Oleh:
Pembimbing:
Judul Kasus
Oleh:
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode 4
Juni – 26 Juni 2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Carpal Tunnel Syndrome.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Rehabilitasi Medik di RSUP dr Mohammad Hoesin
Palembang. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada dr. Nyimas Fatimah, Sp.KFR atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iv
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. AKP
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pakjo, Palembang
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 7 Juni 2018
No. RM : 650126
B. Keluhan Utama
Kebas, kesemutan, dan nyeri pada telapak tangan, jari jempol
hingga jari manis tangan kanan.
2
Pasien merasakan ada perbaikan, kesemutan pada jari dan telapak tangan
kanan mulai berkurang.
3
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga berusia 31 tahun. Pasien
tinggal bersama suami dan anak-anaknya. Pasien berobat di RSMH
Palembang dengan menggunakan fasilitas BPJS kesehatan.
4
- - -
Akral dingin - - Oedem
B. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : wanita, tampak sesuai umur,
berpakaian rapi, perawatan diri baik
2. Kesadaran : Kualitatif : tidak berubah
Kuantitatif : compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
4. Pembicaraan : Normal
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
5
Insight : Baik
C. Status Neurologis
1. Kesadaran : GCS E4V5M6
2. Fungsi Luhur : dalam batas normal
3. Fungsi vegetatif : dalam batas normal
4. Fungsi sensorik : rasa eksteroseptik
a. Suhu : dalam batas normal
b. Nyeri : dalam batas normal
c. Rabaan : lengan (↓/N), (+/+) tungkai (+/+)
Rasa propioseptik
a. Rasa getar : dalam batas normal
b. Rasa posisi : dalam batas normal
c. Rasa nyeri tekan : dalam batas normal
d. Rasa nyeri tusukan: dalam batas normal
5. Fungsi Motorik
Atas Tengah Bawah
Ka/Ki Ka/Ki Ka/Ki
a. Lengan (n/n) (n/n) (n/n)
- Pertumbuhan (n/n) (n/n) (n/n)
- Tonus (n/n) (n/n) (n/n)
b. Tungkai (n/n) (n/n) (n/n)
- Pertumbuhan (n/n) (n/n) (n/n)
- Tonus (n/n) (n/n) (n/n)
6
Shoulder Flexi 0-180o 0-180o 0-180o 0-180o
Extensi 0-60o 0-60o 0-60o 0-60o
Abduksi 0-180o 0-180o 0-180o 0-180o
Adduksi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
Internal rotasi 0-30o 0-30o 0-30o 0-30o
External rotasi 0-45o 0-45o 0-45o 0-45o
Elbow Flexi 0-135o 0-135o 0-135o 0-135o
Extensi 135-180o 135-180o 135-180o 135-180o
Supinasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
Pronasi 0-90o 0-90o 0-90o 0-90o
7
Ankle Dorsoflexi 0-40o 0-40o 0-40o 0-40o
Plantarflexi 0-40o 0-40o 0-40o 0-40o
8
Flick Test : (+/-)
Prayer Test : (-/-)
Wrist extension : (-/-)
Status Ambulasi
Independent
III. ASSESMENT
Carpal Tunnel Syndrome dextra
V. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa
1. Ibuprofen 2 x 500 mg
2. Vitamin B complex 2x1 tab
B. Rehabilitasi Medik
1. Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien
2. Sosiomedik: -
3. Ortesa-protesa: resting wrist splint
4. Fisioterapi
Terapi modalitas : MWD, USD, dan parafin
9
5. Speech Terapi : -
6. Okupasi terapi: proper body mechanic untuk aktivitas tangan
6. Psikologi : Memberi motivasi pada pasien agar konsisten
melaksanakan program terapi dan rehabilitasinya
VII. TUJUAN
A. Perbaikan keadaan umum dan mengurangi keluhan akibat carpal tunnel
syndrome
B. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan.
C. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
D. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari dengan nyaman
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
IX. PLANNING
Planning diagnostic :-
Planning terapi :-
Planning monitoring : evaluasi post terapi rehabilitasi medik
Planning edukasi : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang penyakit yang diderita dan juga
menjelaskan tentang aktivitas yang harus dihindari
10
yang bias memperberat gejala serta menjelaskan
tentang proper body mechanic ketika mengerjakan
aktivitas sehari-hari agar gejala tidak bertambah
berat.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Carpal tunnel syndrome (CTS) adalah kelainan yang terjadi akibat
penekanan saraf medianus di dalam terowongan karpal dengan gejala utama
berupa kesemutan dan rasa nyeri yang menjalar ke jari-jari serta tangan yang
dipersarafi oleh nervus medianus, disertai rasa kebas, kelemahan otot,
kekakuan dan kemungkinan atofi otot. (Tana, 2004)
B. ANATOMI
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan
di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang
– tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada
pergelangan tangan beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus
medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari
tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol
dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut
ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran
canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya
(pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau
keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran
canalis.
Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin
masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi
eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens
pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya
kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh
bagian distal N. Medianus.
12
Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut
mempersarafi bagian telapak tangan dan ibu jari.
CT dibentuk oleh :
Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum
yang membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah medial
menuju Os. Piriformis & hamatum)
Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
CT berisi :
13
4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
1 M Fleksor Carpi Radialis,
1 N Medianus.
14
Serabut sensorik N. Medianus:
Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari
manis, serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.
Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari
tengah dan setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi
transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. Nervus
medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di
pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia
pertengahan. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian
bisa juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit
bertambah.
Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980
insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien
pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan
terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria
yang mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah dikonfirmasi
dengan pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester,
Minnesota, ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Sedangkan Hudson dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy
adalah CTS.
Di Indonesia prevalensi CTS karena faktor pekerjaan masih belum
diketahui dengan pasti (Tana,2003). Prevalensi dari populasi umum sekitar 3,8
% (Atroshi,1999). Penelitian yang dilakukan oleh Silverstein (1987) pada 625
pekerja di 7 kawasan industri mengevaluasi faktor-faktor pekerjaan yang bisa
mempengaruhi terjadinya CTS, ternyata ada enam faktor pekerjaan yang
menyebabkan berkembangnya CTS yaitu gerakan pergelangan/jari tangan
15
yang berulang, kontraksi yang kuat pada tendon, gerakan pergelangan tangan
yang menekuk ke bawah (flexi) atau menekuk ke atas (extensi), gerakan
tangan saat bekerja (gerakan menjepit), tekanan mekanik pada saraf medianus.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Armstrong (2008) di kawasan
industri kerja ada empat sebagai faktor kontrol dari perkembangan CTS yaitu
jenis kelamin, usia, index masa tubuh (IMT) dan penyakit penyerta. CTS
merupakan hasil dari kombinasi kondisi kesehatan dan aktivitas fisik yang
berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada nervus medianus saat
melewati terowongan karpal.
D. ETIOLOGI
Terowongan carpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon flexor. Setiap kondisi yang mengakibatkan
semakin padatnya terowongan ini dapat menyebabkan penekanan pada nervus
medianus sehingga timbul carpal tunnel syndrome.
Carpal tunnel syndrome dapat dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronis,
namun pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui (idiopatik), terutama
pada penderita usia lanjut. Selain itu gerakan yang berulang-ulang pada
pergelangan tangan dapat menambah resiko carpal tunnel syndrome (Tana,
2003).
Pada keadaan lain, nervus medianus dapat terjebak juga di carpal tunnel
itu. Secara sekunder, carpal tunnel syndrome dapat timbul pada penderita
dengan osteoarthritis, diabetes mellitus, miksidema, akromegali atau wanita
hamil.
Carpal tunnel syndrome dapat disebabkan dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain:
a. Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
b. Infeksi : lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
c. Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout,
tenosinovitis fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
16
d. Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
e. Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
f. Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (yang sering colle’s fraktur),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi
diri dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom
akibat pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat
penyembuhan fraktur lama yang tidak sempurna.
g. Kebiasaan/aktivitas : mengetik computer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.
E. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar carpal tunnel syndrome terjadi perlahan-lahan (kronis).
Pada jaringan pelindung tendon yaitu tenosynovium membengkak, dicurigai
Karena cairan synovial yang berfungsi melindungi dan melumasi tendon
tertimbun, terjadi juga penebalan fleksor retinakulum. Kedua keadan ini akan
menekan n.medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada
n.medianus akan menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini
menyebabkan perlambatan aliran vena. Kongesti ini lama-lama akan
mengganggu nutrisi intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia yang akan
merusak endotel, menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epidural. Hipotesa ini dapat menerangkan keluhan yang sering pada carpal
tunnel syndrome yaitu berupa rasa nyeri dan sembab terutama malam atau
pagi hari yang akan berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin karena perbaikan dari gangguan vaskuler ini.
Bila keadaan berlanjut tejadi fibrosis epineural dan merusak serabut
saraf. Selanjutnya saraf menjadi atrofi dan diganti jaringan ikat sehingga
fungsi n.medianus akan terganggu.
Pada carpal tunnel syndrome yang akut, biasa terjadi kompresi yang
melebihi tekanan perfusi kapiler, sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi
17
saraf. Saraf menjadi iskemik, terjadi peninggian tekanan fasikuler yang juga
akan memperberat keadaan iskemik ini.
Selanjutnya terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan
edema yang menimbulkan terganggunya sawar darah saraf dan selanjutnya
merusak saraf tersebut. Pengaruh mekanik/tekanan langsung pada saraf tepi
dapat pula menimbulakan invaginasi nodus ranvier dan dimieliminasi
setempat sehingga konduksi saraf terganggu. Selainnya dari factor mekanik
dan vaskuler ini mungkin ada keadaan lain yang membuat n.medianus
menderita dalam carpal tunnel.
F. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala yang terjadi, carpal tunnel syndrome
diklasifikasikan menjadi :
1. Grade 1A : subclinical median nerve irritability
Tes phalen atau tinel positif
Tidak ada deficit motorik / deficit sensorik
Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
2. Grade 1B : Mild Carpal tunnel syndrome
Mati rasa singkat
Kesemutan
Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang
berulang
Tidak ada deficit motorik / deficit sensorik
Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
Terapi bisa memberikan manfaat
3. Grade 1C : Moderate Carpal tunnel syndrome
Gejala sering timbul
Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
4. Grade 2 : Moderate severe Carpal tunnel syndrome
Gejala lebih sering timbul
Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
Bisa membaik dengan dekompresi bedah
5. Grade 3 : Severe Carpal tunnel syndrome
Gejala berkelanjutan
Ada deficit motorik dan deficit sensorik
Denervasi pada EMG
Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
18
Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti
semula
G. GEJALA KLINIS
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal
biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti
terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari sesuai
dengan distribusi sensorik nervus medianus (Barnardo,2004)(Davis,2005),
walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari (Salter, 1993).
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala
lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam
hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan
tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.
Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan
tangannya (Rambe, 2004, Barnardo,2004, Davis,2005, Aroori,2008).
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi
kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada
tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang
penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-
otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya
yang diinervasi oleh nervus medianus (Davis,2005)
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut:
1. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
2. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah
3. Penurunan cengkeraman kekuatan.
4. Kelemahan dalam ibu jari
5. Sensasi jari bengkak, (ada atau tidak terlihat bengkak)
6. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.
H. DIAGNOSA
19
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Anamnesis
Carpal tunnel syndrome paling sering muncul dengan keluhan nyeri,
rasakebas, kesemutan, rasa terbakar atau kombinasi dari hal ini pada aspek
palmar dari ibu jari, jari telunjuk, jari tengah dan aspek radial dari jari manis
(Katz 2002).
Gejala subjektif yang paling umum adalah "nocturnal acroparesthesia"
yang terdiri dari rasa kesemutan yang disertai nyeri dan bahkan dapat
mengganggu tidur. Parestesia umumnya menghilang dengan mengubah posisi
lengan, dengan menggerakkannya atau mengurutnya. Parestesia dapat terjadi
di siang hari dan sering dipicu oleh posisi tertentu atau kegiatan tertentu
seperti tindakan menjahit, mengemudi, memegang telepon atau buku Carpal
tunnel syndrome lebih sering dijumpai pada perempuan. Meskipun demikian,
CTS jugadapat dijumpai pada laki-laki dan pada semua usia. Perlu ditanyakan
ada tidaknya trauma pada pergelangan tangan atau trauma proksimal
sepanjang jalur saraf atau akar-akarnya. Riwayat penyakit terdahulu dan
sekarang yang menyertai pasien, juga harus menjadi pertimbangan, karena
dapat menjelaskan onset timbulnya gejala dan mungkin memerlukan
pengobatan selain pengobatan lokal (misalnya, penyakit endokrin atau
metabolik seperti diabetes atau gangguan tiroid, penyakit reumatologi).
2. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa CTS adalah (George, 2009):
a. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal.
Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
20
b. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
c. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hilang timbul parestesia atau
nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi
pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
21
f. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga
dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti
CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
g. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari
dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita
tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif
dan mendukung diagnosa.
i. Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
j. Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Pada penderita diperhatikan apakah ada
perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada
daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa
CTS
22
4. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan rontgen, USG resolusi tinggi, CT scan dan MRI
terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab
lain seperti fraktur atau artritis. Selain itu dapat juga digunakan untuk
mengetahui kondisi di dalam carpal tunnel. Pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada kasus-kasus tertentu saja sebelum tindakan operasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda
tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome. Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot-otot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan
dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test :
palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah
J. KOMPLIKASI
1. Atropi otot-otot thenar
2. Gangguan sensorik yang mengenai bagian radikal telapak tangan serta sisi
palmar dari tiga jari pertama
3. Deformitas “Ape Hand”
23
K. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih
dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
Medikamentosa
1. Injeksi Kortikosteroid Lokal
Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS
secara temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau
hidrokortison bisa disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk
menghilangkan nyeri. Injeksi kortikosteroid dapat mengurangi
peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada nervus medianus.
Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka waktu yang
panjang. Pada kebanyakan pasien, pembedahan merupakan satu –satunya
pengobatan yang bisa memberikan penyembuhan permanen.
Non Medikamentosa
1. Fisioterapi
Untuk mengatasi nyeri, banyak teknologi fisioterapi dengan modalitas
yang tersedia seperti :Micro Wave Diathermy (MWD), Short Wave
Diathermy (SWD), Ultra Sound (US), Infra Red (IR), Transcutaneus
Elektrical Nerve Stimulation (TENS) dan Terapi Latihan(TL). Pada
penderita CTS, terapi modalitas yang sering digunakan adalah:
a. Micro Wave Diathermy (MWD)
Penggunaan terapi MWD cocok untuk jaringan superficial dan struktur
artikular yang dekat dengan permukaan kulit. MWD adalah untuk
memanaskan jaringan otot sehingga didapat peningkatan aliran darah
24
intramuskuler, hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
signifikan sehingga akan menimbulkan relaksasi otot dan mengurangi
nyeri.
b. Ultra Sound
Penggunaan ultra sound pada kasus carpal tunnel syndrome adalah
untuk meningkatkan sirkulasi darah akibat efek micro massage yang
ditimbulkan dan menyebabkan efek thermal sehingga menyebabkan otot
relaksasi.
c. Infra Merah
Penggunaan infra merah pada kasus carpal tunnel syndrome adalah
untuk menaikan temperatur pada jaringan sehingga menimbulkan
vasodilatasi pembuluh darah selain itu pemanasan yang ringan pada otot
akan menimbulkan pengaruh sedatif terhadap ujung-ujung syaraf sensoris.
d. Terapi latihan
Menurut Arovah (2010), ada beberapa jenis terapi latihan yang
digunakan pada kasus carpal tunnel syndrome, antara lain :
1) Active exercise, adalah gerakan yang dilakukan karena adanya
kekuatan otot dan anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang
dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi.
2) Passive exercise, adalah latihan gerakan yang dilakukan oleh bantuan
dari luar dan bukan merupakan kontraksi otot yang disadari. Menurut
Kisner and Colby (2007) gerak passive exercise menyebabkan efek
penurunan nyeri akibat aliran darah lancar serta membuat daerah
sekitar sendi menjadi rileks sehingga bisa menambah luas gerak sendi
dan menjaga elastisitas otot.
3) Resisted active exercise, dapat meningkatkan kekuatan otot oleh
karena jika suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, maka
otot tersebut akan beradaptasi dengan meningkatkan kekuatan otot
akibat hasil adaptasi syaraf dan peningkatan serat otot (Kisner and
Colby, 2007).
25
2. Ortose Protesa
Ortose yang dipakai untuk penderita carpal tunnel syndrome adalah
splint atau bidai. Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu
mengurangi mati rasa dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai
digunakan pada malam hari selama 2-6 minggu untuk mereposisi tangan,
mencegah fleksi atau ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan
tekanan. Pemakaian bidai ini efektif jika dilakukan dalam jangka tiga
bulan sejak timbul keluhan.
26
3. Operasi
Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang
ringan. Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan
dari operasi CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus
Layer/TCL). Pada saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya
akan berkurang.
27
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel
syndrome. Dapat dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum
yang juga dikenal dengan sebutan pembedahan “pembebasan canalis
carpi”. Pembedahan ini sangat direkomendasikan bagi pasien yang telah
mengalami secara konstan dan static mati rasa, kelemahan otot tangan,
atau atrofi, dan penggunaan splint di malam hari sudah tidak bisa lagi
mengontrol gejala – gejala intermiten CTS.
L. PENCEGAHAN
Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :
1. Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan
2. Lebih sering beristirahat
M. PROGNOSIS
28
Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang
dapat menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan
penggunaan alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif
merupakan indikator prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa
34% pasien CTS idiopatik mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila
setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka
dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini :
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
30
menggunakan tangan untuk kegiatan yang berlebihan seperti mengangkat beban
berat dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J, 77(1):6-
17.
Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel syndrome
in fundamentals of neurologic disease. New York: Demos Medical
Publishing:61-63.
31
Hui,A.C.F., Wong,A., Griffith,J.2005.Carpal Tunnel Syndrome.Practical
Neurology Blackwell Publishing Ltd.
Jagga, V. Lehri, A et al. 2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy, 7(2):
68-78.
43
Joseph J. Biundo, dan Perry J. Rush.2012. Carpal tunnel syndrome. American
College of Rheumatology.
McKnight et al. 2010. Reference values for nerve function assessments among a
study population in northern India - III: Sensory and motor
nerveconduction.London: London School of Hygiene and Tropical
Medicine. 15(1):39 – 54.
32
NHS Foundation.2016. Measuring CTS. East Kent Hospital University.
(https://www.carpal-tunnel.net/diagnosing/measuringCTS, diaskes 19 Mei
2017)
Permana, Hendra dan Meiti Frida. 2014. Profil Kecepatan hantaran saraf pada
usia muda. Jurnal MKA Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 37(2):
115-120. (http://jurnalmka.fk.unand.ac.id, diakses 19 Mei 2017)
Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott Williams &
Wilkins
33
Suryamiharja,A.,Purwata,T.E.,Suharjanti,I.,Yudiyanta.2011. Konsensus nasional
diagnostik dan penatalaksanaan nyeri neuropatik. Kelompok Studi Nyeri
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Surabaya: Airlangga
University Press.
34