjol karena trauma harus dinilai secara

seksama apakah terdapat pengisian kapiler dan kongesti vena. Adanya pengisian

kapiler yang cepat atau sianosis di daerah tersebut menunjukan adanya obstruksi

vena. Bila terdapat batas yang jelas avtara daerah normal dengan abnormal maka

bagian yang abnormal harus dieksisi. Jika di daerah perfusi tidak mempunyai batas

tegas maka luka harus dibersihkan dan diamati dengan seksama. Konsultasi dengan

ahli bedah mungkin diperlukan.

C. Konsep Ulkus Diabetik

Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan

penyebab umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan

rutin ulkus, pengobatan infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit membutuhkan

biaya yang sangat besar tiap tahun dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem

pemeliharaan kesehatan (Kruse I, Edelman S, 2006).

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma,

deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.

14
Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat

membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat. Dasar dari perawatan ulkus

diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi (Kruse I,

Edelman S, 2006). Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan

karena ada beberapa alasan, misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi,

memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan mengurangi biaya pemeliharaan

kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera mungkin didapatkan

kesembuhan dan pencegahan kekambuhan setelah proses penyembuhan. Dari beberapa

penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah (Frykberg

RG. Diabetic Foot Ulcer, 2002).

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam

dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki (Jones R, 2007). Menurut The National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, diperkirakan 16 juta orang

Amerika Serikat diketahui menderita diabetes, dan jutaan diantaranya beresiko untuk

menderita diabetes. Dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki,

dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi (Beckman JA,

Creager MA, Libby P, 2002). Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari

komplikasi ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi

dan amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka

bagus, angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat

sampai 12% (Jones R, 2007). Komunitas Latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika

dan Native Amerika mempunyai angka prevalensi diabetes tertinggi didunia,

dimungkinkan berkembangnya ulkus diabetes (Beckman JA, Creager MA, Libby P,

2002). Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitar 10% dan 90% diantaranya

adalah penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetik cenderung terjadi sekitar 10 tahun

15
setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetik dan ulkus diabetes dapat

terjadi setelah waktu itu (Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer, 2002).

Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati,

penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki (Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer,

2002).

1. Neuropati perifer pada diabetes adalah multifaktorial dan diperkirakan merupakan

akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel,

defisiensi mioinositol-perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K

ATPase, hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta

pengaruh peningkatan sorbitol dan fruktose. Neuropati disebabkan karena

peningkatan gula darah yang lama sehingga menyebabkan kelainan vaskuler dan

metabolik. Peningkatan kadar sorbitol intraseluler, menyebabkan saraf

membengkak dan terganggu fungsinya. Penurunan kadar insulin sejalan dengan

perubahan kadar peptida neurotropik, perubahan metabolisme lemak, stres oksidatif,

perubahan kadar bahan vasoaktif seperti nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan

perbaikan saraf. Kadar glukosa yang tidak teregulasi meningkatkan kadar advanced

glycosylated end product (AGE) yang terlihat pada molekul kolagen yang

mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit pada ekstremitas superior dan inferior

(carpal, cubital, dan tarsal tunnel). Kombinasi antara pembengkakan saraf yang

disebabkan berbagai mekanisme dan penyempitan kompartemen karena glikosilasi

kolagen menyebabkan double crush syndrome dimana dapat menimbulkan kelainan

fungsi saraf motorik, sensorik dan autonomik.

2. Penyakit Arterial Penderita diabetes, seperti orang tanpa diabetes, kemungkinan

akan menderita penyakit atherosklerosis pada arteri besar dan sedang, misalnya

pada aortailiaca, dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk penyakit arteri ini pada

16
penderita diabetes adalah hasil beberapa macam kelainan metabolik, meliputi kadar

Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density Lipoprotein (VLDL),

peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi sintesis prostasiklin,

peningkatan kadar fibrinogen plasma, dan peningkatan adhesifitas platelet. Secara

keseluruhan, penderita diabetes mempunyai kemungkinan besar menderita

atherosklerosis, terjadi penebalan membran basalis kapiler, hialinosis arteriolar, dan

proliferasi endotel (Beckman JA, Creager MA, Libby P, 2002). Peningkatan

viskositas darah yang terjadi pada pasien diabetes timbul berawal pada kekakuan

mernbran sel darah merah sejalan dengan peningkatan aggregasi eritrosit, Karena

sel darah merah bentuknya harus lentur ketika melewati kapiler, kekakuan pada

membran sel darah merah dapat menyebabkan hambatan aliran dan kerusakan pada

endotelial. Glikosilasi non enzimatik protein spectrin membran sel darah merah

bertanggungjawab pada kekakuan dan peningkatan aggregasi yang telah terjadi.

Akibat yang terjadi dari dua hal tersebut adalah peningkatan viskositas darah.

Mekanisme glikosilasi hampir sama seperti yang terlihat dengan hemoglobin dan

berbanding lurus dengan kadar glukosa darah. Penurunan aliran darah sebagai

akibat perubahan viskositas memacu meningkatkan kompensasinya dalam tekanan

perfusi sehingga akan meningkatkan transudasi melalui kapiler dan selanjutnya

akan meningkatkan viskositas darah. Iskemia perifer yang terjadi lebih lanjut

disebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terglikolasi terhadap molekul oksigen.

Efek merugikan oleh hiperglikemia terhadap aliran darah dan perfusi jaringan

sangatlah signifikan (Jones R, 2007).

3. Deformitas kaki Perubahan destruktif yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan

kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik.

Perubahan pada calcaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal,

17
cuneiform, navicular dan tulang kecil lainnya dimana akan menambah panjang

lengkung pada kaki. Perubahan degeneratif ini nantinya akan merubah cara berjalan

(gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana menyebabkan

kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangren dan kehilangan tungkai merupakan

hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak dihentikan pada stadium awal

(Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer, 2002). Tekanan Diabetes dapat memberikan

dampak buruk pada beberapa sistem organ termasuk sendi dan tendon. Hal biasanya

tejadi pada tendon achiles dimana advanced glycosylated end prodruct (AGEs)

berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga menyebabkan

hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibat ketidakmampuan

gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus dan kaput metatarsal

mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya gangguan berjalan (gait).

Hilangnya sensasi pada kaki akan menyebabkan tekanan yang berulang, injuri dan

fraktur, kelainan struktur kaki, misalnya hammertoes, callus, kelainan metatarsal,

atau kaki Charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi kerusakan

jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang salah,

kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pengelepuhan dan

ulserasi. Faktor ini ditambah aliran darah yang buruk meningkatkan resiko

kehilangan anggota gerak pada penderita diabetes (Frykberg RG. Diabetic Foot

Ulcer, 2002).

18
BAB III

PRAKTIK BERBASIS KLINIK

A. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Debridement Ulkus Diabetes


Melitus Di Ruang Gladiol Atas Rumah Sakit Umum Sukoharjo Tahun 2015 (Nur
Handayani)

Latar Belakang : Ulkus kaki merupakan luka yang terjadi pada kaki pasien

penderita diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit

itu sendiri (SWRWC, 2011). Salah satu pelayanan rumah sakit kepada pasien

kelolaannya yaitu tindakan pembedahan atau operasi. Untuk penderita Diabettes

Melitus dapat dilakukan tindakan pembedahan apabila kondisinya sudah masuk

ledalam kriteria contohnya luka sudah menjalar dan jaringan sudah tidak dapat

memperbaiki atau biasa orang awan menyebut gangren. Perawatan ulkus kaki diabetes

mellitus harus dilakukan secara multi disiplin dimana seorang dokter harus selalu

mengontrol kadara gula darah rutin ,perawat melakukan perawatan luka dan ahli gizi

melaksanakan program diet untuk diberikan kepada pasien. Tujuan Perawatan Post

Debridemen Diabetes Melitus yaitu untuk mencegah terjadinya infeksi, mengurangi

komplikasi akibat pembedahan, mempercepat penyembuhan dan mengembalikan

fungsi pasien semaksimal mungkin, mempertahankan konsep diri dan pasien sebelum

pulang. Dan dari data yang diperoleh di RSUD Sukoharjo khususnya ruang Gladiol

atas data pasien dengan Diabetes Melitus sebanyak 30 orang selama 6 bulan terakhir

dan yang mendapatkan tindakan debridement sebanyak 6 orang. Oleh karena itu

penulis tertarik untuk mengambil judul kasus “Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Post Operasi Debridemen Ulkus Diabetes Melitus di Ruang Gladiol Atas

RSUD Sukoharjo”.

19
Tujuan : memahami tentang asuhan keperawatan post debridement ulkus

diabetes melitus, meliputi : pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, perencanaan,

tindakan keperawatan dan mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien post

debridement ulkus diabetes melitus di bangsal Gladiol Atas RSUD Sukoharjo.

Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 8 jam didapatkan

hasil, keluhan nyeri pada klien menurun dari 5 menjadi 2, tidak adanya tanda-tanda

infeksi, kebutuhan dasar pasien terpenuhi.

Simpulan : Berdasarkan kasus yang ada mampu ditegakkan tiga diagnosa

yaitu nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan, kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan post debridement ulkus diabetes melitus, resiko infeksi

berhubungan dengan post debridement ulkus diabetes mellitus dan dari ketiga diagnosa

teratasi sebagian.

Kata Kunci : Diabetes Melitus, Post Debridement, Nyeri, Integritas Kulit, Resiko
Infeksi.

B. Efektifitas Penyembuhan Luka Menggunakan Nacl 0,9% Dan Hydrogel Pada


Ulkus Diabetes Mellitus Di Rsu Kota Semarang Tahun 2014 (S. Eko Ch.
Purnomo, Sri Utami Dwiningsih, Kurniati Puji Lestari)

Latar belakang : Meningkatnya jumlah diabetes mellitus menyebabkan

peningkatan pula kejadian komplikasi diabetes, salah satunya yaitu luka pada kaki

diabetes (diabetic foot ulcer). Ada tiga faktor yang menunjang timbulnya kaki diabetik

yaitu gangguan persarafan (neuropati), infeksi, dan gangguan aliran darah. penelitian

mengungkapkan tentang kemampuan hidrogel dalam melakukan debridement jaringan

nekrotik dibandingkan dengan enzimatik debridemen, menunjukkan hydrogel lebih

baik dalam mendebridemen dan jaringan granulasi dapat tumbuh lebih cepat. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifitasan penyembuhan luka dengan

NaCl 0,9% dan hydrogel pada ulkus diabetes mellitus.

20
Metode : Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain

eksperimental. Populasi adalah seluruh pasien diabetes yang mengalami ulkus. Teknik

pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling sehingga diperoleh sampel

masing-masing sebanyak 30 orang. Direncanakan menggunakan uji independen t-tes,

namun ternyata data penelitian tidak terdistribusi dengan normal sehingga dipilih uji

alternative non parametrik Mann-Whitney U-test.

Hasil : Dari hasil analisa data menggunakan Mann-Whitney U test dengan

taraf signifikansi sebesar 5% diperoleh nilai = 0,000 dengan nilai Z hitung sebesar

6,482 dan mean rank 45,08:15,92 (3:1) artinya hydrogel lebih efektif dibandingkan

NaCl 0,9% dalam penyembuhan luka ulkus DM di RSU Kota Semarang. Perbaikan

luka ulkus dengan hydrogel mengalami penurunan mean 10-13 poin sedangkan

penggunaan NaCl 0,9% hanya menurun mean 2-3 poin dalam 9 hari (Skala Bates-

Jansen).

Kesimpulan : Disimpulkan bahwa kompres hydrogel pada luka ulkus

diabetikum 3x lebih efektif/baik daripada menggunakan NaCl 0,9%. Disarankan

penggunaan hydrogel dalam perawatan ulkus DM atau luka kotor lain yang mengalami

kesulitan dalam proses penyembuhan.

Kata Kunci : Perawatan Luka, NaCl 0,9%, Hydrogel, Ulkus Diabetes Mellitus

21
DAFTAR PUSTAKA

Beckman JA, Creager MA, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis: Epidemiology,


Pathophysiology, and Management. JAMA' 2002; 287 ;19 :2570-2581
Jones R. Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA. 2007
Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes
Vol24, Number 2, 2006. p 91-93
Nur Handayani. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Debridement Ulkus
Diabetes Melitus Di Ruang Gladiol Atas Rumah Sakit Umum Sukoharjo.
Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/33983/1/ARTIKEL%20PUBLIKASI1.pdf
S. Eko Ch. Purnomo, Sri Utami Dwiningsih, Kurniati Puji Lestari. 2014. Efektifitas
Penyembuhan Luka Menggunakan Nacl 0,9% Dan Hydrogel Pada Ulkus
Diabetes Mellitus Di Rsu Kota Semarang. Diaskes Dari
Https://Jurnal.Unimus.Ac.Id/Index.Php/Psn12012010/Article/Viewfile/1136/11
90

22

Anda mungkin juga menyukai