Anda di halaman 1dari 15

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Syarat-syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang

sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk

menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi

yang tinggi dibutuhkan kisran kondisi lingkungan tertentu disebut juga syarat

tumbuh kelapa sawit. Kondisi alam, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor

lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman

kelapa sawit, disamping faktor lainnya seperti bahan tanam (genetis) dan

perlakukan kultur teknis yang diberikan.

Penelitian kesesuaian lahan dengan survei areal dengan menggunakan

metode yang tepat dan pengumpulan data yang akurat serta pemeriksaan yang

cermat. Standar beberapa faktor yang dinilai merupakan syarat tumbuh tanaman

kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Iklim

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 0C

dengan suhu maksimum 330C dan suhu minimum 220C sepanjang tahun. Curah

hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit

adalah 1250-3000mm yang merata sepanjang tahun dengan jumlah bulan kering

kurang dari 3, curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm (Lubis, 2008).

Kelapa sawit lebih toleran dengan hujan yang tinggi (misalnya >3000 mm)

dibandingkandengan jenis tanaman lainnya,namundalam kriteria klasifikasi

4
kesesuaian lahan nilai tersebut sudah menjadi faktor pembatas ringan. Curah

hujan <1250 mm sudah merupakan pembatas berat bagi pertumbuhan kelapa

sawit.

Jumlah bulan kering dari 3 bulan sudah merupakan faktor berat. Adanya

bulan kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah akan menyebabkan

terjadinaya defisit air. Lama penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam/hari

dengan kelembapan nisbi untuk kelapa sawit pada kisaran 50-90% (optimalnya

pada 80%).

Aspek iklim yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah

ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi). Elevasi untuk pengembangan

tanaman kelapa sawit kurang dari 400 m dari permukaan laut. Areal dengan

ketinggian tempat lebih dari 400 m dari permukaan laut tidak disarankan lagi

untuk pengembangan kelapa sawit.

2. Bentuk Wilayah

a. Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah daftar sampai

berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng antara 0-8%.

b. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8-30%),

kelapa sawit masih dapat tumbuh dapat berproduksi dengan baik melalui

upaya pengolahan tertentu seperti pembuatan teras.

c. Pada wilayah berbukit dengan kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk

kelapa sawit karena akan memerlukan biaya yang besar untuk

pengolahannya, sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif

rendah.

5
Beberapa hal yang akan menjadi masalah dalam pengembangan kelapa

sawit pada areal-areal yang berbukit antara lain:

a. Kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah segar (TBS),

b. Diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan transportasi,

c. Pembangunan bangunan pencegah erosi,

d. Pemukan yang tidak efektif karena sebagian besar melalui aliran

permukaan.

3. Kondisi Tanah

Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapat mengurangi pengaruh

buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai. Misalnya tanaman kelapa sawit

pada lahan yang beriklim agak kurang masih dapat tumbuh baik jika kemampuan

tanahnya tergolong tinggi dalam menyimpan dan menyediakan air. Secara umum

kelapa sawit dapat tumbuh dapat berproduksi baik pada tanah-tanah ultisol,

entisols, inceptisols, dan histosols.

Berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat

diusahakan pada tanah yang tekstur agar kasar sampai halus yaitu antara pasir

berlempung sampai liat massif. Beberapa karakteristik tanah yang digunakan

pada penilaian kesesuain lahan untuk kelapa sawit meliputi batuan dipermukaan

tanah, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, kondisi drainase tanah, dan tingkat

kemasaman tanah (pH).

Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung

berdebu, lempung liat berdebu, lempung liat dan lempung berpasir.Kedalaman

efektif tanah yang baik adalah jika >100 cm, sebaliknya jika kedalaman efektif

6
>50 cm, dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan

untuk kelapa sawit. Kemasaman (pH) tanah yang optimal adalah pada 5,0-6,0

namun kelapa sawit masih toleran terhadap pH <5,0 misalnya pada pH 3,5-4,0

(pada tanah gambut). Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah

yang memiliki pH tanah >7,0 namun produktifitasnya tidak optimal. Pengolahan

tingkat kemasaman tanah dapat dilakukan melalui tindakan pemupukan dengan

menggunkan jenis-jenis pupuk dolomite, kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam

(Lubis, 2008).

B. Potensi Produksi Kelapa Sawit

Potensi produktivitas tanaman kelapa sawit yang dapat dicapai jika

menggunakan kelas lahan dan benih kelapa sawit bermutu dan melaksanakan

budidaya sesuai standar teknis, berdasarkan kelas tanah dalam jangka 20 tahun.

Berikut diuraikan kelas kesesuaian lahan :

a. Kelas S1

Pada wilayah dengan lahan yang mempunyai struktur kriteria yang baik,

tidak mempunyai faktor penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti.

Tipe lahan seperti ini akan cocok usaha tani yang efektif. Faktor pembatas adalah

bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit

lahan secara nyata, dan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan tanaman kelapa

sawit.

b. Kelas S2

Tanah pada lahan kelas S2 mempunyai sedikit penghambat yang dapat

mengurangi pilihan penggunaanya. Tanah pada kelas S2 ini membutuhkan

7
pengolahan tanah secara hati-hati yang meliputi tindakan pengawetan untuk dapat

menghindari kerusakan dan sekaligus untuk melakukan perbaikan hubungan air

dan udara dalam tanah ditanami tanaman kelapa sawit.

c. Kelas S3

Pada kelas S3 mempunyai lebih baik banyak hambatan dari tanah kelas S2,

dan bila tanah ini digunakan untuk tanaman pertanian akan membutuhkan

tindakan pengawetan khusus yang umumnya lebih sulit pekerjaannya, baik dalam

pelaksanaan maupun pekerjaan didalam periode pemeliharaannya. Kelas

kesesuaian lahan dapat dinilai dari karakteristik lahan yang ada dilapangan,

(Suwadi, 2013), produktivitas tanaman kelapa sawit jenis Tenera secara Umum

pada lahan kelas S1, S2, S3 seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit


Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3
(thn) T RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS
3. 22 3,2 9 18 3,0 7 17 3,0 7
4. 19 6,0 15 18 6,0 14 17 5,0 12
5. 19 7,5 18 17 7,0 16 16 7,0 14
6. 16 10,0 21 15 9,4 18 15 8,5 17
7. 16 12,5 26 15 11,8 23 15 11,1 22
8. 15 15,1 30 15 13,2 26 15 13,0 25
9. 14 17,0 31 13 16,5 28 13 15,5 26
10. 13 18,5 31 12 17,5 28 12 16,0 26
11. 12 19,6 31 12 18,5 28 12 17,0 26
12. 12 20,5 31 11 19,5 28 11 18,5 26
13. 11 21,1 31 11 20,0 28 10 20,0 26
14. 10 22,5 30 10 21,8 27 10 20,0 25
15. 9 23,0 28 9 23,1 26 9 21,0 24
16. 8 24,5 27 8 23,1 25 8 22,0 24
17. 8 25,5 26 8 24,1 25 7 23,0 22
18. 7 26,0 25 7 25,2 24 7 24,0 21
19. 7 27,5 24 7 26,4 22 6 25,0 20
20. 6 28,5 23 6 27,8 22 5 27,0 19
21. 6 29,0 22 6 28,6 22 5 27,0 18
22. 5 30,0 20 5 29,4 19 5 28,0 17
23. 5 30,5 19 5 30,1 18 4 29,0 16
24. 4 31,9 18 4 31,0 17 4 30,0 15
25 4 32,4 17 4 32,0 16 4 34,0 14
Rata - rata 11 21 24 10 20 22 10 19 20
Keterangan :T = Jumlah Tandan/ph/th; RBT = Rata-rata Berat Tandan (Kg);
TBS = Ton TBS/ha/th Sumber : (BPM-KS, 2007)

8
C. Pembangunan dan Penataan Kebun

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan dan penataan kebun.

Kondisi lahan sejitar, kemiringan lahan, penduduk dan proses pembukaan lahan.

Kondisi tanah yang subur sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman.

Kemiringan lahan akan berpengaruh terhadap proses pengangkutan sarana

produksi seperti pupuk dan hasil panen. Untuk memudahkan pengangkutan, pilih

lahan dengan kemiringan maksimal 220. Adat istiadat masyarakat juga perlu

dipengaruhi secara jelas. Sementara pembukaan lahanyang direkomendasikan

dilakukan dengan teknik tanpa bakar (Zero burning) (Raya,2010).

Pembangunan perkebunan kelapa sawit ditunjukan untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan wilayah mendukung proyek, kajian daya dukung

didasarkan pada data kesediaan lahan yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit,

ketersediaan data non lahan, ketersediaan prasarana dan sarana penunjang industri

seperti infrastruktur jalan dan transportasi. Kondisi kesesuaian ekonomi

termaksud ketersediaan dan karakteristik sumber daya manusia. Kebijakan

pemerintah daerah terkait dengan pembangunan industri kelapa sawit.

Ketersediaan lahan sesuai untuk budidaya kelapa sawit merupakan hal

pokok yang menentukan seberapa besar potensi luas kebun kelapa sawit yang

dibangun. Sementara itu Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) yang diperoleh dari

hasil survei kesesuaian lahan akan menetukan potensi produksi yang dapat dicapai

dengan asumsi melaksanakan pedoman teknis yang direkomendasikan,

(Warta,2010).

9
a. Penataan Kebun

Perencanaan atau rancangan areal tersebut sedemikian rupa, sehingga

batas blok, areal pembibitan, sistem jaringan jalan, saluran air, sistem pengawetan

tanah, perumahan pabrik, sesuai dengan keadaan areal (luas, topografi) dan

bersifat permanen. Tujuan penataan kebun adalah mengatur ruang/penggunaan

untuk blok tanaman, areal pembibitan, jaringan jalan, saluran air, kantor pabrik.

Berikut standart kebun yang disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Luas Perkebunan Kelapa Sawit


Uraian Kebun Kecil Kebun Besar
Luas (Ha) ±5.000 Ha 10.000 Ha
Luas 1 Afdeling 750 − 1.000 Ha 750 − 1.000 Ha
Luas 1 blok 16 − 25 Ha 16 − 25 Ha
Jumlah Afdeling 5 –7 10 – 14
Pembukaan Areal I 3.000 Ha I 3.000 Ha
Pembukaan Areal II 2.000 Ha II 3.000 Ha
III 2.000 Ha
IV 2.000 Ha
Kapasitas Pabrik 30 ton TBS/jam 60 Ton TBS/jam
(2 tahap)
Sumber : Tim Pengembang Materi LPP 2010

Penggunaan areal (%) secara umum untuk kebun yang cakupannya besar.

Berikut persentase penggunaan areal dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Persentase Areal Perkebunan Kelapa Sawit


Arel tanaman 91,90 %
Pembibitan 0,20 %
Jaringan jalan 3,20 %
Parit 2,70 %
Parit dan kolam limbah 0,25 %
Kantor, rumah dan lain – lain 1,69 %
Jumlah 100,00
Sumber : Tim Pengembang Materi LPP, 2010

10
b. Desain Kebun

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan desain kebun adalah

bentuk kebun dan ukuran kebun blok pada areal datar adalah bentuk dan ukuran

blok biasanya bujur sangkar atau empat persegi panjang dan ukuran 500 x 500 m

atau 1000 x 300 m. Batas blok pada areal datar dan berombak jalan harus dapat

dikendarain oleh roda empat. Bentuk blok pada areal yang bertopografi

bergelombang atau berbukit atau bergelombang biasanya tidak harus lurus tapi

bisa berupa badan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat atau jalan

setapak.

Demikian juga dengan jaringan jalan yang memadai yang dapat dilalui

kendaraan. Kondisi lahan yang meliputi darat, rawa, berbukit dan sungai yang

dapat dikelolah dengan demikian rupa agar dapat dijangkau. Rencana lokasi

pemukiman karyawan, lokasi pabrik dan gudang barang serta rencana pengerasan

jalan akan pembuatan dan perawatan jalan sangat penting diperhatikan masalah

pengaliran air dan pengerasan jalan.

Rencana autlet drainase berdasarkan kondisi lahan, pembagian blok kebun

(luas satu blok sebaiknya 30 hektar). Penentuan jalan utama (Main road), jalan

transport (Transport road), jalan koleksi (Collection road) dan jalan kontrol.

Selain itu, jalan-jalan diperkebunan juga terdapat istilah pasar tikus yang

merupakan jalan yang digunakan para pekerja untuk melakukan pekerjaannya

secara berkala. Jalan utama merupakan jalan besar yang pada saat pembukaan

lahan yang pertama kali dibuat (Purba dkk, 2006).

11
D. Jenis Jalan

1. Jalan Utama (Main road)

Jalan utama (Main Road) yaitu jalan poros yang berada didalam atau

diluar kebun untuk transportasi buah ke pabrik dan bahan-bahan yang diperlukan

ke afdeling. Mengingat jalan ini sering dilalui truk berkapasitas 5-6 ton atau lebih

maka kontruksi jalan harus diperkeras dengan batu dengan lebar 6-8 m. Tebal

batu 20-25 cm. Permukaan jalan lebih tinggi dengan kemiringan 25% bentuk

jalan seperti punggung kerbau. Dengan kebutuhan 1,5 m 3 batu bentuk 1 meter

panjang jalan. Panjang jalan tergantung pada letak pabrik, keadaan topografi serta

bentuk areal.

Pada daerah datar atau berombak jaringan jalan yang diperlukan 2% dari

luas areal tanaman. Untuk 1.000 Ha tanaman, maka panjang jalan yang

diperlukan mencapai ± 35 km. Pada areal yang bergelombang atau berbukit

dengan lereng agak curam jalan utama akan lebih panjang serta sistem

jaringannya akan berbeda dengan derah datar banyak dijumpai belokan dan

tanjakan. Untuk memperlancar transportasi, sebaiknya belokan tidak terlalu tajam

maksimal 6%. Jalan ini dibuat dengan menggali tanah keras dan agar penimbunan

selalu dihindari (Nurkhoiry dkk, 2006).

Menurut Lubis (2008), sebelum jalan diperkeras dengan batu atau

cangkang perlu dipadatkan terlebih dahulu dengan compactor. Sketsa penampang

jalan secara sederhana. Jalan ini harus bebas dari rumput, tidak terlindung agar

tidak lembab dan cepat kering bila hujan.

Menurut Silalahi (2014), jalan utama dibuat umumnya dengan lebar

seluruhnya 16 m. Panjang jalan utama 40-50 m/Ha. Kontruksinya dengan

12
menggunakan pasir batu atau batu belah 5/7 dengan tebal 7 cm. Pembuatannya

dengan menggunakan Bulldozer, dengan pengerasan 50 m/JKT sedangkan tanpa

pengeras 100 m/JKT. Perawatan jalan utama secara mekanis dapat juga

ditentukan sesuai dengan topografi, yaitu untuk derah bergelombang 300 m/JKT

untuk Road greder dan 250 m/JKT untuk Road roller.

2. Jalan Produksi (Production road)

Jalan produksi juga disebut sub main road atau secondary road,

merupakan cabang dari jalan utama yang menghubungkan areal produksi dan

berfungsi sebagai jalan pengumpul hasil. Umumnya arah utara-selatan. Jalan

produksi merupakan jalan tanah yang diperkeras dengan batu dengan lebar 5-6 m.

Parit jalan berukuran lebar atas =0,4 m, lebar bawah =0,4 m, kedalaman =0,5 m,

kebutuhan tenaga kerja 15 m/HK (Nukhoiry, 2006).

Bentuk dan luas blok perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan

pengumpul produksi. Untuk tanaman kelapa sawit, luas ideal 1blok adalah 25 Ha

dengan ukuran 500 x 500 meter didaerah datar sedangkan didaerah bergelombang

atau berbukit adalah 16 Ha ukuran 400 x 400 meter. Bagi seorang pemanen jarak

yang normal memikul buah kejalan produksi dimana buah di TPH sekitar

200-250 meter.

Jalan produksi dibuat dengan lebar 6 m, dengan panjang 60-80 m/Ha.

Pembuatan jalan secara manual dengan basis 5 m/HK dengan pembuatan jalan 10

m/HK. Pembuatan secara mekanis dengan pengerasan 100 m/JKT. Perawatan

jalan produksi dengan rotasi 1 x 4 bulan pemakaian tenaga manual 110 m/HK.

13
Perawatan secara mekanis dengan areal datar bergelombang 300 m/JKT untuk

Road Greder, dan 250 m/JKT dan Road Roller 150m/JKT.

3. Jalan Koleksi (Collection Road)

Jalan koleksi (Terteary road) yaitu jalan yang menghubungkan areal

produksi dengan jalan utama didalam areal yang berfungsi sebagai TPH, dan

transportasi hasil umumnya arah jalan timur barat. Panjang sekitar 20-23 m/Ha.

Jalan ini lebih kecil dengan lebar 4-5 meter (Lubis, 2008).

Pada daerah tertentu perlu diperkeras, untuk 1 hektar diperlukan jalan

sepanjang 50 m. Jalan ini sangat penting setelah panen karna akan dilalui tiap

1 minggu sekali oleh truk pengangkut panen (Nukhoiry, 2006).

Pada daerah tertentu pembuatan jalan secara mekanis (Bulldozer/greder).

Jalan koleksi merupakan akses awal pengangkutan produksi. Pembuatan jalan

koleksi adalah 5 m/HK dan pembuatan parit 10 m/HK. Pembuatan secara

mekanis Bulldozer dengan pengerasan 50 m/JKT dan tanpa pengerasan

100 m/JKT. Perawatan jalan koleksi dengan rotasi 1 x 4 bulan dengan

menggunakan tenaga manual 120 m/JKT. Perawatan dengan cara mekanis daerah

datar bergelombang 300 m/JKT untuk Road greder, dan 250 m/JKT untuk Road

roller. Untuk daerah berbukit 200 m/JKT untuk Road greder, 150 m/JKT untuk

Road roller.

4. Jalan Kontrol

Disamping jalan utama, jalan produksi, jalan koleksi masih diperlukan

pembuatan jalan kontrol untuk asiten atau askep. Daerah datar batas blok dapat

diperlebar sebagai pasar kontrol sedangkan pada daerah yang bergelombang atau

14
berbukit harus dibangun tersendiri mengikuti pinggiran jurang (batas alam)

(Lubis, 2008). Jalan kontrol ini merupakan jalan tanah dengan lebar sekitar 3 m,

untuk 1 Ha tanaman diperlukan 20 m (Purba dkk, 2006).

CR

CR
2500 m

CR
MR

CR

TR CR

CR

3,000 m

Gambar 1. Desain Kebun dan Jalan


Sumber : Buku Pedoman Kerja Kelapa Sawit, 2010

E. Perawatan Jalan

Menurut Lubis (2008), pemeliharaan jalan pada Tanaman Belum

Menghasilkan (TBM) meliputi pengerasan, penimbunan, pengupasan dan

pendakian, perbaikan parit jalan, membersihkan rumput yang tumbuh dan

mempertahankan bentuk seperti semula selama masa TBM ini pemeliharaan jalan

terutama pengerasan perlu dilakukan karena frekuensi pemakaiannya sangat

meningkat para pekerja, pupuk, pengawasan dan lain-lain.

Pada Tanaman Menghasilkan (TM) pemeliharaan jalan merupakan hal

penting yang perlu mendapat perhatian karena kebutuhannya semakin meningkat.

Jalan ini sering digunakan oleh truk berkapasitas 5-6 ton minimal sekali 1 minggu

untuk pengangkutan panen demikian pula untuk pengangkutan pupuk, pekerja dan

15
lain-lain. Jalan-jalan perlu diperkeras, jembatan dibuat permanen dan

perawatannya harus dilakukan secara teratur.

Jalan produksi dengan arah timur barat mempunyai peranan penting

terutama pada musim penghujan agar cepat kering jalan harus dirawat secara

teratur minimal sebulan sekali dibersihkan parit-parit buangan air ditepi jalan.

Sekali 3 bulan jalan ini perlu diGreder sehingga kebun harus dilengkapi dengan

peralatan yang dibutuhkan.

Sementara itu, pada daerah berbukit pemeliharaan jalan akan lebih penting

dan mahal bukan saja jalannya tetapi juga kemiringannya dan kekerasannya.

Demikian pula hal nya pada areal yang selalu tergenang atau tanah gambut badan

jalan harus lebih tinggi, benteng jalan dan rorak perlu diperbanyak dengan baik

pada areal perbukitan yang akan berfungsi menyimpan air yang dilepas melalui

perembesan.

Teras dan tapak kuda perlu dirawat dengan teratur karena salah satu

fungsinya sebagai tempat tandan jatuh setelah dipotong tempat penaburan pupuk

yang ditabur tidak dihanyutkan air pada tanah yang bertopografi berat. Parit

drainase dirawat minimal 1 x setahun agar air dapat mengalir dengan lancar.

Rumput dan semak yang tumbuh ditebing parit dicuci dan dibersihkan agar

air dapat mengalir dengan lancar. Tebing yang tanahnya mudah rontok agar

tepinya dirawat dengan memakai herbisida. Perawatan jalan, rorak ini harus

dilakukan secara teratur karena jalan merupakan urat nadi penghubung dan

pengangkutan dikebun (Lubis, 2008).

16
Menurut Suwadi (2013), kegunaan dan fungsi Road Greder dalam

pemeliharaan jalan adalah membuat badan jalan menjadi bentuk batok tengkurap

atau punggung kerbau sekaligus menarik atau meratakan batu kerikil ketengah

jalan dan sekaligus membuat parit jalan. Mendorong tanah untuk penimbunan

permukaan kedaerah rendahan (Filling), membentuk dan meratakan badan jalan

baru, membuat Sub grade untuk tahapan pembuatan jalan. Menutup kantong air

untuk pemeliharaan badan jalan dan menjaga kemiringan permukaan jalan

sebesar 2%.

Pemeliharaan jalan secara rutin adalah dengan rotasi 1 x 1 bulan mekanis

(road grader) untuk jalan Main Road (MR) dengan rotasi 1 x 3 bulan, untuk

Transport Road (TR) dengan rotasi 1 x 4 bulan, dan Collection Road (CR) dengan

rotasi 1 x 4 bulan.

Menurut Sinuhaji (2011), Kegunaan dan fungsi Road roller dalam

pemeliharaan adalah memadatkan permukaan atau badan jalan, menarik batu

berserak kepinggir jalan, dikembalikan ketengah jalan terutama untuk menutupi

lubang-lubang di badan jalan. Melakukan pemadatan pada pembuatan Sub grade

pada pembuatan jalan baru dengan cara vibrasi, menggilas dan memadatkan

permukaan jalan dengan cara vibrasi pada permukaan jalan baru, tanah, pasir,

pembatuan dan pengaspalan jalan. Melakukan pemadatan dan pengerasan serta

leveling untuk pembangunan proyek.

17
Berikut ini adalah gambar Road goller berfungsi memadatkan jalan.

Gambar 2. Road roller

Menurut Tim Pengembang Materi LPP, (2007). Pemeliharaan jalan pada

masa TBM, pengerasan pada lokasi yang perlu, dengan standart 10 m/ha/tahun.

Bahan 30 m3 batu padas dan 1,5 m3 sirtu (pasir batu). Pada cara manual

pemeliharaan rutin dengan cara membabat rumput-rumputnya. Norma pemakaian

mekanis 0,2 JKT/Ha.

Untuk pemakaian tenaga kerja 100 m/HK. Untuk rotasi 1 x 3 bulan.

Sedangkan untuk masa tanaman menghasilkan dengan cara manual membabat

kaki lima. Jika diperlukan pemadatan dengan Greder. Norma kerja dengan cara

mekanis, 600-1000 m/JKT dengan rotasi 1 x 6 bulan. Untuk cara manual

0,2-0,4 HK/Ha, dengan rotasi 1x/bulan.

18

Anda mungkin juga menyukai