Anda di halaman 1dari 16

WORKSHEETS (LEMBAR KERJA)

Mata Kuliah : Metodologi Penelitian dan Biostatistik II


Materi : Biostatistik
Nama : Nurhana Ruslan
NIM / Kelas : 1810104256 / 7 D

NO KETERANGAN PEMBAHASAN

1. Topik : Hubungan paritas dan anemia dengan kejadian inersia uteri


pada ibu bersalin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
2. Gambaran Umum : 1. Hubungan faktor paritas dengan inersia uteri.
Kasus 2. Hubungan faktor anemia dengan inersia uteri.
3. Identifikasi data : Identifikasi data ini yaitu :
1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian
ini berupa lembar observasi dengan menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari rekam medik RSUD Prof.
dr. Margono Soekarjo Purwokerto :
1. Populasi penelitian ini adalah ibu bersalin dengan
inersia uteri (298 orang) dan ibu bersalin normal (171
orang) yaitu 469 ibu bersalin. Dan mengambil sampel
secara acak sampai didapatkan jumlah sampel yaitu 75
kasus dan 75 kontrol.
Berisiko ;
16 ; PARITAS
10.7 %

Tidak
Berisiko ;
134 ;
89.3 %

Diagram 1. di atas dapat diketahui bahwa paritas ibu bersalin


sebagian besar pada kategori tidak berisiko (<3) sebanyak
134 ibu bersalin (89,3%) dan sebagian kecil pada kategori
berisiko (≥3) sebanyak 16 ibu bersalin (10,7%).
ANEMIA

Anemia ;
61 ;
Tidak 40.7 %
Anemia ;
89 ;
59.3 %

Diagram 2. di atas dapat diketahui bahwa anemia pada


ibu bersalin sebagian besar pada kategori normal (≥11 gr/dl)
sebanyak 89 ibu bersalin (59,3%) dan sebagian kecil pada
kategori tidak normal (<11 gr/dl) sebanyak 61 ibu bersalin
(40,7%).

4. Hasil diskusi yang : 1. Faktor Paritas


Disesuaikan dengan Hubungan paritas ibu bersalin dengan inersia uteri
Teori sebagian besar pada kategori tidak berisiko (<3) sebanyak
134 ibu bersalin (89,3%) dan sebagian kecil pada
kategori berisiko (≥3) sebanyak 16 ibu bersalin (10,7%).
Paritas adalah jumlah kehamilan dimana bayi yang
dilahirkan mampu hidup diluar kandungan. Semakin
sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak
kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin
terganggu akibatnya uterus tidak berkontraksi secara
sempurna dan mengakibatkan kelainan his.
Paritas pada multipara berpengaruh terhadap inersia
uteri. Persalinan Pada multi para dan grande multipara
sering didapatkan perut gantung, akibat regangan uterus
yang berulang-ulang karena kehamilan dan tidak
kembali seperti semula dan longgarnya memfiksasi
ligamentum uterus sehingga uterus menjadi jatuh ke
depan, disebut perut gantung. Perut gantung dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan his karena posisi
uterus yang menggantung kedepan sehingga bagian
bawah janin tidak dapat menekan dan berhubungan
langsung serta rapat dengan segmen bawah rahim
(Prawirohardjo, 2012).

2. Faktor Anemia
Hubungan anemia ibu bersalin dengan kejadian inersia
uteri sebagian besar pada kategori normal (≥11 gr/dl)
sebanyak 89 ibu bersalin (59,3%) dan sebagian kecil pada
kategori tidak normal (<11 gr/dl) sebanyak 61 ibu
bersalin (40,7%). Anemia adalah kondisi dimana sel
darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin,
sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan
organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang.
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan dapat
menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir
dengan anemia, persalinan dengan tindakan- tindakan
tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan
persalinan perlu tindakan operatif. Anemia persalinan
dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan
bayi (Mochtar, 2001).
Anemia pada ibu bersalin disebabkan karena ibu
kekurangan zat besi selama kehamilan sehingga terjadi
penyulit pada saat persalinan seperti kelainan his. Oleh
karena itu, pada saat hamil ibu hamil harus ANC secara
teratur, mengecek Hb untuk mencegah anemia pada
kehamilan dan persalinan untuk mendeteksi dini
terjadinya penyulit persalinan. Sehingga tidak terjadi
penyulit pada saat persalinan seperti kelainan his dan
perdarahan pasca persalinan.

5. Strategi yang : Penelitian ini dengan rumusan masalah yaitu Bagaimana


Dilakukan hubungan antara paritas dan anemia dengan kejadian inersia
uteri pada ibu bersalin di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
antara paritas dan anemia dengan kejadian inersia uteri pada
ibu bersalin di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Metode yang dipergunakan survey analitik
dengan rancangan casecontrol menggunakan lembar
observasi. Hasil penelitian adanya hubungan antara paritas
dan anemia dengan kejadian inersia uteri.

6. Kesimpulan : Kesimpulan hubungan antara paritas dan anemia dengan


kejadian inersia uteri pada ibu bersalin di RSUD Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, hasil penelitian tentang
hubungan antara paritas dan anemia dengan kejadian inersia
uteri pada ibu bersalin dikategorikan sebagai berikut :
a. Paritas
Paritas ibu bersalin sebagian besar pada kategori tidak
berisiko sebanyak 134 orang (89,3%) dan sebagian
kecil pada kategori berisiko sebanyak 16 orang (10,7%).
Ada hubungan antara paritas ibu bersalin dengan
kejadian inersia uteri (p = 0,017; OR = 5,032; phi =
0,194).
b. Anemia
Anemia pada ibu bersalin sebagian besar pada kategori
normal sebanyak 89 orang (59,3%) dan sebagian kecil
pada kategori tidak normal sebanyak 61 orang (40,7%).
Ada hubungan antara paritas ibu bersalin dengan
kejadian inersia uteri (p = 0,017; OR = 5,032; phi =
0,194).

NO KETERANGAN PEMBAHASAN

1. Topik : Hubungan anemia pada ibu bersalin dengan kejadian inersia


uteri kala I di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

2. Gambaran Umum : 1. Karakteristik inersia uteri berdasarkan umur, pendidikan,


Kasus pekerjaan, paritas, dan jarak kelahiran.
2. Hubungan anemia dengan inersia uteri.

3. Identifikasi data : Identifikasi data ini yaitu :


1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada
penelitian ini berupa studi dokumentasi dengan
mengambil data secara sekunder dari rekam medis di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul bulan Januari
– Desember 2016 dengan cara memasukkan data ke
kolom dalam lembar observasi :
a. Populasi penelitian ini adalah ibu bersalin yang
mengalami inersia uteri dan anemia yaitu sebanyak
114 kasus. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan total sampling dengan
kriteria inklusi yaitu kelainan his pada ibu bersalin
usia 20-35 tahun, ibu bersalin dengan presentasi

belakang kepala, hamil aterm, Berat badan bayi lahir


2500 - < 4000 gr.
b. Karakteristik responden di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul
N %
Umur
< 20 tahun 13 11.4 9 7.9
20-35 tahun 92 80.7 59 51.8
>35 tahun 9 7.9 5 4.4
Jumlah 114 100 73 64
Pendidikan
Dasar 67 58.8 39 34.2
Menengah 31 27.2 23 20.2
Tinggi 16 14.0 11 9.6
Jumlah 114 100 73 64
Pekerjaan
Bekerja 65 57.0 46 40.4
Tidak 49 43.0 27 23.7
Bekerja
Jumlah 114 100 73 64
Paritas
Primipara 55 48.2 31 27.2
Multipara 59 51.8 42 36.8
Jumlah 114 100 73 64
Jarak
Kelahiran
< 2 tahun 27 23.7 16 14
>2 tahun 87 76.3 57 50
Jumlah 114 100 73 64

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa umur


responden paling banyak adalah 20-35 tahun sebanyak 92
responden (80.7%) dan mengalami inersia uteri sebanyak 59
orang (51.8%), dan yang paling sedikit adalah umur > 35
tahun sebanyak 9 responden (7.9%) dan mengalami inersia
uteri sebanyak 5 orang (4.4%).
Tingkat pendidikan ibu didapatkan paling banyak
dalam kategori pendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 67
orang (58.8%) dan mengalami inersia uteri sebanyak 39
orang (34.2%).
Pekerjaan ibu mayoritas dalam kategori bekerja yaitu
sebanyak 65 orang (57%) dan mengalami inersia uteri
sebanyak 46 orang (40.4%).
Paritas ibu sebagian besar adalah multipara sebanyak
59 responden (51.8%) dan mengalami inersia uteri sebanyak
42 responden (36.8%).
Jarak kelahiran ibu paling banyak adalah > 2 tahun
sebanyak 87 responden (76.3%) dan mengalami inersia uteri
sebanyak 57 orang (50%).

c. Distribusi Frekuensi Anemia Di RSU PKU


Muhammadiyah Bantul
Kategori Frekuensi %

Anemia 87 76.3
Tidak 27 23.7
Anemia
Jumlah 114 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa


kategori anemia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
tahun 2016 yang paling banyak adalah kategori
anemia yaitu sebesar 87 orang (76.3%).

d. Distribusi Frekuensi Inersia Uteri Di RSU PKU


Muhammadiyah Bantul
Kategori Frekuensi %

Inersia uteri 73 64.0


Tidak 41 36.0
Inersia uteri
Jumlah 114 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dikatakan bahwa


kategori inersia uteri di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul tahun 2016 yang paling banyak adalah
mengalami inersia uteri yaitu sebesar 73 orang
(64.0%).

4. Hasil diskusi yang : 1. Anemia


Disesuaikan dengan Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis,
Teori diketahui bahwa responden yang mengalami anemia
sebanyak 87 orang (76.3%), dan yang tidak anemia
sebanyak 27 orang (23.7%).
Anemia merupakan suatu keadaan di mana jumlah eritrosit
yang beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun.
Sebagai akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen
dari paru kejaringan perifer. Anemia sendiri jarang
menimbulkan krisis kedaruratan akut selama kehamilan,
namun pada hakekatnya setiap masalah kegawatan dapat
diperberat oleh anemia yang telah ada. Faktor yang
mempengaruhi terjadinya anemia adalah umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan, paritas, jarak kelahiran.
Umur ibu sangat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan serta pertumbuhan janin. Pada hasil analisis
didapatkan umur ibu paling banyak adalah 20-35 tahun
sebanyak 92 orang (80.7%), <20 tahun sebanyak 13 orang
(11.4%) dan yang paling sedikit adalah umur > 35 tahun
sebanyak 9 orang (7.9%). Menurut Ibu hamil pada usia
terlalu muda (<20 tahun) tidak atau belum siap
memperhatikan lingkungan yang diperlukan untuk
pertumbuhan janin. Disamping itu akan terjadi kompetisi
makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam
pertumbuhan dan adanya pertumbuhan hormonal yang
terjadi selama kehamilan. Sedangkan ibu hamil di atas 35
tahun cenderung mengalami anemia, hal ini disebabkan
karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh
akibat masa fertilisasi (Arisman, 2010).
Anemia juga dipengaruhi oleh pendidikan yang rendah.
Dari hasil analisis didapatkan paling banyak responden
dalam kategori pendidikan dasar (SD, SMP) sebanyak 67
orang (58.8%) dan yang paling sedikit adalah pendidikan
tinggi yaitu 16 orang (14%). Menurut orang yang
berpendidikan menengah keatas cenderung berfikir
obyektif dan berwawasan luas. Tingkat pendidikan
keluarga bukan satu-satunya yang menentukan
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan gizi,
namun faktor pendidikan dapat menpengaruhi kemampuan
menyerap pengetahuan gizi yang diperolehnya melalui
informasi (Manuaba, 2010).
Selain itu anemia dipengaruhi jenis pekerjaan, pekerjaan
akan mempengaruhi beban kerja fisik seseorang. Pada
hasil analisis didapatkan mayoritas responden bekerja
yaitu sebanyak 65 orang (57%) dan yang tidak bekerja
yaitu 49 orang (43%). Jenis pekerjaan dalam sektor
informal dengan beban kerja fisik yang relatif lebih berat,
menyebabkan seseorang mengeluarkan banyak keringat.
Hal ini mengakibatkan peningkatan pengeluaran zat besi
bersama keringat. Wanita hamil dan menyusui harus
melakukan beban kerja berat, memerlukan banyak sekali
makanan untuk kondisi kesehatan tubuhnya maupun untuk
kebutuhan energinya, sehingga zat-zat gizi yang
dibutuhkan harus tercukupi.
Selain faktor di atas, yang mempengaruhi anemia adalah
paritas ibu yaitu sebanyak 59 responden (51.8 %). Menurut
Paritas > 3 merupakan faktor terjadinya anemia, hal ini
disebabkan karena terlalu sering hamil dapat menguras
cadangan zat gizi tubuh ibu (Arisman, 2010).
Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan
terjadinya anemia. Dari hasil analisis didapatkan < 2 tahun
sebanyak 27 responden (23.7%) . Hal ini dikarenakan
kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan
zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan
nutrisi janin yang dikandung.

2. Inersia Uteri
Pada hasil analisis didapatkan responden yang mengalami
inersia uteri sebanyak 73 orang (64.0%).
Inersia uteri adalah keadaan di mana kontraksi uterus lebih
lemah, singkat, dan lebih jarang apabila dibandingkan
dengan his normal. Pada masa laten, diagnosis inersia uteri
lebih sulit untuk ditegakkan. Kontraksi uterus yang disertai
nyeri tidak cukup untuk menentukan diagnosis bahwa
persalinan sudah mulai. Untuk mendapatkan simpulan ini,
maka diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat
kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu
pendataran dan pembukaan (Martohoesodo dan
Sumampouw, 2007).
Umur ibu sangat berpengaruh terhadap kehamilan dan
persalinan serta pertumbuhan janin. Pada hasil analisis
didapatkan umur ibu paling banyak adalah 20-35 tahun
sebanyak 92 orang (80.7%) dan yang paling sedikit adalah
umur > 35 tahun sebanyak 9 orang (7.9%). Akibat yang
akan timbul pada ibu hamil atau bersalin dengan usia lebih
dari 35 tahun yaitu terjadi partus lama karena ibu sudah
tidak kuat mengejan, otot-otot perineum telah kaku
sehingga menghambat kelahiran serta mengakibatkan his
kurang baik.
Paritas juga merupakan faktor terjadinya inersia uteri. Pada
hasil analisis didapatkan paritas ibu sebagian besar adalah
multipara sebanyak 59 responden (51.8 %). Paritas pada
multi para berpengaruh terhadap inersia uteri. Persalinan
Pada multi para dan grande multipara sering terjadi
inersia, hal tersebut akibat regangan uterus yang berulang-
ulang karena kehamilan dan tidak kembali seperti semula
dan longgarnya ligamentum yang memfiksasi uterus.Perut
ibu yang gantung dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan his karena posisi uterus yang menggantung ke
depan sehingga bagian bawah janin tidak dapat menekan
dan berhubungan langsung serta dapat dengan segmen
bawah rahim (Prawirohardjo, 2010).
Dari hasil analisis didapatkan mayoritas jarak kelahiran >
2 tahun sebanyak 87 responden (76.3%) dan < 2 tahun
sebanyak 27 responden (23.7%). Bila jarak kehamilan
dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
keadaan ini perlu karena ada kemungkinan pertumbuhan
janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau
perdarahan (Prawirihardjo, 2010).
Anemia adalah kondisi di mana sel darah merah menurun
atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya
angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada
ibu dan janin menjadi berkurang. Bahaya anemia pada ibu
hamil saat persalinan dapat menyebabkan gangguan his
primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan
dengan tindakan karena ibu cepat lelah dan gangguan
perjalanan persalinan perlu tindakan operatif. Anemia
persalinan dapat menyebabkan inersia uteri atau his yang
tidak adekuat sehingga akan berpengaruh terhadap
kelemahan dan kelelahan ibu saat mengedan untuk
melahirkan bayi (Mochtar, 2011). Hasil penelitian
menunjukkan 61 orang (53.5%) mengalami anemia serta
inersia uteri. Hal ini sesuai dengan teori bahwa ibu bersalin
dengan anemia (<11 gr%) menjadi penyebab terjadinya
inersia uteri pada ibu bersalin (Mochtar, 2011).
Tingkat keeratan hubungan antara kejadian anemia dengan
inersia uteri kala I pada kategori rendah yaitu 0.222. Hal
ini disebabkan oleh adanya faktor pengganggu yang tidak
dikendalikan antara lain kelainan his sering dijumpai pada
primipara dengan umur ibu > 35 tahun, Faktor herediter,
emosi dan ketakutan, Salah pimpinan persalinan, Obat-
obat penenang, disproporsi sevalopelvik, dan kelainan
uterus lama. karena Hal ini sesuai dengan kriteria ekslusi
yaitu semua yang tidak termasuk kriteria inklusi dan rekam
medis yang tidak lengkap. Inersia uteri dapat
menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan
akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan
tenaga, dehidrasi, dll (Prawirohardjo, 2011).

5. Strategi yang : Penelitian ini dengan rumusan masalah yaitu Bagaimana


Dilakukan hubungan anemia pada ibu bersalin dengan kejadian inersia
uteri kala I di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu
bersalin dengan kejadian inersia uteri kala I di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Metode yang dipergunakan survey
analitik dengan rancangan casecontrol menggunakan lembar
observasi. Hasil penelitian Ada hubungan antara anemia pada
ibu bersalin dengan kejadian inersia uteri kala I.

6. Kesimpulan : 76.3% responden mengalami anemia, 64.0% responden


mengalami inersia. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diketahui bahwa ada hubungan antara
kejadian anemia dengan inersia uteri kala I dengan nilai p-
value adalah 0.015 < 0.05 dengan tingkat keeratannya adalah
rendah yaitu 0.222.
NO KETERANGAN PEMBAHASAN

1. Topik : Hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea


dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan
2. Gambaran Umum : 1. Pengetahuan
Kasus 2. Dismenorhea
3. Motivasi periksa ke pelayanan kesehatan
3. Identifikasi data : Identifikasi data ini yaitu :
1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian
ini berupa penelitian korelasi yang bersifat analitik dengan
pendekatan cross sectional dengan menggunakan rumus
Spearman Corelation :
a. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Prodi
Kebidanan Kediri tingkat I, II, dan III yang mengalami
dismenorhea sebanyak 149 orang, dengan sampel
sebesar 111 orang.

Gambar 1. Pengetahuan Remaja Putri Tentang


Dismenorhea

Gambar 2. Motivasi Remaja Putri Untuk Periksa ke


Pelayanan Kesehatan

Uji statistik korelasi Spearman memberikan hasil


berhitungan  = 0,28. Karena jumlah responden lebih
dari 30 maka digunakan rumus Z untuk memperoleh
nilai Z hitung ,dari perhitungan dengan pendekatan Z
diperoleh nilai 2,94. Pada α 0,05 nilai Z  adalah 1,96.
Dari hasil perhitungan tersebut tampak bahwa Z hitung
> Z  , maka kesimpulannya ada hubungan antara
pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan
motivasi periksa ke pelayanan kesehatan.

4. Hasil diskusi yang : 1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea


Disesuaikan dengan Dari hasil penelitian terhadap 111 mahasiswi di Program
Teori Studi Kebidanan Kediri, mayoritas mahasiswi memiliki
pengetahuan yang cukup dengan prosentase 59,46%, dan
sisanya memiliki pengetahuan baik dan kurang yaitu
sebesar 33,33% dan 7,21%.
Mahasiswi memiliki pengetahuan yang baik dan
cukup tentang dismenorhea dikarenakan telah mendapatkan
banyak informasi dari berbagai sumber, salah satunya
penjelasan dari dosen meliputi definisi, etiologi, tanda
gejala, dan dampak yang diakibatkannya beserta
pencegahan dan pengobatannya sehingga informasi tersebut
tepat dan akurat. Informasi inilah yang kemudian membuat
mahasiswi tahu atau memiliki pengetahuan tentang
dismenorhea. Selain itu pengetahuan juga bisa didapat dari
berbagai sumber seperti buku, majalah dan internet.
Dapat ditemukan dengan mudah buku-buku
kebidanan yang telah menjelaskan tentang dismenorhea
secara rinci sehingga bagi mahasiswi yang rajin membaca
buku, maka pengetahuan tentang dismenorhea akan
bertambah. Begitu pula dengan majalah, ada beberapa
majalah yang sering kali menyediakan informasi mengenai
dismenorhea yang dilengkapi dengan tips-tips pencegahan
dan pengobatannya. Sering pula disajikan konsultasi-
konsultasi atau tanya jawab tentang dismenorhea.
Internet sebagai alat komunikasi yang paling
berkembang, banyak menyediakan informasi yang
dibutuhkan dan saat ini sudah bisa diakses kapan saja dan
dimana saja juga ikut berperan dalam memberikan
pengetahuan. Situs-situs kesehatan bisa ditemukan dengan
mudah, sehingga informasi tentang dismenorhea dapat
dicari. Hasil-hasil penelitian tentang dismenorhea juga
sering ditemukan, prevalensi terkini tentang dismenorhea
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan dismenorhea bisa
didapatkan dengan cepat dan akurat. Mahasiswi kebidanan
Kediri sebagian besar adalah mahasiswi aktif sehingga
buku-buku, majalah, dan internet bukan hal yang baru lagi.
Mahasiswi yang memiliki pengetahuan yang cukup bahkan
baik berarti lebih memahami dan mengerti tentang
dismenorhea.
Pengetahuan merupakan hasil kegiatan ingin tahu
manusia tentang apa saja melalui cara-cara dan dengan alat-
alat tertentu. (Suhartono, 2004 : 77). Mahasiswa sering
membaca buku, majalah, membuka internet, mendapat
penjelasan dari dosen sehingga berbagai cara inilah bisa
memperoleh pengetahuan.
Masih adanya mahasiswi yang memiliki pengetahuan
kurang bisa disebabkan mahasiswa belum memperoleh mata
kuliah tentang dismenorhea yaitu tingkat I jadi bagi yang
tidak rajin membaca buku akan kurang mengerti
dismenorhea. Bagi mahasiswa tingkat II mata kuliah tentang
dismenorhea masih baru saja diperoleh sehingga bagi yang
kurang mengerti, memahami serta memiliki ketertarikan
akan memiliki pengetahuan kurang. Tidak semua mahasiswi
mampu menangkap semua informasi tentang dismenorhea.
Setiap mahasisiwi memiliki kemampuan yang berbeda-
beda. Ada yang dengan mudah menerima informasi yang
didapat dan juga ada yang mengalami kesulitan dalam
menerima informasi. Kadang ada pula mahasiswi yang tidak
begitu memperhatikan materi atau informasi yang didapat.
Kesulitan mengingat kadang kala juga menjadi faktor
penyebab pengetahuan mahasiswi hanya sampai batas
kurang. Ada beberapa kemungkinan mengapa mahasisiwi
mengalami kesulitan mengingat, misalnya karena
mahasiswi enggan belajar dan juga bisa disebabkan oleh
kemampuan yang rendah dalam mengingat sesuatu.
Penalaran yang dimiliki mahasiswi dapat digunakan
sebagai alat memproses pengetahuan yang didapat untuk
mendapatkan keluaran memahami atau tidak memahami
namun sebagian mahasiswi tidak mau atau tidak mampu
menggunakan penalarannya, sehingga pengetahuan yang
mereka dapat tidak bisa optimal hanya sebatas tahu saja.

2. Motivasi Remaja Putri Periksa ke Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan data yang diperoleh dari 111 mahasiswi yang
dijadikan responden, didapat 31,53% memiliki motivasi
yang tinggi, 67,57% memiliki motivasi sedang dan sisanya
sebesar 0,9% memiliki motivasi rendah.
Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam
diri manusia. (Heri, P, 1998 : 59). Mahasiswa yang sudah
tidak bisa mengatasi dismenorhea yang dialami akan
memiliki kebutuhan untuk mencari bantuan dari orang lain
sehingga muncullah motivasi untuk memeriksakan diri
sehingga bila ada kelainan bisa ditangani dengan tepat.
Pengetahuan seseorang merupakan salah satu faktor
yang menimbulkan dorongan atau motivasi. Mahasiswi
Program Studi Kebidanan Kediri adalah remaja dengan latar
belakang pendidikan di bidang kesehatan, jadi secara
langsung maupun tidak langsung memiliki pengetahuan
yang cukup bahkan baik tentang dismenorhea baik
penyebab, akibat serta penanganannya. Dengan bekal
tersebut mahasiswi Program Studi Kebidanan Kediri akan
lebih memiliki kesadaran atau motivasi untuk periksa bila
mengalami dismenorhea.
Namun sebagian besar mahasiswi memiliki motivasi
sedang hal ini disebabkan pengetahuan yang dimiliki
sebagian besar tergolong cukup. Menurut Mechanic selain
dipengaruhi pengetahuan ada beberapa faktor lain yang
menyebabkan orang untuk mencari upaya pengobatan
antara lain dikenalinya gejala-gejala; banyaknya gejala yang
dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan bahaya;
dampak gejala itu; frekwensi dari gejala yang tampak; nilai
ambang seseoarang; perbedaan interpretasi terhadap gejala;
adanya kebutuhan untuk bertindak; informasi atau
pengetahuan; tersedianya sarana kesehatan, biaya dan
kemampuan untuk mengatasi jarak sosial (rasa malu, takut)
(Solita, S, 2004 : 35). Faktor-faktor tersebut diatas
berpengaruh besar terahadap motivasi mahasiswa. Selain
dipengaruhi pengetahuan motivasi sedang yang dimiliki
oleh sebagian besar mahasiswa bisa disebabkan
dismenorhea yang dialami masih bisa diatasi sendiri,
misalnya dengan minum obat analgesik, istirahat cukup dan
olahraga teratur, mengkonsumsi makanan sehat dan banyak
minum air putih padahal dismenorhea merupakan suatu
gejala dan penanganannya harus melalui pemeriksaan
secara sistematis.

3. Hubungan Pengetahuan Remaja Putri tentang Dismenorhea


dengan Motivasi untuk Periksa ke Pelayanan Kesehatan.
Dari hasil analisis data yang dilakukan didapatkan hasil
bahwa Z hitung > Z  yang berarti ada hubungan antara
pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan
motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan. Hal ini
berarti hipotesa yang diajukan dapat diterima.Uraian di atas
telah menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong
motivasi mahasiswi untuk periksa ke pelayanan kesehatan
adalah pengetahuan tentang dismenorhea. Pengetahuan
membuat para mahasiswi memiliki kesadaran atau motivasi
untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan.
Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan
munculnya memerlukan rangsangan baik dari dalam
individu itu sendiri ataupun dari luar (Heri, P, 1998 : 59).
Rangsangan itu bisa berupa pengetahuan. Mahasiswi yang
memiliki pengetahuan baik tentang dismenorhea akan
diikuti pula oleh motivasi yang tinggi untuk memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan. Dari pengetahuan itulah dapat
diperoleh banyak informasi bahwa dismenorhea itu
merupakan suatu gejala dan juga bisa mempengaruhi
kesehatan reproduksi sehingga penanganannya harus tepat
melalui pemeriksaan yang sistematis, maka bila ada
kelainan bisa diketahui sejak dini dan bisa segera diatasi.
Sebagian besar mahasiswi Program Studi Kebidanan Kediri
berpengetahuan cukup sehingga sebagian besar motivasi
yang mereka miliki sedang pula.
Menurut Nancy Stevenson (2001) “Motivasi adalah
semua hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat
seseorang melakukan sesuatu sebagai respon”. (Sunaryo,
2004 : 143) Respon ini bisa terjadi karena pengetahuan
yang dimiliki, pengetahuan ini bisa diperoleh dari berbagai
buku, majalah, internet maupun penjelasan dari dosen. Dari
pengetahuan yang baik, mahasiswi akan memiliki kesadaran
tentang pentingnya memeriksakan diri dan sebaliknya bagi
yang berpengetahuan kurang akan membuat mahasiswi
memiliki konsep yang salah tentang dismenorhea sehingga
motivasi yang dimiliki juga kurang.

5. Strategi yang : Penelitian ini dengan rumusan masalah yaitu Bagaimana


Dilakukan hubungan pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea
dengan motivasi untuk periksa ke pelayanan kesehatan. Tujuan
penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan remaja
putri tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke
pelayanan kesehatan. Metode yang dipergunakan adalah
penelitian korelasi yang bersifat analitik cross sectional yaitu
suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor
resiko dan efek diobservasi sekaligus pada waktu yang sama
dengan menggunakan rumus Spearman Corelation. Hasil
penelitian adanya hubungan antara pengetahuan remaja putri
tentang dismenorhea dengan motivasi untuk periksa ke
pelayanan kesehatan.

6. Kesimpulan : Pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea didapatkan


hasil 59, 46% berpengetahuan cukup. Motivasi remaja putri
untuk periksa ke pelayanan kesehatan didapatkan hasil
67,57% memiliki motivasi sedang. Terdapat hubungan antara
pengetahuan remaja putri tentang dismenorhea dengan
motivasi periksa ke pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai